Malam itu, mereka masih di pasar malam. Hilir mudik pengunjung masuk dan keluar terus terlihat dari pandangannya. Malam ini, malam yg paling ditunggu. Pertemuannya dengan Sehun malam ini sekaligus memperlurus permasalahan yang pernah mereka hadapi tanpa solusi yang pasti. Sehun terus mengajak ia makan disetiap tenda-tenda penjualan makanan yang sangat laris manis ketika malam hari.
"Kau mau apa?" Sehun bertanya sambil memperhatikan kue beras yang sedang dimasak oleh penjualnya.
"Aku mau ini, rasanya jangan terlalu pedas. Aku mohon." ia berharap bahwa Sehun tak menjahilinya, sepedas apapun ia suka, Jiyeon termasuk rasa sensitif jika rasa pedasnya tak dapat ia cerna. Bisa saja, sakit perut sampai pagi besok menerjang kekuatan tubuhnya. Sehun memesan banyak ttebokki itu dan memesan dengan pedas sedang. Ia yahu, besok pemotretan sudah dimulai. Ia tak mau, Jiyeon menghadapi masalah perutnya saat kerja nanti.
"Mobgo!" ia memberikan kotak sedang berisi ttebokki kepada Jiyeon. Ditangan kirinya, ttebokki untuknya. Mereka berjalan dan mencari tempat duduk yang nyaman dan makan bersama.
Waktu begitu cepat terasa, perut Jiyeon terasa kenyang setelah banyak sekali makanan yang masuk dalam perutnya. Ia harua kembali ke hotel. Sebelumnya, ia membeli jajanan yang khas Busan untuk teman-teman dan keluarganya. Ia membeli banyak jajanan itu dan tak menyangka Sehun yang membayar semua belanjaannya.
"Waeyo? Biarlah aku yang membayarnya."
"Sudah, tak apa, sekali-kali aku yang mentraktirmu. Lain kali kau yang mentraktirku. Oke?" Sehun memunjukkan kedua jempolnya sebagai tandajanji kepadanya. Jiyeon mengangguk santai dan melanjutkan perjalanan pulang ke hotel menggunakan sepeda.
"Gomawoyo, Sehun-a. Semangat untuh esok hari!" ia mengepalkan tangan dan memberi semangat pada Sehun yang akan seharian menjadi modelnya.
"Kau juga! Fighting!" pintu lift terbuka setelah bergumam Lantai 5 dari operator lift. Ia keluar dari lift dan saat itu Sehun terus melihat Jiyeon keluar dari lift dan menghilang saat pintu lift tertutup.
***
Matahari kembali terbit, sinarnya terus menerus memijarkan cahaya yang indah. Pemandangan dari kamar itu terlihat sampai 360 derajart Itu pertanda bahwa pemandangan dari teras kamar hotel itu mampu menambah semangat positifnya untuk menyelesaikan pekerjaannya selama dua hari kedepan. Jiyeon kembali melihat peralatan pemotretan yang akan dilakukan dipantai. Intinya, pagi ini, ia harus gesit untuk sampai lebih dulu ke lokasi. “Jangan lupa, set ada disini, disini dan disini….” Tangannya tak henti membawa peralatan berat itu dan terus mengarahkan kru-kru yang terus bersamanya untuk menyelesaikan semua ruang set pemotretan itu dengan baik. Ia memandangi jam tangan sebelah kanannya dan memastikan masih ada waktu untuk membenahi peralatan yang lainnya. “Kamera? Mana kamera?” wajahnya kembali kusam melihat beberapa peralatan yang tak terpakai diletak tak beraturan. “Ya, kamu. Ini jangan sampai tercecer, mengerti?”
Diwaktu yang sama, Sehun sedang bersiap-siap dengan kostum yang akan dipergunakan. Sesekali, ia memerhatikan Jiyeon yang masih sibuk mempersiapkan perlengkaan pemotretan. Aura yang keluar dari diri Jiyeon membuat Sehun semakin yakin, ia bisa mengembalikan hubungan itu lagi. Riuh suara orang yang ada disekitarnya membuat ia terus mengendus. Kemungkinan itu bisa menjadi benar atau salah, malah mungkin hanya firasat sesaat. Seketika itu juga, salah satu kru memintanya segera bersiap menuju ke lokasi.
Semakin lama, cahaya matahari menjelang siang itu semakin menamakkan kekuatan sinarnya sampai saat ini. Jiyeon berusaha keras untuk menyelesaikan pemotretan hari ini ditambah dengan panasnya hari pertama pemotretan membuat Jiyeon semakin gerah dan emosinya tak terkenali. Lima jam telah ia alui, matahari terus menyinari disela kegiatannya semakin memuncak dan mendekati waktu istirahat. Wajahnya mulai kusam, suaranya pun terus mengeras tanpa henti, setiap kru mulai kualahan melihat wanita itu sudah mulai kelelahan. Cuaca hari ini memang membuat orang mengendus kesal tanpa henti.
Batu karang itu menjadi properti pemoteran, ia kembali fokus memegang kamera SLR yang ia miliki. Ternyata, Sehun mempunyai bakat yang sangat alami, tanpa ada arahan, ia terus memberikan pose yang berbeda dan menggunakan properti dengan baik. Hari itu, pemuda yang saat ini sudah ia temukan terus membuat suasana pemotretan semakin bersahabat dan terkendali. “Sehun-a, kerja yang bagus!” Jiyeon memberi pujian kepada pemuda itu.
“Kita break sampai jam 4 sore.” Dari arah tenda putih itu, Donghae memberi aba-aba untuk berhenti sejenak, semua kru diberi istirahat, Donghae terus memantau dan turun tangan untuk menjalankan proyek besarnya.
“Oppa, kau kali ini terlihat berwibawa.” Lagi-lagi, Jiyeon memberikan pujian dan ini bukan orang yang sama.
“Oh, jadi kali ini saja?”
“Benar, kau tak pernah seserius ini. Dan baru kali inilah aku melihatmu lebih tegas dan berwibawa.” Ia tersenyum sambil membuka tas yang ada didepannya dan memberikan senuah kotak berukuran sedang yang dibungkus dengan kertas berwarna merah kepada Jiyeon.
“Apa ini?”
“Ambilah, ini untukmu.”
Jiyeon mencoba memikirkan apa yang Donghae berikan padanya. Tanpa ragu, ia membuka kotak itu. “Wah! Gomawo oppa.” Ia tersenyum dan lompat kegirangan melihat tas berwarna merah yang dihiasi dengan gantungan teddy bear berukuran kecil. “Oppa, kau memang pintar membuat orang merasa senang.” Tentunya, Donghae tak segan memberikan hadiah kepada siapa saja yang sudah berkerja sangat maksimal untuk mempertahankan kinerja dari para kru yang ia pimpin.
***
Hembusan angin, riuhnya ombak sore itu menyatu dalam dirinya. Ia terus berjalan tanpa menggunakan alas kaki dan terus bermain dengan sebongkah batu karang yang menjadi daya tariknya untuk memainkannya. kini, batu karang itu ia genggam dan terus memandang ke arah matahari terus menyinari pemandangannya. “Sehun-a!” dari arah belakang terdengar suara pemuda yang terus memanggil namanya.
“Kau disini rupanya.” Sesaat Kai sudah berada disampingnya. Terbesit perasaannya ingin bercerita dengan Kai, namun ini bukan waktu yang pas untuk berbincang dengannya. Hebusan napas itu kembali ia keluarkan dan mengendus tanpa ada rasa aneh apapun.
“Oh, aku mengerti. Nanti malam saja kita bicarakan lagi.” Jempol kiri Kai menunjukkan bahwa ia mengerti maksud pemuda itu tak mau berbicara saat ini. Upaya untuk menutupi semua yang ada mungkin akan terbongkar setelah ia pendam begitu lama. Wanita itu, masih juga mengikutinya, bahkan sampai saat ini. Baru saja ia bisa kembali menemui Jiyeon, tiba-tiba dari lobi hotel ia melihat seorang wanita berjubah hitam dan menggunakan kacamata hitam mengintainnya tanpa henti. Wanita itu, masih mengikutinya, bahkan sampai saat ini, wanita itu sedang melihatnya dari arah kejauhan. Perasaannya semakin kacau, haruskah ini ia bicarakan pada Jiyeon?
“Jiyeon-ssi. Urinmaneyo~” seorang pemuda menyambutnya dengan hangat.
“Aaa~ Suho oppa! Bogoshipoyo~. Ya, apa yang kau lakukan disini?” mereka berpelukan untuk kedua kalinya. Disaat mereka bertemu di Indonesia, mereka selalu bertukar ide dan cerita setiap mereka bertemu. Dua tahun di Indonesia, Suho sudah mengerti dengan budaya Indonesia setelah bertemu dengan Jiyeon. Wanita itu yang terus membantunya untuk mengenal budaya kelahiran Jiyeon.
Saat ini, mereka saling bercrita begitu panjang, bukan berarti, pekerjaannya belum selesai. Semuanya serba tertunda, bagaimana tidak, cuaca mulai berubah seiring bergantinya jam demi jam, Jiyeon menatap lengan kanan dan arah jarum jam yang baru menunjukkan jam 02:34pm. Ia masih berharap dan terus mengepalkan tangannya agar cuacanya kembali seperti siang tadi, apa mungkin kekesalan ku terhadap cuaca panas tadi ya?
Dihadapannya, Suho berpamitan untuk kembali ke Seoul. Ia memberi kode untuk bertemu setelah pemotretan di Busan. Mereka kembali melontarkan lambaian tangan sebagai ucapan perpisahan.
“Hyung?” tak terduga Kai sudah berada dibelakangnya. Diikuti oleh Sooyoung dan DO.
“Yap, kau yang menyuruhnya kesini?”
“Mana mungkin, toh aku juga memiliki privasi. Hah, kau keterlaluan, Jiyeon-a.”
“Ya bisa jadi kan. Tau aja, Hyungmu sangat perhatian terhadapmu, sehingga datang jauh-jauh dari Seoul cuman melihat kondisimu. Hahah.”
Masih dalam suasana menegangkan, cuaca semakin buruk, tak satuun orang berada dipantai. Apalagi keadaan sore ini benar diluar dugaannya. Sesekali ia mencoba mencari sesuatu yang terasa amat terganjal dalam hatinya. Seseorang yang kini terus membayangi pikirannya. Usahanya untuk menyingkirkan hal itu sejenak, ternyata berbuah kerindua bagi dirinya. Saat ini apa yang ia lihat belum terdekteksi dengan baik, apa yang ia lihat, apa yang ia pandang, tak sesuai sama sekali dengan apa yang ia pikirkan. Langkah demi langkah, ia berjalan keluar dari kerumunan orang yang berada didalam tenda berukuran besar itu, kakinya terus berjalan dan keluar dari kerubungan orng yang masih berdiskusi akan kelanjutan proyek besar yang akan ditentukan oleh cuacan sore itu. Hah~ hembusan napasnya terus menggebu sesaat ia berhadapan dengan cuaca yang kembali membuatnya menyesali semua keluhan yang terlotar dari bibirnya siang tadi.
***
Wanita berjubah hitam itu terus mengikuti kemanal langkah pemuda itu pergi. Ia tak mau kehilangan pemuda itu sampai ia harus mengikutinya tanpa henti. Pemuda itu sadar bahwa ada seseorang yang mengikutinya dann ia menyadari bahwa wanita itu terus menrus mengikutinya sampai ke Busan.
“Kau tak mengerti maksudku? Sepertinya kau harus memperbaiki otakmu, bahwa lelaki ituk masih ada yang lebih baik dariku. Kau paham!” ia membalikkan tubuhnya ke arah wanita itu. Tangan wanita itu semakin bergetar tanpa henti, wajahnya semakin pucat, ia tak mau kehilangan lelaki yang ia cintai.
“Apa kau masih belum juga puas dengan perkataanku? Apa Kai belum juga meyakinkanmu tentang semua realitanya? Kau harusnya tak bisa menuruti kehendakmu, kau harus mengerti posisi orang yang kau kenal saat ini, aku mohon kau berhenti mengikutiku. Semua kata maaf itu tak harus terucap disini. Bagaimana kau ikhlas meninggalkakaku, maka aku akan lebih tenang menjalani hidupmu dan juga hidupku!” benar, itu Sehun, bukan Kai. Wanita itu kembali menyesal mengapa ia mengikuti pemuda itu. Ini takkan menutupi rasa sakit yang ia dapatkan, ia mengerti, kesalahan itu membuatnya banyak berpikir hari ini. “Sehun-a, aku tau kau sangan kesal melihatku mengikutimu kemanapun kau pergi, tapi kau harus tau, kau masih harus bertanggung jawab atas semua apa yang aku perbuat.”
“Apa? Kau sepertinya salah paham, apa perlu aku membuka kebenaran yang tak pernah kau ketahui? Hah, aku sudah jenuh berhadapan dengan hal ini, kau terus mengeluh untuk tidak membukanya. Ya, pria itu yang telah menyikasamu! Kau masih tak mempercayainya juga? Kau menuduhku terus menerus seperti ini jiga membuat bathinku juga ikut tersakiti!” wajahnya yang tampan itu berubah memerah ketika wanita itu terus menggerutu untuk tak pergi dari hadapannya. Kai saat itu sudah tahu kondisi Sehun dan wanita itu meminta Do dan Sooyoung mengikutinya dan mencoba mereka apa yang mereka lakukan. Mereka memiliki harapan yang kuat untuk menyelesaikan kesalahpahaman wanita itu kepada Sehun.
“Hmm, Sehun benar-benar sangat sabar. Aku tak menyangka, ia begitu bertanggung jawab untuk saat ini.” Didalam café itu, Sooyoung kembali bergumam tanpa hentinya melihat pemuda itu menyelesaikan kesalahpahamnnya terhadap wanita berjubah hitam itu.
“Kalian sudah mengerti kan, mengapa aku dan Sehun menutupi semua ini?” segelan cangkir kopi hangat itu mengeluarkan aroma yang mengunggah selera Kai untuk menyelesaikan kalimatnya. Perbincangan mereka saat maka siang tadi memang menjadi bukti yang kuat, apa yang dikatakan kai, maupun apa yang mereka rekam, semua bukti itu menjadi satu. Saat ini, mereka bertiga harus menyelesaikan masalah ini sebelum Jiyeon mendengar semua ini langsung dari mulut wanita itu.
Obsesi menjadi pacar Sehun itu terus menjai bayangan wanita itu, Hira. Nama wanita itu terus terbayang dalam pikirannya. Ia tak juga mengerti kesalahpahaman saat kejadian itu. “Kau yakin, pria yang dulunya pernah jadi pasangannya yang telah melecehkannya?”
“Aku sudah menduganya dari awal aku kenal dengan dia, tapi ini yang aku dapatkan. Aku hanya melindungi di asaja, bukan lebih. Obsesi dia an apa yang ia tanggap masih sama, yaitu aku adalah pasangannya.” Sehun masih berusahan menjelaskan hal penting sampai ia tak bisa meredam emosinya. Ia harus melepaskan wanita itu secepatnya.
“Kau harusnya mencari pria yang telah menyakiti wanita itu, barulah kau bisa melepasnya. Sepertinya, Jiyeon bisa memahami jika kau berterus terang dengan apa yang kau alami. Ayolah, anggap ini sebagai jalanmu untuk mencapai apa yang kau inginkan selama ini.” Kepalanya masih terpikir bagaimana cara menemukan pria itu, Sooyoung sesekali memperhatikan raut wajah Sehun yang tak bersemangat ketika harus menceritakan hal itu. Suasana semakin tegang, cuaca juga ikut larut dalam suasana yang begitu mencekam bagi dirinya. “Apa aku bisa?”
“Apa gunanya juga kalau kami berdiam diri?” sesaat Do mengatakan hal itu, Sehun kembali menegakkan kepalanya dengan wajah lemas. “Kami sangat mendukungmu jika kau berterus terang dan berhasil mencari pria yang telah menyakiti wanita itu.”
“Apa mungkin, wanita itu memintaku untuk mencari wanita itu?” Jelas, ini semua sudah terlihat sejak awal. Wanita itu mencarinya terus menerus, karena engan cara itu ia bisa melepaskan semuanya. Apa mungkin?
“Kemungkinan besar itu ada, Sehun-a. Kau sama sekali tak usah berpikiran negatif, sama saja kau meracuni pikiranmu dengan omongan yang tidak-tidak.”mata pemuda itu berbinar penuh harap agar semua masalah ini terselesaikan. “Kai-a?”
“Wae? Gwenchanayo?” kekhawatiran Kai semakin bertambah, melihat raut wajahnya berubah tanpa ada yang menduganya. “Kau yang menceritakan ini semua pada Do dan Sooyoung?”
“Yup, mereka sudah tau dari awal. Kau harusnya menceritakan hal ini juga kepada mereka, bukan kepadaku saja. Kita akan mendukung semua keputusanmu. Semua yang kau lakukan sudah ada yang mengaturnya.”
Benar, Tuhan maha adil. Dan itu semua ia rasakan, ia merasa bersyukur bisa bertemu lagi dengan Jiyeon. Ia masih bisa menjalankan pekerjaannya dengan baik, dan pasti disetiap jalan kesuksesannya, ia harus dihadapkan berbagai cobaan yang berat yang harus ia selesaikan secepatnya. Ia tak bisa mengeluh ataupun mundur dari segala persoalan yang terus menjadi penyakit bagi tubuhnya. Kekuatan itu ia keluarkan lagi dari hati, dan ia selesaikan semua pekerjaan sore itu dan menghilangkan semua masalah yang menjadi sarang buruk di kepalanya.
***