Title: Lovebrary (Love in Library) – 7 cm (sequel dari Lovebrary)
Scriptwriter: natadecocoo
Main cast: Kim Jongin & Han Seulbi
Subcast: Oh Sehun & Kim Seolhyun (AOA)
Genre: romance,fluff,school life
Duration: chaptered--sequel
Rating: PG-13
Jantungnya berdetak tak keruan. Rasa penasarannya memuncak namun di sisi lain ia takut. Takut jika usahanya berhasil sia-sia.
PART 2
Bangun (terlalu) pagi, tidur larut malam, jarang memegang ponsel. Sepertinya Jongin perlahan mulai menjadi makhluk yang berbeda dari sebelumnya. Meski terkadang Jongin memang tidur terlalu larut tapi itu dengan alasan yang berbeda. Bukan belajar. Tapi video games. Seperti saat ini, ia sedang berkonsentrasi penuh untuk memahami benda kotak besar di depannya.
“Jadi..ternyata gaya Newton III itu gaya sama dengan reaksi..” Ia berbicara sendiri—tangannya memijat keningnya, berusaha keras agar mengerti apa yang tertuliskan di buku di depannya itu. “Apakah mungkin usahaku selama ini akan sebanding dengan hasil yang akan kudapat seperti gaya Newton III ini?”
Kali ini, ia meletakkan bukunya sejenak dan menghela nafasnya. Masih hangat di benaknya kejadian di perpustakaan tadi pagi. “Semoga saja.”
~~~~~
Seolhyun terus mengkoreksi sementara Jongin yang duduk di sampingnya telah harap-harap cemas. Tak terasa, usahanya telah berjalan selama dua minggu. Waktu yang bagi Jongin tidak sedikit untuk perubahan semacam ini.
“Aah jinjjha. Rasa-rasanya mataku akan menjadi minus sepertimu, Seolhyun-a.” Gerutunya sambil menguap lebar. Seolhyun bergeming—tetap berfokus untuk mengkoreksi pekerjaan temannya.
“Ya.. Mengapa tak dari dulu seperti ini...Aish..” Seolhyun melepas kacamatanya—memasang wajah kesal. “Kau sebenarnya bisa mengerjakannya, Jongin-a.” Seolhyun lalu menodongkan hasil pekerjaan itu ke Jongin.
Jongin mengambilnya dan melihat tanda centang bersebaran dimana-mana. Hampir di semua tempat. “Keundae..masih ada beberapa yang salah. Namun itu bukanlah kesalahan fatal. Mungkin karena kau masih belum berlatih banyak menggunakan rumus itu.” Lanjut Seolhyun.
Meski begitu, wajah Jongin tetaplah begitu ceria. Yang terpenting baginya, ia akhirnya bisa mengerjakan apa yang selama ini ia pelajari. Ia secara perlahan juga mulai menyadari bahwa ternyata Matematika, Fisika, Biologi, Sejarah dan antek-anteknya ternyata tak sehoror yang ia bayangkan. Terbukti, Jongin bisa mendekati mereka dan mendapatkan 80% jawaban benar ketika mengerjakan tugas yang Seolhyun berikan.
“Jongin-a..” panggil Seolhyun, Jongin menengok “ndae?”
Seolhyun tampak ragu sejenak kemudian ia melanjutkan kata-katanya. “Ah dwaesso.”
Ia kemudian mulai berdiri, menggunakan kacamatanya. “Jangan lupa, Jongin-a. Besok adalah harinya.”
~~~~~
Hari terlewati begitu cepat bagi Jongin saat ini. Memang benar kata orang, jika kita memiliki kesibukan tertentu, hari-hari akan terasa begitu cepat. Jongin melepas pandangannya dari buku sejenak. Untuk melepas penat, ia mengambil ponselnya dan memutar sebuah musik yang mengalir ke headsetnya. Entah mengapa, ia sedang tidak berminat untuk membuka aplikasi apapun saat ini. Hal itu membuat dirinya membuka galeri. Terus saja ia scroll hingga aklhirnya ia menemukan sebuah foto di masa lalu. Foto yang menunjukkan seorang gadis seusianya sedang memberikan pidato di aula. Di depan banyak orang. Pandangan teduh itu...Senyum itu...batinnya. Ia terus menatap foto itu sambil tersenyum.
Tak terasa, bel pun berbunyi. Seorang guru yang untuk menit selanjutnya menjadi seorang pengawas pun tampak memasuki ruangan. Jongin memantapkan diri—lalu ia menghela nafasnya panjang dilanjutkan memasukkan ponselnya ke dalam tasnya.
~~~~~
Seulbi menarik sebuah kursi, lalu duduk diatasnya. Diikuti oleh Hyeri yang juga mengambil kursi di seberangnya.
“Sejak kapan kau menyukai bangku dekat jendela?” tanya Hyeri, setelah meletakkan setumpuk buku.
Seulbi tak kunjung menjawab—malah ia melihat ke arah luar, ke arah lapangan sepak bola. Hyeri pun hanya bisa mendesah dan sepertinya ia cukup tahu dari arah mata kemana pandangan Seulbi berakhir. “Seulbi-a~” ulang Hyeri, memanggil nama Seulbi tanpa henti. Bahkan hingga menaikkan amplitudo serta frekuensinya.
“ndae?”
“Bagaimana ujianmu hari ini?” tanya Hyeri setelah akhirnya mendapatkan perhatian dari Seulbi.
“Umm..Kurasa baik-baik saja. Meskipun beberapa soal memang sedikit menjebak, untung kau mengajariku sedikit tentang Hukum Archimedes itu Hyeri-a.” balas Seulbi seadanya lalu kembali memandang ke arah luar. Hyeri hanya bisa mendesis dan membiarkan kawannya itu terus memandang ke arah luar.
~~~~~
“Kau tak berada di perpustakaan?” tanya Sehun—melihat Jongin yang memasuki lapangan sepak bola.
“Ani.”
“Wae?”
Jongin menaikkan salah satu sudut bibirnya. “Kurasa aku bisa mengerjakannya. Saatnya perayaan.”
Keduanya kemudian tertawa renyah. sehun mengoper Jongin sebuah bola. “Arasso,Jongin-a.”
Mereka berdua lalu pergi menuju ke teman-teman mereka dan memulai permainan.
Permainan telah berlangsung selama beberapa menit. Perasaannya sungguh tak tergambarkan saat ini, antara antusias, cemas dan senang. Ia merasa ia bisa mengerjakan ujian tengah semester yang baru saja ia lalui. Tak seperti ujian tengah semester biasanya. Kali ini ia optimis ia bisa setidaknya lulus.
Tak sadar ia tersenyum sendiri mengingatnya. Bagaimana ia bisa berubah menyukai pelajaran demi seseorang. Sebelumnya, ia tak pernah begitu peduli terhadap orang lain apalagi melakukan sesuatu begitu ekstrem hanya demi orang lain.
Pemikiran itu membuatnya mengingat yeoja itu dan juga perpustakaan, tempat dimana mereka bertemu. Pandangan segera ia layangkan ke arah perpustakaan.
Beruntung. Ia menyebutnya begitu. Karena tepat pada saat itu ia dapat melihat sesosok yeoja yang sedang ia pikirkan. Rambut cokelat gelap panjangnya tampak tak sengaja tergurai ke bawah karena gravitasi, menutupi sebagian dari wajahnya.
“Neomu yeppuda.” batin Jongin—sebelum sebuah bola mengenai bahunya disertai teriakan temannya. “Ya. Jongin-a!!”
~~~~~
Tak butuh waktu lama bagi SMA Yongsang untuk mengolah nilai ujian tengah semester murid-muridnya. Selang satu hari, nilai akhirnya sudah selesai dikoreksi,direkap lalu diprint out. Dipajang berderet-deret di papan pengumuman. Tak heran jika pemandangan pertama yang ia lihat ketika memasuki sekolah adalah kerumunan di depan papan putih raksasa di depan kantor itu.
Jantungnya berdetak tak keruan. Rasa penasarannya memuncak namun di sisi lain ia takut. Takut jika usahanya berhasil sia-sia.
Perlahan, ia mendekat ke papan putih besar itu.
Ia bahkan hampir lupa kalau namanya adalah Kim Jongin ketika mencari namanya di papan itu. Tampak di matanya, 5 lembar kertas tertempel di papan tulis. Saking banyaknya murid yang ada di SMA Yongsang, mereka harus membuat hasil ujian tengah semesternya menjadi 5 lembar kertas ukuran A4.
Jongin mengurut namanya. Kebiasaan lama, ia mengurut dari bawah agar cepat ketemu. Yah, baginya terlalu lama untuk mengurut namanya yang ada di urutan ke 180 dari atas.
Belum ketemu..Belum tampak namanya, nilainya...Ia terus mengurut.Lembar kelima, lembar keempat, lembar ketiga, lembar kedua.. Sampai pada akhirnya tampak nama ‘Kim Jongin’ di tempat yang bagi Jongin tak terduga.
Lembar pertama.
Perasaannya tak keruan saat itu. Ia tak menyangka namanya ada di deretan lembar pertama, meski ada pada barisan kedua di samping barisan pertama. Ia sudah senang. Sangat senang. Senangnya lagi, namanya berstabilo. Mengapa siswa SMA Yongsang begitu berharap nama mereka berstabilo? Mengapa mereka begitu senang ketika nama mereka ada pada barisan berstabilo?
“Aku berada dalam 30 besar?” ia bertanya pada dirinya sendiri. Tak ingin berlama-lama, ia melihat ke angka yang menunjukkan urutan ke berapa ia dalam satu angkatan.
Matanya berbinar tatkala ia melihat angka 25 di samping namanya.
Perasan Jongin saat ini tak tergambarkan. Jika saja ada Sehun di sampingnya saat ini, ia pasti akan mencekik leher Sehun saking bahagianya.
Untung saja tidak ada.
Kebahagiaannya tak berlangsung lama.
Ia ingin segera mengecek pada urutan ke berapa yeoja yang menjadi yeoja idolanya itu. Han Seulbi. Eja Jongin pelan.
Ketemu! Batinnya. Segera saja ia mengambil penggaris dari dalam tasnya. Kebetulan, ia tidak memiliki tempat pensil sehingga dengan cepat ia dapat mengambilnya. Tinggal merogoh tasnya dan mengambil sesuatu yang berbentuk mirip penggaris.
Segera saja ia ukur jarak antara sebuah nama ‘Kim Jongin’ dengan ‘Han Seulbi’
“Tujuh cm. Kini jarakku dengan dirinya adalah tujuh cm.”
Senyum terkembang di mulut Jongin. Ia sudah merasa cukup dekat, meski hanya dengan cara itu. Konyol memang. Tapi baginya, setelah ia mengenal yeoja itu, hidup terasa begitu konyol. Termasuk usaha mati-matiannya agar ia bisa berada dalam 30 besar.
“Bwo? Peringkat Seulbi menurun? Ommoya! Baru kali ini aku melihat peringkatnya menurun!” sebuah suara mengagetkan lamunan Jongin. Saat itu juga ia berusaha untuk mengkonfirmasi teriakan seseorang di belakangnya itu dan melihat urutan angka milik Seulbi. Tampak di matanya Seulbi berada di posisi ke-dua...Setelah sebuah nama yang berada di urutan paling atas.. Kim Seolhyun.
~~~~~
Kebahagiaan Jongin tak berlangsung lama. Walaupun ia akhirnya mendapat peringkat 25, sesuatu yang tak pernah Jongin bayangkan sebelumnya, ia merasa ada yang aneh dengan Seulbi. Wajah Seulbi yang pucat, peringkatnya yang menurun.
Ia memutar tubuhnya dan segera pergi ke arah kelas yeoja yang memenuhi pikirannya itu. Rasa penasarannya membludak. Ia ingin segera tahu, apa yang telah terjadi pada Seulbi. Mungkinkah keadaan rumah Seulbi sedang tak baik saat ini sehingga peringkatnya menurun? Bahkan Jongin sempat melihat selisih nilai yang cukup tinggi dari Seolhyun.
Aku harus menanyakannya. batin Jongin. Pasti ada sesuatu yang telah terjadi pada dirinya.
Jongin terus berlari..Namun kemudian langkahnya tercekat. Tatkala sebuah pikiran muncul di kepalanya.
Tapi siapalah aku..Aku bahkan bukan siapa-siapanya..
Secara perlahan Jongin mengerem larinya, langkahnya lalu berdiam diri di tempat.
Aku tak punya hak untuk mnanyakannya.
Dengan itu, Jongin berbalik dan membatalkan niatnya.
Aku cukup tau diri.
~~~~~
“Chukkae Seolhyun-a~” ucap Sehun ceria.
“Gomapta.” jawab Seolhyun ringan.
Mereka sedang berada di depan kelas Sehun dan Jongin saat ini—menunggu kedatangan Jongin. Seolhyun ingin mengucapkan beberapa kata ‘Selamat’ untuknya. Ia sedikit mengakui, usaha Jongin benar-benar luar biasa hingga yang awalnya 180 menjadi 25.
“Kau tak bersama Jongin?”
Sehun menggeleng.
“Bagaimana dengan hasilmu?” tanya Seolhyun lagi. Namun Sehun hanya bisa menggeleng. “Memangnya aku pernah melihat hasil ujianku selama ini?” dilanjutkan sebuah tawa renyah. “Aku tak peduli dengan hasilku kau tahu itu..”
“keundae Sehun-a..Itu adalah hasil belajarmu..”
Sehun tersenyum kecut lalu melayangkan pandangannya ke Seolhyun. “Arra arra. Tapi tidak sampai berdesak-desakkan seperti itu bukan..Aku hanya malas berdesak-desakkan saja..”
“Aigoo...”
Tak lama, Jongin datang. Seolhyun segera mendatanginya. “Ya Jongin-a. Chukkae~ Kau berhasil masuk ke 30 besar! Omo~ Aku sudah menduga sebelumnya kau bisa melakukannya..”
Jongin hanya bisa diam.
Seolhyun mengayunkan tangannya ke depan wajah Jongin.
“Ya. Ada apa dengan temanmu ini?” Seolhyun tampak membenarkan kacamatanya dan menyenggol lengan Sehun. Sehun tampak mengangkat bahunya lalu menurunkannya lagi. “Entahlah. Mungkin dia terlalu syok akan hasilnya.”
“Jongin-a. Kau sedang tidak kerasukan arwah atau apapun itu bukan? Ya.” Sehun mengulangi apa yang telah dilakukan Seolhyun—mengayunkan tangan ke depan wajah Jongin. Namun sia-sia.
Sehun dan Seolhyun tampak memasang wajah bingung.
“Aku baik-baik saja. Gomapta Seolhyun-a.” jawab Jongin pada akhirnya—dilanjutkan dengan meletakkan kepalanya ke atas meja dan menggunakan silangan tangannya sebagai bantal kepalanya.
“7 cm itu...tak ada gunanya. Aku senang pada akhirnya aku merasa dekat dengannya.. Tapi aku tidak bisa bahagia jika mengingat sesuatu mungkin telah terjadi padanya...” gumam Jongin pada dirinya sendiri.
Sehun langsung mengerti apa yang Jongin maksud. Sehingga dengan tidaksadar ia bertanya. “Maksudmu..Seulbi? Ada apa dengannya?”
Jongin menghela nafasnya. “Sepertinya terjadi sesuatu pada Seulbi..Peringkatnya juga menurun.”
“Ya. Apa yang sedang terjadi Jongin-a..” Seolhyun tampak tidak mengerti.
Sehun mengutuk dirinya sendiri mengapa ia menyebutkan nama Seulbi. Ia memandang iba ke arah Seolhyun lalu menjelaskan Seolhyun tentang motif Jongin sejak awal.
Seolhyun tampak mengangguk-angguk mengerti “Aaah~ Arrasso..Mianhada..”
Ia tampak menggigit bibir bagian bawahnya, berusaha menahan suatu perasaan yang berkecamuk di dadanya. Tak ingin berlama-lama di sana, ia berpamitan untuk pergi. “Ya Jongin-a. Kau harus mendekatinya dan menanyakannya, bukan? Sehun-a, aku harus pergi ke suatu tempat terlebih dahulu..”
Saat itu juga, Sehun menyadari bahwa ia salah telah menjelaskan semuanya pada Seolhyun. Ia terlupa akan apa yang telah terjadi.
Bahkan ia menyalahkan dirinya sendiri mengapa sejak awal ia memilih Seolhyun untuk menjadi tutor bagi Jongin.
Sehun menggenggam tangannya kuat-kuat. Lalu berlari meninggalkan Jongin dan menyusul Seolhyun.
~~~~~
Seulbi memandang ke kejauhan dari balik jendela kelasnya. Ia sudah melihatnya, peringkatnya yang menurun. Ia biasa saja. Ia tidak memikirkannya. Wajar saja jika itu terjadi, ia mengakui dirinya bukanlah dewa sehingga ia beranggapan bahwa siapapun bisa saja berada di peringkat pertama. Ia mengakui ia hanyalah manusia biasa.
Seulbi cukup kecewa jujur saja. Namun anehnya, kekecewaan itu tak berlangsung lama. Ia malah sedang tersenyum saat ini. Mengingat seseorang yang berada di peringkat 25 membuatnya tersenyum di balik kekecewaan yang samar-samar hilang.
“Padahal kau dulu berada di peringkat 180...” gumamnya lirih “Perkembanganmu luar biasa. Jadi selama tidak berada di perpustakaan kau belajar mati-matian untuk ujian tengah semester, eoh?Tck.” Seulbi terkekeh kecil sendiri mengingatnya—betapa selama tiga minggu silam ia khawatir karena bayangan seseorang yang selalu memperhatikannya lenyap begitu saja dari perpustakaan. Apakah sesuatu terjadi padanya? Apakah ia baik-baik saja? Dimana sekarang ia berada? Aku masih ingin bertemu dengannya...
Seulbi terus seperti itu—tersenyum mengingat Jongin akhirnya berada di 30 besar. Perasaan lega datang dari dalam dirinya.
“Chajatta!”
Seulbi menengok ke belakang dan melihat Hyeri sedang memegang kedua bahunya, berusaha mengagetinya.
“Ya. Aku mencarimu kemana-mana..” Seulbi dapat melihatnya, wajah cemas Hyeri yang ia tahu apa maksudnya.
“Gwaenchana.”
Hyeri mengedipkan matanya. “Ya. Kau selalu bisa membaca pikiranku..Omo.”
“Jeongmal gwaenchana Hyeri-ah. Kau tak perlu mengkhawtirkanku.”
Hyeri lalu menghembuskan nafasnya kuat-kuat.
“Bagaimana aku tidak khawatir? Ini kali pertamanya perinkatmu menurun, Seulbi-a. Selama 11 tahun aku mengenalmu..” ucapan Hyeri terputus “Pasti ada yang salah kan dengan peringkatmu..”
“Maksudmu? Ya. Tidak ada yang salah Hyeri-a. Seolhyun mungkin belajar lebih giat dariku..” Seulbi berusaha menenangkan sahabatnya itu.
Mereka lalu diam.
Kembali tampak di mata Hyeri, Seulbi memandang ke arah lapangan sepak bola—sama seperti biasanya.
Hyeri sudah tidak tahan lagi. Ia khawatir jika keadaan ini terus berlangsung, bisa saja peringkat ujian akhir sahabatnya kembali turun dan sahabatnya itu tidak dapat mendapatkan beasiswa dari SMA Yongsang lagi.
Ia berdiri—lalu menyambar tangan Seulbi.
“Siapa namja itu? Aku harus membuatnya bertanggung jawab.”
~~~~~
BISA UPDATE SELANG SATU HARI
OH LIBURAN :””” *abaikan kegilaan author*
Jadi, inilah part ke-2~
Maap ya ceritanya mainstream bangeets dan biasaa bangeets. Soalnya udah lama kaga ber-ff author jadi sedikit lupa konflik yang bener-bener konflik itu kayak gimana..
Selain itu alur emang cepet soalnya cuma dibikin 3 parts dan author kaga bisa ketik panjang-panjang..
Semoga para readers menikmati update pendek ini. Kurang part-3 which means part terakhir. Semoga besok bisa update. aamiin
Sekian, komentarnya ditunggu yaa ^^)/