**** Baby Don’t Go ****
“Hey, kenapa kau bisa menangis seperti itu?” Pemuda yang berada diatas kasurnya menatap heran temannya yang sedang berada di depan TV itu.
“Ceritanya sungguh mengharukan.” jawab namja yang tak lain adalah Luhan.
“Ckk,, baru kali ini aku melihat laki-laki menangis karena drama”sahut temannya.
Luhan hanya diam saja, di hapusnya air mata yang turun dari bola matanya. Mungkin sangat memalukan jika seorang namja menangis. Tapi saat ini Luhan tidak memikirkannya. Ia sengaja memilih menonton drama untuk meluapkan emosinya itu. Aneh jika tiba-tiba dia menangis dengan sendirinya. Kecuali temannya itu tidak sedang berada di kamarnya seperti saat ini.
“Besok aku akan segera pindah Luhannie~”ucap temannya yang masih berada dikasur tepat dibelakang Luhan. Luhan tak merespon ucapan temannya itu, hatinya kini sangat sakit. Bukan karna drama yang tayang dihadapannya kini, tapi masalah lain.
“Ya! Kenapa kau seperti itu?” gerutu temannya saat melihat Luhan tak merespon apapun.
“Ini akan menjadi berita besar dikampus. Si jenius Luhan menangis gara-gara sebuah drama, waw…”
“Bagaimana jika kau mencintai seseorang tetapi dia sudah menjadi milik orang lain?” Tanya Luhan tiba-tiba.
Laki-laki yang berada dibelakang Luhan kini duduk, dia heran dengan temannya itu. Kenapa Luhan bertanya seperti itu kepadanya. “Apa maksudmu? A-apakah itu cerita dari drama itu?” sahut teman Luhan sambil menunjuk kearah TV. Luhan tak menyahutnya, yang membuat temannya sedikit sebal.
“Aku akan tetap mencintainya. Dan aku akan merebutnya, ya. Sepertinya lebih realistis seperti yang ada di dalam drama-drama seperti itu.”
Luhan mencermati ucapan temannya itu. Mencoba menelaah satu persatu kalimat tadi. Haruskah ia melakukan seperti yang diucapkan temannya tadi? “Lalu bagaimana jika wanita yang kau cintai ternyata tidak mencintaimu?”
“Aku tetap akan mencintainya. Dan berusaha untuk mendapatkannya. Eh, bukankah ini seperti, jawabanku pasti seperti drama-drama yang kau tonton. Aish, aku tidak tahu Luhannie~”jawab temannya yang kini menarik selimutnya itu.
Tatapan Luhan kini kosong, mungkin saat ini jika ada yang melihatnya ia akan berpikir bahwa Luhan sedang berkonsentrasi melihat drama yang ada dihadapannya itu. “Aku akan tidur dulu. Besok aku akan membereskan semua barang-barangku. Selamat tidur~”
Lelaki yang kini tidur adalah teman Luhan yang beberapa hari yang lalu menginap disini. Mungkin sudah sekitar 4 hari dia disini. Dan besok dia akan segera pindah. Pikiran Luhan kini kembali mengenang kejadian tadi sore. Disaat dia mengetahui hal yang memang membuatnya seperti saat ini.
Flashback
Luhan turun dari taksi yang berhenti tepat di rumah Nara. Dia masih hafal dengan tempat itu. Saat ia hendak membuka gerbang rumah tersebut, ia dikagetkan oleh suara seseorang.
“Anak muda, bisakah tolong saya sebentar?” ucap seorang wanita yang kini sudah ada disebelah Luhan.
Luhan mengurungkan niatnya untuk masuk kerumah Nara tersebut. “Ne. Ada apa bibi?”
“Tolong bantu mengangkat barang-barang itu.”Wanita paruh baya itu menunjuk kearah mobil yang tak jauh dari mereka.
“Ah, Baiklah. Dengan senang hati.” jawab Luhan sopan.
Barang-barang yang dimaksud bibi ini memang tidak banyak. Tapi cukup menguras tenaga untuk mengangkatnya kedalam rumahnya. Beberapa lama kemudian semua barang sudah keluar dari mobil tersebut. Terlihat Luhan yang beberapa kali menyeka keringatnya tersebut. Berbuat baik pada seseorang apa salahnya.
Kini bibi tadi datang sambil membawakan minuman untuk Luhan yang sedang duduk.
“Ini, minumlah. Kau pasti lelah.”
“Oh ya, terimakasih, maaf telah merepotkanmu”
Luhan segera meneguk minuman yang diberikannya. “Tidak apa-apa bibi. Saya merasa bahagia bisa membantu orang lain”jawab Luhan sambil tersenyum.
“Siapa namamu? Kau begitu tampan.”
“Luhan.” jawab Luhan dengan logatnya yang membuat bibi itu sedikit heran.
Bibi itu mengangguk saat Luhan mengucapkan namanya. “Apa yang kau lakukan tadi disana? Apakah kau ingin menemui pemilik rumah itu? Sepertinya mungkin akan sulit sekali “. Luhan merasa penasaran akan hal yang diucapkan bibi ini barusan.
“Ah, benarkah? Apa bibi tahu siapa pemilik rumah itu?”Kini Luhan bertanya balik, walaupun ia tahu itu rumah yang ditinggali Nara tetapi sampai sekarang dia belum tahu Nara tinggal bersama siapa.
“Siapa yang tidak kenal dengan Baekhyun. Semua penghuni rumah deretan ini pasti mengenalnya” Bibi tersebut menghentikan ucapannya sebentar. Luhan masih memperhatikannya dengan seksama. Seolah mengerti akan ketidaktahuan Luhan, bibi tersebut melanjutkan ucapannya lagi.
“Baekhyun pemuda yang sopan, dia juga tampan sepertimu Luhan.”
Yang ada di benak Luhan kali ini adalah sosok namja yang bernama Baekhyun itu. Apakah dia pria yang bersama Nara di Kafe kemarin. Apa hubungannya dengan Nara?
***
“Kapan kita mengakhirinya?”Tanya Hanni kepada sosok pemuda yang kini sedang sibuk dengan ponselnya itu. Siapa lagi kalau bukan Kris Wu. Pemuda itu hanya diam saja, entah dia mendengar ucapan rekannya atau tidak. Tetapi bibirnya kini melengkungkan sebuah senyuman tipis. Hanni yang merasa ucapannya tidak digubris oleh bosnya itu mengulangi ucapannya lagi.
“Kapan semua ini akan selesai?”Kini dengan nada berbeda. Kris menghentikan kesibukannya dengan ponselnya, menatap Hanni sebentar.
“Setelah aku bosan.” jawab Kris singkat. Jawaban yang membuat Hanni geram, jujur dia sudah menahan emosinya dari tadi.
“Apa yang sebenarnya kau inginkan?” Kris tersenyum tipis, senyuman yang sangat memuakkan bagi Hanni. Sekarang yang ia butuhkan bukan senyuman itu. Kris tak meresponnya dia malah berjalan meninggalkan Hanni itu, berjalan keluar dari ruangannya yang berdominasi warna putih itu.
“DENGARKAN AKU DULU KRIS WU!”Kini Hanni berteriak, kedua tangannya mengepal dengan sendirinya. Kris yang mendengar teriakan Hanni itu kini berhenti sejenak tanpa menoleh kearah Hanni sedikitpun. Tak butuh waktu yang lama untuk hal itu, kini dia malah melanjutkan langkahnya lagi.
“AKU AKAN BERHENTI SAAT INI JUGA!”
Teriakan Hanni barusan membuat Kris menghentikan langkahnya itu. Wajahnya kini berubah menjadi serius. Kris membalikkan tubuhnya dan kini berjalan kearah Hanni. Melihat tatapan mata Kris yang menurutnya sedikit berbeda, membuatnya sedikit mundur dari posisinya saat ini. Apakah ia barusan membuat suatu kesalahan?
Kris berhenti tepat didepan Hanni yang kini berusaha untuk tenang. Walaupun sebenarnya tubuhnya bergetar karena ketakutan. Kris menatap Hanni sebentar, menatapnya tajam. Tangannya kini mendorong tubuh Hanni yang kecil. Mendorongnya ke dinding, membuatnya tak bisa lari saat ini. Walaupun tangannya kini bisa bergerak bebas, tapi tubuh Kris yang ada didepannya ini tak bisa ia kalahkan.
“Apa yang kau lakukan!” ucap Hanni sedikit berteriak sambil mendorong tubuh Kris yang menghimpitnya itu.
“Hanya aku yang bisa menentukan kapan kau berhenti. Entah itu sampai kapan.” Ucapan Kris barusan membuat Hanni menahan emosinya lagi. Matanya memanas, sepertinya buliran air akan jatuh dengan sendirinya saat ini.
“Apa yang sebenarnya kau inginkan? Membuat mereka bangkrut, dan kini kau malah menolongnya. Apa yang sebenarnya ada didalam otakmu?”
Tubuh Hanni bergerak lagi, mendorong tubuh Kris yang masih menghimpitnya. Ia tak menyukai posisinya saat ini. Membuatnya melihat dengan jelas wajah brengsek bosnya. Tapi Kris masih menahannya, tak ia berikan sedikit celahpun untuk Hanni melarikan diri.
“Apa kau ingin tahu?” ucap Kris tepat didepan wajah Hanni. Wajah mereka begitu sangat dekat, bahkan jika Hanni tidak memalingkan wajahnya saat ini mungkin hidung mereka bisa bersentuhan. Hanni masih menunggu ucapan selanjutnya dari Kris tanpa menatapnya sedikitpun. Posisinya saat ini membuatnya dapat merasakan hembusan nafas Kris yang beraturan itu.
“Katakan lagi jika kau benar-benar ingin tahu.” Hanni menatap Kris yang kini sudah menjauhkan tubuhnya darinya. Menatapnya dengan bingung, apa maksud pemuda ini sebenarnya.
Plakk-
Sebuah tamparan yang sangat keras itu mendarat di pipi mulus Hanni. Membuatnya kesakitan seperti saat ini. “Argh~.” desisnya sambil menyentuh pipinya itu. Pipinya kini terasa sangat panas, mungkin nanti pipinya akan membengkak. Bahkan saat ini bekas tamparan itu sudah memerah. Ia tak menyangka pria yang ada didepannya itu melakukan hal ini padanya. Apakah seperti ini yang ia lakukan kepada wanita?
Tangan Kris kini meraih dagu Hanni dengan kasar. Menatap Hanni yang merintih kesakitan itu dengan tersenyum. “Karena kau benar-benar ingin tahu, maka itu jawabannya.” ucapnya kemudian melepaskannya. Kini ia berjalan meninggalkan Hanni yang kesakitan itu tanpa rasa bersalah apapun. Perlahan bulir air mata menetes dari kedua indra penglihatan Hanni. Perih. Fisiknya memang kini sakit, sakit akibat tamparan Kris tadi. Tapi disisi lain ada yang lebih sakit dari ini.
Hatinya, hatinya begitu sakit dipermainkan seperti ini. Kakinya kini melemas, membuatnya terduduk dilantai seperti ini. Bersandar pada dinding yang ada dibelakangnya itu. Ia masih menangis, menyedihkan memang. Tangisannya kini bertambah keras, tapi siapa yang peduli. Tak ada orang lain disini kecuali dirinya.
***
Luhan keluar dari ruangan yang kini dipenuhi mahasiswa selain dirinya itu. Laporan terakhir semester ini baru saja ia kumpulkan. Kakinya berjalan lemas, tak bersemangat sedikitpun. Entah ini sudah hari keberapa Luhan seperti seperti ini. Bukan masalah pendidikannya saat ini, tapi karena masalah lain. Masalah yang membuatnya tak bersemangat dalam melakukan apapun.
“Hey! Selamat libur panjang”ucap salah satu temannya. Luhan hanya membalasnya dengan senyuman. Senyuman terpaksa. Mungkin jika ibarat bunga, kali ini dia sedang layu. Luhan masih tetap berjalan lurus kedepan. Tak ia pedulikan suasana sekitar yang ramai itu.
“Luhan, ada yang ingin saya bicarakan sebentar” Luhan menatap orang yang ada didepannya itu dan kemudian mengangguk atas ucapanya tadi. Kini ia berada di ruangan Professornya. Ia menatap ke sekeliling, melihat beberapa tumpukan buku dan barang-barang lainnya. Sambil menunggu Professornya yang sedang mengambil sesuatu disana.
“Apakah kau mempunyai rencana untuk liburanmu kali ini?”Tanya Professornya yang kini duduk didepan Luhan. Ditangannya terdapat sebuah buku dan juga beberapa map.
“Saya belum tahu. Mungkin saya akan meneruskan pekerjaan sambilan saya.” jawab Luhan sopan.
“Kau bekerja part time?”Tanya Lelaki yang berkacamata ini memastikan. Luhan mengangguk pelan.
“Begitu, emm-begini, melihat kemampuanmu yang bisa dibilang diatas rata-rata dari yang lain. Saya menawarkan ini.”
Kini lelaki dengan name tag Lee Han Kang itu menunjukkan sebuah kertas kepada Luhan. Luhan menatap kertas itu dengan bingung.
“Kau bisa training disini. Lumayan untuk mengisi liburanmu. Lagipula kemampuanmu tidak main-main.” Luhan tidak percaya akan apa yang diucapkan Professornya barusan. Apakah ini mimpi?
‘Seoul National University Hospital’
Luhan memang kini belajar di Seoul National University. Universitas yang memang terbaik di Korea. Dan kini ia berkesempatan untuk belajar lebih di rumah sakitnya. Rumah sakit yang juga terbaik di Seoul ini.
“A-apakah ini nyata?” ucap Luhan tak percaya.
“Hahaha~ kau benar-benar lucu Luhan. Apa aku terlihat seperti berbohong?” Luhan memastikan lagi kertas yang diberikan oleh Professornya itu.
“Mungkin kau juga akan direkrut disana setelah lulus nanti.”
“Terimakasih Professor. Saya tidak mungkin menolaknya.” Luhan menarik nafasnya pelan. Rasa bahagia kini menyelimuti hatinya. Masalah yang ada dibenaknya tadi menghilang begitu saja akibat berita gembira saat ini. Senyumannya kini kembali hadir menghiasi wajahnya. Membuat siapapun yang melihatnya akan jatuh hati padanya.
***
“Apakah kau benar-benar B-baekhyun?” Baekhyun menghentikan kegiatannya itu. Ia tak percaya akan hal yang barusan ia lakukan. Kini ia melihat dengan jelas Nara sedang memejamkan matanya sambil menangis. Tepat didepan wajahnya. Kini hatinya begitu sakit. Sakit, melihat gadis yang ia cintainya itu menangis karenanya. Perlahan ia bangkit dari posisinya saat ini. Yang membuat Nara dengan spontan mendorong tubuhnya dengan keras. Ia dapat melihat mata Nara yang memerah. Tubuhnya masih bergetar, mungkin karena perbuatannya barusan.
“Apa yang ku lakukan?” ucap Baekhyun pada dirinya sendiri. Dia terlihat seperti orang kebingungan. Nara yang melihat Baekhyun tak menahannya lagi kini segera keluar dari kamar Baekhyun itu.
Tapi itu semua gagal, tanpa ia sadari kini Baekhyun menahan tangannya yang membuat nyali Nara menciut lagi. Baekhyun terkejut merasakan tangan Nara yang dingin. Dilihatnya wajah Nara yang ketakutan itu.
“Jangan pergi”ucap Baekhyun pelan. Ia menarik Nara kedalam pelukannya. Memeluknya sangat erat, seolah tak mengijinkannya untuk pergi. Nara masih saja menangis, isakan tangisannya kini bertambah keras.
“Jangan menangis lagi”suara Baekhyun kini benar-benar lembut dan sangat pelan. Diusapnya kepala Nara dengan tangannya secara perlahan.
“Lepas-kan a-ku”ucap Nara di sela-sela tangisannya. Baekhyun tak bisa mengontrol emosinya saat ini. Entah karena nafsu atau apapun yang jelas saat ini ia ingin memiliki istrinya seutuhnya. Baekhyun menatap Nara yang tak menatapnya sedikitpun itu. Tubuh mereka kini kembali begitu dekat.
“Nara, tatap aku!”
Nara menggeleng, ia ingin pergi dari posisinya sekarang ini. Ia masih takut akan apa yang terjadi padanya barusan. Ia takut pada suaminya yang kini masih menatapnya tajam.
“PARK NARA!” Entah setan apa yang kini merasuki Baekhyun. Sifatnya kini tak seperti biasanya. Saat ini dia tidak mabuk, dia sadar sepenuhnya.
Nara mencoba menatap Baekhyun yang masih menatapnya. Tatapan mata Baekhyun saat ini masih sama seperti tadi. Nara menatapnya nanar, dalam hatinya yang ada di hadapannya kini bukan Baekhyun suaminya. Baekhyun tidak seperti ini. Kepala Nara menggeleng pelan, seolah tak percaya akan seseorang yang ada dihadapannya kini.
Baekhyun mendekatkan wajahnya lagi, yang membuat Nara segera menjauhkan wajahnya itu. Ia tahu apa yang akan Baekhyun lakukan sekarang. Tapi tangan Baekhyun kini mendorong kepala Nara agar tidak menjauh darinya.
Bibir mereka kembali bertemu. Kini Baekhyun menciumnya dengan lembut. Berbeda dengan tadi, tanpa ia sadari air mata Baekhyun kini turun dengan sendirinya. Membasahi pipi Nara yang memang sudah basah karena airmatanya sendiri. Nara mencoba membuka kedua matanya secara perlahan. Melihat wajah Baekhyun yang tepat didepannya. Ia dapat melihat Baekhyun yang kini memejamkan matanya.
Baekhyun melepaskan ciumannya. Sepertinya barusan Nara tidak menolaknya sedikitpun. Bibirnya melengkungkan senyuman tipis. Dipeluknya lagi istrinya itu. Bahkan ia bisa merasakan dada Nara yang bergerak naik turun akibat isakan tangisnya itu.
Baekhyun melepaskan pelukannya, menatap Nara dengan sangat dalam. Diusapnya air mata yang membasahi wajah istrinya itu. Tatapan Nara kini kosong, entah Baekhyun menyadarinya atau tidak.
“Aku sangat mencintaimu Park Nara”ucap Baekhyun sambil memeluk Nara lagi. Memeluknya begitu erat. Ia bahkan tak menyadari ada hal yang berbeda dengan tubuh Nara kali ini. Tubuhnya begitu lemas dalam pelukan Baekhyun.
“Nara?”Tanya Baekhyun dalam pelukannya itu. Baekhyun merasakan sepertinya Nara akan jatuh. Ia mencoba mengendorkan pelukannya itu. Baekhyun kini menahan tubuh Nara yang melemas itu. Mungkin jika Baekhyun tidak menyadarinya, saat ini Nara akan jatuh dengan sendirinya.
“Nara, apa yang terjadi denganmu?”ucap Baekhyun cemas yang kini menahan tubuh Nara yang sudah ambruk itu.
“Sa-kit-” rintih Nara pelan. Tangan Nara begitu dingin, apakah ia sakit? Kenapa ia tak menyadari hal ini dari tadi. Disentuhnya kening Nara pelan. Panas. Bahkan ini sangat panas.
“Nara, bertahanlah-”ucap Baekhyun sambil mengecup kening Nara dengan lembut. Ia mengangkat tubuh istrinya itu dengan kedua tangannya. Menuruni tangga menuju mobilnya yang ada diluar. Ia harus segera membawa Nara ke rumah sakit sekarang.
Dengan susah payah ia membawa Nara menuju mobilnya. Rasa khawatir kini masih menyelimuti otaknya. Tubuhnya bergetar ketakutan. Melihat istrinya yang kini tak berdaya disebelahnya.
“Nara, bertahanlah, aku mohon”ucap Baekhyun sambil menggenggam tangan Nara dengan tangan yang satunya memegang stir mobilnya itu. Tangan Nara masih sangat dingin, sepertinya keringat dingin kini membasahi wajah Nara.
“Eomma, Appa-”
Baekhyun menatap Nara yang ada disebelahnya. Yang baru saja menggigau memanggil kedua orang tuanya itu. Air mata kini kembali turun dari kedua mata Baekhyun. Ia mengumpat pada dirinya sendiri. Kenapa dia begitu bodoh. Baekhyun juga tak memperdulikan penampilannya saat ini. Kemeja kerja yang ia gunakan tadi kini sudah kusut.
Mobilnya kini berhenti. Lampu hijau yang ada didepannya itu berubah menjadi merah. “Sial!“ umpatnya sambil memukul stir kemudinya.
“Sakit-”rintih Nara lagi. Baekhyun memegang kedua tangan Nara yang lemas.
“Sabarlah.” ucap Baekhyun dengan suaranya yang kini berubah serak. Dikecupnya kening Nara lagi dengan lembut. Seolah menenangkan Nara yang kesakitan. Mobilnya kini kembali melaju kencang. Mungkin ini akan membahayakan nyawa keduanya, tetapi Baekhyun sangat berhati-hati. Tidak mungkin dalam keadaan seperti ini ia melajukan mobilnya dengan kecepatan standar.
Kini mereka sudah sampai di rumah sakit. Dengan segera Baekhyun membopong tubuh kecil Nara itu. Langsung saja para petugas yang berada disana menangani Nara dengan segera. “Tolong tunggu diluar.” ucap Dokter yang akan menangani Nara itu.
Baekhyun mengangguk pelan. Pikirannya kini benar-benar buntu. Ia takut Nara kenapa-napa. Bahkan ini bukan pertama kalinya ia seperti itu. Sebenarnya dia sakit apa? Baekhyun tidak bisa tenang saat ini. Dia masih saja mondar-mandir didepan pintu ruangan Nara. Tak ada orang sama sekali disini. Pikirannya kembali mengingat-ingat tentang keadaan Nara.
Mungkin inikah yang membuat Nara terlihat pucat setiap hari. Peluhnya kini menetes perlahan. Yang membuat rambutnya sedikit terlihat basah dan acak-acakan. Kemejanya juga kini telah basah akibat keringat yang ada pada tubuhnya itu. Membuat tubuh sempurnanya itu terlihat dengan jelas.
“Kenapa lama sekali?” Kini Baekhyun mencoba untuk duduk. Tetap saja pikirannya tidak enak, dia memilih untuk berdiri lagi. Penyesalan kini menghantuinya. Ia mengingat dengan jelas apa yang baru saja ia lakukan tadi.
“Kau benar-benar bodoh Baekhyun”ucapnya pada dirinya sendiri.
Tangannya kini beralih pada ponsel yang ada disaku celananya. Menghubungi seseorang yang memang bisa diandalkan saat ini juga. Setelah menunggu beberapa lama, pintu ruangan yang ia tunggu terbuka. Menampakkan Dokter yang sudah terlihat tua itu. Pastinya beliau adalah Dokter yang menangani Nara saat ini.
“Bagaimana keadaannya Dok?”
-----
Kini Baekhyun berada diruangan Dokter yang menangani Nara tadi. Dihadapannya kini terdapat sebuah foto rontgen.
“Ini?”Tanya Baekhyun tak mengerti melihat benda yang ada dihadapannya itu. Jelas saja ia tak mengerti, ia bukan lulusan dari Kedokteran. Dokter itu kini duduk dikursinya yang berada didepan Baekhyun. Sambil mengambil foto rontgen tadi.
“Pasien mempunyai maag, tepatnya maag akut.” jelas sang Dokter kepada Baekhyun. Baekhyun jelas tahu apa itu penyakit maag. Tapi barusan Dokter yang ada didepannya itu menyebut kata ‘akut’. Apakah itu berbahaya?
“Lalu bagaimana keadaan istri saya Dok?”
“Keadaannya akan baik-baik saja jika dia tetap menjaga tubuhnya itu. Dia tidak boleh sedikitpun telat untuk makan. Tidak boleh makan makanan yang merangsang. Seperti terlalu pedas ataupun terlalu asam. Peradangan pada dinding lambung pasien sudah meluas. Dan ini cukup berbahaya. Untung saja tadi anda membawanya kemari, jika tidak nyawanya bisa tak tertolong seketika.” Baekhyun meneguk salivanya perlahan. Apakah separah itu?
“Terimakasih Dokter. Apakah saya bisa menemuinya sekarang?” Dokter itu mengangguk seolah mengiyakan pertanyaan Baekhyun tadi. Kini Baekhyun keluar dari ruangannya tersebut. Dengan langkah terburu-buru ia segera menuju ruangan tempat Nara dirawat.
Chanyeol kini sedang berada di bagian administrasi rumah sakit tempat Nara dirawat itu. Beberapa kali ia menguap dengan sendirinya. Baekhyun memang menelpon Chanyeol yang sedang asik tidur di apartemennya itu. Mana mungkin Chanyeol menolak perintah dari Baekhyun itu. Bisa-bisa ia mati ditangannya.
“Tolong isi data dari pasien” Chanyeol mengambil kertas yang diberikan oleh wanita yang ada dibilik itu. “Nama, Park Na-ra”eja Chanyeol sambil menuliskannya ke kertas yang diberikan wanita tadi.
“Mwo? Umur? Aku tidak tahu umurnya”Chanyeol bingung sekarang, Kenapa Baekhyun menyuruhnya seperti ini.
“Agassi~, kau lulus SMA umur berapa?”Tanya Chanyeol tiba-tiba. Terlihat Wanita itu heran dengan pertanyaan barusan.
“Ah, begini ,, jujur saya tidak tahu dengan umur istri sahabat saya. Tapi kira-kira umurnya sekitar itu”
“20”jawab Wanita itu kemudian. Chanyeol kini mulai berpikir, bukankah Nara lebih terlihat muda dari anak-anak seumurannya. Entah insting dari mana ia menuliskan disitu 19 tahun. “Hahaha, Baekhyun terlihat seperti pria jahat.” ucapnya sambil tertawa.
Wanita yang bertugas itu menatap heran Chanyeol yang sedang tertawa dengan sendirinya itu.
“Umur Baekhyun sama denganku, berarti, Astaga kau sungguh sangat beruntung Baekhyun.”
Ruangan yang didominasi warna putih itu begitu hening. Tampak Baekhyun yang kini sedang menggenggam tangan Nara yang terkulai lemas itu. Mencium telapak tangannya dengan lembut.
“Maafkan aku Nara-ya.” ucapnya pelan. Matanya kini tertuju kearah leher Nara yang terlihat jelas itu. Menampakkan beberapa tanda kemerahan yang begitu sangat jelas. Bekas kecupan yang ia buat dengan bibir liarnya tadi. Air matanya kini kembali turun.
“Maafkan aku, maafkan aku telah membuatmu ketakutan seperti tadi.”
***
Luhan berjalan menuju restoran yang kini cukup ramai itu. Langkahnya menuju kearah Paman Han yang sibuk memantau para pekerjanya.
“Paman!” teriak Luhan sambil melambaikan tangannya kearah Paman Han.
“Luhan?” balas Paman Han tak kalah antusias dengan teriakan Luhan tadi. Keduanya kini terlihat seperti Ayah dan anak. Mereka terlihat sangat akrab sekali. Padahal Luhan mengenalnya belum ada sebulan ini.
“Bagaimana Ujianmu?”
“Ya begitulah Paman.”jawab Luhan singkat.
“Begitu bagaimana? Hahaha~.. kau tahu kita telah kehilangan beberapa pelanggan karenamu” Tawa Khas Paman Han kini terdengar sangat jelas. Membuat beberapa pelanggan menatap heran kearahnya. Tapi itu bukan masalah bagi mereka.
“Ada yang ingin kubicarakan Paman.”ucap Luhan saat ini. Wajahnya kini tampak begitu serius.
“Ah baiklah, Ayo kita masuk dulu”ajak Paman Han kepada Luhan. Mereka berdua masuk di ruangan yang tidak terlalu luas itu. Tiba-tiba telepon ruangan itu berbunyi.
“Sebentar ya, kau duduk dulu” Paman Han kini mengangkat telpon tersebut.
“Yoboseoyo?”
--
“Mwo? Lalu bagaimana keadaannya sekarang?”
--
“Syukurlah. Semoga Nara cepat sembuh. Kau harus sabar.” Samar-samar Luhan mendengar Paman Han menyebut nama Nara. Apakah ia salah dengar? Ataukah memang benar.
Kepalanya kini menggeleng, seolah menolak pikirannya barusan. Mungkin karena dia terlalu memikirkan Nara. Makanya bayang-bayang Nara selalu menghantuinya. Walaupun yang ia dengar tadi benar, bukan berarti yang bernama Nara didunia ini adalah gadis yang ia sukai itu.
“Kau harus menjaga pola makanmu Luhan-ah”ucap Paman Han tiba-tiba. Luhan merasa bingung dengan apa yang barusan ia dengar.
“Maksud Paman?”Tanya Luhan sedikit heran.
“Hahaha~.. Aku hanya memberi tahumu saja. Oh ya.. sepertinya aku salah memberitahumu. Kau kan calon dokter,”ucap Paman Han sambil menepuk pundak Luhan pelan. Luhan hanya tersenyum mendengar ucapan itu barusan. Kini pikirannya kembali pada tujuan awalnya. Berpamitan untuk yang terakhir kalinya. Bukan berarti dia akan meninggalkan Seoul. Tetapi dia memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya ini.
“Begini paman..”
***
Chanyeol melangkahkan kakinya dengan malas menuju kantornya. Beberapa bawahannya yang kini menyapanya ia jawab dengan asal. Jujur saja kini ia masih mengantuk. Tidurnya tadi malam terganggu karena telpon dari Baekhyun. Sudah berapa kali ia menguap seperti ini. Tapi tidak mengurangi ketampanan wajahnya.
Pintu lift kini terbuka, menampakkan sesosok wanita yang pernah mengisi hatinya. Chanyeol yang hendak masuk itu mengurungkan niatnya. Dia masih berdiri didepan pintu lift, menunggu Hanni untuk keluar dari sana. Terlihat sekali Hanni menyembunyikan wajahnya. Tapi Chanyeol dapat melihat itu semua dengan jelas. Kini ia menarik tangan Hanni yang bebas.
“Lepaskan!”ucap Hanni seketika.
Chanyeol menatap Hanni sebentar, membuat Hanni kembali memalingkan wajahnya itu. Ia takut Chanyeol melihat pipinya yang lebam. “Apa kau akan mengabaikannya?”tanya Chanyeol kemudian.
Mengerti apa yang diucapkan Chanyeol, kini Hanni hanya menurut. Ia berjalan mengikuti Chanyeol yang sudah melepaskan genggaman tangannya. Hanni kini duduk sambil menyentuh pipinya pelan. Sepertinya make-up tak bisa menutupi lebam tersebut.
Chanyeol datang membawa handuk kecil dan baskom yang berisi air dingin. “Kau tak perlu menutupinya.”ucap Chanyeol yang melihat Hanni masih menutupi lebam di pipinya yang mulus.
“Singkirkan rambutmu, mungkin ini akan sedikit sakit.”lanjut Chanyeol yang kini mulai mendekatkan handuk kecil itu ke pipi Hanni. Diusapkannya pelan, ia dapat melihat Hanni yang menahan perih.
“Kenapa kau tidak mengobatinya dulu. Membiarkannya sampai seperti ini.”tambah Chanyeol lagi. Hanni masih tak bersuara, kini tangannya menyentuh tangan Chanyeol yang sedang mengobatinya itu. Membuat Chanyeol menghentikan kegiatannya tersebut.
“Aku bisa melakukannya sendiri”ucap Hanni sopan. Chanyeol yang merasa detak jantungnya berdetak begitu cepat memberikan handuk itu kepada Hanni. Tak bisa ia pungkiri, perasaan itu kini sepertinya datang lagi. Apakah hanya dia yang merasakannya?
Hanni kini mengusapkan handuk dengan pelan pada pipinya. Sesekali ia merintih sendiri menahan perih pada pipinya. Chanyeol yang ada disebelahnya menatapnya kasihan. Merasa diperhatikan seperti itu Hanni buru-buru menimpali.
“Terimakasih.”Kini Hanni tersenyum kecil. Membuat Chanyeol yang menatapnya merasa sedikit bahagia. Setidaknya dia bisa melihat lagi senyuman Hanni yang sudah lama ia rindukan itu. bibirnya kini juga melengkungkan sebuah senyuman yang memperlihatkan lesung pipitnya yang tak begitu dalam.
Mereka kini kembali dalam keheningan. Keduanya begitu canggung. Tak ada percakapan anatara mereka. Jujur saja Chanyeol tak tahu apa yang harus ia katakana sekarang. Begitu pula Hanni, dia juga tidak tahu kenapa sekarang ia menjadi secanggung ini dengan mantan kekasihnya.
“Chanyeol-ah.”
“Hanni-ya.” Ucap mereka berbarengan. Membuat keduanya menjadi salah tingkah lagi.
“Kau duluan saja”
“Ani~, kau dulu saja”tolak Hanni pelan. Entah kenapa kini Chanyeol lupa akan hal yang akan ia ucapkan. Tapi tak butuh waktu yang lama baginya untuk mengingat hal tersebut lagi.
“Apakah dia yang melakukannya?”Tanya Chanyeol kepada Hanni yang kini selesai mengompres luka lebamnya itu. Seperti mengerti siapa yang dimaksud oleh Chanyeol itu Hanni menundukkan kepalanya sejenak. Dan kini menjawabnya,
“Kau tidak tahu apa-apa.”jawab Hanni yang kini beranjak dari duduknya itu. Melihat Hanni yang akan meninggalkannya itu membuat Chanyeol menarik tangan Hanni. Membuat tubuhnya terjatuh pada sofa yang ia duduki tadi.
Kini Chanyeol mendekatkan tubuhnya pada Hanni yang terduduk di ujung sofa. Seolah mengerti apa yang akan dilakukan Chanyeol sekarang Hanni buru-buru mendorong tubuh kekar mantan keakasihnya. Tapi Chanyeol malah mendorongnya dan menguncinya dalam dekapannya .
“A-pa yang kau lakukan?” Tapi tenaga Hanni tak sebanding dengan tenaga Chanyeol. Perlahan Chanyeol mendekatkan bibirnya.
“ --“
Bibir keduanya kini bertemu. Membuat Hanni sedikit memberontak. Tangan Chanyeol menahan tangan Hanni yang terus mendorongnya. Ciuman Chanyeol kini begitu kasar, ciuman yang beradasarkan nafsunya yang menggebu saat ini. Tak butuh waktu yang lama bagi Chanyeol untuk melumpuhkan gadisnya. Tanpa Hanni sadari tangannya kini sudah tak memberontak lagi. Chanyeol juga mengendurkan pelukannya. Ciumannya kini melembut, membuat Hanni membalasnya. Kedua tangan Hanni kini bergelayut pada leher pemuda yang ada didepannya itu. Mereka berdua kini sama-sama menikmati ciuman panas mereka. Melampiaskan kerinduan yang sangat dalam.
“Argh~”rintih Hanni pelan saat wajah Chanyeol mengenai pipinya yang lebam. Membuat keduanya kini melepaskan tautan bibirnya. Keduanya sama-sama kehabisan oksigen akibat ciuman panas tadi. Wajah Hanni kini memerah, entah karena ciuman barusan atau karena malu.
Chanyeol terkekeh sebentar dan kemudian mengusap rambut Hanni pelan. “Gomawo”ucapnya sambil tersenyum. Wajahnya begitu tampan saat ini dan Hanni tak bisa memungkiri hal itu.
***
“Kami pasti akan merindukanmu Luhan, sering-sering mampir kesini ne~?”ucap salah satu karyawan tempat Luhan bekerja.
“Luhan, kau tak akan melupakanku kan?”Pelayan wanita yang berambut pendek bertanya dengan manja. Membuat temannya yang ada disampingnya itu menginjak kakinya saat itu juga.
“Aww.. eonnie !”teriaknya kesal.
Luhan tersenyum melihat rekan-rekannya. “Pasti. Aku tak akan melupakan kalian semua. Trimakasih telah membantuku selama ini. Paman , trimakasih.”ucap Luhan sambil membungkuk. Menghormati orang-orang yang ada didepannya.
“Saat kau sukses menjadi Dokter nanti, aku akan merekomendasikan semua temanku saat sakit kepadamu.”ujar Paman Han yang ditanggapi oleh tawa kecil Luhan.
“Semoga saja Paman. Terimakasih atas doanya, sekali lagi trimakasih semuanya.” Luhan kini mulai melangkah meninggalkan Restoran tempat ia bekerja. Pikirannya kini masih memikirkan tentang gadis kecilnya. Park Nara. Ia sangat merindukannya saat ini. Ingin sekali ia memeluk Nara saat ini juga. Tapi itu tidak mungkin. Mobil yang berhenti mendadak tepat di depannya itu menyita perhatiannya sebentar. Seseorang yang keluar dari mobil tersebut membuatnya membelalakan matanya. Pria itu?
Baekhyun kini turun dari mobilnya dengan tergesa-gesa. Ia memang sudah janjian dengan Paman Han sebelumnya. Ada hal yang memang ia butuh bantuan dari Paman Han. Langkahnya kini terhenti karena ditahan oleh seseorang. Seseorang yang menahan tubuhnya itu.
“Tunggu”ucap pemuda yang tak lain adalah Luhan itu. Baekhyun yang merasa terganggu itu baru sadar akan seseorang yang kini ada dihadapannya tersebut. Matanya juga tak mempercayai apa yang ada dihadapannya kini. Luhan masih menatapnya dengan tatapan benci, penuh emosi, entahlah tatapan apa. Yang jelas Baekhyun juga menatapnya tajam.
“Ada yang ingin kubicarakan denganmu, Byun Baek-hyun”
------------------------------------------------------tbc-------------------------------------------------------