Cahaya yang sangat terang membuat Jin Ah yang baru saja membuka matanya terlihat menyipitkannya lagi. Jin Ah merasakan kepalanya yang mulai berat juga ikut menolak untuk di gerakkan. Warna putih yang memenuhi ruang lingkup pengelihatannya membuat dadanya berdesir aneh. Jin Ah yang masih menyipitkan matanya memaksa tubuhnya untuk bergerak dan duduk.
"Apa aku sudah mati?"
Jin Ah berkata pada dirinya sendiri. Dia mengangkat kedua tangannya dan membolak-balikkan tangannya, mencoba meneliti. Setelah itu dia beralih ke pipi dan menepuk-nepuknya dengan pelan.
"YA! APA KAMU SUDAH GILA? JADI KEMARIN ITU KAMU MENCOBA BUNUH DIRI?"
Lizzy yang terlihat duduk di sofa kamar yang di tempati Jin Ah tiba-tiba meneriakinya dengan suara lantang.
"Oh, Lizzy-ah. aku kira aku sudah di surga hehe. Ahh.. kenapa kakiku berat sekali?"
Jin Ah membuka selimut yang menutupi kakinya. Telihat ada sebuah benda putih menutupi kaki kecilnya itu. Benda itu sangat keras seperti batu.
"Lizzy-ah, apa kakiku patah? kenapa mereka memasang gips ini? aku rasa kemarin kakiku baik-baik saja.."
Lizzy tidak menjawab pertanyaan Jin Ah. Dia tetap berkonsentrasi pada ponsel yang di pegangnya.
"Lizzy-ah, kenapa kepalaku di perban? apa kepalaku sobek? kemarin aku baik-baik saja?"
Jin Ah bertanya lagi pada Lizzy setelah memeriksa kepalanya
Lizzy tetap tidak menjawab pertanyaan Jin Ah
"Ya! Lizzy-ah! kau jahat sekali. apa kau tidak khawatir pada temanmu yang sakit ini? Ahh.. ahh kepalaku sakit sekali"
Jin Ah berakting berlebihan karena merasa Lizzy tidak menghiraukannya. Dia memegangi kepalanya berpura-pura kesakitan sambil melirik ke arah Lizzy. Lizzy menoleh khawatir kepada Jin Ah, ketika dia tau Jin Ah hanya berpura-punya, dia kembali memalingkan pandangan ke ponselnya lagi.
Jin Ah melempar kepala Lizzy dengan bantal dengan tatapan sebal.
"Ah, moella. aku tidak ingat semua pertanyaanmu. Jangkammanyo" Lizzy memandang Jin Ah dengan menjulurkan lidah dan mengeluarkan aegyonya yang menyebalkan "Yobuseyo.. Nee ommonie.. Jin Ah sudah sadar...Nee?.. Oh gwaenchana omonnie saya hanya bolos hari ini saja..Nee arasseo..Nee"
Lizzy mengakhiri panggilannya dan kemudian berjalan menuju tempat tidur Jin Ah. Dia duduk di atas tempat tidur itu bersama Jin Ah.
"Eommamu menyuruhku menjagamu, Dia baru berangkat ke kota sekitar 15 menit yang lalu. Gwaenchana? kenapa kamu moncoba bunuh diri? apa Chanyeol menolakmu?"
Lizzy menatap Jin Ah dengan tatapan khawatir. Jin Ah membalas pertanyaan Lizzy dengan jari yang melayang ke dahi Lizzy dan mendorongnya ke belakang.
"Apa aku sebodoh itu sampai mau bunuh diri? aku ditabrak mobil. menurutku tidak parah kok. Tapi kenapa aku bisa masuk rumah sakit. Pasti eommaku bertindak berlebihan.."
Lizzy tidak langsung menjawab pertanyaan Jin Ah, dia merogoh tas sekolahnya dan mengambil sisir dari dalam menyentuh pundak Jin Ah dan memutarnya ke depan. Lizzy memegang kepala Jin Ah dan mulai menyisir rambutnya, dia juga mengepangnya dengan hati-hati karena separuh kepalanya yang tertutup perban. Kemudian dia mulai menjawab pertanyaan Jin Ah.
"Kata dokter tulang kakimu retak, memang tidak terlalu parah, tapi harus di gips agar tidak bertambah parah. Lalu, kepalamu itu gegar otak ringan. Setelah dokter memberimu transfusi darah, kamu langsung tidur nyenyak selama 2 hari. Kemarin kepalamu mengeluarkan banyak darah, untung Chanyeol cepat-cepat membawamu kesini"
Jin Ah menjelaskan ke Jin Ah sambil tetap berkonsentrasi pada rambut Jin Ah.
"Ahh.. ternyata itu benar-benar dia. aku pikir kemarin sedang bermimpi hehe. Sepertinya dia benar-benar menggendongku hehehe.."
"Yak, selesai" Lizzy yang telah menyelesaikan kepangan rambut Jin Ah langsung membalikkan tubuh Jin Ah ke posisi semula. Dia menaikkan bantal Jin Ah dan menutupi kembali kaki Jin Ah dengan selimut.
"Gomawo Lizzy ah.."
"Apa kau lapar? dari kemarin kau hanya makan melalui selang. apa rasanya enak?"
"Moella, aku tidak ingat. Hmm, kapan aku boleh pulang?"
"Nanti aku akan panggilkan dokter, kau bisa tanya sendiri nanti"
"Arasseo, aku ingin sekali cepat-cepat pulang"
"Chanyeol bilang aku harus menghubunginya setelah kamu sadar. Apa kamu mau aku menghubunginya?"
"Tidak usah, nanti aku akan mengiriminya pesan, dimana handphoneku?"
Lizzy membuka laci di samping tempat tidur Jin Ah dan memberikan sebuah handphone padanya. Jin Ah langsung mengecek handphonenya.
--25 New Message--
--112 Missed Call--
Selain pesan-pesan dan panggilan tak terjawab dari Baekhyun dan Chanyeol ketika mereka mencari Jin Ah, banyak juga pesan dari teman-teman kelasnya yang khawatir dan mendoakan kesembuhan Jin Ah.
Jin Ah lalu berhenti pada pesan terakhir dari Chanyol yang diterima sekitar 30 menit yang lalu.
*Noona, bisakah kau langsung menelfonku setelah membaca pesanku ini? aku sangat khawatir*
Jin Ah tersenyum ketika membaca pesan itu. Dia lalu meletakkan ponselnya di atas meja dan tidak langsung membalas pesan Chanyeol
"Wae? Apa kamu tidak akan membalasnya?" Lizzy yang daritadi memperhatikan langsung bertanya pada Jin Ah.
"Aku takut mengganggu konsentrasinya di sekolah"
"HAHA, pede sekali. Kamu pikir konsentrasinya akan terganggu dan langsung berlari kesini jika kamu membalas pesannya?"
"Heheh, aku harap begitu"
***
*Kamu dimana?*
--Message Sent--
Tidak sampai 2 menit menunggu balasan, penerima pesan itu langsung menelfon Jin Ah.
--URI MYEONG SOO Calling--
"Jin Ah"
"..."
"Wae? kamu tidak mau menjawabku?"
"..."
"Apa kamu marah?"
"..."
"Jin Ah-ya"
"Kenapa kamu melakukkannya?" Jin Ah terdengar membuka suara
"Apa kamu takut?"
"..."
"Apa kamu merasa takut padaku?"
"..."
"Kenapa? apa kamu bertanya padaku kenapa? harusnya pertanyaan itu untukmu Im Jin Ah. Kenapa kamu hanya melewati tubuhku saat itu? Kenapa kamu hanya melewatinya tanpa menoleh sedititpun? WAE!!!??" Suara Myeong Soo terdengar berteriak
"Ha..hajima Myeong Soo-ah. kau menakutiku" Jin Ah menjawab dengan terbata-bata
"Kau membuatku mengingat masa lalu Jin Ah-ya"
"Geumanhae Myeong Soo-ah"
"Apa kau tidak ingat? atau mungkin kau berusaha melupakan itu?"
"Geumanhae. jebaaal.."
"Ania, aku tidak akan menghentikannya sampai kau mengingatnya lagi"
"Shireo! aku tidak mau mengingatnya! Geumanhae!!"
Jin Ah bangun dari tidurnya. Nafasnya beradu cepat dengan degup jantungnya. Dirasakan sebuah tangan menyentuh pundaknya
"Jin Ah wae?"
Myeong Soo, dia menatap Jin Ah yang terbangun dari tidurnya dengan khawatir. Myeong Soo yang daritadi berada di samping Jin Ah ketika tidur, mengambil tisu diats meja dan mengelap keringat Jin Ah yang ada di wajahnya.
"Wae wae? apa kamu bermimpi buruk?"
Myeong Soo bertanya lagi, Jin Ah masih terus menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.
Dada Jin Ah yang semula terasa sesak karena mimpi itu sekarang berubah menjadi lebih tenang setelah melihat Myeong Soo berdiri di sampingnya. Dirasakan wajahnya mulai panas karena kelenjar air matanya sudah meronta untuk bekerja. Jin Ah terus mendongak ke arah Myeong Soo yang berdiri di sampingnya.
Air mata Jin Ah yang sudah tidak bisa di bendung akhirnya keluar dengan masih mendongakkan wajahnya ke arah Myeong Soo. Dia tidak mencoba membendung air matanya lagi.
"Wae? kenapa kau menangis? apa aku jahat padamu?"
Air mata Jin Ah mengalir lebih deras ketika mendengar Myeong Soo mencoba menenangkannya. Dia menggapai pinggang Myeong Soo dan memeluknya. Menyandarkan kepalanya di tubuh Myeong Soo dan masih terus menangis.
"Mianhae Myeong Soo-ah. Kajima" ujar Jin Ah di pelukan Myeong Soo
"Gwaenchana, aku tidak akan kemana-mana. Uljima Jin Ah-ya. Gwaenchana"
Myeong Soo mengusap rambut Jin Ah dengan lembut sampai Jin Ah menghentikan tangisnya.
***
“Ahh Appaa.. “
Jin Ah memegangi gips-nya yang membuat kakinya terasa nyeri.
“Ah mianhae mianhae” Chanyeol yang sedang berusaha membantu Jin Ah berdiri dari kasurnya kemudian melonggarkan cengkraman tangannya yang berusaha menopang Jin Ah . “Gwaenchana? Neomu appa?”Chanyeol melanjutkan lagi
Hari ini Chanyeol sedang berusaha membantu Jin Ah belajar menggunakan alat penopang untuk berjalan Karena kakinya yang retak membuatnya harus bertahan dengan gips keras yang membalut kakinya.
“Jinjja appuda Chanyeol-ah. Aku tidak mau berdiri” Jin Ah melepaskan diri dari pegangan Chanyeol dan kebali duduk di kursi rodanya.
“Ah andhwae noona, kau harus belajar menggunankan penopang ini. Noona harus menggunakan ini ketika keluar dari rumah sakit nanti. Katanya noona mau cepat-cepat kembali ke sekolah? Sakitnya Cuma sebentar, nanti ketika noona sudah terbiasa pasti tidak sakit lagi. Arasseo?”
“Shireooooo, appaaaa” Jin Ah mendongakkan kepala pada Chanyeol yang memasang wajah serius kea rahnya. Jin Ah kemudian membalas ekspresi Chanyeol itu dengan wajah memelas.
“Arasseo, kau boleh mencengkram pundakku sekuat kuatnya nanti jika terasa sakit lagi. Arasseo?. Kajjaaaa…”
Chanyeol kembali berusaha membuat Jin Ah mau berdiri. Dia langsung menggapai tangan kanan Jin Ah dan meletakkan di pundaknya. Kemudian Chanyeol meraih pinggang Jin Ah untuk membantunya berjalan menuju alat bantu penopang yang berada di sofa.
Jin Ah dengan terpaksa mengikuti arahan Chanyeol. Tekadang dia mencengram pundak Chanyeol dengan sangat kuat ketika dirasa kakinya terasa nyeri. Tapi Chanyeol tidak mengeluh atau meringis kesakitan ketika Jin Ah mencengkramnya, padahal menurut Jin Ah itu pasti sakit karena kuku Jin Ah yang agak panjang cukup bisa membuat pundak Chanyeol terluka.
“Ahh ahh appaaa..”
Jin Ah menghentikan langkahnya dan meringis kesakitan.
“Wae? Ini baru 4 langkah. Lihatlah itu alat penopangmu ada di sebelah situ. 2 langkah lagi noona. Nee?”
“Jangkamman Chanyeol-ah. Aku sangat lelah, gips ini berat sekali. Mungkin ini juga karena aku keseringan tidur dan tidak banyak melakukan aktifitas jadi ini membuatku sangat capek. Apalagi aku harus berjalan dengan satu kaki. Ahh himdeureo”
“Arasseo noona, mari kita istirahat dulu..”
Chanyeol mendekatkan tubuhnya ke Jin Ah dengan menarik pinggang Jin Ah kearahnya. Dia berusaha membuat Jin Ah bersandar padanya agar tidak merasa lelah. Setelah dirasa Jin Ah sudah nyaman dengan posisinya, Chanyeol merogoh kantongnya dan mengambil sebuah sapu tangan dari dalamnya. Dia mengelap wajah Jin Ah yang di penuhi keringat.
Tiba-tiba Jin Ah mencengkram pundak Chanyeol dan menjauhkan tubuhnya. “Kajja, Chanyeol-ah kita jalan lagi”
“Wae? Apa noona sudah tidak capek?”
“Ania”
Jin Ah menjawab singkat dan menggelengkan kepalanya. Dia kembali berusaha untuk berjan menuju alat penopangnya.
Sebenarnya Kaki Jin Ah masih terasa sakit dan lelah. Tapi dia cepat-cepat menjauhkan tubuh Chanyeol darinya ketika dirasa Jantungnya akan meledak karena hal itu. Ketika Chanyeol mulai menarik pinggangnya dan mendekatkan kearah tubuh Chanyeol. Seketika wajah Jin Ah terasa panas serasa seluruh darah yang ada di tubuhnya berjalan naik. Jantungnya yang berdegup cepat membuatnya refleks menghindari dada Chanyeol yang menyentuh tubuhnya.
Selalu seperti itu, reaksi yang dirasa Jin Ah pada tubuhnya ketika Chanyeol mendekat. Dia juga selalu takut Chanyeol bisa mendengar degup jantungnya itu.
“Oetokke? Apa noona merasa lebih nyaman?”
Tanya Chanyeol ketika Jin Ah sudah mulai menyandarkan tubuhnya pada alat penopangnya. Chanyeol menatap Jin Ah dengan khawatir.
“Gwaenchana Chanyeol-ah. Berhenti menatapku seperti itu. Lumayan juga, sepertinya aku akan cepat beradaptasi dengan alat ini..”
“Apa alat itu lebih nyaman dari badanku yang menopang noona tadi?”
“Emm, aku rasa begitu?”
“Jongmal?” Chanyeol menunjukkan ekspresi kecewanya pada Jin Ah.
“Wae? Kenapa ekspresimu begitu?”
“Ani” Chanyeol menggelengkan kepalanya dan segera menunjukkan senyumnya pada Jin Ah. “Apa noona mau mencoba bejalan sampai ke taman?”
“Apa bisa? Aku mau sekali. Apa kita tidak akan melewati tangga? Aku kira aku amsih belum bisa kalau harus menuruni tangga”
“Kita bisa naik lift noona. Walaupun ada tangga nanti, aku bisa membantumu kan..”
“Ah ania ania.. aku sudah lelah” Jin Ah langsung berjalan kembali ke kasurnya “Ah michigeseo, bagaimana kalau nanti dia menggendongku? Jantungku bisa langsung turun ke bawah. Aahhh andhwae andhwae” Jin Ah berkata dalam hati sambil memegangi kepalanya yang masih di perban.
“Noona wae? Apa kepalamu sakit lagi?”
Chanyeol yang daritadi memperhatikan Jin Ah kemudian mendekati Jin Ah dan melihatnya dengan khawatir.
“Gwaenchana Chanyeol-ah”
“Tapi wajah noona memerah”
“Ah jinjja?” Jin Ah memegangi pipinya mencoba memeriksa
“Oh, apa noona demam?”
Chanyeol mulai mendekatkan dirinya kearah Jin Ah, dia mengulurkan tangannya ke wajah Jin Ah mencoba meraih dahinya untuk diperiksa. Jin Ah refleks menghindari tangan Chanyeol dan memundurkan tubuhnya ke belakang.
“Ania, ania. Aku tidak demam”
Chanyeol langsung menjauhkan tangannya dan kembali duduk di sebelah Jin Ah dengan memasang ekspresi bertanya-tanya.
***
“Noona, kapan kau akan pulang?”
Kai bertanya pada Jin Ah yang sedang duduk di tempat tidurnya dan membaca buku. Kai terlihat tidur di sebelah Jin Ah. Dia masih menggenakan seragam sekolah dan tidur dengan masih mengenakan Tas di punggungnya.
“Dokter bilang noona boleh pulang besok, apa kamu kesepian dirumah?”
“Ani, appa selalu sudah ada dirumah sebelum aku pulang sekolah”
“Ahh, sepertinya noona membuat mereka harus menutup toko sementara, eomma juga setiap hari datang kesini. Untung saja noona sudah boleh pulang besok..”
“Wae? Apa yang kau khawatirkan anakku?”
Eomma-nya yang sepertinya mendengar pembicaraan mereka langsung masuk dan menghampiri mereka berdua dengan tersenyum. Eomma membawa makanan untuk Kai. “Kai-ah, kenapa kau tidak melepas sepatumu? Tempat tidur noonamu akan kotor nanti. Ayo lepas dulu sepatumu”
“Nee” Kai langsung melapas sepatunya dan membuka tasnya, dia menaruhnya di kursi sebelah tempat tidur Jin Ah, kemudian dia langsung kembali naik ke tempat tidur.
“Mianhae eomma, gara-gara aku kau harus meninggalkan toko” Jin Ah yang daritadi asik dengan buku pelajarannya kemudian menutupnya dan menatap eommanya yang sedang menyiapkan makanan untuk Kai.
“Wae? Kenapa kamu minta maaf. Eomma yang harusnya minta maaf karena sering meninggalkan kalian, sebentar lagi eomma bisa membuka toko cabang di daerah rumah kita. Nanti eomma dan apa bisa bekerja di sana dan akan mencari orang untuk menjaga toko yang di kota”
“Ahh jinjja?”
“Emm, kalian bersabarlah. Ayo makan nak” Eomma menyuruh Kai bangun untuk menyuapinya makanan.
“Nee eomma” Jawab Kai dan Jin Ah bersamaan.
“Noona, apa Sehun boleh menjengukmu kesini?”
“Ya boleh, kenapa kamu bertanya? Apa kamu pikir noona akan melarangnya?” Eommanya langsung menyahut pertanyaan Kai dan langsung menoleh kearah Jin Ah.
“Ani, itu karena noona tidak suka dengan Hyung-nya Sehun, kalau Sehun kesini pasti Jae Hyun Hyung ikut mengantarnya..”
“Wae?” Eommanya bertanya lagi
“Emm eomma, dia itu anak lelaki yang paling menyebalkan yang pernah ku temui. Dia selalu menggangguku di sekolah, dia mencariku di sekolah dan mengatakan kalau dia mau menagih hutang padaku. Padahal aku waktu itu hanya minta bantuan dia untuk mengantar Kai dan Baekhyun untuk beli mainan. Tapi kemudian dia mengatakan kalau aku berhutang padanya. Aneh kan Eomma? Iya kan?”
“Ania eommoni, aku tidak seperti yang dia bicarakan” Jae hyun yang tiba-tiba sudah berada di depan pintu kamar Jin Ah langsung menjawab cerita Jin Ah tadi “Anyeonghaseo. Naneun Oh Jae Hyun imnida, Hyung-nya Oh Sehun. Panggapseumnida”
“Aisshhh, kenapa tidak ada orang yang bisa ketuk pintu dulu sebelum masuk ke sini. Tadi eomma, sekarang dia. Ahh jinjja” Gerutu Jin Ah dalam hati sambil menggaruk-garuk kepalanya
“Oh nee Jae Hyun-ah. Anyeonghaseo” Eomma Jin Ah membalas sapaan Jae Hyun dengan terseyum dan mempersilahkannya untuk masuk.
“Eommoni, kau jangan percaya kata-kata Jin Ah, saya anak yang baik kok”
Jae Hyun berbicara pada Eomma-nya Jin Ah dengan tersenyum lebar, kemudian pandangannya beralih pada Jin Ah, dia memberikan senyum nakalnya pada Jin Ah karena merasa menang.
“Ahh nee, sepertinya Jae Hyun ini anak yang baik, sepertinya kamu salah mengira ya Jin Ah?”
Eomma berkata pada Jin Ah dengan tersenyum, lalu dia menyuapkan makanan lagi ke Kai yang masih tidur di sebelah Jin Ah.
“Ahh eomma, kau harusnya membela anakmu”
Eommanya hanya tersenyum mendengar rengekan Jin Ah yang meminta pembelaan
“Kenapa kamu disini? Mana Sehun? Seharusnya kau kan bersama adIkmu?” Jin Ah bertanya pada Jae Hyun yang sedang memberikan buah-buahan yang di bawanya ke eomma Jin Ah.
“Aku kesini sebagai Subae-mu, bukan sebagai Hyung-nya Sehun”
“Aisshhh Sunbae dia bilang? Bagaimanapun dia tidak pantas jadi sunbaeku. Sifatnya sangat kekanak-kanakan” Jin Ah berkata dalam hati sambil menatap Jae Hyun dengan pandangan aneh.
“Wae? Kenapa kamu menatapku begitu? Apa kamu sedang menggumam sesuatu yang buruk tentangku dalam hati?”
“Uh? Oetokkae araa?”
“Oh, jadi kau benar-benar sedang menggumam sesuatu yang buruk tentangku?”
“A.. aniaa. Jinjja..” Jin Ah menjawabnya dengan terbata-bata.
Eomma-nya tertawa melihat kelakuan mereka berdua. Jae Hyun mengajak Eomma-nya mengobrol sementara Jin Ah kembali melanjutkan membaca buku pelajarannya “Sebenarnya dia kesini untuk menjengukku atau apa? Huh menyebalkan!” Kata Jin Ah dalam hati sambil membolak-balik halaman bukunya dengan cepat.
***