Di dalam kamarnya, Nana memainkan instrument dari Yiruma. Ia merasa bosan seharian di kamarnya.Ketika ia sedang menikmati permainannya, ia merasa ponselnya yang berada di atas piano bergetar.
~1 Message~
Nawa
“Naega wae?” gumam Nana. Kemudian ia melihat ke luar jendela, dilihatnya Chanyeol sudah berada di gerbang rumahnya. Matanya langsung terbelalak dan buru-buru keluar.
“Aish, kenapa dia kemari lagi?”
Setiba Nana di pintu gerbangnya, ia langsung mengomel. “Neon Jinjja. Aish, micheonya?” ucap Nana kesal.
Chanyeol tersenyum manis, “Kajja!”
“Eodiga? Aku tidak mau ke tempat kemarin lagi. Itu bukan tempat untuk bersenang-senang.”
“Aniya, mian. Aku hanya mau mengajakmu ke sesuatu tempat. Pulangnya tidak akan seperti kemarin. Yaksog,” Chanyeol mengulurkan jari kelingkingnya.
Nana mengamati Chanyeol untuk beberapa saat. “Arasseo, singkirkan wajah memelasmu itu. Aku ganti baju dulu.”
.
~
.
Tanpa curiga sedikitpun, Nana mau diajak Chanyeol di sebuah kedai sederhana yang suasananya tidak terlalu nyaman. Nana terpaksa pergi jika Chanyeol mengajaknya. Nana memesan makanan sementara Chanyeol pergi meninggalkannya sebentar. Chanyeol pergi ke pintu belakang kedai itu.
Di sana sudah terdapat seseorang yang bertubuh kurus sedang asik bermain domino dan seorang temannya itu marah melihat kehadiran Chanyeol.
“Aku belum bisa membawa uangnya?”
“Mworago? Jugeullae? Huh?” seseorang itu berteriak.
Chanyeol tetap tenang. “Tapi aku akan membayarnya karena aku sudah punya aset.”
“Aset?”
“Aku punya teman yang bisa membayar semua hutangku. Tapi beri aku waktu satu minggu lagi. Aku jamin aku akan mengembalikan semua hutang ayahku tanpa tersisa sepersen pun. Jika perlu akan kulunasi beserta bunganya.” Chanyeol beranjak pergi.
“Hya, saekiya,”
Chanyeol tidak mempedulikan panggilan orang-orang itu, ia berjalan masuk ke dalam kedai dengan mantap. Begitu sampai di meja, ia kembali memasang wajah cengengesan. “Sudah kau pesankan. Mungkin tempat ini bukan gayamu, tapi makanan di sini enak-enak. Pesan saja sesukamu, Kedai ini punya Pamanku.”
“Cih, Aku lebih suka makan di tempat seperti ini,”
“Apa aku boleh tanya sesuatu?” tanya Chanyeol sewaktu mereka sedang menyantap pesanan mereka.
“Mwo?”
“Kau ada hubungan apa dengan Baekhyun?”
Nana tercengang kaget. “Wae? Kenapa kau menanyakan itu?”
“Waktu kau mabuk kemarin malam, kau menyebut-nyebut namanya. kau memanggilnya dengan gelisah.”
Nana tidak ingat ia pernah mengigau nama Baekhyun di depan Chanyeol.
“Tidak ada hubungan apa-apa, dia teman ku, kekasih Lizzy. Bukankah kau sudah tahu? Mungkin aku sedang mimpi buruk jadi aku mengigau. Aku juga menyebut nama Lizzy. Kau tidak dengar?”
“Tidak.” Chanyeol tahu Nana berbohong. “Tidak sama sekali.”
“Ketika aku sedang mimpi buruk memang suka mengigau.”
“Jeongmalyo? Apa kau pernah bermimpi tentangku?” goda Chanyeol.
“Oh. Sekarang pun aku sedang berkeliaran di dalam mimpi burukku yang tidak akan tahu kapan berakhir?” jawab Nana malas.
“Ya~ aku ini nakekasihmu”
“Arra, tapi itu hanya secara lisan,” ucap Nana sembari melahap makanannya.
Chanyeol hanya mencibir.
“Di mana dia? Di mana bajingan kecil itu?”
Tiba-tiba terjadi keributan dengan kedatangan segerombolan para paman bersenjatakan tongkat besi. Jumlah mereka lebih dari sepuluh orang. Nana terhenyak kaget melihat mereka.
Chanyeol menahan nafas, keringat dingin mengucur dari keningnya.
Tidak! Ini di luar rencanaku
Seseorang yang terlihat paling berkuasa muncul dari balik kerumunan itu, wajahnya menahan marah sambil mengacungkan tongkat besinya ke arah Chanyeol, “Kau sudah bosan hidup? Huh?”
Chanyeol melonjak kaget dari kursinya. Nana tercengang ketakutan. “Ada apa ini?”
Gerombolan berandalan itu menendang meja dan mengusir semua pengunjung restoran. Para pengunjung berhamburan kalang kabut. Satu persatu lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu. Hanya tinggal Nana dan Chanyeol. Orang itu menghampiri Chanyeol dengan wajah geram, dicengkramnya kerah baju Chanyeol.
“Mana uangnya?!”
“Uang? Uang apa?” Nana dilanda kebingungan dan ketakutan sekaligus.
“Sudah kubilang, beri aku waktu satu minggu lagi,” jawab Chanyeol.
“Satu minggu katamu? KAU MEMPERMAINKANKU, HUH!!?”
“Aku pasti akan membayarmu.”
Buk..
Sebuah pukulan telak menghantam wajah Chanyeol, Chanyeol terhuyung mundur dengan darah menetes dari hidungnya.
“HENTIKAN!!” Nana menjerit ketakutan, “Hentikan, kubilang hentikan!!” ia berusaha meraih tangan salah satu dari mereka untuk menolong Chanyeol. Tapi justru ia yang terdorong. Nana bangkit berdiri, ia terus berteriak menyuruh mereka berhenti. Tapi suaranya tenggelam dalam keramaian dan aksi keroyokan itu terus berlangsung, Nana memberanikan diri mendorong tubuh besar si manusia berkuasa.
“AISH JINJJA,” ia marah besar, ia mencengkram pergelangan tangan Nana dengan kasar, tapi Nana malah menggigitnya, dan sebuah pukulan melayang di wajah Nana. tubuhnya jatuh lunglai ke bawah.
Chanyeol terhenyak melihat Nana dipukul. Napasnya tercekat. Tiba-tiba saja ia tidak merasakan sakit di sekujur tubuhnya, tendangan itu, pukulan itu, juga pecahan beling yang bersarang di kepalanya. Ia menghampiri Nana.
“Ack,” Nana mengerang kesakitan dengan darah menetes dari sudut bibirnya. Pandangan matanya mengabur dan sesak di dadanya mulai terasa. Suara-suara teriakan terdengar samar-samar. Ia merasa seseorang meneriaki namanya dan ingin melindunginya.
“Nana-ya,” Chanyeol memanggil Nana dengan khawatir. “HENTIKAN!!” teriak Chanyeol “Atau kalian semua akan ku bunuh,” sorot mata Chanyeol begitu menantang.
Seseorang yang terlihat berkuasa tadi, mengangkat sebleah tangannya. Perkelahian itu berhenti mendadak. Mereka menatap bos mereka dengan kemarahan yang tertahan, mereka tak mengerti mengapa harus berhenti. Napas Chanyeol terengah-engah. Nana menatap mereka dengan pandangan kabur. Sunyi senyap mengisi ruangan itu beberapa saat hingga ia berhasil mengumpulkan kembali semua kesadarannya. Ditatapnya Chanyeol dengan wajah memar.
Bos tiba-tiba menoleh ke arah Nana. laki-laki kurus kering yang tadi ditemui Chanyeol di luar kedai cepat-cepat menghampiri Bos dan membisikinya sesuatu. Bos mengangguk kecil, kemudian melempar pandangannya pada Nana. Ia mengerti sekarang.
“Baiklah satu minggu lagi. Ku tunggu satu minggu lagi. Tapi ini yang terakhir. Jika uang itu masih belum sampai di tanganku, tidak ada ampun lagi untukmu,”
Chanyeol tidak memperdulikannya. Ia berani beradu pandang dengan bos itu, menantangnya tanpa keraguan sedikitpun.
“Kajja.” mereka pun berlalu pergi meninggalkan kedai itu.
Chanyeol membantu mengangkat kepala Nana dan tersenyum lemah padanya. “Lain kali jangan coba-coba menolongku. Dasar bodoh.”
“Ack,” Nana meringis kesakitan. “Apa itu caramu berterimakasih?” gerutu Nana.
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
Selama perjalanan, Nana menggontong tubuh Chanyeol di pundaknya yang sudah babak belur. “Kenapa kau bisa berurusan dengan orang-orang itu? Apa kau mencuri? Menipu Anaknya? apa yang kau lakukan? Atau, kau berhutang? Ya, jawab aku!?”
Chanyeol menghentikan langkahnya. “Mulutmu ternyata cerewet juga. Kau mau tahu ceritaku yang sebenarnya? Inilah aku. Aku bukan Chanyeol si anak orang kaya. Aku tidak punya mobil, Ayahku bukan pengusaha kaya dan ibuku tidak berpergian ke luar negri. Itu dulu. Dulu sekali. Sekarang keluargaku hidup melarat, kami hidup terkatung-katung dengan jumlah hutang yang tidak sedikit. Keluargaku sudah hancur. Ya, keluarga ku berhutang dengan orang yang kau dorong tadi,”
Nana menatapnya tak mengerti. Ada kesedihan yang dalam dari suara Chanyeol. Chanyeol meraih tangan Nana, mengenggamnya erat-erat saat ia melihat Nana tercengang kaget melihat rumah barunya. Chanyeol membawanya masuk. Nana tak bersuara saat memasuki rumah sempit itu. Beberapa perabotan bekas yang tampaknya sudah tidak layak pakai berserakan di mana-mana, lantainya kotor dan berdebu, tapi bukan itu yang membuat Nana bergidik ngeri.
“Kenapa begitu banyak pecahan kaca?” tanya Nana tiba-tiba.
Chanyeol tidak meenggubris pertanyaan Nana. “Ibuku mungkin sedang tidur. Kesehatannya akhir-akhir ini menurun drastis. Ack,” Chanyeol meringis kesakitan. “Semua kejadian ini terlalu memukulnya. Belum lagi sifat ayahku yang semakin tidak karuan,” Chanyeol mengintip ke balik sebuah pintu. Ia tersenyum lemah melihat sosok ibunya yang memang tengah tertidur di dalam.
Suaranya serak. “Aku sudah janji padanya, setelah semua urusan ayahku kuselesaikan, aku akan membawa ibuku keluar dari tempat ini. Terutama dari ayahku,”
Nana mengamatinya dengan perasaan tak enak.
“Wajahmu tidak apa-apa?”
Nana menggeleng, senyumnya benar-benar terpaksa. “Gwaenchana. Kajja, kita ke rumah sakit?”
“Kau bilang tidak apa-apa, tapi kenapa kau malah mengajakku ke rumah sakit?”
“Kau ingin ibumu semakin merasa bersalah padamu? Lihat wajahmu, sangat mengerikan, tak layak dipandang, apa benar kekasihku seperti ini?”
Chanyeol memicingkan matanya “Kau mengkhawatirkanku? Apa kau sudah jatuh hati padaku?”
Nana hanya tersenyum “Oh, aku khawatir. Tapi bukan berarti aku sudah jatuh hati padamu, aku juga manusia yang masih punya perasaan,” Nana keluar dan diikuti oleh Chanyeol.
“Maaf, aku sudah membuatmu terluka,”
“Lupakan saja. Aku juga tidak apa-apa. Khawatirkan dirimu sendiri,” Nana menarik tangan Chanyeol dan menggantungkan di bahunya. Chanyeol hanya tertegun.
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
Chanyeol keluar dari ruang pemeriksaan dan menoleh ke arah deretan kursi tunggu di depan ruang pemeriksaan.
“Di mana dia? Katanya dia akan menunggu di kursi tunggu, tapi kenapa tidak ada?”
Chanyeol memandang berkeliling, lalu matanya tertuju pada sosok Nana yang berdiri di dekat meja perawat dan sedang berbicara dengan dokter pria yang sangat tampan. Si dokter terlihat seperti menanyakan sesuatu kepada Nana dan Nana menjawab sambil tersenyum.
Nana menoleh dan melihat Chanyeol. Matanya melebar sedikit, lalu ia kembali menoleh ke arah si dokter
“Oppa, aku harus pergi sekarang,”
“Jamkkanman?” Ketika Nana hendak berbalik dokter menahannya “Gwaenchanayo?”
Nana menyentuh lengan si dokter, tersenyum kepadanya “Gwaenchanayo, Oppa, hhe. Terimakasih sudah mengkhawatirkanku,”
Dokter itu akhirnya menghela napas dan mengangguk.
“Aku pergi dulu, titip salam ku kepada paman dan bibi Wu, ya, selamat bekerja,”
.
~
.
“Eotte?” tanya Nana ketika sudah berada di hadapan chanyeol.
“Apa yang kau bicarakan dengan dokter tadi?”
“Uhm, hanya saling tegur sapa? Wajahmu, tubuhmu, kepalamu? Tidak ada luka yang seriuskan?”
“Oh, hanya luka biasa. Hhe. Kajja, kuantar kau pulang.”
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
Chanyeol mengantar Nana pulang. Bukan dengan mobil pinjamannya, tapi dengan bus. Ia menghela nafas dan membuang pandangannya ke luar jendela. Rintik-rintik hujan di luar membasahi kaca jendela bus dan mengaburkan pandangannya. Chanyeol tetap mencoba menatap menembus kaca, tapi perasaannya membuat dia ingin menoleh ke samping, ke arah Nana. Ia baru sadar ternyata Nana tengah tertidur.
“Kau lelah? Wajahmu begitu lelah?” tiba-tiba chanyeol terpaku dalam keheningan yang damai, mengamati Nana yang terlelap seperti sesosok malaikat kecil tanpa sayap. Mungkin sayap itu kasat mata, atau mungkin Chanyeol tidak sadar ia telah melihatnya. Chanyeol tersenyum pahit,
Aku jadi tidak yakin mampu melukai mu. sungguh! sedikitpun aku tidak ingin menyakitimu.
Chanyeol membisu, hatinya dilanda keraguan yang besar. Ia terenyuh melihat Nana yang mencoba melawan orang-orang yang mengeroyoknya tadi siang.
Kau mencoba menolongku. Kau tidak tahu aku adalah orang yang akan mencelakaimu.
Chanyeol meraih kepala Nana, lalu disandarkan di bahunya. Tanpa ia sadari, bibirnya membentuk kurva kecil. Ia merasa dunianya berubah. Ada yang menyentuh hatinya meski ia terus menyangkal. Perasaan itu berkecamuk di dalam hati kecilnya.
“Kenapa aku tiba-tiba merasa takut akan kehilanganmu? Apa aku sudah jatuh cinta padamu? Tidak,” Chanyeol menelengkan kepalanya. “Apa yang terjadi dengan otak ku, Andwae.”
.
** You Don’t Know Play Ur Love **
.
“Bawa ini.” Nana mengeluarkan payung lipat dari dalam tasnya. Payung lipat berwarna biru langit kesayangannya. “Mungkin sebentar lagi hujan deras,”
Chanyeol mengambilnya. Kemudian, mereka saling bertatapan dalam keheningan, sama-sama membisu. Chanyeol ingin membuka mulutnya, mengucapkan apa yang ada di hatinya saat ini, tapi bibirnya malah terkatup rapat.
“Ya sudah kalau begitu, aku masuk dulu, sampai ketemu lagi besok.”
“Uhm, jamkkanman,”
“Hm?” Nana berbalik lagi.
Chanyeol menimbang-nimbang ragu. “Aniya. Sampai ketemu lagi besok.”
Nana tersenyum hangat untuk pertama kalinya dan masuk ke dalam. Chanyeol tersenyum tak berdaya melihat Nana meninggalkannya masuk ke dalam rumah dengan senyum hangatnya itu.
Chanyeol menghela napas panjang. “Maafkan aku,”
.
*TBC*
.