“Kau tidak lelah?”
Baekhyun menggenggam tangan Nara yang menggantung bebas. Dipandanginya wajah wanita yang begitu ia cintai. Nara menggeleng, mengeratkan genggaman tangan Baekhyun yang hangat. Sore ini keduanya berjalan-jalan sebentar untuk mencari hawa segar. Hal yang mungkin tak pernah mereka lakukan sebelumnya.
Langkah kaki mereka terlihat seirama. Salah satu tangan Baekhyun kini merangkul pundak Nara. Sontak Nara mendongakkan kepalanya menatap wajah Baekhyun yang sangat dekat itu. Jantungnya mulai berdetak beraturan. Ia tidak bisa tenang dengan kondisi seperti ini. Senyuman Baekhyun saat ini membuat darahnya berdesir. Nara memalingkan wajahnya menatap ke arah jalan. Baekhyun menyadari perubahan ekspresi wajah Nara barusan. Dalam hatinya ia tertawa melihat tingkah istrinya itu.
Kini mereka memutuskan untuk duduk di sebuah kursi panjang tak jauh dari posisi mereka. Suasana taman yang tak cukup luas ini tampak begitu sepi. Memberikan sebuah kesan damai bagi pengunjung yang meluangkan waktunya ke tempat ini. Semilir angin sore menyibakkan rambut Nara yang tergerai indah.
“Tempat ini lumayan juga.” Baekhyun terlihat menikmati suasana sekitar. Wajahnya begitu damai. Nara memandang wajah suaminya dari samping. Dia juga terlihat begitu bahagia. Bibir tipisnya mengulaskan senyuman manis.
“Kenapa kau memandangku seperti itu?” Nara tersadar akan lamunannya barusan. Kini dirinya mengalihkan pandangannya secepatnya. Walaupun Baekhyun sudah memergokinya barusan.
“Kau tidak menggodaku kan?” Nara membelalakan kedua matanya kearah suaminya. Alisnya terlihat hampir seperti menyatu. Dirinya masih menatap heran suami tercintanya ini.
Flashback
“Ayo kembali ke penginapan.” Baekhyun menarik tangan istrinya, mengintruksikan untuk mengikuti dirinya. Wajah Nara merah padam akan ciuman barusan. Ia tak menyangka jika Baekhyun melakukannya di tempat umum seperti ini. Untung saja suasana di pantai ini tak begitu ramai. Keduanya meninggalkan pantai berpasir putih yang begitu indah ini. Kondisi sekitar sudah mulai gelap. Matahari sudah menghilang sejak keduanya berduaan tadi.
Mereka berdua masuk ke dalam mobil. Beberapa saat kemudian mobil mereka sudah melesat pergi menjauh dari tempat ini. Jarak penginapan mereka memang cukup jauh dari pantai ini.
Mobil mereka sudah memasuki area penginapan yang tak terlalu mewah. Cukup sederhana. Barusan tadi pagi Baekhyun memutuskan untuk pergi berlibur bersama Nara. Setelah sekian lama keduanya tak pernah pergi berdua. Nara sendiri tak menyangka jika setelah menjenguk Chnayeol tadi Baekhyun akan mengajaknya ke sini.
“Kau mandi duluan saja.”Ucap Baekhyun setelah memasuki kamar. Dilepasnya jaket yang menempel pada tubuh sempurnanya. Kemudian menjatuhkan dirinya diatas sofa yang ada dibelakangnya.
“B-baiklah.” Nara merasa canggung bila berdekatan dengan Baekhyun. Entah kenapa hatinya begitu berdebar-debar setiap kali melihat suaminya itu. Kini ia berjalan menuju kamar mandi. Tubuhnya sudah tak sabar untuk diguyur air segar sekarang.
“Baekhyun-ssi!” Baekhyun tersadar ada seseorang yang memanggilnya. Siapa lagi jika bukan Nara. Tapi kedua matanya masih mencari sosok pemilik suara tersebut.
Kedua matanya membulat ketika melihat kepala Nara yang memandang dirinya saat ini. Baekhyun sedikit heran, mengapa Nara tak keluar dari kamar mandi. Tapi malah seperti mengintipnya saat ini.
“Ada apa denganmu?”
Nara masih tak keluar dari kamar mandi. Rambutnya yang basah menunjukkan bahwa dirinya telah selesai mandi. “Bajuku terjatuh dan basah. A-aku tak membawa baju lagi.” Baekhyun terlihat terkejut mendengar hal itu. Ia sendiri memang tak memberitahu Nara jika akan menginap seperti ini.
“Keluarlah dulu.”
Nara menggeleng, ia tak mungkin keluar dengan kondisi seperti ini. Karena begitu senangnya hari ini sampai dirinya terpeleset seperti tadi. Dan tanpa sengaja menjatuhkan pakaiannya sendiri. Bagaimana dia bisa berpakaian saat ini.
“Apa kau akan di dalam terus? Aku juga ingin mandi Park Nara.”
“Aku hanya memakai handuk Byun Baekhyun.” Mendengar hal itu membuat Baekhyun menelan ludahnya pelan. Entah pikiran macam apa yang ada di otaknya saat ini. Dirinya mencoba menarik nafas pelan. Mencoba menghilangkan pikrian negatif yang menguasai otaknya kali ini.
“Apa kau punya baju lebih?”
“Tidak ada. Setelah mandi akan ku carikan baju. Jadi keluarlah dulu.” Akhirnya Nara membuka pintu kamar mandi dengan hati-hati. Kepalanya sedikit menunduk, tangannya menggenggam erat ujung handuk yang menutupi tubuhnya. Melihat pemandangan yang ada didepannya membuat tubuh Baekhyun terasa panas. Entah rasanya ia seperti sulit bernafas. Berulang kali ia menelan salivanya.
“Akhh...”
“Nara?”
Baekhyun menahan tubuh Nara yang hampir terjatuh itu. Istrinya begitu ceroboh sampai bisa tersandung kaki meja seperti itu. Kini keduanya saling bertatapan satu sama lain. Tangan Baekhyun menyentuh bahu polos milik istrinya itu. Handuk yang menutupi tubuh Nara hanya sebatas dada sampai lutut. Membuat Baekhyun bisa melihat dengan jelas bahu mulus milik istri tercintanya itu.
“Maafkan aku,”
Nara tersadar akan lamunannya barusan. Ia tidak bisa berlama-lama menatap kedua bola mata tajam Baekhyun. Nara mencoba menjauh dan melepaskan tangan Baekhyun yang menahan dirinya yang hampir terjatuh tadi. Tapi kini Baekhyun malah mengeratkan tangannya. Tangan Baekhyun menarik pinggang Nara agar semakin mendekat kearahnya.
“Baekhyun..” Jemari Baekhyun membelai wajah Nara yang begitu mulus. Kedua bola matanya masih memandang lekat wajah Nara.
“Kau cantik.” Nara merasa tidak nyaman dengan seperti ini. Kedua tangannya kini memegangi ujung handuknya. Takut jika terlepas begitu saja. Sedangkan Baekhyun semakin mendekatkan tubuhnya hingga hampir menempel dengan tubuh Baekhyun. seperti tak ada jarak diantar keduanya. Nafas Baekhyun yang hangat mengenai wajahnya, membuat darahnya berdesir. Detak jantung Nara begitu cepat, ia yakin bila Baekhyun dapat merasakannya.
“Bukankah k-kau ingin m-mandi..” Nara begitu gugup mengucapkan hal barusan. Manik mata Baekhyun yang berwarna hitam menatap tajam kearahnya. Tubuh Nara sedikit bergetar karena takut. Tapi disaat seperti ini ia masih bisa mengagumi wajah suaminya yang begitu tampan ini. Dahinya, alisnya, hidungnya, matanya, pipinya, bibirnya, ia menyukai semuanya. Rambutnya yang sedikit berantakan saat ini membuatnya sedikit seksi. Tanpa Nara sadari dirinya malah serius memperhatikan wajah Baekhyun.
“Kenapa kau memandangku seperti itu?” Baekhyun bertanya kepada istrinya yang memandangnya sambil melamun. Nara kembali tersadar dan berusaha melepaskan tubuhnya dari dekapan Baekhyun. Tapi malah membuat Baekhyun semakin mengeratkan dekapannya kepada Nara.
Tangan Baekhyun meraih dagu Nara. Sesaat kemudian bibirnya sudah bertemu dengan bibir istrinya. Sebuah ciuman lembut penuh kasih sayang ia berikan kepada Nara. Istrinya tak menolaknya sama sekali. Tangan Baekhyun yang satunya masih berada pada pinggang Nara. Mengeratkan kembali tubuh keduanya sehingga tak ada jarak sedikitpun. Lumatan-lumatan lembut dari Baekhyun tak mendapat penolakan sedikitpun dari Nara. Dalam hatinya Baekhyun merasa begitu bahagia.
Setelah cukup lama, kini Baekhyun melepaskan ciumannya. Mata teduhnya masih menatap bola mata Nara yang juga menatapnya. Bibir Baekhyun melengkungkan senyuman tipis. Dirinya kembali mendekatkan wajahnya, berusaha mencium Nara kembali. Tapi sepertinya istrinya sedikit menolaknya. Nara memalingkan wajahnya, menghindari wajah Baekhyun yang mendekat kearahnya.
Bukan Baekhyun jika menyerah begitu saja. Dirinya kembali mengeratkan tubuh Nara agar tidak lari darinya. Ciumannya kini sedikit memaksa. Nara kelihatan sedikit memberontak saat ini. Tapi Baekhyun tak mempedulikannya. Langkah kakinya seakan menuntun Nara agar menuju kearah ranjang yang tidak jauh darinya. Tanpa melepaskan ciuman mereka saat ini.
Dengan sekali tarikan Baekhyun membuka handuk yang menutupi tubuh polos istrinya itu. Membuat pemiliknya terkejut bukan main. Baekhyun menjatuhkan Nara di ranjang yang cukup besar ini. Kemudian memposisikan dirinya diatasnya. Dahinya telrihat berkeringat, tubuhnya kembali terasa panas.
“Baekhyun..” Wajah Nara terlihat begitu malu. Tangannya bergerak meraih selimut untuk menutupi tubuh polosnya ini. Ia benar-benar malu, tatapan Baekhyun kepadanya seperti singa yang akan menerkam mangsanya.
Tangan Baekhyun menahan tangan Nara kemudian mencium bibir istrinya itu. Nafsu Baekhyun saat ini begitu menggebu. Ciumannya begitu menuntut. Kedua tangannya menahan kedua tangan Nara yang bergerak berusaha menolak itu. Nara tak bisa menahan desahannya ketika bibir Baekhyun sudah menyusuri lehernya. Meninggalkan tanda kepemilikannya disana. Tindakan Baekhyun semakin liar, tanpa sedikit kesusahan ia melepas kaos yang melekat pada tubuhnya. Desahan demi desahan keluar dari bibir keduanya. Dan untuk kedua kalinya, tubuh mereka menyatu. Mereka tampak begitu menikmati kegiatan masing-masing. Hingga mereka tak menyadari bahwa pagi sudah hampir tiba.
Flashback end
***
Suasana Bandara di sisi sebelah kanan terlihat begitu sepi. Dari beberapa kursi yang tersusun rapi disana, hanya satu orang yang mendudukinya. Seorang lelaki bertopi yang menopang dagunya sambil menunduk. Dirinya terlihat begitu lesu. Sebenarnya dia sudah berada di sini sejak penerbangan pertama tadi. Tapi ia memutuskan untuk mengikuti penerbangan kedua dengan tujuan China. Dirinya masih enggan untuk pergi. Masih ada seseorang yang sangat ia tunggu. Didalam otaknya masih teringat ucapan temannya tadi pagi.
“Sekarang tak ada alasanmu untuk tetap di sini kan? Lagipula suaminya telah sadar sekarang. Kau tak perlu bersusah payah menjaganya lagi.”
Ia menundukan kepalanya, mencoba merenungi itu semua. Rasanya sangat sulit sekali baginya saat ini. “Park Nara, apa yang harus kulakukan?”
Kedua matanya beralih memandang paspor yang ada di tangan kirinya. Antara ragu dan bimbang untuk memutuskan satu hal yang memang berat baginya. Dirinya kembali menarik nafas pelan. Pria bernama lengkap Xi Lu Han akan kembali ke kampung halamannya di Cina.
“Apakah kau akan datang menemuiku sekarang?”ucapnya lirih.
--Baekhyun’s Home--
Nara terlihat sangat rapi, setelah memoles wajahnya ia keluar dari kamarnya. Menemui suaminya yang sudah menunggu diluar. Baekhyun yang duduk di sofa ruangtamu tersenyum melihat istrinya sudah keluar dari kamarnya. Ia bangkit dari duduknya mendekati Nara yang berdiri tak jauh darinya itu.
“Cantik.”
“Berhenti memujiku.”
Baekhyun mengulaskan senyuman manisnya, tangannya bergerak menyentuh wah istrinya itu. “Tapi itu kenyataan.”Tambah Baekhyun lagi yang kini meraih pinggang Nara untuk mendekat kearahnya. Nara hanya mengerucutkan bibirnya. Sejak bangun dari komanya, sikap dingin Baekhyun mulai menghilang.
“Kenapa dengan bibirmu? Apa kau ingin kucium?” Nara spontan memukul lengan suaminya ini. Selain perubahan tadi, Baekhyun juga sering menggodanya. Seperti saat ini, Wajah Baekhyun terlihat sangat tampan jika tertawa seperti itu. Nara benar-benar menyukai hal ini.
“Nara, kau benar-benar lucu.”
“Ayo kita berangkat.” Baekhyun mengangguk sambil menggandeng tangan istrinya. Rencananya hari ini mereka akan pergi berwisata sejenak. Karena jarang sekali mereka keluar berpergian bersama sejak dulu. Baekhyun sendiri memilih cuti dari kerjanya. Dirinya masih enggan untuk mengurusi hal itu. Perusahaan sedang ditangani oleh Chanyeol.
Nara berhenti sebentar saat hendak memasuki mobil. Ia teringat akan sesuatu. Antara ragu dan takut untuk mengucapkan hal yang ingin ia katakan pada suaminya.
“Ada apa? Kenapa kau tak masuk?” Nara terlihat bingung, ia menggigit bibir bagian bawahnya. Sedangkan Baekhyun masih menatapnya heran di dalam mobil. Menunggu Nara yang tak kunjung masuk, akhirnya Baekhyun keluar dari mobilnya. Memandang Nara yang terdiam itu.
“Apa kau sakit?” Pertanyaan barusan disambut gelengan kepala dari Nara. Baekhyun menautkan kedua alisnya heran. Apa yang sebenarnya terjadi?
“Baekhyun-ssi, apakah kau bisa mengantarku sebentar?”
***
Luhan melirik arloji yang melingkar di tangannya. Ia mendesah pelan. Sekarang dirinya kini sudah berada di dalam pesawat. Penerbangan kedua tinggal 10 menit lagi. Namun hatinya begitu risau karena belum bertemu dengan seseorang yang ia tunggu-tunggu dari tadi. Rasanya ia tak bisa tenang jika pergi seperti ini.
Luhan bangkit dari duduknya meninggalkan tempat yang ia duduki saat ini. Ia ingin ingin keluar sebentar, siapa tahu orang yang ia tunggu ada diluar sana.
“Anda ingin pergi ke mana?” Salah satu petugas yang ada disitu bertanya kepada Luhan.
“ Ada yang tertinggal diluar. Saya akan segera kembali.”Sebelum petugas itu menjawab, Luhan sudah berjalan dengan cepat meninggalkan tempat itu.
Pandangan mata Nara menelisik di setiap orang yang berkerumun di sini. Berkali-kali ia mendesah pelan karena seseorang yang ingin ia temui tak ia temukan. Baekhyun hanya mengikutinya dari belakang. Kedua tangannya ia lipat di depan dada. Sebenarnya dirinya enggan untuk ke sini, tapi karena tidak enak hati menolak permintaan istrinya akhirnya ia menurutinya.
“Hati-hatilah.”
Baekhyun menggenggam tangan Nara, karena barusan melihat Nara hampir tertabrak dengan orang-orang disekitar.
“Gomawo.”
Melihat istrinya yang kebingungan itu akhirnya Baekhyun angkat bicara. “Dimana dia sekarang?” Nara menggeleng lemas, ia benar-benar tak tahu. Sepertinya ia terlambat datang.
“Kenapa kau tak menghubunginya?” Entah kenapa dari tadi Nara tak pernah berfikir sampai sejauh itu. Apa fungsi ponselnya saat ini, lagian dia juga mempunyai nomornya Luhan. Tangan Nara meraih ponsel yang berada di dalam tasnya. Baekhyun hanya memandangi istrinya yang sibuk sendiri itu. Sedikit rasa cemburu karena saat ini ia harus melihat istrinya ingin bertemu dengan seseorang yang sangat tak ia sukai. Tapi Baekhyun sendiri merasa berhutang budi kepada orang itu. Karena selama ia koma, Luhan lah yang merawat Nara. Mengingat lagi Nara sedang hamil, betapa banyak yang dilakukan oleh orang itu kepada istrinya.
“Bagaimana?” Baekhyun memastikan apa yang dilakukan istrinya sekarang. Nara menggeleng pelan, dari raut wajahnya sepertinya ada sesuatu yang mengecewakan.
“Nomornya tidak aktif.” Baekhyun sendiri tak tahu apa yang harus dilakukan saat ini. Tangannya kembali menggenggam erat jemari istrinya. Bibirnya tersenyum kecil. Menambah ketampanan dari dalam dirinya.
“Mungkin dia sudah berangkat.”
“Tapi..” Nara menghentikan ucapannya, ia merasa ini juga salahnya sendiri. Andai saja ia ingat dari tadi mungkin ia masih bisa berpamitan dengan Luhan. Kebiasaan pelupanya memang menyusahkan.
“Lebih baik kita pulang. Suasana di sini kurang baik untuk dirimu. Lagipula kau masih bisa menghubunginya nanti.” Baekhyun merangkul tubuh Nara, mengajaknya berjalan meninggalkan tempat ini. Sedikit rasa enggan dalam diri Nara, rasanya hatinya belum bisa tenang saat ini.
“Baiklah.”Ucap Nara kemudian. Dirinya menyamakan langkah kakinya dengan Baekhyun. Beranjak meninggalkan tempat yang cukup ramai ini.
Tak jauh dari mereka terlihat seorang pemuda yang berlari menghampiri keduanya.
“Nara!” Teriakan tersebut membuat Nara dan Baekhyun berbalik mencari sumber suara yang barusan mereka dengar.
“Oppa?” Seseorang yang dipanggilnya”Oppa”itu tersenyum. Wajahnya terlihat sangat begitu tampan.
“Aku kira kau tidak datang.”
“Aku pasti datang Oppa, untung saja aku masih bisa bertemu denganmu saat ini.”
Nara terlihat begitu bahagia, kekecewaannya tadi terobati sudah. Baekhyun meletakkan tangannya pada pundak Nara, merangkulnya erat. Wajahnya terlihat tak suka.
“Kau akan pulang ke Cina? Hati-hatilah disana.”ucap Baekhyun dingin. Nara melihat kearah Baekhyun sejenak, seperti hendak mengatakan sesuatu. Tapi ia mengurungkan niatnya itu.
“Oppa, salamkan untuk Paman dan bibi disana ya. Aku merindukan mereka semua.”
“Pasti. Kau juga, jaga kondisimu baik-baik. Jangan lupa kabari aku jika dia sudah lahir.”
Peringatan penerbangan sudah beberapa kali terdengar. Luhan tak mempedulikannya, ia masih ingin bersama wanita yang ia cintai ini.
“Oppa, sudah hampir berangkat. Kau kembalilah ke sana, jangan sampai tetinggal.” Ingin rasanya Luhan memeluk Nara saat ini juga. Tapi itu tidak mungkin, Nara sudah menjadi milik orang lain. Bahkan sedang mengandung anak orang lain.
“Baiklah. Jaga dirimu baik-baik Nara. Baekhyun, aku percaya padamu. Semoga kita bisa bertemu kembali nantinya.”
“Ne Oppa, kita pasti akan bertemu kembali.”
Luhan berjalan menjauhi Baekhyun dan Nara. Ia melambaikan tangannya sebentar sebelum benar-benar jauh dari dua orang tersebut. Setidaknya ia sudah sedikit lega saat ini. Walaupun hatinya begitu sakit harus pergi jauh dari orang yang ia cintai. Tapi dirinya begitu yakin bahwa Tuhan sudah memberikan takdir yang lebih baik baginya.
“Park Nara, semoga kau bahagia.”ucap Luhan pelan.
Nara masih memandang sosok Luhan yang sudah menghilang dari sini. Wajahnya terlihat sedikit sedih. Entah mengapa ia merasa sedikit kehilangan. Ia masih ingat bagaimana sikap Luhan kepadanya selama ini. Dia melakukan apapun kepada dirinya agar ia bahagia. Nara masih ingat dengan jelas disaat ia kembali bertemu dengan Luhan di Seoul. Bahkan sampai Baekhyun koma beberapa waktu yang lalu. Luhan lah yang selalu menguatkan dirinya agar selalu tabah menghadapi cobaan hidup ini. Disaat dirinya hampir putus asa, Luhan lah yang menyemangatinya. Yang menjaga kondisi tubuhnya selama ia hamil, merawatnya, selalu mengingatkan untuk memeriksakan kandungannya, semua dilakukan oleh Luhan dengan tulus.
“Pasti saat kita bertemu dengannya nanti dia sudah menjadi dokter yang hebat.” Nara tertegun mendengar ucapan suaminya barusan. Benar. Luhan pasti akan menjadi dokter yang hebat nantinya. Nara tersenyum kepada Baekhyun. Kedua matanya terlihat begitu berkaca-kaca.
“Ayo kita pulang.”
Keduanya kembali berjalan meninggalkan bandara ini. Bertepatan dengan pesawat dengan tujuan Beijing berangkat. “Oppa, semoga aku bisa bertemu denganmu kembali.”Batin Nara sambil mengeratkan genggaman tangannya dengan Baekhyun.
***
“Kau sakit apa?” Hanni menyerahkan plastik yang berisi beberapa obat yang baru saja ia ambil. Kini ia duduk disamping Kris yang duduk tenang.
“Tidak penting.”
“Oh ya, Trimakasih.”Tambah Kris sambil memperlihatkan plastik yang ia terima itu. seolah mengatakan bahwa ia berterimakasih atas benda tersebut. Hanni sedikit khawatir dengan kondisi mantan bosnya itu. Dirinya sendiri begitu penasaran akan obat apa itu. Salah ia sendiri tadi tidak menanyakan kepada apoteker disana. Malah hanya menyerahkan resep obat tersebut.
“Kau menghilang cukup lama Kris Wu.” Ucapan Hanni barusan disambut kekehan kecil dari lawan bicaranya.
“Memang kenapa Jung Hanni? Kau merindukanku?” Hanni tersenyum remeh, dirinya tak sedikitpun merindukan lelaki yang ada disampingnya ini. Ia malah berharap tak bertemu dengannya lagi.
“Percaya diri sekali kau.” Hanni meneguk minuman yang baru saja ia beli tadi. Menyegarkan tenggorokannya yang terasa begitu kering.
“Hanni-ya..”
“Ada apa?”
“Kau masih menyukai Park Chanyeol?” Botol minuman yang ada ditangan Hanni terlepas begitu saja setelah mendengar hal tersebut. Bibirnya terasa sulit sekali untuk berkata-kata.
“A-apa maksudmu?”ucap Hanni yang mulai salah tingkah. Kali ini Kris menatap Hanni dengan tajam.
“Aku bisa membuatnya kembali ke dalam pelukanmu.” Kedua alis mata Hanni mendekat, heran sekaligus bingung akan ucapan Kris.
“Aku tidak tahu apa maksudmu Kris.”
***
Nara duduk sambil melihat tayangan televisi yang cukup membosankan baginya. Tubuhnya akhir-akhir ini terasa kurang nyaman. Apakah mungkin karena efek kehamilannya yang sudah masuk bulan ke sembilan ini ataukah karena yang lain ia juga tidak tahu.
“Baekhyun, kapan kau pulang.” Tangannya menyentuh perutnya yang buncit itu. Seseorang di dalam sana terasa begitu aktif bergerak.
“Kenapa tubuhku terasa lemah sekali.”Keluh Nara yang kini wajahnya terlihat begitu pucat. Ia memutuskan untuk mengambil air putih di dapur. Ia berjalan dengan begitu hati-hati. Suara bel yang berbunyi diluar sana menghentikan langkahnya.
Dia masih berpikir siapa yang bertamu malam-malam seperti ini. Jika itu Baekhyun,, dia pasti akan segera masuk tanpa membunyikan bel segala.
“Sebentar.” Kedua mata Nara membulat tak percaya menatap sosok yang ada di hadapannya itu. Tubuh kecilnya bergetar ketakutan saat jemari tangan orang tersebut menariknya. Menyuruhnya untuk mengikutinya kemudian masuk ke dalam mobil.
--
“Park Chanyeol, sudah hampir dua jam kita di sini. Apakah mereka benar-benar akan ke sini?”Baekhyun terlihat kesal karena dirinya menunggu sangat lama sejak tadi. Chanyeol mengatakan bahwa ada klien yang ingin bertemu dengan mereka. Melakukan kerja sama perusahaan. Profil dari perusahaan tersebut cukup menarik, hingga meyakinkan Chanyeol untuk menunjukkannya kepada Baekhyun. Tapi entah sampai saat ini mereka belum sampai ke sini. Padahal pada perjanjian di telepon tadi pagi mereka mengatakan akan datang jam 6.
“Aku sudah berusaha untuk menghubungi mereka. Tapi dari tadi nomornya tidak bisa dihubungi.” Baekhyun meneguk minumannya kembali. Menghabiskannya dalam satu tegukan.
“Baiklah. Jika 15 menit lagi mereka tidak datang, lebih baik batalkan saja.” Chanyeol mengangguk, ia masih sibuk dengan ponselnya. Mencoba menghubungi seseorang yang ia tunggu bersama Baekhyun. Tiba-tiba ada sebuah panggilan yang menurutnya sangat mengejutkan baginya.
“Jung Hanni? Kenapa dia menelponku?”
--
“Kau akan membawaku ke mana?” Nara berpegangan erat pada sabuk pengaman yang melingkar di tubuhnya. Disampingnya terlihat Kris yang berkonsentrasi pada setir mobilnya. Melajukannya dengan kecepatan yang bisa dibilang diatas rata-rata. Membuat Nara berulangkali menutup mata karena ketakutan.
“Akan membawamu ke surga.” Jawab Kris dilanjut dengan tawanya yang memenuhi mobil ini. Nara menarik nafasnya panjang, dalam hatinya terus memanggil nama Baekhyun. Berharap Baekhyun akan menolongnya saat ini.
“Park Nara.. Park Nara.. apakah kau takut?” Nara masih terdiam, ia tak tahu harus bagaimana sekarang. Perutnya terasa sakit sekali. Terlihat sedikit peluh menetes dari dahinya.
“Baekhyun, pasti akan menderita saat ia kehilangan dirimu. Dalam hidupnya hanya kau lah yang paling berharga saat ini. Jika kau tak ada mungkin Baekhyun akan menjadi seekor anak kucing yang meringkuk di bawah jembatan, hahaha..”
Nara tidak habis pikir dengan pria yang ada di sebelahnya itu. Ia tidak bisa berkonsentrasi karena sakit pada perutnya saat ini.
“Baekhyun..”
Kris semakin menambah kecepatan mobilnya. Dirinya merasa kesal saat Nara terus-terusan memanggil nama Baekhyun. Seseorang yang sangat ia benci. “Kau sungguh kasihan Park Nara, kenapa kau bisa menikah dengan pria brengsek sepertinya.”
“Baekhyun bukan orang yang seperti itu.”dengan susah payah Nara menjawabnya. Ia tak terima jika suaminya di katakan seperti itu.
“Benarkah? Kau tidak tahu yang sebenarnya Park Nara, kau terpaksa menikah dengannya kan? Apakah dulu kau mencintainya? Tidak kan?” Nara memikirkan ucapan Kris barusan. Memang benar jika dulu ia memang terpaksa menikah dengan Baekhyun. Tapi sampai saat ini dia benar-benar mencintai Baekhyun.
“Baekhyun akan melakukan apapun yang ia inginkan. Dia akan berusaha mendapatkan apapun walaupun dengan paksaaan. Bukankah itu benar Nara?”
“Baekhyun b-bukan orang yang seperti itu..”Demi Tuhan, perut Nara saat ini terasa seperti di tusuk-tusuk. Rasanya sangat sakit sekali.
“Kenapa kau selalu membela Baekhyun. Baiklah tidak apa-apa, setelah belokan ini silahkan ucapkan pesan terakhirmu kepadanya.”Ucap Kris sambil menambah kecepatannya.
---
Seorang wanita dengan balutan kemeja formal terlihat begitu gelisah. Wajahnya tampak begitu ketakutan. Kedua tangannya terlihat bergetar. Berkali-kali ia menggigit ujung jarinya.
“Apa yang kulakukan?”
Wanita itu adalah Jung Hanni. Dirinya masih berada di dalam ruang kerjanya. dialah yang menuruh orang untuk menghubungi Chanyeol. Berbohong tentang pertemuan kontrak kerja. Itu semua ia lakukan untuk melancarkan rencana Kris. Tapi dirinya kini diliputi rasa cemas dan ketakutan. Ia tahu tindakannya ini membahayakan orang lain.
Kedua tangannya mengenggam ponselnya erat. dirinya masih bimbang apakah harus memberitahu kebenarannya kepada Chanyeol atau tidak. Bibirnya menggigit bibir bagian bawahnya. Ketakutannya semakin bertambah jika nantinya Chnayeol tahu apa yang ia lakukan ini.
“Aku harus memberitahu mereka.” Dengan rasa penuh ketakutan, akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi Chanyeol.
“Park Chanyeol, dengarkan aku baik-baik. S-segera pergilah menuju xxx , Nara sedang dalam bahaya. Tolonglah ke sana segera, dia.. dia bersama dengan Kris. Jangan tanyakan apapun padaku, cepatlah ke sana. Nanti aku akan menjelaskan semuanya padamu.”
Tut..
Setelah mematikan ponselnya, Hanni segera mengambil kunci mobilnya. Beranjak pergi dari raungannya saat ini. Ia juga harus ke sana secepatnya.
Cafe
Bughh..
Satu tinjuan melayang pada wajah Chanyeol. Membuat dirinya terjatuh menghantam kursi yang ada dibelakangnya.
“Setelah ayahku, apakah kau juga akan membunuh istriku!”
Bughh..
Pukulan Baekhyun begitu kuat. Chanyeol meringis kesakitan sambil memegangi ujung bibirnya yang berdarah. Dirinya tambah terkejut mendengar ucapan sahabatnya barusan. Selama ini dirinya belum pernah mengaku jika dirinya lah yang membunuh ayah Baekhyun. Chanyeol juga tidak yakin jika Nara yang memberitahu Baekhyun. Ataukah memang selama ini Baekhyun sudah tahu kebenarannya.
“APA YANG SEBENARNYA KAU INGINKAN PARK CHANYEOL!”
Bughh
Satu pukulan kembali mengenai wajah tampan Park Chanyeol. Ia tak melawan sedikitpun, karena ia memang merasa bersalah. Barusan Hanni menelponnya, ia juga begitu terkejut mendengar pembicaraan tadi. Ia tak habis pikir jika dirinya di jebak. Andai saja dia tak mempercayai kontrak ini, mungkin Baekhyun dan dirinya tak akan menunggu di sini. Dan Nara tidak akan bersama dengan Kris.
“Lebih baik k-kita segera menyusul Nara, dia sedang dalam bahaya.”Ucap Chanyeol sedikit kesusahan. Mendengar hal itu Baekhyun tersadar akan keadaan Nara.
“ Jika sampai Nara kenapa-napa, aku tak kan pernah memaafkanmu.” Baekhyun segera berjalan meninggalkan sahabatnya yang terduduk itu. Wajahnya tampak begitu khawatir. Ia takut jika istrinya kenapa-kenapa.
Chanyeol berusaha bangun dan mengejar sahabatnya yang berjalan sangat cepat. Tidak mungkin ia membiarkan Baekhyun sendirian ke sana.
***
“Nara, kau harus bertahan. Kau harus bertahan Nara..” Baekhyun mengenggam tangan istrinya yang begitu dingin itu. Langkah kakinya terhenti ketika sudah berada didepan ruang operasi.
“Maaf, anda bisa menunggu diluar.”
“Tapi saya suaminya dok, biarkan saya menemani istri saya di dalam.”
Dokter tersebut tidak memperbolehkan Baekhyun masuk. Sesaat kemudian pintu ruangan sudah tertutup. Membuat Baekhyun semakin cemas, ia tak peduli dengan orang sekitar yang menatapnya heran. Airmatanya jatuh begitu saja, dirinya begitu rapuh saat ini. Ia tak bisa memaafkan dirinya sendiri jika istrinya kenapa-napa. Senyuman lemah Nara tadi masih ia ingat dengan jelas.
Chanyeol dan Hanni yang ada disitu sama-sama diliputi rasa khawatir. Untung saja mereka tadi menemukan Nara dengan cepat. Mobil yang Nara tumpangi bersama dengan Kris menabrak sebuah pohon yang ada disebelah tebing.
“Baekhyun, duduklah. Kita sama-sama berdoa saja.”Chanyeol berusaha menenangkan sahabatnya. Tapi malah disambut tatapan sinis dari Baekhyun.
“Kenapa kalian masih di sini? Lebih baik kalian pergi.”
Hanni menarik tangan Chanyeol, mengajaknya untuk meninggalkan Baekhyun di sini. Setidaknya mereka menunggu di lain tempat. Baekhyun sedang ingin sendiri saat ini.
Tak butuh waktu yang lama untuk Baekhyun menunggu diluar ruang operasi ini. Suara tangisan bayi dari dalam sana, membuat dirinya bangkit dari kursinya. Ia begitu yakin bahwa suara anaknya yang baru saja lahir. Sedikit rasa lega mendengar suara itu.
***
“Nara-ya,..” Baekhyun mengecup kening istrinya dengan cukup lama. Wajahnya begitu bahagia melihat istrinya yang tersenyum kepadanya saat ini.
“Aku benar-benar khawatir denganmu.”Baekhyun meraih tangan Nara, kemudian mengecupnya.
“Baekhyun..”ucap Nara lemah. Wajahnya masih tampak begitu pucat. Dengan perban yang melingkar di kepalanya karena luka kecelakaan tadi. Untung saja tidak mencelakakan bayi yang ada di perutnya.
“Gomawo Nara, Gomawo... malaikat kecil kita sudah lahir.”
“Benarkah? Aku ingin melihatnya Baekhyun..”
“Kau tunggu di sini sebentar.”
Baekhyun tampak begitu antusias saat menggendong putranya. Nara hanya menatapnya lemah, tubuhnya terasa sakit sekali. Kecelakaan tadi membuatnya sedikit pusing. Ditambah lagi tenaganya terkuras habis karena melahirkan. Ia melahirkan normal, tanpa operasi. Sepertinya dirinya banyak kehilangan darah hari ini.
Senyum dari bibirnya tak sedikitpun menghilang. Apalagi saat melihat Baekhyun yang begitu bahagia menggendong putra pertamanya itu.
“Dia laki-laki,sepertinya nanti dia akan tampan sepertiku. Lihatlah, wajahnya sangat mirip denganku. Benarkan?”
Nara hanya meresponnya dengan anggukan. Dirinya butuh banyak istirahat saat ini. Suster yang datang mengambil alih bayi yang di gendong oleh Baekhyun. Kemudian meninggalkan ruangan ini. Menyisakan Baekhyun dan Nara sendirian.
“Kau ingin memberi nama dia siapa?”
“Terserah kau Baekhyun..”
“Ah.. kau pasti lelah. Istirahatlah dulu..” Baekhyun mengelus kepala Nara dengan penuh kasih sayang.
“Baekhyun, aku ingin tidur.”
“Tidurlah, apakah aku harus keluar? Jika iya, aku akan menunggumu dilu-” Nara menahan tangan Baekhyun. Seolah tak mengijinkannya untuk pergi.
“Kau di sini saja. Aku ingin kau menemaniku di sini.”
“Tidurlah sekarang. Aku akan menemanimu di sini.” Nara mencoba bangun dari posisinya sekarang. Dengan hati-hati ia duduk , tangannya menginstruksikan Baekhyun agar duduk disampingnya.
“Aku ingin tidur dalam pelukanmu Baekhyun-ssi.”
Baekhyun sedikit heran melihat tingkah laku istrinya. Tapi ia tak terlalu memikirkannya. Tangannya kini merangkul tubuh Nara, mendekapnya begitu erat. Sedangkan Nara menyandarkan kepalanya pada dada bidangnya. Baekhyun menncium puncak kepala Nara dengan begitu lama.
“Kau mencintaiku kan?”
“Apa yang kau katakan? Aku benar-benar sangat mencintaimu Nara-ya.”
Nara tersenyum mendengar ucapan suaminya barusan. Tangan lemahnya memeluk erat tubuh suami tercintanya itu. Dirinya merasa sangat nyaman dengan posisi seperti ini.
“Aku ingin dia nantinya jadi seorang dokter.”
“Kenapa harus seorang dokter?”
“Supaya dia bisa merawatmu sampai kau tua nanti.”
“Sudahlah tidak usah bicara yang aneh-aneh. Tidurlah..”
“Aku mencintaimu Byun Baekhyun.”
Bekhyun tersenyum mendengar istrinya mengucapkan hal itu kepadanya. Kini Nara sudah tertidur, Baekhyun masih saja memperhatikan wajah istrinya itu. Bahkan disaat tertidur seperti ini wajahnya terlihat begitu sangat damai. Setelah merasa sudah cukup lama, akhirnya Baekhyun menidurkan Nara. Tapi sepertinya ada yang aneh. Entah itu hanya perasaannya atau bukan.
“Nara?”
Tubuh Nara terasa sangat dingin. Demi membuktikan dugaannya Baekhyun meraih pergelangan tangan Nara. Wajahnya kini tampak begitu khawatir, antara yakin atau tidak. Ia mencoba memastikan nafas istrinya itu, tapi tidak. Kenapa bisa seperti ini?
“Park Nara?” Baekhyun menggoyangkan tubuh istrinya yang lemah itu. Airmata kini turun membasahi pipinya.
“Nara.. kau hanya tidur kan?”
“Nara..”
“Nara..”
“NARA!”
***
“Dia begitu lucu.”
“Benar.”
Chanyeol dan Hanni memperhatikan bayi Nara dan Baekhyun. senyuman mengembang dari bibir keduanya. Seorang suster yang datang saat ini mengagetkan mereka.
“Meninggal?”
Keduanya saling bertatapan tak percaya mendengar berita yang baru saja mereka dengar. Hanni menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Kedua matanya berair, tak butuh waktu yang lama airmata itu sudah turun membasahi wajahnya. Begitu juga dengan Chanyeol, kedua matanya memerah. Ia tak mempercayai apa yang didengarnya barusan.
Di tempat lain terlihat seseorang yang sedang melamun. Tangannya sibuk memainkan gunting kecil yang cukup tajam. Praktis hari ini telah selesai, dan saat ini ia malah bermain-main di ruangan yang cukup luas ini. Tempat belajarnya hari ini. Di mejanya banyak sekali peralatan bedah yang masih belum tertata rapi.
“Akhh..”
Dirinya begitu ceroboh hingga gunting kecil itu mengenai jarinya. Unttungnya bukan luka yang parah, tapi darah yang keluar cukup banyak. Ia berjalan mengambil Box yang berisi beberapa peralatan kesehatan. Darah segar dari tangannya mengenai jas putih dengan name tag XI LU HAN miliknya. Dengan telaten ia membersihkan luka kecilnya itu.
“Kenapa tiba-tiba aku teringat kau Park Nara.” Plester putih sudah menutupi jarinya. Dia kini menghembuskan nafasnya perlahan.
“Semoga kau baik-baik saja. Aku sangat merindukanmu di sini.”
***
10 tahun kemudian,
“Eomma..Eomma.. Eomma!” Teriakan anak kecil barusan membangunkan Baekhyun dari tidurnya. Dilihatnya putra semata wayang yang sangat ia cintai duduk disampingnya. Dari tatapan matanya bisa dibilang mungkin dia bermimpi buruk lagi.
“Chan Hee, Gwenchana?”
“Appa, maafkan Chan Hee sudah mengganggu tidur Appa lagi.”
Baekhyun tersenyum mendengar hal itu, kemudian menarik tubuh putranya ke dalam dekapannya. “Tidak apa-apa, kenapa kau harus minta maaf?”
Byun Chan Hee adalah putra Baekhyun dan Nara. Tumbuh tanpa Ibu disampingnya, membuat Baekhyun merasa bersalah. Ia tahu, pasti Chan Hee merasa kesepian selama ini. Apalagi saat ada acara di sekolah, disaat teman-temannya di dampingi Ibunya masing-masing. Sedangkan Chan Hee hanya di temani bibi pengasuhnya. Ingin sekali Baekhyun menemani putranya di saat ada pertemuan sekolah, tapi sampai saat ini dia masih sangat sibuk. Pekerjaannya tidak bisa di tinggal begitu saja.
Tangan Baekhyun mengusap wajah Chan Hee dengan penuh kasih sayang. Saat menatap wajah putranya seperti ini, membuatnya kembali mengingat Nara. Wajah keduanya sangat mirip. Kedua mata Baekhyun terasa panas. Ia berusaha untuk menahan air mata yang mungkin bisa jatuh dengan sendirinya.
“Tidurlah lagi, nanti Appa akan membangunkanmu jika sudah pagi.” Baekhyun mengecup kening putranya dengan lembut, kemudian mengusap rambutnya. Mencoba menenangkannya agar tertidur kembali. Sudah berulang kali Chan Hee terbangun tiap malam karena mimpinya. Dan kejadiannya pasti sama, ia selalu menggigau memanggil ibunya. Chan Hee sendiri tidak pernah menceritakan apa yang ia mimpikan kepada Baekhyun, ayahnya. Tapi dengan mendengar igauan Chan Hee seperti itu sudah membuat Baekhyun mengerti.
Chan Hee kini sudah memejamkan kedua matanya kembali. Entah ia sudah tertidur atau hanya sekedar memejamkan mata.
Baekhyun kini merebahkan tubuh putranya dengan hati-hati. Takut jika terbangun kembali. Bibirnya mengulas senyuman, membuat wajah tampannya terlihat begitu sempurna. Seiring bertambahnya waktu ketampanannya tak berkurang sedikitpun. Begitu pula dengan sifatnya, tak ada yang berubah dari dulu.
Baekhyun berjalan menuju arah pintu kamarnya. Kemudian keluar dari kamarnya dan menutup pintu dengan perlahan. Jika sudah terbangun seperti ini, sulit baginya untuk tertidur kembali. Langkah kakinya tertuju pada ruangan di sebelah kamarnya. Ruangan yang sudah menjadi ruangan kerjanya di rumah. Baekhyun duduk diatas kursi yang tak jauh darinya. Nafasnya yang berat terdengar saat ia menghembuskan nafas perlahan. Tatapan matanya terlihat begitu lemah. Ia termenung sejenak. 10 tahun sudah ia melewati semuanya tanpa Nara. Jujur, ia sangat merindukannya sekarang. Bibirnya tersenyum saat melihat foto yang terpajang di meja kerjanya.
“Aku merindukanmu Park Nara.” Sesaat kemudian ia sudah mulai sibuk dengan kertas-kertas yang ada di mejanya. Mungkin sampai fajar tiba ia akan seperti ini.
Di dalam kamar yang sepi ini Chan Hee turun dari ranjangnya. Kemudian duduk dilantai bersandar ujung ranjang. Kedua matanya mengeluarkan air mata. Barusan tadi dia tidak tidur. Ia hanya memejamkan matanya. Jika terbangun malam seperti ini ia sudah hapal betul apa yang dilakukan oleh ayahnya. Yang pasti tidak akan kembali ke kamar ini lagi.
Chan Hee begitu sangat merindukan ibunya. Selama ini ia hanya bisa melihat fotonya saja. Mengingat dirinya sudah ditinggalkan ibunya sejak lahir. Kadang ia merasa dirinyalah yang menyebabkan kematian ibunya. Andai saja ia tak lahir mungkin ibunya tak akan meninggal. Orang yang ayahnya sangat cintai mungkin sampai saat masih ada. Tapi itu semua sudah takdir. Sudah ada yang mengatur semuanya hingga sampai saat ini. Selama 10 tahun ini ayahnya juga belum sedikitpun berpindah hati. Buktinya, Baekhyun belum mencari Ibu pengganti untuk dirinya.
“Appa.. maafkan Chan Hee.”
***
“Selamat pagi Dokter.”
“Pagi Dokter..”
Sapaan demi sapaan mereka tujukan kepada seorang pria tampan yang berprofesi sebagai dokter ini. Senyumannya yang menawan mengembang pada bibir tipisnya. Wajahnya terlihat berseri-seri. Pandangannya lurus ke depan, sorot matanya terlihat begitu tajam. Membuat setiap orang yang menatapnya akan jatuh cinta pada pandangan pertama.
Langkah kakinya begitu konstan menyusuri koridor Rumah Sakit ini. Tak lupa pula ia membalas setiap sapaan yang di tujukan pada dirinya.
“Dokter, 2 jam lagi akan ada operasi selanjutnya. Saya dan yang lain akan mempersiapkan dahulu.”
Pria dengan nametag XI LU HAN itu kini menghentikan langkahnya. “Baiklah. Trimakasih sudah memberi tahu.”
Luhan menjawabnya dengan tersenyum. Sesaat kemudian Perawat yang baru saja mengajaknya bicara sudah berjalan menjauhinya. Luhan terlihat menarik nafas pelan. Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang melelahkan lagi.
Baru 3 tahun yang lalu Luhan resmi menjadi seorang Dokter. Impiannya dari dulu akhirnya bisa tercapai. Baru 3 bulan yang lalu pula ia kembali ke Seoul. Setelah beberapa tahun lamanya menetap di China. Tapi baru sebentar ia di sini, ia sudah mendapatkan kepercayaan dari Rumah Sakit ini. Banyak sekali yang merasa senang jika Luhan menjadi Dokter mereka. Kemahirannya dalam menangani para pasien, ditambah ketampanan wajahnya yang mampu membius para pasien wanita. Mereka selalu beranggapan bila yang menangani Luhan maka akan cepat sembuh. Tapi bagi Luhan itu hanya sugesti belaka.
Suara tangisan anak kecil membuat Luhan berbalik menatap ke sumber suara tersebut. Tak jauh darinya terlihat beberapa orang sedang ribut. Salah satunya ada seorang anak kecil yang terduduk sambil menangis dengan keras. Wanita yang ada disebelahnya berusaha untuk menenangkannya. Tapi tetap saja tangisannya malah semakin menjadi-jadi. Luhan yang merasa penasaran dengan segera menghampiri mereka.
“Apa yang terjadi?”
“Dokter.. tolong putra saya segera.”Wanita paruh baya itu kini juga menangis sambil memeluk putranya.
“Maaf tapi anda harus melakukan registrasi dulu.” Pria yang sepertinya salah satu petugas di Rumah Sakit ini angkat bicara.
Luhan berjongkok mendekati anak lelaki kecil yang terus saja menangis. Tangannya bergerak menyentuh keningnya. Membuat Luhan membelalakan matanya. Kenapa bisa sepanas ini?
“Kenapa kau diam saja? Cepat bawa dia masuk!” Perintah Luhan kepada lelaki yang berdiri disebelahnya. Tapi seakan tidak mau, lelaki yang juga petugas itu tak menggubrisnya.
“Maaf Dokter, tapi mereka harus membayar registrasi dulu. Itu sudah peraturan Rumah Sakit ini.”
Peraturan macam apa itu. Apakah mereka akan membiarkan pasien mereka mati menunggu seperti ini? Luhan tak habis pikir dengan peraturan yang dimiliki Rumah Sakit tempat ia bekerja. Baru pertama kali ia menghadapi hal seperti ini.
“Lalu apakah kau akan membiarkan dia seperti ini sampai nanti!” Suara Luhan yang cukup keras barusan menarik perhatian pengunjung sekitar. Kini mereka menatap heran pertunjukan yang mungkin bagi mereka menarik.
Melihat tak ada respons dari petugas yang ia suruh, Luhan menggendong anak kecil tersebut. Dirinya begitu khawatir akan kondisinya. Wanita paruh baya tadi mengikuti Luhan dari belakang. Kini beberapa perawat mulai mendatangi mereka. Membantu Luhan membawa anak tersebut.
“Demamnya begitu tinggi, apakah kita langsung memberikan penanganan seperti biasa?” Salah satu perawat bertanya kepada Luhan, dengan wajah tak tenang Luhan kemudian mengangguk. Mereka kini masuk ke dalam ruang pemeriksaan.
***
Suara tepuk tangan terdengar memenuhi ruangan yang cukup luas ini. Beberapa orang dengan setelan rapi memadati acara peresmian hotel baru milik keluarga Byun. Terlihat senyuman dari bibir Baekhyun setelah acara pemotongan pita barusan.
“Selamat tuan Byun.”
Baekhyun membalas jabatan tangan salah satu rekannya. “Trimakasih.”
Para tamu undangan yang memenuhi ruangan ini mulai menyantap hidangan yang tersedia. Kondisi di dalam sini mulai ramai. Baekhyun beranjak dari tempatnya sekarang, menuju ke tempat yang tak begitu ramai. Dikeluarkannya ponsel dari dalam saku celananya. Sejak tadi bergetar membuatnya merasa tidak nyaman. Sepertinya memang ada panggilan.
“Ckk.. kau selalu saja menggangguku.” Kini Baekhyun mengangkat dengan malas panggilan dengan nama pemanggil Park Chanyeol itu.
“Ada apa?”tanya Baekhyun malas.
“BYUN BAEKHYUN KENAPA KAU TIDAK DATANG KE PERNIKAHANKU!”
Baekhyun menjauhkan ponselnya dari telinganya. Teriakan sahabatnya barusan membuat telinganya berdengung. Lagipula dia masih normal, kenapa Chanyeol berteriak seperti itu kepadanya.
“Kau.. aku akan datang nanti saat pesta. Sekarang aku masih sibuk.”
Hari ini adalah pernikahan Chanyeol. Tapi pagi tadi ia tidak bisa mendatangi upacara pernikahan sahabatnya itu. Karena sejak pagi ia sudah di sibukkan dengan acara sana-sini. Ia berniat untuk datang ke pestanya saja malam ini.
“KAU BENAR-BENAR KEJAM BAEKHYUN. KENAPA KAU-“
“Aku akan datang nanti!”
Tut..
Baekhyun memutuskan panggilannya, dia tak ingin terlalu lama bisa-bisa ia terkena gangguan pendengaran. Tangan Baekhyun mengacak rambutnya kesal. Bibirnya menghembuskan nafas perlahan. Tangannya kembali pada ponselnya. Ada yang harus ia hubungi sekarang.
“Katakan pada Chan Hee untuk segera bersiap. 15 menit lagi aku akan menjemputnya.”
Baekhyun kembali bergabung pada kerumunan orang. Mengikuti obrolan mereka sebentar sebelum meninggalkan acaranya ini. Tangannya mengambil minuman yang telah di sediakan disitu. Meminumnya seperti yang lain, sambil membicarakan beberapa hal mengenai perusahaan dengan rekan-rekannya. Kini ia berbisik kepada salah satu bawahannya yang ada di sebelahnya. Terlihat beberapa kali anggukan dari bawahan Baekhyun. Setelah itu Baekhyun berpamitan dengan semuanya. Ia keluar dari gedung yang cukup megah ini menuju mobilnya. Ia sendiri tak ingin putranya menunggu lama di rumah.
**Rumah sakit**
Luhan baru saja keluar dari kamar mandi ruangannya. Wajahnya terlihat sedikit basah, membuat kesan segar pada dirinya. Kedua tangannya ia tarik keatas dengan perlahan. Sepertinya tubuhnya terasa begitu penat akibat aktivitasnya seharian ini. Sehari ini ia sudah menangani dua operasi. Cukup melelahkan baginya.
“Arghh.. tubuhku..” Beberapa kali terdengar bunyi tulang-tulangnya yang tak terlalu keras. Ia berdiri di depan kaca kemudian merapikan rambutnya sebentar. Penampilannya kini sudah begitu rapi. Setelan jas hitam melekat sempurna pada tubuhnya. Luhan hendak mengambil ponsel yang ada di meja kerjanya. Tapi pandangannya terpaku pada bingkai foto yang terpajang rapi di dekat ponselnya. Diambilnya bingkai foto tersebut. Menatapnya dengan sangat lama. Sorot matanya terlihat seperti merindukan sosok Yana da di foto tersebut. Bibirnya tersenyum kecil seketika. Ia benar-benar merindukannya. Sangat merindukannya.
“Kau bahagia disana kan, Park Nara?”
Tok tok..
Suara ketukan pintu mengagetkan Luhan dari posisinya sekarang. Ia meletakkan bingkai foto yang dibawanya tadi.
“Masuk.”
Pintu terbuka menampakkan seorang perempuan dengan balutan dress berwarna biru yang tak terlalu mewah. Membuat kesan sederhana pada dirinya. Perempuan itu tersenyum kepada Luhan. Suara sepatunya terdengar begitu jelas.
“Apakah jadi Dok?” Perempuan itu bertanya dengan hati-hati. Luhan menjawabnya sambil tersenyum.
“Jadi. Apa kau tak melihat aku sudah rapi seperti ini?” Jawab Luhan sambil merentangkan tangannya seolah menunjukkan penamplannya saat ini. Perempuan itu tersenyum malu, ia tak menyangka jika Luhan akan menemaninya.
“Trimakasih Dok, maafkan saya telah merepotkan anda.”
“Tidak apa-apa. Kenapa kau bicara seformal itu kepadaku? Lagipula ini bukan jam kerja lagi.” Perempuan itu adalah salah satu perawat yang kadang bertugas bersama Luhan. Sejak pertama kali Luhan berada di Rumah Sakit ini, ia sudah menyukainya. Tapi terlalu takut untuk mengungkapkannya. Mengingat banyak juga yang mendekati Luhan di sini. Apalagi sikap Luhan yang ramah kepada siapapun.
“Ah.. tidak apa-apa Dok. Eum,, sekali lagi maaf merepotkan anda.” Perempuan itu membungkukkan badannya kembali. Dalam hatinya ia merasa bahagia sekali. Malam ini ia akan menghadiri acara pesta pernikahan temannya. Tapi karena tidak ingin sendirian, malaya ia mengajak Luhan untuk menemaninya. Ia pikir Luhan akan menolaknya tapi dugaannya salah. Ia benar-benar tak menyangka jika nanti ia akan datang seperti pasangan. Walaupun ia tahu Luhan melakukan ini karena keduanya berteman, tidak lebih. Tapi ia tetap merasa sangat bahagia.
“Baiklah, ayo kita berangkat sekarang.”ajak Luhan kemudian.
***
“Selamat Park Chanyeol.” Baekhyun menepuk bahu kokoh milik sahabatnya.
“Trimakasih Baekhyun, akhirnya aku menikah kan, pria tampan sepertiku akan mengejar satu perempuan yang memang kucintai sejak dulu.”
Chanyeol melirik kearah perempuan yang ada di sebelahnya. Mengedipkan matanya perlahan. Tapi malah disambut tendangan kecil yang diarahkan pada kakinya.
“Kenapa kau menendangku? Kita kan sudah menikah?”gerutu Chanyeol saat itu juga.
“Selamat juga untukmu Hanni-ya.” Baekhyun mengulurkan tangannya kepada Hanni.
“Trimakasih Baekhyun-ssi. Trimakasih juga telah datang ke sini.”
Hari ini adalah hari yang membahagiakan bagi Chanyeol dan Hanni. Setelah sekian lama keduanya menjalani berbagai rintangan dalam kehidupan mereka, akhirnya cinta mereka bersatu kembali. Pagi hari tadi janji suci antara kedua pasangan ini telah diucapkan.
“Chan Hee, kemarilah.” Baekhyun memanggil putra semata wayangnya untuk mendekat kerarahnya.
“Chan Hee... kau tampan sekali..”
Chanyeol mengacak rambut putra sahabatnya itu. Ia terlihat begitu antusias melihat keponakannya sudah tumbuh sebesar ini.
“Ucapkan selamat pada Paman dan Bibi.” Chan Hee mengangguk mendengar perintah dari Ayahnya. Ia membungkukkan badan sebelumnya. Menghormati dua orang yang ada di depannya.
“Selamat atas pernikahan anda Paman, Bibi.” Ucap Chan Hee begitu sopan. Sejak kecil Baekhyun memang selalu mengajarinya untuk bersikap sopan kepada siapapun. Berbicara formal kepada yang lebih tua. Chan Hee sendiri termasuk anak yang penurut. Jadi apapun yang di perintahkan oleh ayahnya ia akan mengikuti semuanya.
Chanyeol terlihat heran, kedua matanya membulat tak percaya. “Hey Baekhyun, kenapa kau mengajari anakmu sepertimu. Biarkan dia berkembang seperti biasa. Jangan kau racuni dengan duniamu yang selalu serius.”Cibir Chanyeol kemudian.
“Chan Hee yang tampan, panggil aku Hyung. Sepertinya itu terdengar lebih baik.” Baekhyun menatap Chanyeol dengan tatapan aneh. Apakah sahabatnya tak sadar diri bahwa dirinya terlalu tua untuk mendapatkan panggilan itu dari putranya.
“Kau tidak ingat umurmu Park Chanyeol?”
“Ya Baekhyun, terserah aku.. kurasa itu lebih baik. Benar seperti itu kan Chan Hee?” Chanyeol tersenyum lebar menatap Chan Hee yang kini memandang ayahnya. Seolah meminta persetujuan darinya.
“Ikuti perintah pria idiot ini. Aku ingin minum dulu.” Baekhyun berjalan meninggalkan ketiga orang yang masih berdiri disitu. Chan Hee kini kembali menatap Chanyeol yang masih tersenyum lebar kearahnya.
“Kenapa kau kekanak-kanakan seperti ini Chanyeol, memalukan.”Bisik Hanni kepada suaminya. Chanyeol hanya membalasnya dengan kekehan tak jelas.
“Hyung, selamat atas pernikahan anda.”Ucap Chan Hee sambil membungkuk kepada Chanyeol.
“Bi-..emm Noona.. selamat.” Chan Hee kembali membungkukkan badannya kepada Hanni. Bibirnya mengulaskan senyuman, membuat dirinya terlihat begitu manis.
“Anak yang manis. Trimakasih Chan Hee-ya.” Tangan Chanyeol bergerak mengusap kepala Chan Hee.
“Gomawo Byun Chan Hee, kau benar-benar anak yang pintar.”Ucap Hanni sambil menyentuh pipi Chan Hee sebentar.
“Saya permisi dulu.” Chanyeol tertawa mendengar ucapan Chan Hee barusan. Tapi langsung di hentikan oleh Hanni.
“Apa kau tidak bisa menjaga kelakuanmu Park Chanyeol!” Chanyeol melepaskan tangan Hanni yang menutupi mulutnya.
“Apa yang kau lakukan!” Hanni menatap tajam wajah suaminya itu. Ia tak habis pikir dengan pria seperti Park Chanyeol. Umurnya yang bertambah malah membuatnya seperti anak kecil.
“Sadar dirilah Park Chanyeol!”
“Aku selalu sadar diri kalau aku tampan.”
Hanni tahu apa yang akan di ucapkan suaminya tersebut. Kini ia berjalan menjauhi suaminya. Berlama-lama seperti ini bisa-bisa membuatnya naik darah.
“Ya! Hanni-ya! Kenapa kau meninggalkanku!” Chanyeol berjalan mengikuti istrinya menyambut beberapa tamu yang baru saja datang. Wajahnya terlihat sangat bahagia.
“Nanti kau ingin anak berapa Chagi..” Bisikan Chanyeol barusan membuat wajah Hanni merah seketika. Bisa-bisanya Chanyeol mengatakan hal ini kepadanya di