Hubungan Baekhyun dan Chorong semakin hari semakin dekat. Kemana-mana mereka selalu bersama. Seperti sekarang. Baekhyun melirik ke arah Chorong yang sedang menunduk membaca bukunya. Ujian matematika besok mengharuskan Chorong dan Baekhyun mengingat semua rumus. Tapi, perhatian Baekhyun sudah tak lagi pada bukunya sekarang.
“Apa ada sesuatu di wajahku?” tegur Chorong sembari tetap membaca bukunya.
Baekhyun tersentak dan tersenyum manis. “Aku suka melihatmu. Kau cantik sekali.”
“Aku tidak punya koin, Baek.”
Baekhyun menutup bukunya. “Chorong-ah”
“Hm,”
“Kemarin, kau pergi ke mana?”
“Perpustakan.” jawab chorong santai dan tetap focus membaca bukunya
Baekhyun menekan dadanya menahan rasa perih yang semakin hebat. “Sendiri?” pancingnya
“Tidak. Bersama Luhan,” sahut Chorong sembari membalik bukunya. Padahal jauh di ujung hatinya ada semacam getaran halus.
“Ah,” Baekhyun menempelkan pipinya ke atas meja. “Aku tidak tahu kau akan kembali pada Luhan,” Baekhyun berkata dengan hambar.
Chorong mengangkat mata. “Dia mengajakku. Karena kebetulan aku tak punya teman kemarin, ya, kuturuti saja.” Chorong tersenyum lebar.
Kini dwimanik kecil milik Baekhyun melengkung sedih. “Kau, ‘kan, bisa mengajakku.”
“Bukankah kau kemarin latihan bola?”
Baekhyun menarik nafas jengkel. “Kau pintar cari alasan sekarang. Memang menyenangkan bila punya serep. Jika yang satu tak ada di tempat, silahkan ajak yang lain,” sindir Baekhyun
Chorong menutup bukunya dan melihat Baekhyun. Dia benar-benar merasa tersinggung.
“Kau marah? Mian, aku tidak tahu kalau kepergiaanku dengan Luhan membuatmu marah. Tapi, Luhan masih temanku juga, dan dia ….”
“Dan dia kembali mengincarmu setelah putus dengan Baekhee. Tidakkah kau Rasakan? Bahwa Luhan hanya ingin mempermainkanmu? Dia tak pernah sungguh-sungguh terhadapmu.”
Sejuta jarum halus menghunus jantung Chorong, kala mendengar kalimat yang sama sekali tidak dikira oleh Chorong. Hatinya sangat sakit.
“Aku tahu, aku bagai pungguk. Aku mengharapkan Luhan akan setia selamanya padaku, tapi ternyata tidak. Menurutmu, dia hanya ingin main-main. Aku tahu, aku ini cukup barharga, aku ini ….”
Baekhyun merengkuh bahu Chorong. “Bagiku, tak ada yang lebih berharga selain dirimu. Tak dapatkah kau melupakan Luhan dan belajar mencintaiku?”
Chorong menyingkirkan tangan Baekhyun yang menyentuh bahunya dengan sentakan keras. “Pulanglah, tinggalkan aku sendiri.” ucap chorong. Lalu, ia membaca bukunya kembali
Baekhyun terpana. Ditatapnya Chorong, tapi yang ditemukannya hanya seraut wajah datar tanpa senyum. Diam-diam Baekhyun pergi, membawa luka di hatinya. Setelah kepergian Baekhyun, Chorong menundukkan kepalanya di atas meja
.
** Song For Chorong **
.
Hari-hari selanjutnya, membuat hari-hari Chorong kosong. Bahkan sepagi ini pun, ia sudah mendapatkan omelan dari sang sahabat.
“Kau keterlaluan. Kau kecewakan Baekhyun yang begitu baik padamu. Kau mengharapkan orang lain setia padamu, tapi kau sendiri? Ah, begitu ada gelagat Luhan akan kembali padamu, kau mulai menyingkirkan Baekhyun.”
“Aku tak bermaksud begitu. Aku cuma ingin Baekhyun mengerti, bahwa...”
“Bahwa hanya Luhan yang kau rindukan, dan juga yang selalu kau impikan,” potong Bomi dengan cepat bahkan sangat sinis. Tanpa mempedulikan perasaan sahabatnya lagi. “Selamanya kau akan bermimpi, Chorong. Tak cukupkah pengalaman mengajarimu bahwa pemuda seperti Luhan bagai kincir angin dan tak pernah sungguh-sungguh? Berhenti keras kepala,” Bomi pun lagi-lagi langsung meninggalkan chorong.
“Bomi-ah,” Chorong menghela napas panjang. “Aku memang keras kepala. Meskipun akhirnya aku harus mengakui, semua sikap manis Luhan akhir-akhir ini hanya itu saja, guna mendapatkan Namjoo adik sepupuku yang dikenalnya pada sebuah pesta.”
Chorong mengawasi burung-burung yang terbang ke atas di lingkungan sekolah. Dihelanya napas sekali lagi dengan berat.
Aku seperti seekor keledai. Jatuh untuk kedua kalinya, dengan sebab yang sama dan juga karena ketololan yang sama.