**Baby Don’t Go Final Chapter**
It’s as if I’m dreaming
Don’t fly away my beautiful butterfly
Baekhyun menguap beberapa kali, wajahnya terlihat lelah. Tangannya masih sibuk membolak-balikan beberapa kertas yang ada di hadapannya. Wajah tampannya terlihat begitu serius, tapi juga santai. Rasanya kali ini sangat berbeda, biasanya ada Chanyeol yang selalu membantunya untuk mengurus ini semua. Setelah kecelakaan beberapa bulan yang lalu, Chanyeol belum pernah menampakkan dirinya ke sini. Bisa dibilang ia mengundurkan diri dari perusahaan. Baekhyun sendiri tak tahu apa yang di pikirkan sahabatnya tersebut. Sudah beberapa kali ia menyuruh orang untuk membawa Chanyeol kembali tapi tak ada respon. Chanyeol terus saja menolak. Baekhyun pikir Chanyeol sudah memiliki pekerjaan lain, tapi beberapa orang mengatakan bahwa Chanyeol tidak sedang bekerja. Beberapa kali mereka melihat Chanyeol keluar sebentar dari Apartemennya. Ia juga menolak bertemu dengan orang-orang perusahaan saat kebetulan bertemu atau apa. Membuat Baekhyun semakin penasaran akan semua itu.
Suara ketokan pintu yang ada di luar mengagetkan Baekhyun dari lamunannya. “Masuk.”
Seorang pria yang baru saja masuk kini berjalan ke arah Baekhyun yang sedang sibuk dengan berkas-berkasnya.
“Dia menolaknya lagi.”
Baekhyun sudah tahu apa yang akan keluar dari mulut bawahannya itu. Chanyeol memang keras kepala.
“Baiklah, tidak apa-apa. Trimakasih, kau bisa kembali sekarang.” Baekhyun menghela nafasnya perlahan. Di longgarkannya dasi yang melekat pada lehernya. Punggungnya kembali bersandar pada kursinya itu.
“Apa yang sebenarnya kau inginkan Park Chanyeol?” Baekhyun bangkit dari duduknya, berjalan ke arah jendela yang ada di ujung sana. Pemandangan malam di luar sana mampu membuat suasana hatinya saat ini menjadi lebih baik. Tangannya bergerak melepas jas yang melekat pada tubuhnya. Menyisakan kemeja putih yang cukup pas di tubuh sempurnanya.
Baekhyun terlihat melamun. Banyak pikiran yang menyelimuti otaknya saat ini. Ia masih belum bisa mempercayai apa yang terjadi padanya. Kedua orang tuanya sudah pergi meninggalkannya. Rasanya itu semua seperti mimpi. Kenapa bisa secepat itu?
Setelah beberapa lama dalam posisi tersebut, Baekhyun kini kembali berjalan mendekati kursinya. Ponselnya yang menyala di atas meja mengalihkan pandangannya saat ini. Dengan santai ia raih ponselnya tersebut. Wajahnya begitu serius membaca pesan masuk barusan. Ia terlihat bimbang, ragu dan sebagainya. Di bacanya pesan itu lagi, mencoba memastikan kembali. Tak butuh waktu yang lama ia keluar dari ruangannya dengan terburu-buru. Sepertinya ia harus menuju ke suatu tempat sekarang. Tanpa ia sadari, ia malah meninggalkan ponselnya di meja kerjanya.
Saat ini Kris sedang berada di dalam mobilnya. Menanti seseorang yang memang ia tunggu selama ini. Setelah beberapa bulan ia harus beristirahat karena penyakitnya. Saat ini pun ia belum sembuh total. Beberapa kali ia terlihat sedikit kesakitan. Tubuhnya kini memang tidak pada kondisi yang baik.
“Byun Baekhyun... kau pikir ini sudah berakhir.”Kris tersenyum tipis sambil menatap ke depan. Sepertinya seseorang yang akan datang itu akan membuat dirinya bersemangat.
Sorot lambu mobil yang baru saja datang membuat Kris membuka pintu mobilnya. Ia berjalan keluar menyambut seseorang yang memang ia tunggu-tunggu itu. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. Memperlihatkan keangkuhan dari dalam dirinya.
Baekhyun turun dari mobilnya, ia memandang keadaan sekitar sesaat. Tak ada orang lagi selain dirinya dan pria brengsek yang sudah ada di hadapannya itu.
“Rupanya kau benar-benar datang Byun Baekhyun.”ucap Kris dengan suaranya yang serak. Mungkin karena efek kondisi tubuhnya yang tak terlalu baik.
“Lama tak jumpa.”tambah Kris lagi. Baekhyun sebenarnya sudah muak berhubungan dengan lelaki yang mengajaknya bicara barusan. Rasanya kehidupannya sudah cukup damai setelah beberapa bulan ini Kris tidak mengusiknya. Tapi kini ia malah kembali hadir di hadapannya. Apa yang akan ia perbuat lagi ?
“Kenapa kau menyuruhku kemari?”
“Dan apa yang membuatmu datang kemari? Byun Baekhyun...” Baekhyun menatap tajam lelaki berkemeja hitam itu. Ia tak suka jika berbasa-basi seperti ini.
“Aku pikir ini penting. Jadi, aku segera kemari. Jika tidak ada hal yang perlu di bahas lebih baik aku pulang saja.”Jawab Baekhyun dengan malas.
“Siapa yang harus ku lenyapkan selanjutnya?” Baru saja Baekhyun hendak berbalik menuju mobilnya kini kembali menatap Kris yang tersenyum sinis kepadanya. Baekhyun masih mencoba memahami ucapan Kris barusan. Ia menelan salivanya perlahan. Kenapa selama ini ia tidak pernah berpikir sampai kesitu? Bukankah lelaki yang ada di depannya ini musuhnya selama ini? Apakah kematian keluarganya ada hubungannya dengannya? Banyak sekali pikiran-pikiran negatif yang berkumpul di dalam otak Baekhyun sekarang.
“Aku turut bahagia. Ah.. salah yang pastinya aku turut berduka cita.” Baekhyun kini menarik ujung kemeja milik Kris. Kedua matanya berkilat tajam. Emosinya naik begitu saja saat ini. Di tatapnya kedua mata milik lelaki yang sangat ia benci itu.
“Kau...” Kris hanya tersenyum melihat perlakuan Baekhyun pada dirinya. Ia tak melawan sama sekali.
“Apa yang sebenarnya kau lakukan!”
Bughh~
Satu tinjuan melayang pada wajah Kris. Baekhyun tidak bisa mengendalikan emosinya kali ini. Kris terkejut menerima perlakuan barusan. Ia tak menyangka jika Baekhyun akan memukulnya. Tangannya memegang ujung bibirnya yang kini sedikit berdarah akibat tangan Baekhyun. “Kau pasti dalang di balik itu semua. Dasar brengsek!”
Bughh~
Baekhyun kembali melayangkan tinjuannya kepada Kris. Tapi dirinya sendiri kini yang ambruk. Kepalanya begitu sakit, sepertinya memang ada seseorang yang memukulnya dari belakang. Ia berjongkok di depan Kris sambil memegangi kepalanya. Pukulan benda tumpul barusan membuatnya sedikit pusing. Dilihatnya beberapa orang yang ada di belakangnya itu. Sepertinya mereka adalah anak buah Kris. Sejak kapan mereka sudah berada disitu?
“Cukup..”ucap Kris ketika melihat anak buahnya hendak mengeroyok Baekhyun lagi. Mereka kini mundur, mengikuti perintah bosnya.
“Pukulanmu kuat juga Byun Baekhyun..”Kris menendang tubuh Baekhyun yang ada di bawahnya. Tubuh Baekhyun kini menjadi lemah, pukulan keras di kepalanya barusan yang membuatnya seperti ini. Nafasnya begitu terengah-engah. Ia mendongakkan kepalanya, menatap Kris dari bawah sini.
“Kau...brengsek!” Baekhyun hendak berdiri tapi Kris sudah menendangnya lagi. Membuat Baekhyun tersungkur ke belakang. Ia meringis kesakitan.
“Sahabatmu belum datang juga rupanya. Padahal dia salah satu aktor terbaik dalam kejadian yang menimpamu ini.” Baekhyun kini kembali mencoba berdiri, tangannya memegangi perutnya. Tendangan Kris tadi memang mengenai perutnya. Tubuhnya benar-benar tak bertenaga lagi. Sorot matanya begitu lemah.
“A-pa maksudmu..”
“Lebih baik kau mendengar langsung dari sahabatmu. Itu akan jauh lebih menarik.” Kris berjalan mendekati Baekhyun yang sedang kesusahan berdiri. Bibirnya tak henti-hentinya melengkungkan seringai tajam. Kedua tangannya ia letakkan di depan dadanya.
“Apa kau begitu penasaran Baekhyun?” Baekhyun hendak melawan Kris lagi. Tapi semua itu sia-sia. Anak buah Kris sudah memukulnya lagi dari belakang. Punggungnya terasa sakit saat ini.
“Arghh~...” Dirinya kembali tersungkur di tanah. Wajahnya terlihat menahan sakit yang di rasakannya sekarang. Mungkin kekuatan tubuhnya kini sudah habis. Tangannya tergerak lemah. Salah satu kaki Kris kini berada di atas perutnya. Menambah rasa sakit dalam dirinya lagi.
“Sepertinya sahabatmu memang tak punya perasaan. Kasihan sekali kau Byun Baekhyun...” Kris kembali menendang kaki Baekhyun, kemudian perutnya. Membuat mulut Baekhyun mengeluarkan darah. Baekhyun terbatuk-batuk saat merasakan perutnya sakit sekali. Ingin rasanya ia melawan tapi kondisinya tidak memungkinkan.
“K-au le-bih ka-si-han Kriss...” Dengan sudah payah Baekhyun mengucapkan hal itu. Kris malah menanggapinya dengan tawa. Suasana di tempat yang sepi ini di penuhi oleh tawanya. Kris berjongkok di hadapan Baekhyun. Salah satu tangannya menarik ujung kemeja putih Baekhyun yang sudah kotor terkena darah dan tanah. Tarikannya membuat tubuh Baekhyun yang lemah itu sedikit terangkat.
“Apa yang kau katakan? Aku tidak mendengarnya.”
“K-kau breng-sek.” Kris geram ketika mendengar hal tersebut, ia lepas tarikannya barusan. Membuat kepala Baekhyun kembali mengenai tanah.
“Ayahmu pembunuh Byun Baekhyun. Apakah kau tak tahu? Andai saja dia tidak mati, mungkin sekarang ia sedang meringkuk di penjara.” Baekhyun tak menjawabnya, tubuhnya benar-benar tak berdaya saat ini. Tapi ia masih bisa mendengarkan semua ucapan Kris kepadanya.
“Untuk itu sepertinya kau harus berterimakasih kepada Park Chanyeol. Jika tidak ada dia, keluargamu akan menanggung malu akibat kelakuan Ayahmu yang bejat itu.” Jujur hati Baekhyun terasa sangat sakit mendengar ucapan Kris barusan. Berani-beraninya ia menyebut Ayahnya seperti itu. Tangan lemah Baekhyun mengepal erat, rasanya ingin sekali ia bangkit dan menghajar lelaki yang sangat ia benci itu.
“Bos, dia tidak mengangkatnya. Sudah beberapa kali kami mencoba menghubunginya tetapi dia tak merespon.”Ucap salah satu anak buah Kris yang baru saja datang.
Kris kembali menginjak tubuh Baekhyun yang tak berdaya itu. Membuat Baekhyun kembali meringis kesakitan. “Sepertinya memang aku yang harus memberitahumu Byun Baekhyun.” Kris kini mengeluarkan ponselnya, bibirnya kini kembali tersenyum setelah menemukan hal yang ia cari.
“Apa yang membuatmu ingin bekerjasama denganku Park Chanyeol?”
“Kau tidak perlu tahu. Apa yang harus ku lakukan?”
“Begitu kah? Baiklah..kau hanya perlu membawa lelaki tua itu ke Busan. Dia ingin bertemu denganku disana. Santai saja, seluruh isi perusahaan pasti akan jatuh ke tanganmu selanjutnya.”
“Baiklah. Sampai bertemu besok.”
Rekaman barusan berhenti, menandakan telah selesai. Baekhyun tidak tahu apa maksud Kris sebenarnya. Tapi ia bisa mendengar dengan jelas suara seseorang dalam rekaman tersebut. Park Chanyeol. Kapan Chanyeol bertemu dengan Kris? Apa maksud dari pembicaraannya tadi? Baekhyun benar-benar bingung sekarang. Ingin sekali ia bangkit dari posisinya, tapi tubuhnya tidak bisa di ajak berkompromi.
“Kau sudah mendengarkannya? Bagaimana? Sayang sekali sahabatmu tidak kesini sekarang. Mungkin dia memang benar-benar sudah tidak peduli padamu.”
Baekhyun masih berusaha untuk bangun, kedua tangannya kini menopang tubuhnya. Dengan susah payah ia berusaha untuk sekedar duduk tapi tendangan Kris kembali mengenai tangannya. Membuatnya tersungkur lagi. Entah berapa banyak lebam yang ada pada tubuhnya.
“Arghh...”rintih Baekhyun lagi.
“Park Chanyeol lah yang membunuh Ayahmu.”
Baekhyun tak bisa mempercayai ucapan Kris barusan. Tulang-tulang pada tubuhnya terasa menghilang mendengar hal itu. Sesaat kemudian pandangannya menjadi gelap. Seseorang memukul kepalanya lagi, ia kini pingsan.
“Bawa dia di depan Apartemen Chanyeol. Jangan sampai ada orang yang melihat.”Perintah Kris kepada anak buahnya.
Kini mereka sibuk mengangkat tubuh Baekhyun, membawanya masuk kedalam mobil. Salah satu dari mereka meraih kunci mobil Baekhyun yang ada di saku celananya. Sepertinya mobil Baekhyun harus di bawa juga. Kris hanya diam disitu sambil mengusap ujung bibirnya yang lebam akibat pukulan Baekhyun tadi. Darahnya juga sudah mengering.
“Aku tidak akan pernah melenyapkanmu Byun Baekhyun, tapi aku akan membuatmu selalu menderita.”
----
Mobil anak buah Kris kini sudah sampai di depan Apartemen Chanyeol. Keadaan disini terlihat begitu sepi. Memang mereka sudah mempersiapkan itu semua. Mereka melempar tubuh Baekhyun dengan kasar. Membuat Baekhyun yang pingsan itu jatuh tersungkur.
“Pria yang bernama Park Chanyeol itu tinggal di lantai 4. Dia akan segera kesini nanti. Sebaiknya kita harus segera meninggalkan tempat ini.”Ucap salah satu anak buah Kris.
Mereka kini meninggalkan Baekhyun disitu sendirian. Suasana di depan Apartemen mewah itu kembali hening. Di halaman yang tak terlalu luas ini hanya terlihat seseorang yang terbaring tak berdaya. Di sebelahnya tergeletak kunci mobil dan dompetnya. Sedangkan mobilnya terparkir tak terlalu jauh darinya. Sepertinya harus ada seseorang yang segera melihatnya saat ini. Darah segar terus menerus mengalir dari kepalanya. Cukup berbahaya jika tidak di tolong secepatnya.
*Chapter 11 Final 1/2*
“Sekarang dia baik-baik saja, anda tidak perlu khawatir.”
Luhan mengangguk paham setelah mendengarkan ucapan Dokter barusan. Kini ia berjalan mendekati Nara yang terbaring disana. Diamatinya wajah seseorang yang sangat ia cintai itu. Wajah cantiknya terlihat begitu pucat. Jari-jemari Luhan bergerak menyibakkan rambut Nara yang menutupi dahinya. Melihat Nara seperti ini, hati Luhan juga terasa sakit. Sangat sakit malahan. Bibirnya tersenyum miris, ia masih tidak bisa mempercayai semua ini. Kenapa seseorang yang ia cintai menderita seperti ini?
Suara ponsel yang berbunyi mengagetkan Luhan dari lamunannya saat ini. Buru-buru ia meraih ponsel yang berada di saku celananya. Dilihatnya sebuah panggilan yang mungkin dari temannya. Dengan malas ia terima panggilan tersebut.
“Ada apa ?” Luhan sedikit menjauh dari posisinya saat ini. Ia tak ingin menganggu Nara yang sedang pingsan ataupun tertidur itu.
“Aku akan kembali nanti.” Luhan mengakhiri percakapannya barusan. Seharusnya saat ini masih ada materi yang harus ia ikuti. Tapi dirinya enggan kembali, melihat kondisi Nara yang kurang baik. Siapa yang akan menjaganya jika ia meninggalkannya sekarang ?
Nara membuka matanya perlahan, tubuhnya memang sudah baikan sekarang. “Kau sudah sadar ?” Nara menatap pemilik suara barusan, seseorang yang kini sudah ada di sampingnya. Menatapnya dengan senyuman yang menawan.
“Oppa?”
Luhan kembali melemparkan senyuman kepada Nara. Dengan hati-hati ia membantu Nara untuk duduk. Tiba-tiba Nara teringat kembali kejadian yang memang membuatnya tak bisa mempercayai hal itu. Wajahnya kini terlihat risau, ia tak bisa tenang.
“Siapa yang lebih gila ? Aku sudah tahu semuanya, kau kan yang membunuh Ayah Baekhyun ?”
Kata-kata itu masih terngiang di telinganya. Nara beranjak turun dari tempatnya sekarang. “Kau mau kemana?”
“Aku harus segera pergi Oppa, Baekhyun.. Baekhyun.. aku takut dia kenapa-kenapa.” Luhan heran melihat tingkah laku Nara, apa yang sebenarnya terjadi ? Dengan sigap ia menahan tubuh gadis kecilnya itu. Jika saja Luhan tidak menahannya bisa saja Nara terjatuh saat ini. Mengingat barusan Nara hendak turun dengan terburu-buru.
“Dia baik-baik saja Nara-ya.” Luhan sedikit terkejut melihat kedua mata Nara yang kini berair. Kenapa dia menangis seperti ini ? Luhan tidak mengetahui itu semua. Nara mencoba melepaskan tangan Luhan yang menahannya.
“Aku harus segera kesana Oppa, aku takut... aku takut..” Hati Nara diliputi ketakutan, setelah apa yang ia dengar tadi. Saat berada di depan ruangan suaminya, percakapan seseorang yang ada di dalam sana ia dengar dengan jelas. Ia tidak bisa mempercayai semuanya. Selain itu, ia juga takut jika mereka berbuat sesuatu yang membahayakan kepada Baekhyun. Mengingat kondisi Baekhyun yang tak berdaya seperti saat ini.
“Tenanglah, dia baik-baik saja Park Nara. Seharusnya yang perlu di khawatirkan adalah kau sendiri. Kau perlu banya istirahat saat ini. Jangan terlalu banyak pikiran.”
Nara menggeleng, air matanya kini kembali turun. Walaupun tak begitu deras. “Aniyo Oppa...Aku harus segera kesana sekarang.”
Luhan masih menahan lengan Nara dengan erat. Rupanya gadis kecilnya ini tak mengikuti ucapannya. “Baiklah kita kesana. Tapi kau harus berhati-hati, apakah kau akan berlari dengan kondisimu yang seperti ini ?”
Nara terdiam sejenak, memikirkan ucapan Luhan barusan. Tangannya kini juga diam, tak memberontak. Nafasnya tak beraturan, ia sadar akan seseorang yang ada di sampingnya kini. Selama ini Luhan lah yang selalu memperhatikannya, juga bisa dibilang merawatnya. Andai saja tidak ada Luhan, mungkin Nara tidak bisa bertahan sampai saat ini. Nara menatap kedua bola mata yang begitu bersinar milik kakak yang ia sayangi itu. Tersirat ketulusan disana. Sosok yang ada di depannya inilah yang selalu bersamanya selama ini.
“Ayo kita kesana. Aku akan mengantarmu.”ucap Luhan kemudian.
***
Chanyeol dan Hanni sudah keluar dari ruangan Baekhyun. Chanyeol lah yang menarik Hanni sampai kesini. Di tangga darurat yang tampak sepi. Mungkin tak akan ada yang melihatnya sekarang. Ia takut jika ada yang mendengar pembicaraannya. Mengingat tindakan Hanni yang hampir kelewat batas tadi. “Lepaskan tanganku Park Chanyeol!”teriak Hanni sambil melepaskan genggaman Chanyeol pada tangannya.
“Kau benar-benar sudah gila Jung Han Ni!”balas Chanyeol tak kalah keras. Ia benar-benar marah saat ini. Andai saja ia tak memergoki tindakan mantan kekasihnya itu mungkin sahabatnya tidak akan baik-baik saja.
“Kau lah yang membuatku gila Park Chanyeol!”
“Apa maksudmu!”
“Bukankah kau juga menginginkan hal ini?”bantah Hanni kembali.
Tatapan Chanyeol yang tadinya tajam kini sudah kembali seperti biasa, ia menunduk perlahan. Tangannya mengacak kasar rambutnya sendiri. Ia terlihat frustasi.
“Gara-gara dia kau jadi seperti ini? Gara-gara dia kau bahkan membunuh seseorang. Andai Baekhyun tidak ada mungkin kau tidak akan berbuat sampai sejauh ini. Kau tak-”
“DIAMLAH!”
Bentakan Chanyeol barusan membuat Hanni mundur dari posisinya sekarang.
“Kau membentakku?”ucap Hanni sedikit ragu.
“Aku benar-benar kecewa padamu.”Suara Chanyeol terdengar begitu lirih.
“Lebih baik aku tidak melihatmu lagi.”
Hati Hanni begitu sakit mendengar ucapan mantan kekasihnya barusan. Matanya terasa memanas, mungkin sebentar lagi air matanya akan keluar.
Sedangkan Chanyeol kini malah berjalan meninggalkankan Hanni yang terdiam itu.
“Aku membencimu Park Chanyeol!”
Bukk..
Suara lemparan sepatu Hanni yang mengenai punggung Chanyeol membuat pemiliknya berbalik menatap Hanni. Wajahnya terlihat sedikit kesakitan. Untung saja bukan heels yang di pakai Hanni sekarang. Bisa terjadi tragedi berdarah jika mengenai dirinya.
“Aku sangat-sangat membencimu Park Chanyeol!” Hanni kembali melayangkan sepatu yang satunya kearah Chanyeol. Tapi dengan sigap Chanyeol menangkapnya.
“Apa yang kau lakukan Hanni-ya?” Chanyeol kini kembali menuruni tangga mendekati Hanni yang ada di bawah sana. Tak jauh dari posisinya saat ini. Ia bisa melihat mantan kekasihnya yang menatapnya sambil menangis.
“Kau benar-benar brengsek!”umpat Hanni kepada Chanyeol. Chanyeol menyerahkan sepasang sepatu milik Hanni. Ia berjongkok meletakkannya disamping kaki Hanni yang tak beralas apapun. Di tatapnya wajah Hanni sebentar, kemudian memalingkan pandangannya.
“Lebih baik kau segera pergi. Terserah kau mau melakukan apapun. Yang pasti jangan ganggu kehidupan keluarga Baekhyun. Aku juga tidak akan ikut campur dengan urusanmu.” Tangan Hanni tergerak menahan lengan Chanyeol. Membuat Chanyeol yang hendak pergi itu kembali menatapnya. Hanni menunduk menyembunyikan wajahnya saat ini. Ia menangis. Isakan tangisnya terdengar begitu jelas.
“Kenapa kau seperti ini lagi kepadaku.”
“Aku melakukan ini semua untukmu Park Chanyeol.” Chanyeol masih terdiam, ia juga tak melepas pegangan tangan mantan kekasihnya itu.
“Kau selalu saja meninggalkanku, kemudian tanpa dosa kembali kepadaku. Memohon-mohon cinta kepadaku. Puluhan, ratusan bahkan ribuan kau mengatakan cinta kepadaku, tapi apa kenyataannya? Bagaimana aku bisa mempercayai itu semua? Aku benar-benar...”
“Hanni-ya..”
“Aku benar-benar mencintaimu dengan tulus Park Chanyeol. Walaupun berkali-kali kau menyakitiku.... tapi aku tidak bisa membohongi perasaanku saat ini. Aku tidak bisa.... Aku..”
“Hanni-ya, cukup..” Chanyeol kini melepaskan tangan Hanni yang berada pada lengannya. Ia memposisikan tubuhnya di hadapan mantan kekasihnya ini. Tangannya bergerak mendongakkan wajah Hanni yang terus saja menunduk.
“Aku benar-benar mencintaimu Park Chanyeol.”
Hati Chanyeol begitu tersentuh mendengar pengakuan dari mantan kekasihnya itu. Sebenarnya hubungannya dengan Hanni berakhir karena dirinya sendiri. Keduanya sudah bertunangan, tinggal menunggu hari saja untuk menikah. Tapi kondisi saat itu tidak memungkinkan. Paman Taeyoung tak mengijinkannya untuk menikah saat itu. Sungguh pilihan yang sangat sulit bagi Chanyeol. Ia tidak ingin menyakiti hati Hanni. Tapi disisi lain ada tujuan lain yang ingin ia dapatkan. Dengan berat hati akhirnya Chanyeol memilih untuk menunda pernikahannya itu. Tapi Hanni menganggap bahwa Chanyeol mengakhiri hubungan mereka. Bagai di pukul berkali-kali, hati Hanni saat itu seperti hancur berkeping-keping. Wanita mana yang tak bersedih di saat rencana pernikahannya gagal. Untuk itu dia pergi ke luar negeri, mencoba menenangkan dirinya disana. Dan kembali kesini untuk balas dendam dengan mantan kekasihnya itu. Tapi kini takdir berkata lain.
“Maafkan aku.”
Tangan Chanyeol bergerak menyibakkan rambut yang menghalangi wajah Hanni. Kedua matanya menatap manik mata milik mantan kekasihnya itu dengan teduh. Jemarinya kini bergerak begitu saja menghapus air mata yang membasahi wajah Hanni. “Aku tidak suka melihat wanita menangis.”
Hanni berusaha menenangkan dirinya sendiri. Tangannya kembali memegang lengan Chanyeol. Ia takut jika lelaki yang ada di hadapannya itu meninggalkannya.
“Pergilah dari kehidupan Kris, aku rasa hidupmu akan lebih baik.”
“Aku tidak bisa.” Hanni tak bisa menahan air matanya. Ia kembali menangis, tangannya memegang erat lengan milik mantan kekasihnya itu.
“Dia telah berbuat banyak untukku. Aku tidak bisa Park Chanyeol.”
“Apa yang ia lakukaan untukmu? Lelaki berhati iblis itu hanya bisa membahayakan orang lain saja. Dia juga me-”
“Lalu bagaimana denganmu? Bukankah kau juga lebih buruk darinya? Bagaimana jika polisi tahu? Apakah kau pernah memikirkan itu semua?” Chanyeol terdiam sejenak, otaknya di penuhi kalimat yang di ucapkan Hanni kepadanya. Ia juga tak tahu harus bagaimana sekarang. Rasanya ingin sekali ia lari dari masalah yang rumit ini. Ia menarik nafas panjang.
“Aku sudah memikirkan semua.” Kini Chanyeol melepaskan tangan Hanni yang memegang lengannya. Pikirannya juga sangat kacau sekarang. Hanni merasa Chanyeol sedang mengabaikannya. Hatinya terasa begitu sakit, ia tak menyangka jika lelaki yang ada di hadapannya akan pergi meninggalkannya begitu saja.
“Park Chanyeol!”
Hanni menarik tangan Chanyeol kembali, dengan segenap keberaniannya bibirnya kini sudah menyatu dengan bibir Chanyeol. Ia menciumnya terlebih dahulu. Tubuhnya yang lebih pendek dari Chanyeol membuatnya sedikit kesusahan. Hanya dengan berjinjit ia mampu melakukannya sekarang. Kedua matanya ia pejamkan. Chanyeol masih tak bisa mempercayai apa yang terjadi sekarang. Ia masih saja diam mematung.
Setelah kesadarannya terkumpul, Chanyeol mendorong pelan tubuh wanita yang ada di hadapannya. Kedua matanya masih membulat tak percaya.
“Apa yang kau lakukan Jung Han Ni?” Hanni tak menjawab, isakan tangisnya kini terdengar sedikit keras. Ia hanya menatap wajah mantan kekasihnya yang menatapnya heran.
“A-pakah kau a-kan meninggalkanku lagi?”ucap Hanni di sela-sela tangisannya.
Chanyeol kini malah mendorong tubuh Hanni dengan kasar, membuat punggung wanita yang ia cintai itu terbentur mengenai tembok. Chanyeol mendekatkan wajahnya, sesaat kemudian bibir keduanya menyatu. Hanni tak menolaknya sama sekali, kedua tangannya kini ia kalungkan pada leher milik mantan kekasihnya itu. Sedangkan kedua tangan Chanyeol memeluk pinggang ramping Hanni. Memeluknya begitu erat. Ciuman keduanya begitu menggebu, melampiaskan perasaan mereka masing-masing. Setelah keduanya merasa kehabisan nafas, mereka menghentikan ciuman tersebut. Keduanya saling berpandangan satu sama lain. Wajah mereka begitu dekat, membuat keduanya dapat merasakan hembusan nafas masing-masing. Chanyeol kembali mencium Hanni dengan kasar, sesekali menggigit bibir bawah milik Hanni. Tangannya kini tak tinggal diam. Perlahan tangan dinginnya masuk kedalam kemeja Hanni yang sudah tak rapi itu. Jari-jemarinya menelusuri punggung Hanni, membuat pemiliknya sedikit merasa geli.
“Chanyeol-ah..”tolak Hanni ketika merasa tangan Chanyeol hendak melepas salah satu propertinya. Kedua tangan Hanni mendorong pelan tubuh mantan kekasihnya itu. Chanyeol tak tinggal diam, ia masih saja meneruskan kegiatannya. Dorongan tangan Hanni tak mempan baginya. Ia menurunkan ciumannya menuju leher Hanni. Kancing kemeja bagian atasnya kini sudah terbuka, entah kapan Chanyeol membukanya. Chanyeol masih sibuk menciumi leher mulus milik Hanni. Tangannya juga sibuk menjamah tubuh bagian depan Hanni. Dengan susah payah Hanni menahan desahannya saat ini. Sepertinya keduanya salah tempat. Bisa saja ada karyawan yang tiba-tiba saja lewat kesini.
“Chanyeol-ah.. hentikan..”
Tapi sepertinya Chanyeol tak mendengarnya. Sepertinya setelah ini lehernya akan penuh tanda bekas bibir lelaki yang ia cintai itu. Hanni hanya bisa menggigit bibirnya saat tindakan Chanyeol yang semakin liar ini. Tangannya yang berada pada puncak kepala Chanyeol masih berusaha mendorong tubuh mantan kekasihnya ini. Setelah puas menyibukkan diri di sekitar leher Hanni, Chanyeol kembali menatap wanita yang sangat ia cintai itu. Nafasnya yang tak beraturan itu membuat kesan seksi pada dirinya. Tak butuh waktu yang lama untuk berada dalam posisi itu. Chanyeol kembali menciumi bibir Hanni. Menciumnya begitu lembut, tidak seperti tadi. Hanni luluh dan membalas ciuman lembut Chanyeol. Keduanya sama-sama menikmati apa yang mereka lakukan sekarang.
Suara hentakan kaki seseorang tak membuat keduanya sadar akan apa yang mereka lakukan. Keduanya masih berada pada posisinya masing-masing. Baru setelah seseorang yang lewat itu berdehem keduanya langsung melepaskan ciuman mereka.
“Maaf, sebaiknya kalian mencari tempat yang lain.” Seseorang yang baru saja berbicara itu adalah salah satu karyawan di rumah sakit ini. Karena tangga ini hanya di gunakan oleh beberapa para pekerja yang berkepentingan. Pria itu kini menatap Chanyeol dan Hanni dengan tatapan heran. Keningnya terlihat mengkerut saat memandang Hanni. Hanni tersadar akan kondisinya sekarang. Kedua tangannya menutup kemeja bagian atasnya yang terbuka. Ia menunduk malu, kedua kakinya pun tak memakai alas kaki. Sepertinya ia lupa memakai sepatunya kembali. Entah apa yang di pikirkan oleh petugas tadi. Chanyeol dengan santainya kini menjawab.
“Maafkan kami, sepertinya anda yang salah lewat.”Jawab Chanyeol asal.
Petugas itu kini berjalan dengan terburu-buru, beranjak pergi meninggalkan pasangan yang menurutnya gila itu.”Orang jaman sekarang memang benar-benar mengerikan.”
Hanni masih saja menunduk, ia terlalu malu saat ini. Kakinya bergerak memakai sepatunya. Tapi sepertinya ia sedikit kesusahan. Chanyeol kini berjongkok di bawah Hanni. Kedua tangannya bergerak membantu memakaikan sepatu milik mantan kekasihnya itu. Hanni sedikit terpesona melihat Chanyeol memperlakukan dirinya seperti itu.
“Trimakasih.”
Chanyeol kembali berdiri di hadapan Hanni. Senyumannya begitu menawan, membuat wajah tampannya tampak begitu sempurna. Jemarinya kini menyingkirkan tangan Hanni yang memegang erat kemeja bagian atasnya. Chanyeol dengan telaten mengancingkannya satu persatu. Walau hanya beberapa saja yang terbuka, tapi tetap saja itu akibat perbuatannya tadi. Setelah selesai ia merapikan rambut Hanni yang sedikit berantankan. Untung saja Hanni mengikat rambutnya, sehingga Chanyeol hanya perlu merapikan bagian depannya saja.
“Maafkan tadi. Aku hanya terbawa suasana.”Ucap Chanyeol dengan suaranya yang khas tanpa melihat kearah Hanni sedikitpun.
“Sepertinya yang perlu memikirkan semuanya adalah kau sendiri Jung Han Ni.” Chanyeol menarik tangan Hanni, memberikan sebuah flashdisk kepadanya. Hanni tak percaya akan benda yang diberikan Chanyeol kepadanya. Kenapa ada pada Chanyeol? Kapan ia mengambil benda itu darinya?
“Lebih baik kau simpan baik-baik. Aku tak kan melaporkanmu ke polisi.”Chanyeol menghentikan ucapannya sebentar, kemudian melanjutkannya lagi.
“Setelah ini aku tak akan mengganggumu lagi. Jaga dirimu baik-baik.” Chanyeol kini berjalan menaiki tangga, meninggalkan mantan kekasihnya yang masih diam. Suara langkah kakinya kini terdengar semakin menjauh. Tak butuh waktu yang lama sosoknya kini sudah menghilang. Kedua tangan Hanni kini menggenggam erat samping celananya. Tubuhnya sedikit bergetar. Air matanya kini kembali turun. Hatinya terasa begitu sakit. Ia tidak menyangka jika semuanya akan berakhir seperti ini. Tangisannya kini semakin menjadi-jadi. Ia terduduk bersandar dinding yang ada dibelakangnya. Kedua tangannya memeluk lututnya erat. Entah sampai kapan ia akan menangis seperti ini.
Di tempat lain tak jauh dari posisi Hanni, terlihat seorang pria yang sedang berdiri lemas. Wajahnya juga terlihat sangat kacau. Ia kini melayangkan tinjunya pada tembok yang berada di sampingnya.
“Arghhhhh!”
Tak peduli betapa sakit tangannya saat ini. hatinya lebih sakit dari itu semua. Sepertinya dengan itu ia meluapkan emosinya sekarang. Kedua matanya terlihat memerah. Mungkin air matanya akan segera turun dengan sendirinya. Pria itu adalah Park Chanyeol. Kini ia menyandarkan punggungnya pada tembok yang ada di hadapannya. Kepalanya menengadah keatas seolah menahan air matanya agar tidak jatuh. Tapi itu semua sia-sia, butiran hangat itu sudah turun membasahi pipinya saat ini.
“Maafkan aku Hanni-ya.”
***
Waktu terus berjalan, Nara selalu bersabar menunggu suaminya itu untuk segera bangun. Air matanya tak pernah habis walaupun ia terus-terusan menangis. Kedua tangannya menggenggam erat tangan Baekhyun.
“Baekhyun, aku merindukanmu.”
Sudah hampir 4 bulan lamanya Baekhyun terbaring di rumah sakit. Sedangkan kandungan Nara kini sudah memasuki bulan ketujuh.”Aku selalu menunggumu Byun Baekhyun..”
Nara mencium telapak tangan milik suaminya itu. Menciumnya dengan lembut, buliran air matanya kini juga membahasi tangan Baekhyun.
“Kau tidurlah. Aku yang akan menjaganya.” Suara milik pemuda bernama Park Chanyeol mengejutkan Nara. Memang dirinya dan Chanyeol selalu bergantian menjaga Baekhyun.
“Ini sudah malam, lebih baik kau tidur dulu.”
Chanyeol sudah menceritakan semuanya kepada Nara. Mengenai masalah yang terjadi selama ini. Dia juga sudah mengakui semua kesalahannya. Chanyeol merasa menyesal telah melakukan hal tersebut. Nara tak menyangka jika Chanyeol bisa melakukan hal seperti itu. Dirinya ingin marah, tapi percuma. Semuanya yang telah terjadi dan tidak bisa kembali lagi. Lagipula Chanyeol benar-benar telah berubah. Ia berjanji akan mengakui semuanya kepada Baekhyun setelah sadar.
“Tidak apa-apa. Kau istirahatlah dulu, pasti seharian di kantor cukup melelahkan.”
Chanyeol mengangguk pelan, dirinya kini berjalan menuju sofa yang ada di ruangan Baekhyun. Di rebahkannya tubuh besarnya itu disana. Kedua tangannya menopang kepalanya. Mata indahnya menatap langit-langit ruangan ini. Sampai saat ini ia bertekad untuk menjaga dan melindungi keluarga Baekhyun. Kesalahan terbesarnya membuat dirinya sedikit takut. Takut jika sahabatnya itu nantinya tak akan memaafkannya. Sesaat kemudian kedua matanya sudah tertutup. Dirinya terlalu lelah hari ini. Mungkin saat ini ia sudah berada di alam mimpi.
Kedua bola mata Nara masih menatap wajah suami tercintanya. Kedua tangannya menggenggam erat tangan Baekhyun. “Tanganmu begitu hangat Baekhyun-ssi..”
Malam semakin larut, suasana bertambah dingin. Nara membenarkan selimut Baekhyun. Ia tidak ingin suaminya kedinginan. Kini ia bangkit dari duduknya, berjalan mendekati Chanyeol yang sudah tertidur di sofa. Wajahnya terlihat begitu kelelahan. Nara menatapnya iba, tangannya bergerak mengambil selimut lain untuk Chanyeol. Beberapa kali Nara menguap perlahan. Mungkin dirinya juga mengantuk. Seharian menjaga Baekhyun disini juga cukup melelahkan baginya. Langkah kakinya mendekati tempatnya tadi. Duduk disamping Baekhyun, bibirnya tersenyum. Walaupun hatinya begitu sedih.
“Semoga saat aku membuka mataku nanti aku bisa melihatmu tersenyum kepadaku Baekhyun-ssi.”
Nara tertidur sambil menggenggam erat tangan milik Baekhyun. Memang sudah sering sekali ia tidur sambil duduk seperti ini. Kepalanya ia rebahkan di samping tangan suaminya itu. Suasana ruangan ini begitu hening. Semakin malam, udaranya semakin dingin. Walaupun sudah ada penghangat di ruangan ini tapi dinginnya angin luar tetap terasa sampai dalam sini. Pergantian waktu terasa begitu cepat, hingga tak sadar hari selanjutnya sudah di depan mata.
Tangan yang berada di genggaman Nara kini bergerak perlahan. Pemilik tangan tersebut menatap lemah ke langit-langit ruangan sepi ini. Ia memiringkan kepalanya menatap Nara yang tertidur disampingnya. Kedua bola matanya membulat, ia masih bingung dengan keadaannya sekarang. Dilihatnya kondisi tubuhnya sendiri, ia seakan tak mengerti dengan alat-alat yang menempel pada tubuhnya. Tanpa kesusahan sedikitpun ia melepas masker oksigen miliknya, membuatnya bisa bernafas lega seperti biasanya.
“Apa yang terjadi denganku?”
Baekhyun mencoba untuk bangun dari posisinya sekarang. Ia duduk terdiam menatap istrinya dan sahabatnya yang sekarang sama-sama tertidur. Tangannya kini melepas genggaman tangan Nara dengan hati-hati. Ingin sekali ia turun dari ranjang ini, tubuhnya terasa baik-baik saja. Tak sakit sedikitpun, tapi kenapa ia bisa berada di Rumah Sakit seperti ini.
“Akkhhhh..”
Ia melepas infus yang menempel di tangannya. Sedikit keluar darah memang, tapi ia tak mempedulikannya. Kakinya kini perlahan turun dengan hati-hati. Tubuhnya terasa aneh, mungkin karena terlalu lama berbaring selama ini. Entah perasaannya atau bukan, tubuhnya kini terasa sangat ringan. Baekhyun berjalan perlahan sambil masih menatap ke seisi ruangan.
“Apa yang terjadi padaku?” Tangannya mengusap rambutnya perlahan. Ia benar-benar tak tahu dengan ini semua. Sesaat kemudian ia sudah keluar dari ruangan ini.
***
“Bagaimana?” Luhan masih menatap kosong kertas yang ada di hadapannya. Wajahnya begitu tampak tak bersemangat. Ia tidak ingin di pindahkan lagi.
“Biarkan aku di sini dua bulan lagi.” Lelaki tua yang ada di depan Luhan menyernyitkan keningnya. Luhan mengatakan hal tersebut karena ia ingin di sini sampai Nara melahirkan. Kenapa kepindahannya ini berada pada waktu yang tidak pas.
“Akhir-akhir ini kau tak pernah serius, aku harap setelah kau dipindahkan ini dapat merubah sikapmu itu.”
“Tapi.. Professor..” Lelaki tua itu kini pergi meninggalkan Luhan sendiri. Langkahnya begitu cepat, kemudian menutup pintu dengan kasar. Luhan mengerucutkan bibirnya kesal. Tangannya kini menyangga kepalanya sambil menatap kertas yang ada di hadapannya. Tangan yang satunya memainkan bolpen yang berada disitu. Entah ia harus tanda tangan sekarang atau tidak. Tapi dia benar-benar tidak ingin pergi secepat ini. Ia masih ingin berada di Rumah Sakit ini. Mengingat Nara masih berada di sini.
“Apa yang harus kulakukan?” Diletakkannya bolpen tersebut, kemudian bangkit dari duduknya. Dengan malas ia membuka pintu ruangan tempatnya berada. Berjalan keluar dengan langkah lemas. Wajah tampannya terlihat tak bahagia.
“Semua adalah pilihan. Yang kupilih bukan berarti yang terbaik, yang tak kupilih bukan berarti yang terburuk.” Langkahnya kini menuju ke ruangan tempat Baekhyun di rawat. Walaupun sebenarnya yang ingin ia temui adalah Nara.
“Luhan!” Luhan berbalik menatap seseorang yang memanggilnya barusan. Laki-laki itu berjalan mendekati Luhan yang diam.
“Kau jangan lupa, hari ini adalah tugasmu di ruangan bedah.” Laki-laki itu adalah salah satu teman Luhan yang menjalani masa seperti dirinya. Luhan mengangguk pelan mendengar hal tersebut.
“Ya, aku tahu.” Luhan kembali melangkahkan kakinya, menuju tempat yang akan ia kunjungi sekarang.
“Apakah kau akan menemui wanita itu lagi?”
“Maksudmu?” Luhan menatap heran temannya, apakah yang ia maksud adalah Nara?
“Sikapmu terlalu berlebihan padanya, bukankah itu membuatnya merasa tidak nyaman? Lagipula dia sudah memiliki suami Luhan.” Ucapan temannya barusan membuat Luhan berpikir dua kali. Apakah benar yang diucapkan temannya itu? Apakah selama ini yang ia lakukan salah? Tapi ia sudah menganggap Nara seperti adiknya sendiri, walaupun tak bisa di bantah lagi bahwa dirinya sangat mencintai Nara.
“Aku tahu itu.”Jawab Luhan lemas, ia tak ingin terlalu memikirkan hal barusan.
“Aku pergi dulu.”lanjut Luhan sambil menaikan kedua alisnya karah temannya. Berjalan meninggalkan temannya yang masih memandangnya dari belakang.
“Aku tak menyangka kau menyukai seseorang yang sudah bersuami Luhan.”Ucap teman Luhan sambil menggelengkan kepalanya. Luhan semakin mempercepat langkahnya, otaknya kembali mengingat ucapan tadi. Tapi dengan segera ia melupakan hal tersebut.
“Semuanya tidak seperti itu.” Ia menaiki tangga dengan hati-hati. Suara sepatunya memecahkan keheningan di setiap yang ia lintasi. Pagi seperti ini memang belum terlalu banyak pengunjung yang terlihat. Hanya beberapa petugas Rumah Sakit yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.
Langkahnya kini terhenti seketika saat melihat seseorang yang ada di hadapannya. Matanya membulat tak percaya. Begitu pula dengan orang yang ada dihadapannya, ia juga tampak terkejut melihat Luhan. Keduanya masih bertatapan dalam posisinya masing-masing.
“Byun.. Baek-hyun?”
***
“Berapa lama aku terbaring disana?”
“5 tahun.”
Baekhyun membelalakan matanya setelah mendengar jawaban yang keluar dari mulut istrinya. 5 tahun? Apakah itu benar? Yang jelas ia juga tak tahu pasti.
“Apakah benar?” Wajah Baekhyun terlihat begitu serius. Mungkin dia percaya dengan candaan Nara. Sedangkan Nara kini malah tertawa kecil, wajahnya terlihat begitu bahagia. Kesedihannya selama ini seperti menghilang begitu saja. Wajah cantiknya kembali ceria seperti dulu.
“Hey Chanyeol-ah, apakah itu benar?” Chanyeol yang dari tadi hanya diam dan melamun kini terlihat kebingungan.
“Ah..ya begitulah Baekhyun..”
“Berikan ponselmu.” Baekhyun mengambil alih ponsel yang berada pada genggaman tangan Chanyeol. Sepertinya ia harus membuktikan dugaannya sekarang.
“Ini masih tahun 2014, apakah kalian bercanda?” Nara kembali tertawa melihat tingkah suaminya saat ini. Keduanya kini tertawa, saling berbagi kebahagiaan yang memang sangat mereka rindukan. 4 bulan bukan waktu yang sebentar tapi juga bukan waktu yang lama. Jika menjalaninya dengan sabar dan selalu berpikir positif maka semua akan berjalan begitu cepat.
Chanyeol tersenyum melihat pasangan suami istri yang ada di hadapannya itu. Rasanya begitu banyak kesalahan yang ia buat kepada mereka. Melihat keduanya dengan wajah ceria seperti itu membuat hatinya sedikit lega.
“Aku akan pulang dulu Baekhyun-ah, kau istirahatlah yang cukup.” Baekhyun baru sadar akan Chanyeol yang juga ada di sini.
“Kenapa kau buru-buru pulang? Padahal aku baru saja sadar. Ya sudahlah,hati-hati.”
Chanyeol mengangguk, kemudian tersenyum sebentar. Akhir-akhir ini Chanyeol memang terlihat tidak seperti biasanya. Dirinya lebih banyak diam. Tidak seperti dulu lagi, wajah tampannya sekarang terlihat begitu serius. Sifatnya berubah menjadi lebih dewasa dari sebelumnya.
“Chanyeol-ah!” Chanyeol berbalik menatap Baekhyun yang memanggilnya.
“Trimakasih untuk selama ini. Trimakasih telah menjaga Nara. Aku berhutang banyak padamu.” Darah Chanyeol berdesir perlahan. Ia merasa Baekhyun salah mengucapkan hal itu padanya. Andai saja Baekhyun tahu kebusukannya dulu. Ia tak yakin apakah Baekhyun akan memaafkannya atau tidak. Bibir Chanyeol kembali menyunggingkan sebuah senyuman tipis.
“Kau tak perlu berterimakasih seperti itu. Aku pergi dulu.”
Nara menatap Baekhyun dengan tatapan bingung. Ia tak tega jika memberitahukan kebenaran sebenarnya. Melihat Chanyeol yang sudah berubah sampai saat ini itu sudah cukup. Lagipula semua yang telah hilang tak akan kembali lagi. Untuk itu ia bertekad untuk merahasiakan tentang kematian Ayah Baekhyun yang berhubungan dengan Chanyeol.
Suara mobil Chanyeol kini terdengar sudah menjauh dari rumah Baekhyun. Rumah ini kembali menyisakan pemiliknya. Yang masih berdiri di ruang tamu tanpa membuka suara sedikitpun.
“Nara..” Suara Baekhyun memecahkan keheningan antara mereka. Nara yang melamun kini menatap kearah suaminya yang menatapnya penuh.
“Berapa usia kandunganmu sekarang?”
Nara terdiam sebentar, kepalanya kini menunduk. “7 bulan.”
Tangan Baekhyun bergerak perlahan mengusap perut buncit Nara. Kedua matanya terasa memanas. Mungkin setelah ini ia akan menangis. Ia tak percaya jika ada seseorang yang tumbuh di dalam sana saat dirinya tertidur selama ini.
“Maafkan aku..” Buliran air kini mengalir dari kedua mata indah milik Baekhyun. Ia merasa dirinya sangat tak berguna. Ia tak tahu bagaimana Nara menjalani kehidupannya selama ini. Ia tak bisa membayangkan seorang wanita yang sedang hamil tanpa ada suami di sampingnya. Baekhyun merasa dirinya adalah suami yang tak becus.
“Kenapa kau meminta maaf?”
“Maafkan aku tak menjagamu selama ini. Malah kau sendiri yang menjaga diriku.” Bibir Nara mengulaskan senyuman, membuat wajahnya terlihat sangat begitu cantik.
“Kau tak perlu meminta maaf. Lagipula aku baik-baik saja sampai saat ini.” Bibir Baekhyun membalas senyuman Nara. Tatapan matanya terlihat begitu indah. Tangannya menarik kepala Nara kemudian mengecup keningnya dengan lembut. Membuat jantung Nara berdetak begitu cepat. Perasaan nyaman itu kembali datang kepadanya. Ia benar-benar merindukannya. Ia rindu kasih sayang yang diberikan oleh suaminya. Nara memejamkan kedua matanya. Bibirnya kembali tersenyum. Ia merasa sangat bahagia. Andai waktu berhenti dengan tiba-tiba , ia tak mempermasalahkannya. Ia ingin selalu merasakan hal seperti ini. Ia tak ingin mimpi buruk kembali datang ke dalam kehidupannya.
Setelah cukup lama keduanya berada pada posisi masing-masing. Baekhyun kini melepaskan kecupannya. Wajah tampannya menatap wajah istrinya yang juga menatapnya.
“Trimakasih telah menjaganya selama ini.” Ucap Baekhyun sambil mengecup tangan Nara dengan lembut. Membuat semburat-semburat merah tampak pada wajah istri tercintanya itu.
Sesaat kemudian ia mendaratkan sebuah kecupan kecil pada bibir tipis milik Nara. Mengecupnya begitu cepat, wajah Baekhyun begitu sangat bahagia. Sedangkan Nara masih terdiam karena malu.
“Aku sangat mencintaimu Park Nara.”
***
Hanni berdiri menunggu taksi yang dari tadi belum lewat satupun. Ia menatap jam tangan miliknya kemudian mendesah pelan. Sudah hampir 30 menit ia menunggu seperti ini. Sorot kedua matanya menunjukkan suasana hatinya saat ini. Dirinya kini sudah bekerja di tempat lain. Tidak pada perusahaan Baekhyun lagi. Entah akhir-akhir ini ia juga sudah tidak berhubungan lagi dengan Kris. Kadang Kris menghilang dengan sendirinya, tapi kadang muncul kembali. Hanni juga tak tahu dimana laki-laki itu berada sekarang. Yang jelas dirinya sudah tidak mempedulikannya lagi. Hidupnya kini sudah lebih baik, kondisi adiknya kini juga sudah baik-baik saja. Hanya saja ada satu orang yang masih ia tunggu sampai saat ini. Seseorang yang sangat sulit ia lupakan. Hatinya masih berharap agar pria itu masuk kembali dalam kehidupannya. Memberikan warna tersendiri baginya. Tapi itu tidak mungkin. Pria itu mungkin kini sangat membencinya.
Hanni kembali menatap karah jalanan, mencari taksi yang ia tunggu-tunggu. Waktu sudah semakin siang, bisa-bisa ia terlambat menuju kantor. Tiba-tiba saja ada sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya. Nafasnya kini terasa sesak. Kakinya terasa seperti sulit untuk di gerakan. Ia tahu siapa pemilik mobil tersebut.
Pemilik mobil tersebut kini keluar , menampakkan tubuh gagahnya. Kacamata hitam yang menutupi matanya kini ia lepas. Ia tersenyum kepada wanita yang ada di hadapannya itu. “Lama tidak bertemu nona Jung.”
Kedua tangan Hanni mengepal erat. Ia tak menyangka jika akan bertemu dengan pria yang menatapnya tajam itu.
“Kau masih mengingatku kan?”
“Apa kabar Kris.” Pria yang ia panggil Kris kini melengkungkan senyumannya, ia tahu apa yang akan di jawab bawahannya itu. Dalam hati ingin sekali Hanni berlari menjauh dari Kris sekarang. Tapi sepertinya ia sekarang sudah masuk ke lingkaran Kris lagi. Sulit sekali untuk keluar darinya. Hanni juga tahu kedatangan Kris padanya pasti ada maksud tersendiri. Hanni yakin bahwa Kris saat ini membutuhkan bantuannya.
Kepala Kris bergerak mengisyaratkan kepada Hanni untuk masuk ke dalam mobilnya. Hanni mengerti maksud Kris, kemudian berjalan mendahuluinya.
Mobil Kris melaju dengan kecepatan sedang. Suasana jalanan yang masih lengang ini membuat ia dengan mudah mengendalikan mobilnya. Tanpa menghadapi kemacetan yang biasanya terjadi pada kawasan ini.
“Dimana kau bekerja sekarang?” Pertanyaan barusan di tujukan kepada Hanni. Wanita itu menarik nafas perlahan sebelum menjawab. Wajah cantiknya mencoba mengulas senyuman.
“Apakah itu penting untukmu Kris Wu?” Kris menanggapinya dengan tawa kecil. Rupanya wanita ini masih saja seperti dulu. Tak berubah sedikitpun. Dan ia menyukai hal tersebut. Ia menatap Hanni sebentar, dari samping sini ia bisa melihat dengan jelas wajah bawahannya itu. Yang sedikitpun tak menatapnya. Ia hanya memandang lurus ke depan.
“Bagaimana hubunganmu dengan Park Chanyeol?” Hanni sedikit terkejut dengan pertanyaan sekarang. Nama seseorang yang disebutkan oleh Kris membuat hatinya kembali sakit. Mengingatnya saja sudah seperti ini, rasanya sungguh menyedihkan.
“Berhenti bertanya akan hal yang tidak penting.” Kris kembali tertawa, ia merasa puas melihat wanita yang duduk disebelahnya kini kesal.
“Baiklah, baiklah. Aku tahu Jung Hanni.” Keadaan di dalam mobil kembali hening. Antara Kris dan Hanni tidak ada yang membuka suara lagi. Mobil Kris kini melaju entah ke mana. Hanni hanya mengikutinya, mungkin ia tidak akan ke kantor hari ini.
Tiba-tiba saja Kris menghentikan mobilnya. Tubuh Hanni sedikit terguncang akibat Kris menginjak remnya tiba-tiba. Tangan Hanni bergerak menyentuh dadanya, detakan jantungnya terasa begitu cepat akibat hal barusan. Ia beralih menatap Kris yang ada disebelahnya.
“Apa yang kau lakukan! Kau hampir saja membunuhku.” Hanni mengatur nafasnya yang kacau. Ia masih menatap Kris dengan kesal. Sedangkan pria yang ditatapnya hanya memandang lurus ke depan. Pandangan matanya begitu tajam. Sesaat kemudian Hanni baru menyadari ada hal yang berbeda pada bosnya itu.
Kedua mata Kris sekarang menatap Hanni dengan tajam. Wajahnya terlihat begitu serius.
“Aku butuh bantuanmu, Hanni-ya..”