Begitu tiba di rumah makan yang ditentukan Lu Han, Mi Mi bergabung bersama teman satu timnya. Sedangkan Lu Han dan Mi Cha tampak memisahkan diri beberapa saat lalu.
Saat ini meja sudah penuh dengan piring kotor yang tersisa sedikit minyak dari makanan dan gelas-gelas kecil berisi alcohol. Mimi merasa sedikit bosan melihat dan mendengar ocehan rekan-rekannya yang mulai mabuk.
Mimi memainkan bibir gelas orange juicenya dengan jari, sementara ujung matanya melirik seseorang lelaki tegap menghampiri kakak perempuannya yang duduk disamping Lu Han.
Manager Lee membantu MiCha yang setengah mabuk untuk berdiri.
Sedikit gontai, Artis cantik itu melewati Mimi sambil menyempati diri berhenti sebentar untuk berkata, “Mimi ya~ jangan pulang larut malam. Aku akan meneleponmu nanti. Anyeoong~”
Eonni! Kau bicara apa? Kalau ada yang tahu kau ini kakakku aku harus apa?
Wanita itu tersenyum canggung pada manager yang menatapnya heran.
“Sepertinya beliau mabuk berat, hehe”
Manager Lee tampak tidak ingin ambil pusing dengan pergi meninggalkan rumah makan.
Dari tempat duduk yang lain, Lu Han beranjak. Pria tampan itu berjalan menghampiri Mimi yang sudah menggatungkan tas dibahunya hentak pulang
“Jogiyo.. Sudah mau pulang?”
Wanita itu tersentak kaget melihat Lu Han sudah berdiri disampingnya.
“Oh, Ne”
“Sepertinya kau tidak mabuk ya.. kau membawa kendaraan?”
“Ah iya aku membawa mobil, jadi tidak minum.” Jawabnya sambil memainkan tali tas di bahunya. Ia berusa mengalihkan kegrogian-nya pada Lu Han.
“Bisakah.. kau memberiku tumpangan?”
“Nde?” Mimi tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
“Ponsel ku lowbat, aku tidak bisa menghubungi managerku. Tolong aku kali ini saja..”
“Aku bisa meminjamkan ponselku kalau kau mau” Mimi menawari opsi lain. Ia takut mengecewakan Lu Han kalau pria itu harus memakai mobilnya. Meskipun mobil milik Mimi bukan mobil yang murah, tapi pasti mobil Lu Han jauh lebih bagus dari mobilnya. Sebenarnya dibanding itu, Mimi lebih takut akan kecanggungan yang akan muncul didalam mobil nanti.
“Bagaimana ya..” Lu Han menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.”Aku tidak bisa menghafal nomor managerku.”
“Oh benar juga ya.” Mimi menatap Lu Han yang tengah menunggu jawaban. “Baiklah, tapi maaf bila kau nanti tidak nyaman karena mobilku tidak semahal mobilmu.”
Mendengar ucapan Mimi barusan membuat Lu Han tertawa. Lu Han ingin tahu, sebenaranya apa yang ada dipikiran Mimi tentangnya, sampai membandingkan harga mobil mereka.
Lu Han mengangkat tangannya memeberi isyarat agar Mimi menyerahkan kunci mobilnya. Menyadari itu, Mimi pun mengambil kunci mobilnya dan dijatuhkan di telapak tangan Lu Han.
****
Didalam mobil yang sedang berjalan, tiba-tiba Lu Han bertanya. “Kalau boleh aku tahu, Rumah mu dimana Mimi sshi?”
“Rumahku?” Mimi yang sedari tadi hanya memandang jalan raya menoleh.
“Ne” Lu Han mengangguk sambil tersenyum.
Senyum saja terus, semakin lama aku bisa overdosis kalau begini caranya!
“Aku tinggal di InterContinental Seoul Coex Hotel.”
“Hotel? Kenapa?”
“Aku sebenarnya belum lama datang dari Amerika. Jadi untuk sementara aku tinggal disana.”
“Eii.. boros sekali. Mau sampai kapan tinggal di sana? Apartement di tempatku tinggal ada beberapa yang kosong. Aku bisa membantumu mencari informasi kalau kau mau.”
“Tidak.. Tidak.. kau tidak perlu repot-repot. Lagi pula aku sudah mulai mencari kok.” Mimi melambai-lambaikan tangannya dengan cepat. Mimi benar-benar tidak ingin merepotkan lelaki ini.
“O..Begitu. Hmm kau orang korea atau..”
“Aku murni berdarah korea. Hanya Kyeopho saja”
Tidak ada jawaban dari bibir Lu Han selain senyuman dan anggukan kepala.
Kesunyian kembali menyelimuti selama beberapa saat hingga Mimi merasakan rodi mobil ini terhenti.
“Berhenti disini?” Mimi metatap Lu Han heran setelah mencari tahu posisi saat ini.
“Ne..” Jawab Lu Han sambil membuka sabuk pengaman.
Mimi sempat berfikir mungkin Lu Han ingin merahasiakan tempat tinggalnya. Makadari itu ia menepikan mobilnya di jalanan pinggiran Sungai Han.
“Kau lelah tidak?” Lu Han menatap Mimi. “Mau, menemaniku sebentar lagi?” Katanya lagi sambil tersenyum sebelum memasang masker diwajahnya yang kecil.
Lagi-lagi senyuman lembut Lu Han mampu membuat Mimi merasa menjadi perempuan paling jahat bila menolak permintaannya. Kalau bukan karena perasaan yang terpendam sejak lama untuk Lu Han, Mimi pasti dengan jelas menolak permintaan itu. Jarang-jarang ada idola yang meminta penggemar menemaninya. Seperti sudah menjadi perintah abadi dari otaknya, segala permintaan Lu Han tidak boleh Mimi tolak.
Kini sepasang wanita dan pria yang terpaut umur 4 tahun itu berjalan di pinggiran sungai Han yang dingin. Sekali lagi. Kalau bukan karena Lu Han, Mimi tidak akan sudi berjalan di pinggir sungai saat suhu 10 derajat celcius dan menambah resiko dirinya terkena paru-paru basah.
“Kau bisa bersepeda? Disana ada penyewaan sepeda.” Lu Han menunjuk sebuah bagunan kecil yang tertutup pohon besar.”Kalau berjalan kaki, rasanya lumayan jauh.”
“memangnya kita mau kemana?”
“Aku ingin menunjukan sesuatu padamu. Kemarin kau sudah melihat kemampuanku bernyanyi sambil bermain piano, kau juga melihat drama musikalku, kan? Sekarang aku akan menunjukan kemampuanku yang lain, berbeda dari sebelumnya”
Berbeda dari sebelumnya? Sebenarnya IQ mu berapa sih? Banyak sekali bakatmu.
Lu Han mengangkat tangannya memberi isyarat ‘ayo’
Mereka berdua mengendarai sepeda yang terpisah. Meskipun sedang musim dingin, entah kenapa Mimi merasa hangat bersama Lu Han. Tidak perduli setebal apapun embun yang keluar dari mulutnya, Mimi menikmatinya.
Hwang Mimi berhenti mengayun sepeda saat Lu Han mengerem sepedanya dan berhenti di tepian lapangan basket. Disana sudah ada beberapa pemuda yang terlihat sedang bermain bola basket . Seseorang yang baru saja gagal memasukan bola kedalam ring rupanya menyadari kehadiran mereka.
“Lu-ge! Kau sudah datang. Oh! Dengan siapa kau?” Teriak pemuda itu. Sedangkan empat orang lainnya otomatis menoleh kearah Lu Han dan memberi salam pada Mimi.
Pemuda yang sopan
“Mimi. Dia teman ku. Ayo 3 on 3!” Lu Han menggapai telapak tangan Mimi dan menuntunnya duduk di bangku penonton.”Kau akan tahu kalau aku tidak hanya handal di panggung, tapi juga dilapangan.”
“eh?”
Mimi seperti baru saja melihat Lu Han dengan sosok yang berbeda dari sebelumnya. Pesona Lu Han yang lain muncul.
“Kau perhatikan dari sana ya!” Teriak Lu Han sambil berlari menghampiri teman-temannya.
Salah satu dari mereka yang bertubuh kurus dan berkulit putih melempar bola kearah Lu Han. Sang Idola itu memantulkan bola ke tanah, menghindari teman-temannya yang menghalangi dan akhirnya bola dengan sempurna masuk kedalam ring dari jarak yang belum terlalu dekat. Lu Han mengayunkan kepalan tangan.
“YEAH!!” Teriaknya.
Dibanding melihat bola yang masuk kedalam ring, aku lebih suka melihat tawa lepas mu, Oppa. Batin Mimi. Wanita itu tersenyum dan tertawa. Bahkan ia kini berani berteriak “Lu Han Lu Han.”
Lu Han kembali mendrible bola ditangannya, badannya berputar ketika lawan berusaha mengambil bola darinya, dan haaap! Lu Han kembali mencetak skor ke 4 nya kali ini.
Apakah malaikat juga bisa bermain basket? Kurasa tidak. Mengapa kau tampak begitu sempurna di mataku?
“DAEBAK DAEBAK!! Lu Han jjang!” Teriak Mimi akhirnya. “SARANGHAE “
Lu Han menoleh kaget mendengar teriakan cinta Mimi.
“I AM YOUR FAN, OPPA!” Kata wanita itu lagi larut dalam pesona idolanya.
Mimi memperhatikan Lu Han yang sedang berbicara dengan teman-temannya lalu berjalan kearahnya.
“Awesome! Kau selalu keren!” Mimi memberi dua jempolnya ketika Lu Han duduk disampingnya.
“Benarkah?” Lu Han mebukan resleting jaketnya, dan mengibas-ibaskan telapak tangannya.
“Jinjja. “
Lu Han tersenyum malu
“Kau kelelahan sekali. Bagaimana ini, aku tidak punya air minum” Mimi panic melihat keringat yang menetes dari kening Lu Han tidak berhenti. Belum lagi nafas yang keluar tak beraturan dari bibir tipis pria itu.
Melihat ekspresi Mimi yang berlebihan membuat Lu Han kembali tertawa. “Tidak perlu sepanik itu. Aku tidak haus.”
Sejujurnya, Mimi hampir pingsan melihat lelaki yang ia sukai berada sangat dekat dengannya.
Aku rasa lelaki ini mabuk. Kalau tidak kenapa dia pergi larut malam denganku. Bahkan nama depanku saja pasti tidak tahu. Tapi, mungkinkah orang yang mabuk bisa mencetak 4 skor seperti ini?
“Kemarin kau sakit?” Lu Han mengangkat kepalanya memandang Mimi. Kali ini ia tidak tersenyum.”Aku tahu dari seseorang dilokasi shooting. Tadinya aku ingin memberimu tiket drama musical pertamaku. Aku fikir kau tidak akan melihatnya, tapi untunglah kau datang.” Katanya lagi sambil tersenyum berat.
‘Memberiku tiket pertunjukanmu? Untuk apa?’
“Aku hanya sedikit sakit kepala kemarin. Aku juga tahu kalau kau mencariku.”
Mimi semakin tidak mengerti Lu Han. Kenapa tiba-tiba dia ingin aku menyaksikan pertunjukan drama musikalnya? Kenapa dia tiba-tiba ingin aku menemaninya malam ini. Kita belum saling mengenal dekat.
“Lu Han ssi.. Boleh aku bertanya?”
“Marhaebayo, Mimi ssi”
“Kenapa kau tiba-tiba ingin menunjukan kemampuanmu bermain basket padaku? Padahal kita tidak dekat.”
“Karena aku menganggap Mimi sebagai temanku. Waktu itu, saat kau menawariku berbagi padamu sebenarnya aku mendengar. Dan karena sekarang kau sudah melihat hampir semua kemampuanku, aku menganggapmu sebagai sahabat.”
Kemarin dipaksa berpacaran. Malam ini lelaki ini menganggapku sebagai sahabatnya.
Apa lelaki di korea senang menyimpulkan hubungan secara sepihak?
Untuk satu ini, menjadi sahabat idolanya sendiri hanya orang bodoh yang akan menolaknya.
“ Aku begitu senang saat kau ingin aku berbagi dengan mu. Selama ini aku tidak memiliki teman untuk berbagi. Setelah kuperhatikan, sepertinya kau tidak bereda denganku. Kau sangat total didalam bekerja. Aku juga tidak pernah melihat kau sangat dengat dengan seorang rekan kerjamu. Kecuali saat kau datang ke pertunjukan drama musical ku. Kalian terlihat begitu nyaman satu sama lain. Boleh aku tahu kau bersama siapa waktu itu?”
“Oh.. Kim Jong In, lelaki itu tetangga kamar hotel tempat aku tinggal sekarang. Kami tidak sengaja menjadi dekat.”
“Tetangga kamar hotel?” Lu Han membeo. Lelaki itu semakin tidak percaya masih ada orang lain selain wanita ini yang menghamburkan uang untuk tinggal dihotel. Padahal Apartment yang tingginya bukan main dan fasilitas sebanding dengan hotel sudah menghampar dikota besar ini. “Aku dengar konsep pengambil gambar mengalami perdebatan ya? Aku dapat informasi, kau satu-satunya yang tidak menyetujuinya. Kenapa Mimi ssi?”
“Ahh.. keuge... Aku.. menghawatirkan kalian. Kalian berdua kan, idola besar. Aku tidak ingin skinship kalian berdua akan jadi boomerang nantinya. Sedikit banyak aku tahu tentang perilaku penggemar-penggemar remaja di korea.” Mimi menggambarkan kata ‘sedikit’ dengan jari telunjuk dan ibu jarinya.
“Eii.. Kwiyeopta.” Lu Han tertawa.
Mimi tidak menyangka gerakan sekecil itu ternyata adalah gerakan termanisnya yang mampu membuat kalimat itu keluar dari mulut Lu Han. Pipinya lantas menyerupai tomat.
“Sebenarnya, kalau bukan permintaan dari pihakku kau tidak perlu sampai mengajukan perubahan konsep itu.”
“Apa maksudnya aku tidak mengerti.”
“Ahh.. Karena kau belum lama kembali ke Seoul, pasti kau tidak tahu tentangku kan. Iya.. kau pasti belum tahu.”Lu Han mengangguk-anggukan kepalanya.
“Bulan lalu aku terlibat skadal. Polisi menangkapku saat mabuk dan mengendarai mobil seorang diri. Aku benar-benar tidak ingat kenapa aku bisa sampai mengendarai mobil. Karena skandal itu penjualan albumku turun drastis.” Lu Han tersenyum pahit. “Untung saja perusahaan tidak memutuskan kontrakku.” Lu Han menceritakan kisahnya.
“Lalu?”
“Karena itu, sekarang managemen ku bekerja sama dengan tim MiCha Sonbaenim”
“Bekerja sama bagaimana? Mian.. aku benar-benar tidak mengerti.” Saat ini Mimi merasa seperti paparazzi yang penasaran dengan cerita Lu Han. Tapi dilain sisi dia pun merasa berhak tahu karena ini bersangkutan dengan kakak perempuannya.
“Keputusan ini sudah disepakati sejak sebulan yang lalu. Kedua tim kami bekerjasama untuk menaikan kembali popularitasku dengan cara menjalin hubungan didepan publik sebagai kekasih. Dalam arti lain, aku dan MiCha Sonbaenim adalah kekasih kontrak.”
“Hah? Ke.. Kasih kontrak? Jadi, hanya aku yang belum mengetahui ini sementara semua penduduk korea sudah mengetahui kalau kalian adalah.. sepasang kekasih?” Mimi merasa bodoh.
Pantas saja pengajuan perubahan konsep ditolak mentah-mentah. Jadi mereka sudah berpacaran. Eonni.. kenapa tidak memberi tahu aku? AH... Jantungku! Kenapa seperti ada benda besar yang menghatam begitu keras!
Mimi merasa benar-benar kehilangan Lu Han dan tidak bisa berbuat apa-apa. Mimi tahu diri. Mimi bukan perempuan yang memiliki atau bahkan mempunyai kesempatan khusus untuk mendapatkan hati Lu Han. Mi Cha.. kakak perempuannya itu memang jauh lebih sempurna dan berhak untuk mendapatkan Lu Han. Tapi, tetap saja Mimi tidak rela.
Tenanglah, toh ini hanya sebuah kontrak.
****
Hwang Mimi membuka pintu ruangan Jong In perlahan. Tangannya memeluk sebuah map merah berisi beberapa salinan foto hasil pengambilan gambar hari pertama juga beberapa dokumen keperluan lainnya. Jong In berjalan kearah sofa tidak jauh dari meja kerjanya dan mempersilahkankan Mimi duduk.
Tangan Mimi terjulur menyerahkan map yang diminta Jong In sebelumnya.
“Ini dokumen yang Busajangnim pinta. Salinan foto pemotretan hari pertama, juga data pengeluaran biaya.”
“Kau tidak perlu seformal itu kalau tidak ada orang lain.” Jong In menjatuhkan diri di sofa. Tangannya terlipat dengan pandangan yang tidak lepas dari sosok Hwang Mimi.
“Maaf, tapi saya tipe wanita yang bisa membedakan mana pekerjaan dan mana urusan pribadi.”
Jong In merdecak gemas melihat kelakuan Mimi
“Bisakah kau tidak berdiri terus dan duduk disana? Leherku bisa pegal.”
Sambil meminta maaf Mimi duduk di sofa terdekat dengan Jong In. Dengan tinggi yang sejajar kini, Jong In bisa lebih mudah memandangi wajah Mimi.
Jong In menyambut map merah yang di berikan Mimi lalu memeriksanya.
Diam-diam Mimi mencuri-curi pemandangan pria gagah dihadapannya.
Memang tampan. Tapi sepertinya kau masih terlalu manja.Memaksa ku untuk menjadi kekasihmu? Kau harus tahu, tidak selamanya kau bisa mendapatkan apa yang kau inginkan dengan cara memaksa, Doryeonim.
Ditengah obrolannya dengan Jong In dalam hatinya, Mimi mendapati kelopak mata Jong In membesar.
Mimi mencari tahu reaksi itu tertuju untuk apa. Ternyata Jong In sedang melihat lembar foto pertama, kemudian dengan cepat menaruh lembar pertama ke paling bawah dan melihat lembar kedua.
“Model perempuan ini.. Hwang Mi Cha?” Jong In bertanya dengan ragu. Ia menunjukan lembar profil Mi Cha ditangan kanannya, dan tangan lainnya mengacungkan foto Mi Cha dan Lu Han
“Benar. Keduanya dari Agensi yang sama. Tolong Busajangnim tanda tangan di kertas pengesan dibelakang laporan pengeluaran.”
Bukannya menanggapi permintaan Mimi, Jong In justru menutup map itu dan tergesa-gesa berkata “Kau, punya nomor yang bisa menghubungkan aku dengan perempuan ini?”
“Ne? Nomor telpon? A-da.”
Kemudian Mimi mengeluarka smartphone dari blazer berwana putih tulang yang membalut midi dress hijau toscanya. Bibirnya terbuka menyebutkan deretan nomor telpon kakaknya. Meskipun awalnya ragu-ragu, tapi ini adalah perintah atasan kerja yang harus ia lakukan.
“Pemotrettan berikutnya,” Kata Jong In selesai menyalin nomor MiCha. “Temani aku ke lokasi.”
Mimi meruncingkan matanya. pria ini fansnya eoni atau apa? Sepertinya Eoni tidak pernah menceritakan sesuatu tentang pria ini.
Atau mungkin.. dia menyerah dan mencoba peruntungannya pada Eonni? Ijjashigi!
****
BERSAMBUNG