Hari sudah mulai sore, kelas Jin Ah sudah mulai sepi. Lizzy yang tidak jadi mengantarnya kerumah sakitpun sudah tidak terlihat di kelas. Beberapa anak masih terlihat berjalan melewati lorong depan kelas Jin Ah dan berjalan kearah tangga untuk turun ke bawah.
Sudah 30 menit setelah bel sekolah berbunyi, Jin Ah masih menunggu Chanyeol yang masih belum muncul di kelasnya. Musik yang keluar dari earphone-nya sudah tidak bisa lagi menutupi kebosanannya. Jin Ah berkali-kali menatap layar handphonenya dan membuka pesan masuk. “Kenapa dia belum kesini? Kenapa dia tidak membalas pesanku? Apa dia masih dihukum oleh park Ssaem? Kenapa dia tidak memberiku kabar?” Jin Ah terus bertanya-tanya dalam hati.
“Sedang apa kamu disini?”
Seseorang anak lelaki yang bertanya padanya di depan pintu membuyarkan lamunan Jin Ah.
“Oh, Myeong Soo-ah, kamu belum pulang?”
Jin Ah melepaskan salah satu earphone yang menutupi kedua telinganya. Kedua bola matanya mengikuti tubuh Myeong Soo yang berjalan menuju dirinya.
Wajah Myeong Soo basah di penuhi keringat. Kaos olah raganya yang berwarna putih juga tampak basah di bagian punggungnya. Jin Ah memperhatikan Myeong Soo yang terlihat sangat kelelahan saat itu.
“Kau habis bermain basket?”
Jin Ah bertanya lagi pada Myeong Soo yang tidak menjawab pertanyaannya sebelumnya.
Myeong Soo Cuma menjawab Jin Ah dengan anggukan kecil. Dia membuka botol minum yang di bawanya. “Kau tidak pulang?” Tanya Myeong Soo setelah menghabiskan semua air yang ada di botol itu.
“Aku menunggu Chanyeol”
“Dimana Baekhyun?”
“Aku pulang dengan Chanyeol hari ini, dia ingin mengantarku kerumah sakit untuk melepas gips ini”
Myeong Soo diam sejenak setelah mendengar perkataan Jin Ah. Tiba-tiba dia mengambil tas Jin Ah dan diletakkan di pundaknya.
Belum sempat Jin Ah bertanya, Myeong Soo langsung membungkukkan badannya dan menarik tangan Jin Ah untuk meletakkan tubuh Jin Ah ke punggungnya. Setelah dirasanya Jin Ah posisis Jin Ah sudah nyaman di punggungnya, dia langsung mengambil alat penopang yang ada di sebelahnya dan membawa Jin Ah keluar kelas.
“Ya Myeong Soo-ah. Wae? Bagaimana kalau Chanyeol mencariku?”
Jin Ah berbicara dengan sedikit berteriak di telinga Myeong Soo, dia merasa sebal dan heran dengan tingkah Myeong Soo yang tiba-tiba membawanya keluar kelas.
“Ania, dia tidak akan mencarimu hari ini”
“Eotokkae araa?”
“Percayalah padaku”
Jin Ah tidak berbicara lagi setelah Myeong Soo mengatakan itu.
Dia bingung dengan fikirannya saat ini. Entah harus marah pada Myeong Soo yang membuatnya meninggalkan Chanyeol atau marah pada Chanyeol yang membuat dia menunggu terlalu lama.
Myeong Soo terus berjalan meninggalkan gedung sekolah menuju jalan raya. Mereka berdua tidak berbicara apa-apa sepanjang jalan.
Nafas Myeong Soo yang agak terengah-engah membuat Jin Ah merasa sedikit merasa bersalah dan khawatir. Baju seragam Jin Ah ikut basah karena keringat di punggung Myeong Soo yang belum kering itu meresap di bajunya. Jin Ah memeluk leher Myeong Soo dengan erat. Aroma keringat Myeong Soo bisa di ciumnya sekarang. Aroma sabun antiseptik. Aroma yang biasa Jin Ah temui ketika tubuh mereka bersentuhan.
Jin Ah mulai menyandarkan kepalanya ke pundak Myeong Soo. Pundak yang selama ini membuatnya selalu merasa nyaman. Aroma shampoo yang bercampur dengan aroma panas terik matahari bisa di rasakan Jin Ah sekarang. Rambut Myeong Soo yang basah karena keringat saat ini juga sudah ikut membasahi wajah Jin Ah yang sedang bersandar di pundaknya.
Setelah 5 menit menunggu, Myeong Soo akhirnya melihat sebuah Taxi dan melambaikan tangan ke arah Taxi. Myeong Soo membungkukkan badannya untuk mendudukkan Jin Ah masuk ke dalam Taxi. Setelah membenarkan posisi duduk Jin Ah, Myeong Soo ikut masuk ke dalam Taxi dengan tas dan alat penopang Jin Ah.
"Aku mengantuk, bangunkan aku ketika kita sudah sampai"
Myeong Soo langsung menyandarkan kepalanya ke pundak Jin Ah dan melipat kedua tangannya di atas dadanya. Wajahnya yang terlihat sangat lelah sangat kentara ketika dia mulai memejamkan matanya. Jin Ah baru menyadari jika ternyata wajah Myeong Soo agak pucat saat itu.
Setelah merasa Myeong Soo sudah tidur dengan nyaman. Jin Ah dengan sangat hati-hati menggerakkan tangannya dan mengambil tas yang ada di sebelahnya. Dia berusaha untuk tidak membuat Myeong Soo terbangun. Jin Ah merogoh tasnya dan mengambil ponsel di dalamnya.
--1 New Message--
*Oediya? aku dan Sehun sedang dirumahmu. Aku mau menagih hutangku, cepatlah pulang*
Jin Ah membuang nafas dengan keras ketika membaca pesan dari Jae Hyun itu. Dia tidak berniat membalasnya dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas. Tidak ada pesan balasan dari Chanyeol. Dia mulai merasakan sesuatu yang janggal di dalam dadanya. Perasaan sebal atau sejenisnya ketika berfikir tentang Chanyeol yang lupa dengan janjinya dan tidak membalas pesannya.
Jin Ah kembali menatap Myeong Soo yang sedang tertidur di pundaknya. Wajahnya masih terlihat basah karena keringat, padahal AC Taxi harusnya sudah menghilangkan keringat itu. Jin Ah mengambil saputangan dari kantong seragamnya. Dia mengusapkannya ke wajah Myeong Soo untuk menghilangkan keringatnya.
"Bogosipho"
Myeong Soo yang merasakan wajahnya disentuh oleh Jin Ah tiba-tiba mengatakan itu dengan masih memejamkan matanya.
Jin Ah berhenti sejenak. Dia menatapi wajah Myeong Soo.
"Wae? ada apa? apa ada masalah?"
"Ani"
Myeong Soo menjawab singkat. Dia membenarkan posisi tubuhnya yang bersandar di pundak Jin Ah. Wajahnya yang pucat membuat Jin Ah menatapnya dengan khawatir. Myeong Soo yang merasa sedang di perhatikan kemudian membuka matanya dan melihat ke arah Jin Ah.
"Gwaenchana Jin Ah-ya"
Myeong Soo menyunggingkan senyumnya ke arah Jin Ah, mengisyaratkan Jin Ah untuk tidak mengkhawatirkannya. Myeong Soo kembali memejamkan matanya.
Jin Ah tetap merasa bahwa ada sesuatu yang di sembunyikan Myeong Soo. Jin Ah tidak mengalihkan tatapan khawatirnya ke Myeong Soo. Tangannya bergerak ke arah Myeong Soo. Jin Ah mengusap rambut Myeong Soo dengan tangannya, mencoba menyeka keringat yang masih terlihat di sela-sela wajahnya.
***
Jarak antara sekolah dan rumah sakit yang dikunjungi mereka cukup jauh. Senja sudah hampir hilang digantikan gelap ketika Jin Ah dan Myeong Soo turun dari Taxi. Jam-jam para pekerja kantoran pulang menyebabkan jalanan terlihat sangat ramai.
Jin Ah dan Myeong Soo tidak langsung masuk ke dalam rumah sakit sesampainya mereka disana. Myeong Soo mengajak Jin Ah duduk di sebuah kursi yang terletak di depan pintu masuk rumah sakit tersebut. Setelah menurunkan Jin Ah dari punggungnya dan mendudukkannya di kursi tersebut, Myeong Soo duduk di sebelah Jin Ah dan membuka tas sekolahnya. Dia mengeluarkan sebotol air minum. Myeong soo membuka tutup botol air minum itu dan menyodorkannya pada Jin Ah.
Jin Ah yang memang sejak tadi merasa haus langsung menerima air yang di berikan Myeong Soo dan langsung meminumnya. Myeong Soo kembali merogoh tas nya dan mengeluarkan sebungkus choco pie dari dalamnya. Dia membuka bungkus plastiknya dan memberikan choco pie itu pada Jin Ah.
Jin Ah hanya menerima pemberian Myeong Soo tanpa berkata apa-apa. Sebenarnya dia tidak ingin membuat Myeong Soo melakukan banyak hal untuknya. Wajah Myeong Soo yang terlihat lebih pucat dari sebelumnya membuatnya semakin khawatir. Jin Ah menerima choco pie pemberian Myeong Soo sambil terus memandangnya.
Jin Ah mulai memakan choco pie itu. Myeong Soo terus memperhatikan Jin Ah yang terlihat cepat-cepat menghabiskan choco pie-nya. Myeong Soo tersenyum kecil saat memandangi wajah Jin Ah
Ketika Jin Ah sudah selesah menghabiskan choco pie-nya, Myeong Soo bangkit dari tempatnya. Dia berjalan dan berdiri di depan Jin Ah. Myeong soo tiba-tiba membungkukkan badannya,berlutut di depan Jin Ah dan memegang bahu Jin Ah.
"Apa kau sedang diet? tanganmu kurus sekali"
"Ania, entah kenapa akhir-akhir ini nafsu makanku menurun"
Myeong Soo tersenyum mendengar jawaban Jin Ah. Tangannya kemudian berpindah turun menuju pergelangan tangan Jin Ah.
"Apa kau lupa kalau aku pernah menyuruhmu menggunakan jaket yang tebal ketika bersekolah? kenapa jaketmu ini tipis sekali?" Myeong Soo kembali bertanya pada Jin Ah.
"Ini musim gugur, hanyanya juga tidak terlalu dingin. lagipula hawa di sekolah sangat panas ketika siang hari, jadi aku memakai jaket yang tipis"
"Tapi ketika malam hari hawanya akan jadi dingin"
Jin Ah tidak menjawab, dia hanya mengangguk-anggukkan kepalanya dan terus menatap mata Myeong Soo.
"Jin Ah-ya.."
"Hmm?"
Jin Ah menatap Myeong Soo yang sedang berlutut di depannya dengan pandangan bertanya-tanya.
"Apa kau masih merasa bersalah padaku?"
Jin Ah yang kaget dengan pertanyaan Myeong Soo langsung melepaskan tangannya dari genggaman Myeong Soo.
"Kenapa kau tiba-tiba bertanya begitu?"
"Gwaenchana, aku cuma ingin tau"
Myeong Soo terlihat tersenyum dan kembali meraih tangan Jin Ah. "Apa kau masih merasa bersalah padaku?" Myeong Soo mengulangi pertanyaannya.
Jin Ah hanya menganggukkan kepalanya
"Bisakah kamu menghilangkan perasaan bersalah itu?"
Kali ini Jin Ah menggelengkan kepalanya, matanya masih menatap mata Myeong Soo, Jin Ah mecoba menerawang mata itu. Dia menerka-nerka apa yang akan dikatakan Myeong Soo.
"Tidak bisa?"
Myeong Soo balik bertanya pada Jin Ah untuk memastikan. Jin Ah kembali menggelengkan kepalanya. Myeong Soo kemudian menunjukkan senyum lebarnya pada Jin Ah. Hal itu membuat Jin Ah semakin bertanya-tanya tentang maksud pertanyaan lelaki itu.
"Jin Ah-ya..."
"Hmm?"
"Bisakah kamu mendengarkanku?"
Jin Ah yang bingung dengan pertanyaan Myeong Soo hanya diam.
"Pejamkan matamu, dan dengarkan perkataanku"
"Wae? kenapa aku harus memejamkan mataku?"
"Gwaenchana, percayalah padaku. Aku ingin membuatmu mendengarkanku dengan seksama"
Jin Ah melihat kesungguhan dari mata itu, dia akhrinya memejamkan matanya. Jin Ah merasakan tangan Myeong Soo yang menggenggamnya lebih erat.
"Jangan berkata apa-apa, cukup dengarkan saja perkataanku. arasseo?"
Jin Ah menganggukkan kepalanya pelan.
"Jin Ah-ya.. Aku sangat senang karena kau selalu memikirkanku selama ini. Tapi aku tidak ingin kau memikirkanku karena perasaan bersalah. Aku sangat ingin menghapus perasaan bersalahmu padaku selama ini. Tapi sepertinya aku malah memperburuk semua itu"
Dada Jin Ah mulai terasa bergemuruh. Jin Ah mulai menerka-nerka akan maksud perkataan Myeong Soo.
"Aku selama ini selalu merasa bersalah setiap kau menceritakan tentang Chanyeol kepadaku. Aku merasa kalau aku yang membuatmu susah membuka hatimu untuk dia"
Myeong Soo berhenti sejanak, dia membuang nafas dengan keras dan kemudian melanjutkan perkataannya lagi
"Tapi aku lega saat tau kalau kau sudah bisa menerima Chanyeol. Aku sangat lega Jin Ah-ya"
Air mata Jin Ah mulai keluar dari dalam kelopak matanya yang tertutup. Jin Ah menggigit bibir bawahnya mencoba menghentikan isakannya. Dia menggenggam tangan Myeong Soo dengan erat, mencoba menghentikan Myeong Soo yang ingin melanjutkan bicaranya.
"Mianhae Jin Ah-ya karena aku selalu tidak bisa menahan diriku untuk menemuimu. Mianhae karena aku terlalu egois dan membuatmu seperti ini"
Tangan kanan Myeong Soo melepaskan genggamannya dari tangan Jin Ah. Tangan kanannya beralih menuju rambut Jin Ah. Myeong Soo menyelipkan rambut yang menutupi wajah Jin Ah ke belakang telinga.
"Jangan terlambat untuk makan. Berhentilah menggunakan jaket-jaket tipis seperti itu. Berhentilah menundukkan kepalamu ketika berjalan, wajah cantikmu tidak bisa terlihat. Berhentilan selalu berada di kelas pada jam istirahat karena aku tidak akan datang kesana lagi ketika kau mengirimiku pesan"
"Mianhae Jin Ah-ya karena aku sering membuatmu menangis. Berjanjilah padaku untuk menghilangkan perasaan bersalahmu itu"
Isak tangis tangin Jin Ah yang semula pelan, kini terdengar semakin jelas. Nafasnya yang beradu membuat dadanya semakin sesak. Jin Ah ingin menatap wajah Myoeng Soo tetapi matanya sangat berat, seperti tidak bisa terbuka.
Tangan kanan Myeong Soo sudah tidak lagi berada di atas wajahnya. Suara nafas Myeong Soo juga tidak bisa lagi di dengarnya. Kedua tangan Myeong Soo yang semula membuat tangannya menjadi hangat sekarang sudah tak dirasa lagi. Jin Ah masih tidak bisa membuka kedua matanya.
Jin Ah masih dengan suara isak tangisnya yang terdengar parau. Ingin sekali rasanya untuk berteriak. Jin Ah memukul-mukul dadanya untuk mengurangi rasa sesak itu. Kali ini Jin Ah benar-benar tidak mau mebuka matanya, tangannya kemudian diangkat untuk menutupi wajahnya. Myeong Soo sudah tidak disana.
"Kajimaa Myeong Soo-ah.."
Jin Ah kembali larut dalam isakannya yang semakin terdengar jelas.
***
Ting Tong..
Kai membuka pintu rumahnya setelah mendengar suara bel.
"Oh, Sehun-ah. Hyung, Anyeonghaseo"
Sapa kai setelah membukakan pintu dan melihan Sehun bersama Hyung-nya berada disana. "Masuklah" Kai mempersilahkan mereka masuk.
Kai mengajak mereka duduk di ruang TV karena Kai yang sebelumnya sedang asik menonton kartun ingin meneruskan menontonnya. Sehun duduk di sebelah Kai dan mulai mengeluarkan mobil-mobilan dan remote control dari dalam tas-nya.
"Kai-ah, Jin Ah oediya? apa dia belum pulang?"
Tanya Jae Hyun yang sedang duduk di atas sofa.
"Belum hyung, kata eomma, noona sepulang sekolah langsung pergi ke rumah sakit untuk melapas gips-nya"
Jae Hyun hanya mengangguk mendengar jawaban Kai. Dia kemudian mengambil ponsel yang ada di dalam sakunya.
*Oediya? aku dan Sehun sedang dirumahmu. Aku mau menagih hutangku, cepatlah pulang*
--Message Sent--
Jae Hyun mengirimkan pesan itu pada Jin Ah. Dia kembali meletakkan ponselnya ke dalam saku setelah mengirim pesan itu. Jae Hyun meletakkan tangan kanan ke atas wajahnya dan memejamkan matanya.
Jae Hyun dan Sehun adalah anak dari seorang pengusaha sukses. Umur Sehun selisih 4 tahun lebih muda dari Jae Hyun. Ibu Jae Hyun adalah seorang designer terkenal di Korea, hal itu membuatnya sering pergi ke luar kota untuk mempromosikan rancangannya. Jae Hyun yang memiliki tubuh yang proporsional dan wajah yang menarik juga tidak jarang diajak oleh ibunya untuk berjalan di Catwalk atau menjadi model beberapa majalah dengan menggunakan baju rancangan ibunya.
Karena kesibukan ibunya dan keterbatasan waktunya dalam menjaga Sehun, ibunya selalu meminta Jae Hyun untuk menjaga adiknya itu. Tapi Jae Hyun yang pada dasarnya bukanlah seorang hyung yang penyabar, dia selalu meminta imbalan ketika ibunya menyuruhnya menjaga Sehun. Terkadang, dia juga memperlakukan Sehun dengan sangat baik di depan ibunya ketika dia sedang menginginkan sesuatu.
"Oh, Sehun anyeong"
Baekhyun terlihat berjalan menuju Sehun dan Kai yang sedang asik bermain remote control. Dia berjalan melewati sofa yang ditiduri Jae Hyun. Baekhyun berhenti sejenak untuk memastikan, kemudian berjalan lagi menghampiri Kai dan Sehun.
"Jin Ah noona belum pulang?"
"Belum hyung"
Kai menjawab dengan tidak mengalihkan pandangannya dari remote control yang dipegangnya.
"Kenapa kau disini? apa kau tidak mengantar Jin Ah?"
Jae Hyun yang mendengar suara Baekhyun langsung membuka matanya dan bertanyapada Baekhyun.
"Ania, tadi aku ada pelajaran tambahan. Noona bilang dia akan pergi dengan Lizzy noona"
Jae Hyun diam sebentar mendengar jawaban Baekhyun, dia seperti berfikir tentang sesuatu.
"Sepertinya tadi aku tidak melihat Lizzy pulang bersama Jin Ah. Setelah latihan Cheers, aku melihatnya dijemput ayahnya" ujar Jae Hyun.
"Ah jongmal? ah, aku kemarin lupa minta nomor handphone Lizzy noona"
Baekhun langsung melihat ponselnya dan menghubungi nomor Jin Ah. Jin Ah tidak mengangkat telephonenya. Baekhyun yang mengulangi panggilannya beberapa kali juga tetap tidak menerima jawaban dari Jin Ah.
"Hmm, jangkamman"
Jae Hyun yang memperhatikan Baekhyun sejak tadi kemudian mulai mengeluarkan ponselnya dan mencari kontak seseorang.
"Yoboseyo, Naeun-ah. Kirimkan aku nomor telephone Lizzy"
"...."
"Emm, arasseo aku tunggu. Gomawo"
Jae Hyun mengakhiri panggilannya. Beberapa menit kemudian ponselnya berbunyi. Jae Hyun membukanya kambali menelfon seseorang.
"Yoboseyo"
"Nee, nuguseyo?"
"Aku Jae Hyun, apa benar ini Lizzy"
"Oh oppa, ada apa?"
"Apa kau bersama Jin Ah?"
"Ania oppa. wae?"
"Kata Baekhyun kau mengantarkan Jin Ah ke rumah sakit?"
"Ania, dia bilang Chanyeol yang akan mengantarnya"
"Apa kau punya nomor ponselnya?"
"Ania oppa. wae? apa Jin Ah belum pulang"
"Emm. dia belum pulang. Gomawo Lizzy Ah aku akan menghubungimu lagi nanti"
Jae Hyun mengakhiri panggilannya. Dia kemudian melihat ke arah Bekhyun yang sedari tadi memperhatikannya.
"Kata Lizzy dia pergi bersama Chanyeol. Coba kau hubungi Chanyeol"
ujar Jae Hyun pada Baekhyun.
"Ania hyung, setelah jam istirahat tadi Chanyeol dipanggil Park Ssaem ke ruang guru, setelah itu dia mengambil tas-nya dikelas lalu pulang. Dia bilang eomma-nya menjemputnya"
Baekhyun bercerita pada Jae Hyun. Tangannya kembali meraih ponselnya untuk mencona menghubungi kembali nomor Jin Ah. Tak ada jawaban dari Jin Ah. Wajah Baekhyun tampak cemas. Dia kembali mengingat-ingat tentang kejadian ketika Jin Ah tergeletak dengan penuh darah di lapangan basket waktu itu.
Jae Hyun memperhatikan wajah Baekhyun yang sangat cemas itu. Dia kemudian bangkit dari tempat sofa, dia berdiri dan mengambil kunci mobil dari saku celanaya.
"Aku akan mencarinya di rumah sakit"
"Aku ikut" Baekhyun terlihat berdiri dari tempatnya.
"Andhwae, kau jaga Sehun dan Kai dirumah. Eommaku bisa membunuhku jika Sehun bermain di luar"
Wajah Baekhyun tampak kecewa. Tapi dia menuruti Jae Hyun dan kembali duduk di tempatnya semula.
Jae Hyun berjalan ke luar rumah dan masuk ke mobilnya. Hari sudah mulai gelap saat itu. Wajah Jae Hyun yang biasanya sangat datar kali ini terlihat sedikit berubah. Jae Hyun yang melihat kekhawatiran dari wajah Baekhyun merasa ikut khawatir. Mobil Jae Hyun melaju dengan cepat menuju rumah sakit.
Mobilnya sampai di depan halaman rumah sakit. Dia memperhatikan sekeliling rumah sakit dari dalam mobil mencoba mencari sosok Jin Ah. Tidak lama, matanya tertuju pada seorang anak permpuan dengan gips di kakinya sedang duduk di sebuah kursi dekat pintu masuk rumah sakit. Jae Hyun memajukan mobilnya untuk melihat anak perempuan itu dari dekat.
Mobil Jae Hyun saat ini berada tepat di depan anak perempuan itu. Jae Hyun tidak membuka kaca jendelanya. Dia memperhatikan Jin Ah yang sedang duduk dengan matanya yang terpejam. Jae Hyun tidak beranjak keluar dari mobilnya. Matanya terus menatap Jin Ah dari balik kaca mobilnya yang tertutup.
Jae Hyun terus memperhatikan Jin Ah yang memejamkan matanya. Jin Ah hanya duduk diam. Sesekali Jin Ah terlihat menggigit bawah bibirnya. Jae Hyun terus memperhatikan Jin Ah. Tidak lama kemudian Jae Hyun melihat air mata keluar menuju pipi Jin Ah. Jin Ah terlihat terus menggigit-gigit bibirnya untuk menahan tangis itu. Tubuh Jin Ah kemudian sedikit bergerak maju, kedua tangannya terlihat mengepal seperti sedang memegang sesuatu dengan erat. Tak beberapa lama, Jin Ah terlihat merenggangkan kepalan tangannya dan kembali memundurkan badannya seperti semula.
Jin Ah terdiam lagi, dia terus memperhatikan Jin Ah. Air mata Jin Ah terllihat jatuh semakin deras. Kali ini, isak tangis Jin Ah mulai terdengar oleh Jae Hyun. Isak tangisnya yang semakin keras membuat dada Jae Hyun bergemuruh cepat. Jin Ah memukul-mukul dadanya dengan kepalan tangannya, sepertinya ingin mengurangi rasa sesak di dalamnya.
Kekhawatiran tampak jelas dari raut wajah Jae Hyun ketika Jin Ah mulai menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Isak tangisnya yang tidak kunjung reda akhirnya membuat Jae Hyun membuka pintu mobilnya dan berjalan menuju Jin Ah.
"Ya Jin Ah-ya! apa yang kau lakukan disini"
Jae Hyun berdiri di depan Jin Ah. Dia meletakkan ke dua tangannya ke dalam saku celananya dan melihat ke arah Jin Ah dengan pandangan yang datar.
Jin Ah mengangkat wajahnya yang basah itu. Dia melihat Jae Hyun yang bediri di depannya.
"Kau menangis? dasar cengeng. Kenapa kau tidak membalas pesanku?"
tanya Jae Hyun lagi pada Jin Ah. Ekspresinya masih datar seperti semula.
Jin Ah tidak menjawab pertanyaan Jae Hyun. Dia menundukkan kepalanya dan masih berusaha menghentikan isakkannya. Jin Ah menyeka air mata dengan tangannya.
Jae Hyun tidak berbicara lagi. Dia hanya menatap Jin Ah yang sedang menundukkan kepalanya. Dia menunggu Jin Ah yang mencoba menghentikan isakkannya.
"Hentikan tangismu, setelah itu kita masuk ke dalam untuk melepas gips itu. Arasseo?"
Jin Ah mengangguk pelan dan terus berusaha menghentikan tangisnya.
***