“Nona Suzy, sudah saatnya bangun. Sudah jam 6 pagi nona.” Ajumma Kim mencoba membangunkanku.
“Sebentar lagi Ajumma, aku masih ngantuk.” Aku pun kembali menarik selimutku menutupi kepala.
“Nona, Tuan Park nanti akan datang nona. Terus Tuan Bae mau ketemu dengan nona pagi ini.” Ajumma masih berusaha membangunkanku.
“Haish… Arasso….” Dengan berat hati akhirnya aku bangun. Biasa juga di Indonesia jam segini aku masih enak molor.
Akupun beranjak bangun dari tempat yang sangat nyaman bagiku hari ini. Sebelum memutuskan buat mandi, aku melihat ponselku. Eh, ada kakao. Mungkin dari Rena.
“Hello Suzy, apa kabar? Sudah bagunkah? Ini aku Seungri yang dipesawat kemarin. Masih ingetkah?”
Siapa sih ini. Oh Namja yang yang itu. Jadi namanya Seugri. Eit.. darimana dia dapat nomorku? Perasaan aku belom memberitahukan nomorku. Haish pasti kemarin waktu dia memungut ponselku.
Tanpa membalasnya akupun langsung begegas mandi. Yah emang beginilah karakterku. Kalau yang belom aku kenal dekat, jangan harap aku peduli. Tidak membutuhkan waktu banyak, akupun selesai mandi.
Aku langsung bergegas ke kamar Appa. Sesampai di kamar, Eomma sudah duduk dengan manis menemani Appa. Apa mungkin selama 5 bulan ini, Eomma selalu menenami Appa seperti ini. Terbesit rasa bersalah dalam diriku. Kenapa dulu aku sangat keras kepala ya.
“Eomma…. Appa sudah bangun?” bisikku sambil mendekati eomma yang sedang memegangi tangan Appa.
“Sudah Suzy, Appa mau bicara sama kamu, kamu duduk disini dulu. Eomma akan keluar meninggalkan kamu dengan Appa berdua.” Eomma berdiri dan keluar dari kamar. Sekarang tinggal aku berdua dengan Appa.
“ Appa….” Aku mulai memegang tangan Appa yang tidak pernah lagi aku sentuh selama 5 tahun. Tangan yang pernah menamparku dulu. Tangan yang menorehkan luka sangat dalam di hatiku dulu. Sekarang melihat keadaan Appa yang seperti ini, seolah sakit hati terangkat dengan sendirinya.
“Suzy, maafkan Appa dulu yang pernah menampar kamu. Maafkan tindakan Appa yang tidak mencarimu melainkan membiarkan kamu tinggal di Indonesia seorang diri. Pasti kamu kesepian disana.” Bisa aku lihat air mata mulai menetes dari kelopak mata Appa.
“Appa… aku sudah memaafkan Appa semenjak aku di Indonesia, kalau tidak ada kejadian itu, mungkin tidak ada Suzy yang sekarang Appa.” Akupun mulai menahan isak tangis supaya Appa tidak semakin sedih.
“Suzy.. mengenai perusahan itu terserah kamu. Tapi, Appa sangat berharap kamu bisa menggantikan Appa sampai Appa sembuh total.” Terlihat Appa berusaha menahan kesedihannya. Aku tahu perusahaan ini bagaikan anak buat Appa.
“Aku akan menjalankan perusahaan selagi Appa dirumah. Tapi, aku mohon Appa harus berjuang untuk bisa sembuh. Aku kangen jalan – jalan dengan Appa lagi. Cepat sembuh Appa.” Jawabku sembari memberikan kecupan di kening Appa.
Setelah itu, aku bergegas keluar kamar Appa. Aku langsung berlari ke kamarku. Dari jauh aku tau Eomma berusaha memanggilku. Tapi, isak tangis sudah tidak terbendung lagi. Aku sangat merasa bersalah dengan Appa. Kenapa dulu aku pergi begitu saja? Kalau tau akan begini aku akan menurunkan ego ku dulu.
“Suzy… ini Eomma. Boleh Eomma masuk?” terdengar suara Eomma dari balik pintu kamarku.
“Nde Eomma, masuk saja. Tidak dikunci kok.” Aku berusaha menghapus air mataku meskipun usahaku itu sia – sia.
“Sayang, Eomma tau kamu pasti masih marah dengan Appa. Tapi, Eomma mohon kamu mau memaafkan Appa. Eomma senang kamu dapat kembali lagi kesini. Appa mu juga sangat senang Suzy.” Eomma membelai rambutku dengan penuh kasih sayang.
“Eomma, haruskah aku menjalankan perusahaan Appa? Aku baru berumur 20 tahun Eomma. Bagaimana bisa aku menjalankan perusahaan seorang diri Eomma? Eomma tau sendiri aku sangat tidak menyukai bisnis.” Akhirnya semua yang menganjal pikiranku bisa aku katakan dengan sangat lancar di depan Eomma. Rasa rindu untuk berbicara dengan Eomma tidak bisa aku bendung lagi.
“Sayang, Eomma yakin kamu bisa, Appa mu kan masih ada. Kamu bisa bertanya dan diskusi dengan Appamu. Biar kamu yang membuat keputusan di perusahaan, Appa pasti mau membantu mu.” Eomma memelukku untuk menenangkan diriku.
“Sekarang kamu siap – siap. Saatnya untuk bertemu Tuan Park supaya dia bisa membawa kamu ke perusahaan.” Eomma pun berajak meninggalkan kamarku.
“Nde Eomma.” Aku berusaha merapikan wajahku yang kelihatan sangat berantakan sehabis menangis.
Aku berusaha menenangkan diri dengan mendengar lagu dari ponselku. Saat ku pegang ponsel ternyata ada kakao lagi. Dari siapa ya sepagi ini? Rena jelas tidak mungkin.
“Hei, Suzy. Kamu masih punya utang denganku. Kamu belom mengabulkan permintaanku.”
Haish namja satu ini. Masih aja mengirimin aku pesan. Padahal aku balas saja tidak. Tunggu permintaan? Bukannya dia Cuma menanyakan namaku saat itu.
“Bukannya permintaanmu sudah aku berikan. Kamu cuma bertanya namaku saja bukan?” aku mengetik dengan sedikit rasa kesal.
“Nama emang sudah, tapi kamu harus menemaniku hari ini. Oke. Ada yang ingin aku serahkan. Kamu tidak merasa kehilangan barang?”
Ha? Menemani? Emangnya dia pikir dia siapa. Akupun tidak membalas kakao darinya lagi. Ada yang lebih penting sekarang daripada bermain – main dengan namja itu. Perusahaan Appa sekarang merupakan prioritas utamaku. Tapi apa ya? Akupun lupa barang apalagi yang tertinggal.
Sudah cukup rasanya aku menghilangkan kekesalan dan kegundahan hati. Bergegas aku menemui Tuan Park yang ternyata sudah menunggu dari tadi di ruang makan. Semua sedang menungguku untuk makan terkecuali Appa yang tidak bisa kemana – mana dan masih terbaring di tempat tidur.
“Nona Suzy bagaimana? Anda akan ke perusahaan hari ini?” Tuan Park langsung to the point aja ngomongnya.
“Nde… aku akan ikut ke perusahaan. Tapi, makan dulu ya.” Jawabku sembari duduk di samping Eomma. Aku tau Eomma tersenyum mendengar perkataanku.
Selagi makan ponselku berbunyi lagi. Kakao dari Namja itu lagi. Haish bisa gak sih gak mengganggu aku dulu.
“Yakin gak mau dengan barang yang kamu tinggalkan?”
“Emang apaan yang aku tinggalkan?” aku tau tidak sopan membalas pesan di meja makan. Tapi, daripada gak aku bales dan pesannya masuk, terus menggetarkan saku celanaku. Lima menit, sepuluh menit tidak ada balasan dari dia. Hmm… ngerjain aku kayaknya nih.
“Kajja Nona Suzy, saatnya kita berangkat ke kantor” Tuan Park sudah berdiri dan bergegas ke mobil yang sudah menunggu di depan rumah.
“Eomma aku berangkat dulu ya.” Aku mencium pipi eomma ku dan bergegas menyusul Tuan Park.
Please don't be silent. Comment n love ya.
Thank you
Winter