Eternal A page in Canada
WARNING! : next part nya ensi 21! Kkkkk
Vancouver di malam hari selalu diwarnai kesibukan. Lampu-lampu kota dan cahaya-cahaya mobil yang selalu menerangi dan tidak pernah padam. Suara-suara sirine pun masih selalu terdengar walaupun ini sudah tengah malam. Laura masih duduk di ambang jendela apartemennya. Memperhatikan orang-orang yang ada di bawahnya masih berjalan hilir mudik dijalanan. Tatapan Laura setengah melamun memandang mereka. Alunan musik dari kotak musik yang ia letakkan disampingnya membuat ia terhanyut dalam pikirannya. Laura sangat merindukan seseorang yang memberinya benda ini. Seseorang yang sangat di cintainya.
“Kris.." desah Laura menyebutkan nama kekasih yang sangat ia cintai lalu menghela nafasnya perlahan. Laura sangat merindukan kekasih tercintanya yang berada di Korea.
Kekasihnya itu adalah teman masa kecilnya dulu yang terpisah selama 13 tahun.
Dulu, ketika Laura berada disini saat memikirkan tentang Korea, ia selalu dihadapi sebuah pertanyaan dari perasaannya yang membingungkan. Tapi sekarang, ia sudah mendapatkan jawaban dari perasaannya itu. Mengapa ia dulu rindu sekali terhadap Korea. Ternyata jawabannya ia telah meninggalkan seseorang yang selalu merindukan dirinya disana. Kris Wu, kekasihnya.
Sudah hampir 4 bulan Laura tidak bertemu dengannya. Semenjak perpisahan terakhir mereka di bandara, hati Laura benar-benar hampa. Andai saja ia masih mempunyai waktu untuk bisa berlama di Korea. Masih ingin terus berada di samping Kris. Tapi keadaan tidak bisa membuatnya seperti itu. Laura mempunyai kehidupan di Canada, ia masih mempunyai tanggung jawab terhadap pekerjaannya disini.
Apalagi bulan kemarin ia baru naik jabatan menjadi kepala editor di perusahaan majalahnya yang terkenal. Ia memegang tanggung jawab yang besar sekarang. Dan Kris juga mempunyai kehidupannya di Korea. Menjadi seorang artis terkenal mempunyai tanggung jawab yang besar juga. Kehidupannya selalu di pantau oleh semua orang. Ia jadi ingat perkataan Hyejin, sahabatnya di Korea, "betapa romatisnya kalian~ seorang jurnalis mempunyai pacar seorang artis. Saling menguntungkan~” Laura tersenyum mengingat itu. Semua gosip tentang Kris sudah dibahas abis olehnya. Menguntungkan Laura mendapatkan sebuah pekerjaan, dan menguntungkan buat Kris untuk mengklarifikasikan semua gosip miring tentang kehidupannya.
Laura bangkit berjalan menuju arah kamarnya. Laptopnya masih menyala di atas tempat tidur. Ia melihat ke layarnya lagi. Laura lupa kalau tadi ia sedang membaca e-mail yang di kirimkan oleh Kris selama ini. Sudah ada ratusan lebih e-mail yang ia kirimkan untuknya. Setiap hari Kris mengirimkan 2 sampai 5 e-mail kepada Laura tiap harinya, menanyakan keadaan Laura atau menceritakan hari-hari yang ia laluinya disana.
Laura membaca lagi e-mail terakhir yang Kris kirimkan tadi pagi. Yang selalu membuat kerinduannya semakin besar setiap membacanya walaupun isi pesan itu sangat singkat.
Aku akan ke Canada minggu ini, tunggu aku.
Love u, Kris.
***
Ponsel Laura terus berbunyi disamping meja tempat tidurnya. Ia mengeluarkan tangan dari selimut meraba-raba mencari ponselnya. Tangannya tak sengaja menyenggol jam digital sehingga jatuh dengan suara dentingan yang keras.
”oh shit!”. umpat Laura dari dalam selimut. Akhirnya ia bangun dengan mata masih setengah terpejam. Melirik ke meja dan mengambil ponselnya. Siapa pagi-pagi begini yang meneleponnya. Kepalanya masih pusing. Baru beberapa jam saja ia tertidur, gara-gara tadi malam ia membaca ulang semua e-mail dari Kris.
”hallo..” sapanya masih mengantuk.
”Laura! kau kira sudah jam berapa sekarang!!??” suara Matt asistennya sangat kencang sekali di telinga Laura.
”ada apa Matt? Pagi-pagi sudah meneleponku..” katanya sambil menguap.
”ini sudah jam 9 sudah tidak dikatakan pagi lagi. kau harus cepat datang kesini sekarang juga!” paksanya.
”memangnya ada apa? Bukannya aku sudah memberikan pengarahan kemarin? Kalian kan bisa bekerja tanpaku..”
”tapi ini bukan tentang yang kemarin, kau tahu kan sekarang yang pemotretan Katy Perry? Oh my gosh Laura~” Matt tidak melanjutkan kata-katanya tapi ia mengambil nafasnya panjang.
”kenapa?”
”kenapa dia sangat menyebalkan sekali!? Banyak sekali yang ia pinta tentang pemotretannya, dan dia mengancam jika permintaannya tidak dipenuhi ia tidak mau melanjutkan pemotretan! Makanya Laura, kau cepat datang kesini! Aku sudah tidak sanggup mengurus dia, kau tidak mau kan dia batal menjadi model kita dan kau yang akan menggantikannya?” ujar Matt sedikit mengancam.
”tapi Matt.. Matt? Matthew!!?” Matt sudah menutup teleponnya.
”Geez!” Dengan sangat terpaksa sekali Laura bangun dari tempat tidurnya dan langsung ke kamar mandi.
Itu yang tidak disukai Laura, menjadi model. Sudah banyak yang menawari Laura untuk menjadi model. Darahnya yang keturunan Canada – Korea membuat kecantikan Laura disukai, apalagi dengan tubuh tinggi langsingnya yang semakin diminati oleh para pencari bakat. Sampai di kantornya sendiri pun juga terkadang Laura diminta untuk menjadi model mereka. Tapi Laura selalu menolak. Karena ia tidak minat sama sekali dengan dunia model. Memang pekerjaannya sekarang masih satu lingkup dengan permodelan, tapi ia lebih menyukai bekerja dibalik mereka. Buat apa Laura selama 4 tahun kuliah mengambil jurusan jurnalistik kalau akhirnya ia menjadi model. Lebih baik tidak usah kuliah waktu itu.
Seharian ini Laura sangat sibuk sekali. Benar kata Matt tadi pagi, artisnya memang sangat menyebalkan. Sesampainya di kantor Laura sudah harus mengganti set pemotretan dengan berbagai warna. Belum 1 menit set itu dipajang, dia sudah ingin minta diganti lagi. katanya warnanya tidak sesuai dengan mood dia saat itu. Rasanya Laura ingin menginjak kaki artis itu saat melewatinya tadi. Tapi ia mengurungkan niatnya mengingat ia masih ingin bekerja di perusahaan majalah ini.
Untung saja ia bisa mengendalikannya. Laura sangat bersyukur dengan hobinya yang suka shopping. Ternyata Katy Perry menyukai brand name fashion yang sama dengan Laura. Mereka banyak mengobrol tentang fashion itu sehingga dalam waktu singkat mereka bisa akrab. Sejak itu ia mau di atur oleh Laura selama pemotretan.
”haa~ untung sekali Laura.. kau memang sangat bisa diandalkan! Coba kalau kau tidak datang, aku tidak sanggup menghadapi dia..” Ujar Matt sambil mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. Tampangnya lelah sekali.
Laura tersenyum melihat Matt lelah seperti itu. ”itu sudah tugasku.. kalau begitu aku pulang dulu ya, sudah jam 8. good nite!” pamit Laura sambil menepuk bahu Matt.