Nara sedang melamun sambil mengeringkan gelas yang ada di tangannya. Sudah hampir 3 bulan ini ia mengurusi restoran yang di tinggal oleh Paman Han. Walaupun hanya membantu beberapa pekerjaan, tidak seluruhnya. Masalah keuangan dan lain-lain masih di tanggung oleh beberapa pegawai disini yang sudah di percaya. Nara hanya tinggal mengikuti, tanda tangan disana disini. Layaknya seorang bos, tapi dia tak mempermasalahkannya. Ia jalani dengan senang hati, lagipula Baekhyun selalu membantunya.
Setiap hari Baekhyunlah yang selalu mengantarnya kesini. Kira-kira jam 7 Nara sudah sampai disini, karena sekalian Baekhyun berangkat ke kantor. Dan Nara harus menunggu sampai jam 9, karena Restoran ini buka pukul 9 pagi. Tapi ia tidak sendirian disini, para pegawai Restoran ini pun mulai membiasakan berangkat pagi. Mengingat istri bos mereka sudah ada disini sejak pagi, tidak mungkin jika mereka tidak mengikutinya. Baekhyun tidak mengijinkan Nara untuk berangkat ataupun pulang sendiri. Ia khawatir jika Nara kenapa-kenapa. Walaupun kadang Nara harus menunggu sampai berjam-jam jika pulang. Ataupun pulang lebih awal sebelum Restoran ini tutup.
Dengan hati-hati ia letakkan gelas yang baru saja ia keringkan. Pandangannya menuju ke seluruh penjuru ruangan ini. Suasana Restoran sudah mulai sepi, jam dinding menunjukan pukul 8. Nara menghembuskan nafasnya perlahan. Di raihnya ponsel yang ada di sakunya. Tak ada panggilan ataupun pesan yang ia nanti. Sudah jam 8 malam, tapi Baekhyun belum juga menjemputnya. Padahal satu jam lagi Restoran akan tutup. Tangannya kembali mengambil gelas yang akan ia keringkan, tapi entah kenapa pandanganya sedikit kabur. Kepalanya terasa sedikit pusing, membuat ia tidak bisa berkonsentrasi. Sehingga pegangannya terlepas, membuat gelas itu jatuh dan pecah di lantai. Beberapa orang yang ada disitu terkejut akibat suara pecahan gelas barusan. Dan kini berjalan mendekati Nara yang sedang berjongkok hendak memunguti pecahan gelas itu.
“Biar saya saja,” Ucap seorang pelayan pria yang kini membereskan pecahan tersebut. Nara merasa tidak enak karena telah membuat sedikit kekacauan.
“Trimakasih. Maafkan aku,” Laki-laki itu hanya mengangguk sambil tersenyum. Beberapa pegawai disini memang menghormati Nara. Mengingat Nara adalah istri bos mereka.
“Eonnie, kau istirahat saja. Wajahmu tampak pucat.” Nara menatap pegawai yang baru saja mengajaknya bicara, ia tersenyum sebentar.
“Aku baik-baik saja.” Walaupun Nara adalah anggota termuda di Restoran ini. Tapi beberapa pegawai disini biasa memanggilnya Eonnie ataupun Noona. Mereka merasa tidak sopan jika memanggil Nara dengan namanya sendiri.
Akhir-akhir ini Nara memang merasa tubuhnya mudah lelah. Kepalanya kadang sedikit pusing. Nafsu makannya pun juga menurun. Tak jarang ia memuntahkan kembali makanan yang hendak masuk kedalam perutnya.
“Apakah bos belum datang?” Nara menggeleng perlahan, ia duduk sambil meminum air putih yang diberikan oleh wanita yang mengajaknya bicara itu.
“Aku tidak apa-apa, kau bisa kembali bekerja lagi.”
“Siap. Kalau Eonnie kenapa-kenapa bisa panggil aku saja.” Pegawai wanita itu berjalan kembali meninggalkan Nara yang sedang duduk. Bibir Nara melengkungkan senyuman tipis, ia merasa sangat bersyukur. Masih ada orang yang perhatian di sekitarnya.
Di Restoran ini, hanya ada beberapa pegawai wanita yang bersikap baik kepadanya. Contohnya wanita tadi, beberapa orang dapurlah yang tidak menyukainya. Mereka selalu dingin kepada Nara. Tak jarang mereka mengabaikan perintah yang diberikan oleh Nara, walaupun itu perintah dari Baekhyun. Mereka hanya menurut jika Baekhyun yang mengatakannya secara langsung. Ingin sekali Nara mengungkapkan keadaan sebenarnya kepada Baekhyun. Tapi ia selalu bersabar. Ia yakin suatu saat nanti mereka akan berubah dengan sendiri.
Tangannya kembali mengeluarkan ponselnya. Ia berniat menelpon Baekhyun sekarang. Menunggu telepon ini tersambung sangat lama sekali.
“Kenapa ia tak mengangkatnya ?” Nara menggigit ujung jarinya, inilah kebiasaan barunya sekarang. Ia kembali mencoba menghubungi suaminya. Tapi tetap saja tak ada respon. Jari-jari tangannya bergerak mengetik pesan yang akan di tujukan kepada Baekhyun.
Satu hari penuh Baekhyun tak memberikan sedikitpun kabar untuknya. Siang tadi, di saat waktu makan siang biasanya Baekhyun menelpon Nara. Tapi tidak untuk hari ini, tak ada satu pun panggilan ataupun pesan yang ada di ponsel Nara.
“Apakah dia sedang sibuk ? Ataukah suatu hal terjadi kepadanya ?”
Nara mulai berpikir yang tidak-tidak. Takut jika suaminya kenapa-kenapa. Ia meneguk air putih kembali, mencoba menenangankan dirinya sendiri. Tiba-tiba saja ia menutup mulutnya. Seperti menahan sesuatu yang akan keluar dengan sendirinya.
“Apa yang terjadi padaku ?”batin Nara. Ia memutuskan untuk ke toilet sebentar. Rasa mual saat ini membuatnya tidak nyaman. Kini Nara beranjak dari duduknya. Berjalan terburu-buru menuju toilet yang memang tak jauh dari situ.
Di luar sana, terlihat seseorang yang baru saja keluar dari taksi. Penampilannya sangat rapi, kemeja putih dengan setelan celana kain hitam panjang membuatnya tampak gagah. Wajahnya sangat manis, tapi juga terlewat tampan. Senyuman menawan mengembang di bibirnya. Dengan santai ia berjalan masuk menuju Restoran. Rasanya sudah lama sekali ia tidak berkunjung kesini.
Baru saja ia sampai didepan pintu sudah ada seseorang yang menyambutnya. “Luhan....... !” Teriakan pelayan wanita barusan membuat beberapa pegawai lainnya menatap ke arahnya. Mereka takjub melihat seseorang yang datang barusan. Untung saja pengunjung di Restoran ini tinggal beberapa saja. Jadi tidak terlalu mengganggu aktivitas mereka.
“Ah.. aku pikir kalian tidak mengingatku.”
Laki-laki yang di panggil itu tersenyum, menampakkan deretan giginya yang bisa dibilang rapi. Membuat beberapa pelayan wanita yang mendekatinya itu terpesona akan ketampanannya.
“Mana mungkin kami melupakanmu.” Pelayan wanita itu tersenyum tak jelas sambil menyenggol lengan temannya yang ada disampingnya. Pandangannya tak lepas dari wajah sempurna lelaki yang ada di hadapannya itu.
“Ada apa kau kemari ?” Luhan menatap pria yang berjalan mendekatinya itu. Atasannya dulu saat ia masih bekerja disini.
“Senang bertemu anda kembali.” Luhan membungkukkan badannya, menghormati seseorang yang ada di hadapannya itu. Senyumannya tak sekalipun lepas dari bibirnya.
Kini Luhan terlihat mencari-cari sosok yang memang ia rindukan. Dari tadi ia belum melihatnya sedikitpun. Wajahnya terlihat kecewa, ia melanjutkan ucapannya lagi.
“Dimana Paman Han ? Aku benar-benar sangat merindukannya.” Ucapan Luhan barusan membuat orang-orang yang ada dihadapannya terdiam. Ekspresi wajah mereka berubah seketika. Luhan berusaha mengingat apa yang ia ucapkan barusan. Sepertinya tidak ada yang salah, ia menatap beberapa orang yang terdiam ini.
“Kenapa kalian diam saja ? Apakah Paman ada di dalam sana ?” Raut wajah Luhan tampak begitu gembira, mungkin karena ia belum tahu hal yang sebenarnya terjadi. Karena masih tak ada respon, Luhan terlihat kebingungan.
“Apa yang sebenarnya terjadi ?”batin Luhan yang kini menyibakkan rambut yang menutupi dahinya.
Nara baru saja keluar dari toilet. Ia terus memegangi perutnya, entah kenapa ia merasa ada yang aneh. Tangannya mengusap bekas air yang membasahi sekitar bibirnya.
“Kenapa aku mual seperti ini.”keluhnya pelan. Ia merasa tubuhnya sangat lemas. Kepalanya begitu pusing, pandangan matanya tak begitu jelas. Ditambah rasa mual yang membuatnya berkali-kali menutup mulutnya. Takut memuntahkan dengan tiba-tiba. Walaupun tak ada yang keluar saat ia muntahkan. Hanya cairan bening yang memang tak ia mengerti. Pandangannya kini tertuju pada orang-orang yang sedang menggerombol disana.
“Apa yang mereka lakukan ?” Dengan langkah lemas, ia berjalan kesana. Ia penasaran, kenapa mereka berkumpul seperti itu. Ia merasa familiar dengan seseorang yang terhalang oleh tubuh salah satu pegawainya. Nara merasa mengenali lelaki yang memakai kemeja putih itu.
“Bukankah dia....”
***
“Iya. Maafkan saya, tapi saya ingin beristirahat dulu” Chanyeol menutup ponselnya dan meletakkannya di meja yang berada di dekatnya. Sudah berulang kali pihak Perusahaan menelponnya. Menyuruhnya untuk kembali kesana, tapi ia selalu saja menolaknya. Ia ingin beristirahat dulu, hidup seperti sekarang ini membuatnya sedikit merasa lebih hidup. Bisa bebas setiap hari, tanpa memikirkan laporan yang harus ia buat untuk hari selanjutnya. Berolah raga tiap pagi untuk melatih otot-ototnya yang mulai kaku.
Tangannya kini sibuk mengganti channel televisi yang menurutnya membosankan itu. Tak ada yang sesuai dengan hatinya. Mulutnya menggigit roti bakar yang barusan ia buat. Beginilah kehidupannya selama tiga bulan terakhir ini. Menyibukkan diri di Apartemen miliknya. Kadang keluar sebentar untuk mencari makan,berolahraga ataupun mencari udara segar. Berjalan-jalan melihat pemandangan kota. Itulah kesibukannya saat ini.
Mengundurkan diri dari pekerjaannya bukan hal yang ia sesali. Menurutnya itu sudah benar. Ia tak menyangka bahwa tindakannya bisa sejauh itu. Ia menyesal apa yang telah ia lakukan dulu. Ingin rasanya meminta maaf kepada Baekhyun, sahabatnya. Tapi disisi lain ia juga merasa sudah puas melakukan perbuatannya itu.
Flashback
Dua orang yang berperawakan jangkung itu sedang duduk di kursi masing-masing. Keduanya memang tak begitu akrab. Sangat tidak akrab malahan. Beberapa menit yang lalu pembicaraan mereka masih di telepon. Dan sekarang keduanya sudah bertemu secara langsung. Pemuda dengan name tag Park Chanyeol kini mengambil kopi yang ada di hadapannya. Kemudian meminumnya secara perlahan. Wajahnya sangat begitu serius. Sedangkan pria yang di hadapannya itu hanya duduk diam. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. Posisinya saat ini seolah menunjukan betapa angkuh dirinya itu. Bibirnya menampakan lengkungan senyum tipis. Wajahnya sangat terlihat santai.
“Kau ternyata tak seperti yang ku pikirkan Park Chanyeol.” Chanyeol menatap tajam pria yang tersenyum kearahnya itu. Ia letakan cangkir yang tadi masih berada di tangannya.
“Aku tidak ingin berbasa-basi. Bagaimana ?” Pria yang bernama Kris Wu kini memajukan sedikit tubuhnya kearah Chanyeol.
“Lakukan apa yang ku perintahkan.”
Kedua mata mereka bertemu seolah berkomunikasi. Pembicaraan mereka berlanjut sangat lama sekali. Chanyeol masih tetap saja serius, mendengarkan apa yang Kris bicarakan. Para pengunjung tempat ini yang masuk bersamaan dengan mereka, kini sudah menghilang satu persatu. Berganti dengan pengunjung yang baru. Tapi mereka masih tetap pada kursinya masing-masing. Pembicaraan keduanya tampak begitu serius. Hingga mereka tak menyadari bahwa hari sudah mulai petang.
“Akan ku tunggu kau besok di Busan. Aku akan menghubungi laki-laki tua itu. Jadi kau tak perlu memberitahunya. Dia mungkin tak akan langsung setuju jika kau yang memberitahunya.”Ucap Kris mengakhiri perbincangannya saat ini.
“Baiklah. Aku akan pergi sekarang.” Chanyeol beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Kris disana. Wajah tampannya masih begitu serius. Langkahnya begitu terburu-buru.
Masih di tempat tadi, terlihat Kris meneguk kopinya yang sudah dingin itu. Wajahnya tampak begitu bahagia. Kedua matanya menatap tajam ke depan.
“Kau benar-benar bodoh Park Chanyeol..”
Keesokan harinya Chanyeol berangkat menuju kantor sangat pagi-pagi sekali. Dengan tergesa-gesa ia parkirkan mobilnya secara sembarang. Ia keluar dari mobil dengan hanya membawa dompet dan ponselnya. Ia terlihat menghembuskan nafas perlahan, kemudian kembali berjalan masuk. Tanpa ia sadari ada seseorang yang memperhatikannya dari jauh.
Kini ia sudah berada di ruangannya. Di bukanya lemari yang tak jauh dari kursinya. Ia berjongkok, dihadapannya kini sudah terlihat sebuah brankas. Mungkin hanya dia yang tahu hal ini. Tangannya menekan beberapa angka yang ia gunakan sebagai password untuk membukanya. Wajahnya nampak begitu serius.
Dalam hitungan detik, brankas itu kini sudah terbuka. Ia ambil semua dokumen yang berada disana. Mengeluarkan dari tempatnya. Masih pada posisinya saat ini, tangannya membolak-balikan tumpukan kertas itu. Seolah mencari apa yang di butuhkannya saat ini.
“Dimana sebenarnya berkas itu ?”ucapnya pelan. Kedua matanya mencermati kertas-kertas yang ada di tangannya. Wajahnya terlihat frustasi karena tidak menemukan apa yang di carinya itu. Ia mencoba menenagkan dirinya, menarik nafas dalam-dalam kemudian mengeluarkannya perlahan.
“Kau harus tenang Park Chanyeol.”ia berusaha menghibur dirinya sendiri. Kertas-kertas itu ia baca satu persatu. Mungkin saja saat mencarinya tadi ada yang terlewat. Keningnya kembali berkerut. Menunjukkan kekecewaan yang ia alami sekarang. Peluhnya kini sudah mulai menetes. AC yang ada di ruangan ini tak berpengaruh padanya saat ini.
“Arghh...” Ia lempar kertas-kertas yang ada di tangannya itu. Kedua tangannya kini mengepal erat. Entah ia menyadari atau tidak, keringat dingin mulai membasahi wajahnya. “Kenapa tidak ada ?”ucapnya lirih. Ia tak menyangka usahanya saat ini akan berakhir dengan sia-sia. Chanyeol menyerah, ia menyandarkan punggungnya pada lemari. Pandangannya begitu tak bersemangat. Di lihatnya jam tangan yang ada di tangannya. Sepertinya ia benar-benar menyerah saat ini.
Chanyeol masih berada pada posisinya saat ini. Ia terlihat melamun. Tatapannya begitu kosong. Hening. Tak ada suara apapun di ruang ini. Ia coba untuk merenung sejenak. Memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya.
Setelah beberapa lama terdiam dalam posisinya tadi. Chanyeol kembali memunguti kertas-kertas yang ia lempar tadi. Menatanya kembali menjadi satu tumpukan. Ia berniat untuk mengembalikan ke tempat asalnya. Kedua bola matanya membulat ketika melihat masih ada kertas lain di dalam brankas tersebut. Dengan terburu-buru ia ambil kertas tersebut. Bibirnya kini mengembangkan sebuah senyuman. Tampak kepuasan sendiri di dalam dirinya saat melihat apa yang ada di tangannya kini.
“Byun Baekhyun, Kita memang sahabat. Tapi tidak selamanya aku selalu di bawahmu.”
Di luar sana tampak Hanni sedang memperhatikan seorang pria yang berada di depan mobil Chanyeol. Seperti hendak melakukan sesuatu dengan mobil mantan kekasihnya itu. Ia yakin bahwa pria itu adalah suruhan dari bosnya, Kris. Karena perasaannya tidak enak, di dekatinya pria tersebut.
Suara sepatunya mengagetkan pria yang hendak mengotak-atik mobil yang ada di hadapannya.
“Apa yang kau lakukan disini ?”tanya Hanni kemudian.
“Ah.. nona Jung, saya hanya sedang me-”
“Kau pergilah, Kris sudah menyerahkan hal ini padaku.” Hanni memotong ucapan pria yang memakai kemeja biru ini.
“Baiklah.”
Semua bawahan Kris memang sudah tahu siapa Hanni. Perlakuan Kris terhadap Hanni yang berbeda membuat para bawahan lainnya juga menghormati Hanni. Pria itu membungkuk sebentar, kemudian berjalan meninggalkan Hanni yang masih berdiri.
“Apa yang di rencanakan Kris saat ini ?” Kini Hanni membuka mobil Chanyeol yang tak terkunci itu. Entah apakah memang Chanyeol lupa menguncinya atau memang sudah di buka oleh pria tadi. Sebelumnya ia menatap ke sekitar, memastikan tak ada seorangpun yang melihatnya saat ini.
Chanyeol kini sudah berada di ruangan Paman Taeyoung. Pagi ini ia akan berangkat ke Busan untuk menyelesaikan urusan disana. Tentunya bersama Paman Taeyoung juga.
“Tidak apa-apa kan jika aku mengajakmu ?”tanya Paman Taeyoung kepada Chanyeol.
“Ne”Chanyeol mengangguk pasti.
“Aku harap kau bisa merahasiakan ini dari Baekhyun. Aku tidak ingin dia kecewa denganku.” Chanyeol masih mengangguk. Sorot matanya memiliki arti tersendiri.
“Oh ya, kau sudah mengambilkan obat yang ku suruh tadi ?”
“Sudah, ini paman.”jawab Chanyeol sambil menyerahkan kotak yang berisikan obat milik Ayah Baekhyun itu.
“Trimakasih.” Chanyeol menatap Paman Taeyoung dengan tatapan yang tak bisa di artikan. Entah tatapan benci atau apa. Ia sudah yakin tindakannya kali ini benar. Sebisa mungkin ia membuat rileks dirinya sendiri.
Dilihatnya Paman Taeyoung yang meminum obat pribadinya. Bibirnya kini sedikit melengkungkan senyuman tipis. Sekarang tinggal menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Ayo kita berangkat sekarang.” Chanyeol mengikuti Paman Taeyoung dari belakang. Sambil membawa bebrapa tumpukan map yang memang sudah di persiapkan itu.
Flashback end
“Apakah aku bisa disebut pembunuh ?”ucap Chanyeol lirih. Bibirnya tersenyum kecut, ia tak tahu apa yang harus di lakukan saat ini. Haruskah ia mengatakan hal yang sebenarnya pada Baekhyun ? Kecelakaan itu memang benar terjadi karena ketidaksengajaan. Tapi sebenarnya Paman Taeyoung sudah meninggal sebelum kecelakaan itu terjadi. Penyakit jantungnya itu kambuh dan bertambah parah setelah meminum obat yang telah di berikan Chanyeol sebelumnya.
Sebenarnya Kris juga tidak menunggu di Busan. Ia masih berada di Seoul saat kecelakaan terjadi. Kedatangan Paman Taeyoung ke Busan antara lain adalah untuk memnuhi beberapa persyaratan yang diberikan oleh Kris. Seperti mengenai saham di perusahaannya dan lainnnya. Karena beberapa hari sebelumnya Kris telah mengancam Paman Taeyoung mengenai kematian Ayahnya dulu. Kematian Ayah Kris memang ada hubungannya dengan Paman Taeyoung. Tapi kasus tersebut memang di tutup rapat-rapat oleh Ayah Baekhyun ini. Karena tak ingin rahasianya nanti terungkap di depan umum. Ia mengikuti perintah Kris yang memberikannya beberapa persyaratan itu. Tapi Kris bukanlah orang yang mudah, ia telah memiliki rencana yang lain. Untung saja Chanyeol mau berkompromi dengannya. Ternyata bukan dia saja yang mengharapkan Paman Taeyoung lenyap dari dunia ini. Chanyeol juga berpikir demikian. Ia juga telah mengetahui kebenaran yang telah di sembunyikan oleh Paman Taeyoung selama ini. Dan selama ini juga, ia selalu berpura-pura tidak tahu jika di depan Baekhyun.
“Setelah apa yang kulakukan sampai sejauh ini, aku masih tak bisa memiliki semuanya.” Chanyeol melipat kedua tangannya di depan dada. Pandangannya menatap kosong ke arah layar televisi yang menyala di hadapannya itu.
“Mianhae.. Mianhae Baekhyun-ah..”ucapnya lirih. Ponselnya yang berbunyi membuatnya terbangun dari lamunannya. Di bacanya sebuah pesan yang baru saja masuk itu. Keningnya berkerut seolah sedikit heran melihat nama pengirimnya itu.
“Ada apa dengannya ?”ucapnya kemudian.
***
Kedua orang yang sedang duduk berhadapan itu tak membuka suara sampai saat ini. Luhan masih tidak mempercayai berita yang baru saja ia dengar tadi. Sudah lam ia tidak kembali kesini, berita buruk sudah menyambutnya. Ia tak menyangka jika Paman Han sudah pergi secepat itu. Mungkin terakhir ia bertemu adalah ketika ia berpamitan mengundurkan diri dulu. Setelah itu belum pernah ia menghubungi Paman Han lagi.
Berbeda dengan Nara, ia tak tahu apa yang harus ia ucapkan pada Luhan saat ini. Setelah lama tidak bertemu membuatnya sedikit canggung. Apalagi pertemuan mereka terakhir sangatlah tidak mengenakan. Sejak tadi ia masih saja menundukan kepalanya.
“Bagaimana kabarmu ?”Luhan memecah keheningan setelah sekian lama tak ada suara di antara keduanya.
“Aku baik-baik saja. Bagaimana dengan Oppa ?” Nara begitu gugup saat menjawab pertanyaan dari Luhan. Apalagi Luhan menatapnya seperti itu. Sikap Luhan juga sedikit lebih dingin, tidak seperti dulu.
“Tidak baik karenamu.” Jawaban Luhan barusan membuat Nara menelan ludah pelan. Ia tak percaya jika jawaban itu akan keluar dari mulut Luhan. Ia memberanikan menatap Luhan yang berada di hadapannya. Yang masih menatapnya seperti tadi.
“Aku hanya bercanda. Ya.. seperti yang kau lihat seperti inilah.”Luhan melanjutkan ucapannya lagi. Bibirnya kini mengembangkan sebuah senyuman manis. Menampakkan dirinya seperti Luhan yang dulu Nara kenal. Nara merasa lega setelah mendengar ucapan Luhan barusan. Bibirnya ikut tersenyum mendengar hal tersebut.
“Kau belum pulang sampai malam seperti ini ?” Pertanyaan Luhan barusan membuat Nara kembali mengingat Baekhyun. Bahkan sampai saat ini ia belum menghubungi Nara. Tangannya kini mengeluarkan ponsel dari sakunya, memastikan apakah ada panggilan atau pesan disana. Tapi masih sama seperti tadi, wajah Nara sedikit menampakkan kekecewaan.
“Mungkin nanti, bagaimana dengan Oppa ?” Dalam hati Nara ingin sekali jika Luhan segera pergi dari tempat ini. Ia takut jika Baekhyun datang nanti, melihat ada Luhan disini pasti ia sangat marah.
“Sama sepertimu. Aku ingin berjalan-jalan kesana dulu.” Luhan meninggalkan Nara yang masih duduk di tempatnya. Luhan memang ingin berlama-lama disini. Tentunya karena ingin melihat Nara. Rasa rindu dalam hatinya begitu menggebu. Sepertinya sudah sekian lama ia tak menghubungi gadis kecilnya ini. Ia juga tak menyangka bahwa Nara memiliki hubungan kekerabatan dengan Paman Han. Ia jadi teringat saat melihat Baekhyun dulu di hari terakhirnya disini. Ternyata dia adalah pemilik restoran ini, tempat dimana Luhan bekerja dulu. Kenapa dunia begitu sempit, itulah yang terlintas di otaknya.
Andai saja keadaan tidak seperti sekarang ini. Mungkin saat ini juga Luhan akan memeluk Nara. Melampiaskan kerinduannya selama ini. Tapi itu tak mungkin ia lakukan, mengingat status Nara yang kini sudah menjadi istri dari orang lain.
Luhan membantu beberapa pegawai disini menutup Restoran. Sesekali melirik kearah Nara yang duduk di ujung sana. Yang terlihat gelisah dan risau itu. Bahkan Luhan menyadari gerak-gerik yang aneh dari gadis kecilnya itu. Tapi mungkin itu hanya pikirannya, ia kembali fokus pada pekerjaannya saat ini.
Nara yang sedang duduk itu kini memegangi kepalanya. Kepalanya terasa sangat pusing. Melihat kedepan saja seperti berputar-putar. Perutnya juga terasa seperti di aduk-aduk. Ia menutup mulutnya, saat merasa akan ada sesuatu yang keluar. Wajahnya kini tampak begitu pucat.
“Baekhyun...”ucapnya lirih. Luhan yang dari tadi memperhatikannya kini berjalan mendekatinya. Memastikan gadis kecilnya itu apakah baik-baik saja.
“Apa kau sakit ?” Nara menatap Luhan yang bertanya kepadanya. Tatapan mata Nara begitu lemah.
“Aku baik-baik saja.” Luhan menyentuh kening Nara, membuat Nara sontak melepaskan telapak tangan Luhan yang barusan menyentuh keningnya itu.
Luhan sedikit terkejut saat mendapatkan perlakuan seperti ini, begitu pula dengan Nara. Ia tak tahu kenapa bisa reflek seperti itu.
“Mianhae..” Nara merasa tidak enak dengan Luhan akibat apa yang ia lakukan tadi.
“Tidak apa-apa. Lebih baik kau segera beristirahat di rumah. Apakah aku harus mengantarmu ?” Nara menggeleng lemah, ia mencoba untuk bangkit dari kursinya. Untuk berdiri saja rasanya sangat sulit sekali. Hampir saja ia terjatuh jika Luhan tidak menahannya seperti saat ini.
“Kau baik-baik saja ?”tanya Luhan kepada Nara. Beberapa pegawai disini pun kini berkumpul mendekati mereka. “Eonnie ? Apakah kau baik-baik saja ?” Mereka tampak begitu khawatir melihat kondisi Nara saat ini.
“Sepertinya noona harus segera istirahat di rumah. Keadaannya hari ini memang tak begitu baik sejak tadi pagi. Sudah dari tadi juga ia menunggu bos, tapi belum juga sampai kesini. Tidak seperti biasanya.” ucap salah satu pelayan pria yang sudah rapi itu. Sepertinya ia juga hendak pulang.
“Luhan-ssi, apakah kau mau mengantar Eonnie pulang ?” Luhan terkejut mendengar ucapan barusan. Mengantar Nara pulang ?
Dilihatnya Nara yang ada di sebelahnya, matanya sedikit terpejam seolah menahan sakit yang ia rasa saat ini. Rasanya tak tega jika melihat gadis yang ia cintai itu seperti ini. Tangan Luhan masih menahan bahu Nara. Tubuh kecil Nara bisa ambruk saat itu juga jika tidak ia tahan seperti ini.
“Aku baik-baik saja. Aku bisa pulang sendiri nanti..”tolak Nara lirih.
“Luhan-ssi, tolonglah antar Eonnie pulang.” Luhan menatap beberapa orang yang berada di hadapannya itu. Mereka seperti mempercayakan Nara kepadanya. Sejujurnya ia merasa tidak enak sekarang. Di sebelahnya kini adalah istri orang. Bagaimana jika nanti ada yang berpikir macam-macam karena ia mengantarkan Nara pulang.
“Aku tidak apa-apa. Aku akan menunggu Baekhyun disini. Kalian bisa pulang duluan.” Nara melepaskan tangan Luhan yang menahannya itu, mencoba untuk berjalan. Tapi baru langkah pertama ia hampir saja ambruk lagi.
“Eonnie !”
“Noona !”
“Nara !”
Ucap mereka berbarengan, salah satu pelayan wanita disitu membantu Nara untuk berdiri kembali. Dan kemudian membatu memapah Nara sampai di luar sana. Berjalan menuju mobil Luhan, bukan mobil pribadinya tapi mobil yang di pinjamkan oleh Professor kepadanya.
“Hati-hati di jalan.”
Luhan tersenyum melihat para pegawai Restoran ini. Kemudian mobilnya melaju dengan perlahan. Meninggalkan tempat yang ia singgahi barusan.
Di sampingnya terlihat Nara yang bersandar lemah pada jok kursi mobilnya. Luhan menatapnya dengan iba. Ia kini menghentikan mobilnya sebentar. Tangannya kini meraih jaket miliknya yang ada di belakang. Kemudian memakaikannya kepada Nara yang setengah sadar itu.
“Ku lihat sepertinya kau kedinginan.” Nara tak merespon apapun. Tubuhnya kini benar-benar lemah. Ia hanya bisa memejamkan kedua matanya. Nafasnya terlihat begitu tak beraturan.
Luhan kembali melajukan mobilnya dengan hati-hati. Suasana di mobil tampak begitu hening. Seperti jalanan yang kini juga terlihat sudah sepi.
“Gomawo Oppa..”batin Nara.
***
Chanyeol terkejut melihat seseorang yang terkapar tak berdaya di hadapannya. Matanya membulat tak percaya menyadari bahwa orang tersebut adalah sahabatnya.
“Baekhyun!” Ia menghampiri pria yang tak lain adalah Baekhyun. Pada wajahnya terlihat luka lebam yang cukup begitu banyak. Sedangkan kepalanya kini tak henti-hentinya mengeluarkan darah.
“Astaga.. baekhyun!”
Chanyeol masih berusaha menyadarkan Baekhyun. Tapi sahabatnya tak kunjung sadar, sepertinya dia pingsan. “Sial! Siapa yang melakukan semua ini!” Pandangannya menelusuri ke sekitar posisi tempat ia berada saat ini. Barusan tadi ia mendapatkan pesan aneh dari seseorang. Pesan tersebut menyatakan bahwa Baekhyun sedang dalam bahaya. Dalam pesan tersebut menyebutkan bahwa dirinya harus segera keluar dari Apartemennya. Tapi karena menurutnya itu hanyalah tipuan atau keisengan belaka, ia tak menggubris hal tersebut.
Tangannya kini meraih ponselnya, berusaha untuk menghubungi ambulance. Tapi niatnya itu ia urungkan setelah melihat mobil Baekhyun yang tak jauh dari tempatnya berada saat ini. Dengan susah payah ia membopong tubuh Baekhyun menuju mobil. Perasaan cemas, khawatir ,takut menyelimuti dirinya. Bagaimanapun juga Baekhyun masih tetap sahabatnya.
“Apa yang kau lakukan malam seperti ini di depan Apartemenku ?”
Chanyeol melajukan mobil Baekhyun begitu kencang. Melihat kondisi sahabatnya yang tak sadarkan diri itu membuatnya gusar. Tatapan matanya kini begitu tajam. Kedua rahangnya mengeras. Ia tahu siapa dalang di balik semua ini.
-----
Mobil Luhan kini sudah sampai di depan Rumah Nara. Ia keluar duluan, kemudian membukakan pintu mobilnya. Nara yang sudah sedikit baikan itu tersenyum menerima perlakuan dari Luhan.
“Gomawo Oppa, maaf telah merepotkanmu.”ucap Nara setelah keluar dari mobil Luhan. Ia berjalan lemas menuju gerbang rumahnya. Setidaknya tubuhnya sudah sedikit lebih baik. Pusingnya juga sudah sedikit menghilang.
“Maafkan aku atas kejadian dulu.” Nara yang membelakangi Luhan itu terdiam. Ia tahu apa yang di maksud oleh Luhan barusan. Kejadian yang memang tidak pernah ia lupakan itu.
“Aku benar-benar tak terkendalikan saat itu. Maafkan aku telah mencium mu tanpa ijin.”lanjut Luhan lagi.
Nara berbalik menatap Luhan, bibirnya mengulas sebuah senyuman. “Tidak perlu membahas tentang hal itu. Aku sudah melupakannya, Oppa tidak perlu meminta maaf.”
Luhan membalas senyuman Nara barusan. Ia merasa lega karena gadis kecilnya itu tidak marah. Tiba-tiba saja rasa mual itu kembali menyerang pada tubuh Nara. Ia tak kuasa menahan rasa mualnya itu. Luhan yang menyadari hal itu, membelalakan kedua matanya. Sepertinya ia memang tahu apa yang terjadi pada Nara saat ini.
“Kau tidak apa-apa ?” Nara tak membuka suara, ia kini malah menutup mulutnya. Perutnya benar-benar terasa seperti di aduk-aduk. Karena tak tahan, ia mencoba memutahkannya. Luhan yang ada di hadapannya kini mendekat ke arahnya. Memijat lehernya perlahan.
“Kau tidak apa-apa ?”
“Aku tidak apa-apa, Oppa pulang saja.” Luhan diam sebentar, ia terlihat seperti memikirkan sesuatu.
“Apa kau hamil ?” Pertanyaan Luhan barusan mengagetkan Nara yang kini menatap Luhan tak percaya.
“Hamil ?” Bibirnya tampak mengulangi kata yang di ucapkan oleh Luhan barusan.
-------
Chanyeol yang menunggu di luar itu tampak begitu frustasi. Tubuhnya tidak bisa tenang, perasaan cemas menyelimutinya saat ini. Pikirannya begitu kacau, berkali-kali ia berusaha mencoba menenangkan dirinya sendiri. Tapi tetap saja tidak bisa. Terkadang tangannya mengacak-acak rambutnya yang tipis itu.
“Semoga kau baik-baik saja Byun Baekhyun.” Berulang kali ia berdoa demi keselamatan sahabatnya yang ada di dalam sana. Setelah menunggu beberapa lama akhirnya pintu ruangan yang ia nanti terbuka. Terlihat seorang Dokter dan para perawat lainnya keluar. Sepertinya penangannya telah selesai. Entah operasi atau apa.
“Bagaimana keadaannya Dok ?”
Sebelumnya Dokter itu menginstruksikan para perawat yang membantunya tadi untuk meninggalkannya. “Keadaannya belum bisa di simpulkan secara langsung. Tapi pendarahan pada kepalanya cukup parah.”
Chanyeol masih menanti ucapan selanjutnya dari Dokter tersebut. Wajahnya tampak begitu khawatir. “Sepertinya keadaan pasien saat ini berada di masa koma. Tinggal menunggu perkembangan selanjutnya saja.” Mendengar hal itu Chanyeol merasa kedua kakinya melemas. Jantungnya serasa berhenti berdetak. Kedua matanya memanas. Ia tak menyangka keadaannya akan berakhir seperti ini. Andai saja tadi ia langsung keluar dari Apartemennya, mungkin keadaan Baekhyun tidak seperti saat ini. Tapi waktu sudah berlalu, ia juga tak bisa memutar kembali kejadian tadi.
Dokter itu kini berjalan meninggalkan Chanyeol yang masih berdiri mematung di depan pintu. Dengan tergesa-gesa kini ia berjalan memasuki ruangan sahabatnya itu. Tangannya memukul tangan Baekhyun yang lemas itu. Seolah menyuruhnya untuk bangun.
“Bangun.. Byun Baekhyun bangunlah..” Chanyeol tak kuasa menahan air matanya. Hatinya begitu sakit melihat kondisi sahabatnya sekarang. Ia menarik kursi yang ada disitu kemudian mendudukinya. Salah satu tangannya menopang kepalanya.
Ia menangis sebentar, terkadang merutuki dirinya sendiri. Ia merasa menjadi orang yang paling bodoh. Sudah berapa kali Baekhyun menderita akibat dirinya itu. Ia menyesal atas apa yang ia lakukan selama ini. Keluarga Baekhyun sudah berbaik hati padanya, tapi yang ia lakukan justru sebaliknya. Entah pikiran licik darimana semua itu.
“Maafkan aku Baekhyun-ah.” Pikirannya kembali menerawang jauh kesana. Dulu disaat ia masih SMA, disaat ia mengenal Baekhyun. Lulus bersama, kemudian melanjutkan pendidikan mereka lagi. Ia masih ingat betul saat keluarga Baekhyun menganggapnya seperti anak sendiri. Mereka membiayainya sampai lulus. Ayah Baekhyun tak sungkan merekrutnya ke dalam perusahaan keluarganya. Bahkan sampai posisinya hampir tertinggi. Tapi balasan yang ia berikan... , ia malah berusaha ingin menjatuhkan Baekhyun dan menyingkirkan Ayah Baekhyun, Paman Taeyoung. Ambisinya adalah merebut kekuasan itu. Dan itu ia lakukan sejak dulu, mulai 3 tahun yang lalu.
“Aku benar-benar menyesal.. “ Tangannya kini meraih ponselnya, wajahnya kini kembali serius. “Tolong urus masalah yang terjadi di depan Apartemen saya. Sekarang.”
Setelah mematikan telepon tadi kini ia kembali menghubungi seseorang. Pembicaraannya begitu serius, entah ini sudah telepon ke berapa.
“Aku berjanji akan melindungimu. Aku akan membantumu menyingkirkan pria iblis itu.” Chanyeol mulai menghungi beberapa orang lagi. Memberitahu keadaan Baekhyun sekarang. Kini ia berjalan meninggalkan ruangan yang berwarna serba putih ini. Berjalan ke luar sebentar untuk mengurus sesuatu.
--------
Tampak seorang wanita yang berjalan terburu-buru. Wajahnya tampak begitu ketakutan. Setelah bertanya mengenai ruangan yang di tempati Baekhyun pada salah satu petugas yang ada di depannya itu, kini ia kembali mempercepat langkahnya. Ia begitu khawatir akan keadaan suaminya saat ini.
Tibalah ia di depan ruangan yang ia tuju. Langkahnya begitu ragu untuk memasukinya. Dengan enggan ia buka pintu ruangan tersebut. Nara tak kuasa menahan air matanya saat melihat suaminya terbaring lemah disana. Kedua tangannya kini menutup mulutnya. Tubuhnya bergetar, isakan tangisnya kini mulai terdengar. Ia berjalan menuju tempat Baekhyun berada. Rasanya ia tak bisa mempercayai ini semua.
Air matanya kini turun begitu deras. Melihat kondisi suaminya yang begitu memprihatinkan. Satu set alat bantu pernafasan yang melekat pada tubuh suaminya menambah ketakutannya saat ini.
“Baekhyun,...” Di genggamnya tangan Baekhyun yang lemas itu dengan kedua tangannya. Menggenggamnya begitu erat.
“Kenapa kau seperti ini...” Tangisannya begitu menjadi-jadi. Setelah pulang tadi ia mendapatkan panggilan dari Chanyeol. Chanyeol mengatakan bahwa Baekhyun sekarang berada di Rumah Sakit. Saat itu pula ia segera keluar dari rumah dan mencari taksi. Kemudian melesat kemari walau malam-malam seperti ini.
Pintu ruangan kini terbuka, terlihat Chanyeol yang sedikit terkejut melihat Nara sudah sampai disini.
“Nara-ya ?”
Nara bangkit dari duduknya, ada banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada sahabat suaminya itu, Chanyeol.
“Kenapa Baekhyun bisa seperti ini ? Apakah dia akan baik-baik saja ? “ Chanyeol tidak tahu harus menjawab apa sekarang. Sebenarnya ia juga belum memberi tahu Nara jika kondisi Baekhyun sedang dalam masa koma. Terlalu menyakitkan jika memberitahu itu semua. Ia terdiam beberapa saat, wajahnya terlihat memikirkan sesuatu.
Nara yang ada di depannya itu tidak bisa berlama-lama menunggu seperti ini. “Chanyeol-ssi ?”
Chanyeol menarik nafasnya perlahan. Sepertinya ia memang harus mengatakan keadaan sebenarnya.
“Baekhyun...”
“Baekhyun koma.”
Seketika pandangan Nara menjadi kabur. Nafasnya begitu sesak. Ia tak tahu apakah yang ia dengar barusan memang benar atau tidak. Bibirnya tak bisa berkata-kata. Kondisi tubuhnya menjadi semakin lemah. Sesaat kemudian tubuh kecilnya itu ambruk. Untung saja Chanyeol buru-buru menahannya.
“Nara! Nara!”
***
Luhan sedang sibuk mencatat beberapa informasi yang di berikan oleh salah satu Dokter yang sedang menjelaskan di hadapannya. Hari ini adalah jadwalnya magang pada bagian bedah. Wajahnya tampak begitu serius di banding dengan peserta magang yang lainnya. Dokter itu menjelaskan mulai dari kondisi pasien sendiri, sampai beberapa penanganan yang harus di lakukan. Kemudian memberikan poin poin penting yang harus di ingat. Luhan memperhatikan itu semua dengan cermat.
“Selanjutnya kita akan ke ruangan sebelah.”ucap Dokter tersebut. Beberapa Dokter dan para peserta magang termasuk Luhan kini meninggalkan ruangan yang baru saja mereka singgahi. Berganti memasuki ruangan selanjutnya.
Pandangan mata Luhan kini terpusatkan pada seseorang yang berjalan disana. Rasanya ia mengenal siapa orang tersebut. Tapi karena ia harus segera masuk sekarang, jadi dia tidak mempedulikan hal tadi.
Ia kembali memperhatikan Dokter yang sedang berbicara panjang lebar itu. Tak sadar ia menguap dengan sendirinya. Sudah sejak pagi ia harus berkeliling seperti ini. Rasanya memang melelahkan, tapi demi cita-citanya ia harus menjalani ini semua.
Tak sengaja ia memandang keluar, tapi seseorang yang di lihatnya dari dalam sini membuatnya terkejut. Walaupun terhalang oleh kaca, tapi ia dapat melihat dengan jelas siapa orang itu. “Nara ?”
Ucapan Luhan barusan sedikit keras, sehingga membuat konsentrasi orang-orang yang ada disini terbuyarkan. Semua kini menatapnya, Luhan masih saja tak menyadarinya. Salah seorang temannya yang ada disebelahnya pun menyenggol tangannya. Dokter yang baru saja menjelaskan itu kini berdehem sebentar. “Disaat saya menjelaskan mohon di perhatikan dulu. Saya tidak akan mengulanginya nanti.”
Luhan yang menyadari hal itu kini membungkuk minta maaf. “Maafkan saya.”
“Baiklah kita lanjutkan lagi.”ucap Dokter tersebut. Beberapa orang yang ada disitu kini kembali fokus pada Dokter itu lagi. Memperhatikan materi-materi yang diberikan sekarang. Berbeda dengan Luhan, pikirannya kini sudah teralihkan oleh hal yang lain. Membuatnya tidak fokus seperti saat ini.
“Kenapa Nara ada disini ?” Ia masih berpikir keras, kenapa Nara bisa ada di Rumah Sakit ini lagi. Apakah ia sakit ? Atau siapa yang sakit ? Bukankah Eommanya sudah pulang beberapa bulan yang lalu ? Semua pertanyaan itu memenuhi kepala Luhan. Rasa penasaran masih menyelimuti otaknya.
Setelah berkeliling sambil mendengarkan materi-materi yang di berikan oleh Dokter Professional disini. Para peserta magang termasuk Luhan kembali ke tempatnya masing-masing. Sesuai dengan jadawal yang di berikan oleh pihak Rumah Sakit. Tapi Luhan kini tampak mencari-cari sesuatu. Ia penasaran akan apa yang ia lihat tadi.
“Apakah aku harus menghubunginya ?” Diambilnya ponsel yang ada di saku celananya. Ia terdiam sejenak, mencoba berpikir. Baru kemarin ia mendapatkan nomor ponsel Nara kembali setelah beberapa bulan yang lalu ponselnya rusak dan semua kontak di ponselnya hilang.
Di dekatkannya ponsel itu ke telinganya. Menunggu panggilan yang ia tuju tersambung.
“Kenapa kau tidak mengangkatnya ?” Luhan berjalan sambil menunggu teleponnya tersambung. Ia tersenyum kepada beberapa orang yang ia lewati. Memang itu peraturan para peserta magang disini. Apalagi jika sudah menjadi Dokter. Tapi tidak semuanya menaati peraturan tersebut.
Langkahnya kini terhenti melihat seseorang yang berada di depan ruangannya. “Nara ?” Seseorang yang di panggilnya Nara barusan kini menatap kearahnya. Terlihat kedua matanya begitu sembab. Wajahnya juga terlihat pucat.
“Oppa..”
---------
Nara dan Luhan kini sudah berada di ruangan tempat Baekhyun di rawat. Luhan memandang seseorang yang sedang terbaring itu tak percaya. Sedangkan Nara yang ada di sampingnya tampak mengeluarkan air mata lagi. Ia menundukkan kepalanya.
“Apa yang terjadi padanya ?”tanya Luhan kemudian. Nara menggeleng, ia tak bisa berkata-kata saat ini. Hatinya begitu sesak, pikiriannya kacau.
“Park Nara ?” Luhan duduk di sebelah Nara. Ia masih menunggu jawaban dari gadis yang ia cintai itu.
“Baek- hyun koma...” Luhan membelalakan matanya, terkejut akan apa yang di ucapkan Nara barusan. Entah apa yang ia rasakan kini, ia menelan ludahnya pelan. Nara kini kembali menangis, bahkan isakannya bisa ia dengar.
“A-pa yang harus ku lakukan ?”Tangisan Nara semakin menjadi-jadi. Ingin sekali Luhan memeluknya, tapi tidak mungkin ia melakukan hal tersebut. Nara sudah menjadi istri orang lain. Tangannya kini bergerak menyentuh kepala Nara. Mengelus rambutnya perlahan, mencoba menenangkannya.
“Tenanglah. Ia pasti akan segera sadar.” Hati Luhan juga terasa sakit saat melihat orang yang ia cintai itu menangis, bersedih seperti sekarang ini. Beberapa saat keduanya terdiam, Nara masih saja menangis.
“Kau disini sejak kemarin ?” Luhan kini bertanya setelah menyadari bahwa Nara masih memakai baju yang sama seperti kemarin. Ia masih mengingat dengan jelas, apalagi penampilan Nara yang saat ini sedikit tak terawat.
Nara hanya membalasnya dengan anggukan. Kemudian mengusap air mata yang membasahi pipinya itu. “Apa kau sudah makan ?”
Untuk pertanyaan kali ini Nara masih tidak menjawab. Jujur, sampai saat ini ia belum juga makan. Dugaan Luhan memang benar, ia tahu bagaimana sifat gadis kecilnya itu.
“Ayo kita makan dulu.”Ajak Luhan kepada Nara.
“Aku tidak lapar.”
Luhan menarik tangan Nara, membuat pemiliknya itu terbangun seketika. “Kenapa kau egois seperti itu ? Apakah kau tidak memikirkan seseorang yang ada di dalam perutmu saat ini ?”
Tanpa sadar Nara menyentuh perutnya, ia memang belum yakin bagaimana kondisinya saat ini. Ia tak tahu apakah saat ini sedang hamil atau tidak. Yang jelas dia belum memeriksakannya ke dokter.
“Apakah kau ingin menyakiti dirimu sendiri ? Apakah Baekhyun akan bahagia jika kau seperti ini ?” Nara tak menjawabnya, ia masih bertahan pada posisinya saat ini.
“Ikut aku..”Luhan menarik tangan Nara kembali, mengajaknya keluar dari ruangan ini.
***
“Dimana bosmu sekarang ?” Hanni menatap Chanyeol yang berdiri di depan pintu Apartemennya. Baru saja ia membukakan pintu, Chanyeol sudah memberikan pertanyaan kepadanya. Ia sedikit heran, mengapa Chanyeol tahu tempat tinggalnya.
“Apa maksudmu ?”
“AKU TANYA DIMANA DIA SEKARANG!” Teriakan Chnayeol barusan membuat Hanni sedikit takut. Ia belum pernah melihat mantan kekasihnya itu semarah ini.
“Apa maksudmu berteriak seperti ini ? Tiba-tiba datang kesini dan bertanya seperti itu , apa yang kau inginkan Park Chanyeol ?”balas Hanni yang mencoba untuk tenang. Ia tak kuasa menatap Chanyeol yang menatapnya sangat tajam.
“Aku hanya bertanya dimana Kris sekarang, apakah itu kurang jelas ?” Chanyeol mengecilkan volume suaranya, mendekatkan tubuhnya di hadapan Hanni. Spontan Hanni memundurkan tubuhnya juga.
“Kenapa kau bertanya kepadaku ? Aku tidak tahu.”ucap Hanni yang kini hendak menutup pintu. Tapi sayangnya Chanyeol sudah menahannya.
“Apa yang kalian rencanakan lagi ? Apakah kalian tidak puas akan apa yang kalian lakukan selama ini ?”
Hanni semakin bingung mendengar ucapan-ucapan pria yang ada di hadapannya itu. “Park Chanyeol, lebih baik kau pulang saja.”Hanni mencoba melepaskan tangan Chanyeol yang menahan pintunya. Tapi justru Chanyeol mendorongnya kemudian masuk dan menutup pintu. Kilat matanya begitu tajam, membuat Hanni semakin ketakutan.
“Kalian benar-benar tidak punya hati. APA YANG SEBENARNYA KALIAN INGINKAN ?”
Hanni semakin mundur saat Chanyeol berjalan mendekatinya. Semua teriakan Chanyeol membuat nyalinya semakin menciut. Tetapi ia tetap mencoba memberanikan dirinya. Ia bukan wanita yang lemah. Ia kembali menatap wajah mantan kekasihnya itu. Walaupun matanya kini sudah memanas, tapi ia berusaha untuk tak membiarkan bulir air matanya turun.
“Kau sepertinya salah sangka. Jika memang urusanmu dengan Kris, temuilah dia. Aku tidak ikut campur akan urusan itu.”
“Apakah tidak cukup membuat semua keluarga Baekhyun menghilang ? Dan kini membuat Baekhyun koma, kalian benar-benar seperti iblis.” Hanni membelalakan matanya, tak percaya akan apa yang di ucapkan Chanyeol barusan.
“Baekhyun koma ?”batinnya dalam hati.
“Kau tidak perlu berpura-pura terkejut seperti itu. Kalian puas kan ? Aku tak tahu apa jalan pikiranmu Jung Hanni. Kau benar-benar sudah berubah. Aku tidak menyangka jika wanita yang ku cintai selama ini adalah seseorang yang licik dan tak berperasaan seperti ini.”
“Licik ? Tak berperasaan ?” Hanni tersenyum kecut seolah tak terima mantan kekasihnya berbicara seperti itu kepadanya. Hatinya terasa sedikit sakit saat ini. Ia melanjutkan ucapannya lagi.
“Lalu bagaimana denganmu ? Lebih tak berperasaan siapa ? Lebih licik siapa ? Berusaha merebut kekuasaan milik sahabatnya sendiri. Bekerja sama untuk membunuh Ayah sahabtnya sendiril, apakah itu tidak lebih kejam ?”
Kini giliran Chanyeol yang tidak bisa berkutik. Bibirnya terasa sangat kelu. Ucapan Hanni barusan memang benar-benar menusuk hatinya. Semuanya memang benar, dia memang pria seperti itu. Perasaan bersalah, menyesal dan lain sebagainya kembali menyelimutinya.
“Kenapa kau diam saja ? Sepertinya ucapanku memang benar.” Hanni menatap Chanyeol angkuh, ia bisa melihat mantan kekasihnya yang hanya diam saja.
“Aku sudah tahu semua Park Chanyeol. Sekarang bukankah waktu yang sangat tepat untuk mengambil semuanya ? Selamat untukmu.”Ucap Hanni tersenyum sambil mendorong tubuh Chanyeol yang ada di depannya.
“Jika tak ada urusan lagi, sebaiknya kau segera pergi. Aku ingin istirahat.” Tangan Hanni kini di tarik oleh Chanyeol yang ada di belakangnya. Membuat Hanni kembali berada di hadapannya. Kedua tangannya berada pada bahu kecil milik wanita yang ia cintai itu. Mencengkeramnya erat , membuat Hanni sedikit kesakitan.
“Kau tidak tahu apa-apa.”ucap Chanyeol dengan suara beratnya. Sorot matanya begitu tajam menatap Hanni.
“Lepaskan tanganmu!”Hanni berusaha melepaskan kedua tangan Chanyeol yang memegang erat kedua bahunya. Tapi sayangnya Chanyeol malah mendorongnya, membuat punggungnya membentur tembok. Ia meringis kesakitan menerima perlakuan kasar tersebut.
“Jika Baekhyun kenapa-kenapa, aku tidak akan pernah memaafkanmu.” Chanyeol melepaskan kedua tangannya dan berjalan meninggalkan ruangan ini. Suara pintu tertutup keras menandakan Chanyeol sudah pergi dari sini. Tersisa Hanni yang masih diam mematung. Kedua matanya kini mulai berair, ia tak kuasa menahan tangisannya. Mendengar ucapan yang baru saja Chanyeol ucapkan tadi.
“Kenapa kau tak pernah mendengarkanku Park Chanyeol..” Tangisannya kini semakin menjadi-jadi, mengisi kekosongan Apartemennya yang sepi itu.
***
“Kau harus minum yang banyak juga.”ucap Luhan kepada Nara yang baru saja menghabiskan sarapannya. Nara mengangguk , kemudian meminum air putih yang ada di hadapannya. Baru beberapa saat yang lalu ia di kejutkan oleh keadaan dirinya sendiri. Dokter mengatakan bahwa usia kandungannya sudah mencapai 3 bulan. Ia bahkan tak menyadarinya selama ini. Jika Luhan tidak menyuruhnya , mungkin dia tidak akan pernah memeriksakan dirinya. Nara tidak tahu bagaimana yang harus ia lakukan saat ini. Mungkin ini memang berita gembira, tapi melihat kondisi Baekhyun sekarang sungguh tidak memungkinkan. Seharusnya ia dan Baekhyun sedang mendapatkan kebahagiaan yang tiada tara.
Luhan yang ada di hadapannya kini menatapnya iba. Sejujurnya amat sakit hatinya mendengar Nara kini sedang hamil. Seseorang yang sangat ia cintai kini sudah seutuhnya menjadi milik orang lain. Tapi ia tak mungkin membencinya, melihat kondisi Nara saat ini yang benar-benar memprihatinkan. Luhan baru tahu jika kedua Orangtua Baekhyun telah meninggal. Barusan tadi Nara menceritakan semuanya kepadanya. Ia tidak bisa membayangkan kehidupan Nara selanjutnya, seperti yang kita ketahui saat ini Baekhyun sedang koma. Tidak ada orang lagi yang berada disisinya, apalagi dia kini sedang hamil.
“Kau pasti bisa menjalani ini semua.” Luhan mengulaskan senyuman manisnya kepada Nara. Walaupun hatinya benar-benar sakit saat ini.
“Gomawo Oppa~” Nara terlihat sangat bersedih sekali, wajahnya begitu lesu. Tangannya bergerak mengelus perutnya yang masih terlihat kempes itu. Ia masih tidak bisa mempercayai ini semua.
Seorang pria yang berseragam seperti Luhan kini menghampiri mereka berdua. “Luhan, kau di tunggu oleh Dokter Lee di ruangnya. Dia sudah menunggumu dari tadi, kau malah ada disini.”
“Benarkah ?”Luhan terlihat terkejut mendengar informasi yang diberikan oleh temannya.
“Aku benar-benar tidak tahu. Aku akan segera kesana.”Luhan menghabiskan minumannya dahulu. Sedang temannya kini menatap Nara kemudian memperhatikannya sebentar.
“Apakah dia pacarmu ?”
Luhan dan Nara sama-sama membelalakan kedua bola matanya. Terkejut akibat pertanyaan konyol dari teman Luhan. Hampir saja Luhan tersedak, sedangkan Nara lebih memilih menundukkan kepalanya. Luhan yang merasa tidak nyaman itu kini membantah ucapan temannya. Ia bangkit dari duduknya kemudian memukul pelan perut temannya itu. “Jaga ucapanmu !”
“Aww.. Iya iya. Kau selalu saja bertindak kekerasan kepadaku.”gerutu pria yang ada di depan Luhan dan Nara.
“Nara, aku harus pergi sekarang. Jika kau perlu apa-apa hubungi aku saja. Arrasso~ ?”
“Ne~ Oppa, Gomawo.”
Sesaat kemudian Luhan sudah pergi bersama temannya meninggalkan Nara sendirian disitu.
Dari jauh sini Nara masih menatap Luhan yang sudah jauh disana. Hanya melihat punggungnya dari belakang. Rasanya kini ia merasa sendirian lagi, matanya kembali berair. Pikirannya begitu kacau, semua terlalu sulit baginya. Rasanya baru sebentar ia menikmati kehidupannya bersama Baekhyun.
“Baekhyun, apakah kau akan segera sadar ?”ucap Nara lirih. Ia menundukkan wajahnya, menyembunyikan air matanya saat ini.
“Apa yang harus kulakukan saat ini Byun Baekhyun...”
***
Beberapa bulan pun telah berlalu. Baekhyun juga masih tak segera sadar dari koma nya. Perusahaan kini di tangani oleh Chanyeol. Setiap pulang kerja pasti Chanyeol selalu menyempatkan dirinya untuk berkunjung ke Rumah Sakit. Sedangkan Nara selalu bolak-balik ke Rumah Sakit, Chanyeol sudah berulang kali memberitahunya untuk tinggal di rumah saja. Mengingat kondisi kandungan Nara yang sudah semakin membesar itu. Tapi Nara tetap saja keras kepala. Ia tidak bisa berdiam diri di rumah, sedangkan suaminya terbaring di Rumah Sakit.
Chanyeol kini berjalan santai menyusuri koridor menuju ruangan tempat Baekhyun di rawat. Wajahnya terlihat lelah, mungkin karena sudah seharian ini ia bekerja. Ia melirik pada arlojinya sebentar, memastikan waktu sekarang ini.
Ia menghembuskan nafas beratnya itu perlahan. Tangannya bergerak membuka pintu yang ada di hadapannya.
“Jung Hanni!” Chanyeol yang baru saja masuk itu di kagetkan oleh Hanni yang sudah berada disitu. Entah apa yang akan di lakukan Hanni sekarang. Chanyeol menarik tangan mantan kekasihnya itu menjauh dari Baekhyun. Mendorongnya kasar, untung saja Hanni tidak jatuh.
“Apa kau gila !” Hanni tak kuasa menahan tangisnya saat ini.
“Bagaimana bisa kau melakukan hal seperti itu ?”
“Apa kau manusia ?” Kedua tangan Chanyeol mencengkeram erat bahunya. Sorot matanya begitu tajam, seolah menghakimi Hanni. Ia tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya pada Baekhyun jika ia tidak kemari. Hanni masih tak menjawab,air matanya masih mengalir. Ia tak sedikitpun menatap Chanyeol yang ada di hadapannya itu.
“Apa kesalahan Baekhyun yang pernah ia lakukan kepadamu ?” Chanyeol semakin mengeratkan cengkeramannya, emosinya benar-benar sedang naik sekarang.
“Apa kesalahan Baekhyun yang pernah ia lakukan kepadamu Jung Hanni !” Chanyeol mengulangi pertanyaannya, ia melepas begitu saja cengkeramannya. Membuat tubuh kecil Hanni hampir kehilangan keseimbangannya.
Barusan tadi Hanni hampir saja melepas alat bantu pernafasan milik Baekhyun. Chanyeol benar-benar tidak menyangka jika Hanni akan melakukan hal seperti demikian. Ia tahu pasti ini perintah dari lelaki brengsek itu, Kris Wu.
“Pergilah.”
“Jika kau tidak pergi, aku takut aku akan membunuhmu.”
Hanni kini berani menatap Chanyeol, di tatapnya wajah mantan kekasihnya itu. “Bukankah itu yang sebenarnya kau inginkan ?” Chanyeol terkejut mendengarnya, ia tak tahu apa yang dimaksud oleh Hanni.
“Park Chanyeol, aku sudah tahu semuanya. Apakah kau ingin mengakhiri usahamu selama ini ? “ Kini giliran Chanyeol yang diam, ia tak menjawab pertanyaan yang di berikan oleh Hanni. Ia baru sadar apa yang di maksudkan Hanni kepadanya.
“Kenapa kau malah menghalangiku ? Jika kau tidak bisa melakukannya, maka aku saja yang melakukannya.”
Hanni kembali berjalan ke arah Baekhyun, dengan sigap Chanyeol malah menariknya. Tarikan kasar tangan Chanyeol membuatnya terjatuh di lantai.
“Arghh..&rdquo