home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > EXO Oneshot Compilation

EXO Oneshot Compilation

Share:
Author : natadecocoo
Published : 27 Aug 2014, Updated : 16 Jan 2016
Cast : All of EXO
Tags :
Status : Ongoing
1 Subscribes |20652 Views |4 Loves
EXO Oneshot Compilation
CHAPTER 9 : Lovebrary-7cm Part 3

Title: Lovebrary (Love in Library) – 7 cm (sequel dari Lovebrary)

Scriptwriter: natadecocoo

Main cast: Kim Jongin & Han Seulbi

Subcast: Oh Sehun & Kim Seolhyun (AOA)

Genre: romance,fluff,school life

Duration: chaptered--sequel

Rating: PG-13


Kepanikannya meningkat, tidak tahu itu adalah sebuah kerugian atau keuntungan. Yang jelas, sepertinya semua yang Jongin akan katakan akan keluar begitu saja.


Part 3-Last Part

 

            Hyeri membawa Seulbi pergi keluar kelas. Seulbi menolak berulang kali tapi bukan Hyeri namanya jika ia tidak berkeraskepala, membuat Seulbi mau tak mau harus menurut dan terbawa oleh tarikan tangan Seulbi.

            Baru saja mereka berdua keluar dari kelas, orang yang Hyeri cari sudah berada tepat di depan mereka. Seseorang dengan nafas memburu, wajah basah karena peluh serta mata tertancap ke arah Seulbi. Hyeri segera memanfaatkan kesempatan itu. Segera saja ia melepaskan genggaman tangannya ke Seulbi dan berkacak pinggang.

            “Neo—apa yang telah—“ Belum selesai Hyeri berucap, kawannya yang hanya bisa membeku oleh keadaan dirinya direbut oleh namja yang sedang melangkah ke arahnya.

            “Aku pinjam Seulbi sebentar.” ujar namja itu—gantian menarik tangan Seulbi yang hari ini seakan-akan menjadi piala bergilir.

            Hyeri tak bisa mengelak, ia ingin intervensi dan menanyakan apa yang telah namja itu lakukan pada Seulbi namun karena namja yang ia maksud ternyata sepertinya telah memulai inisiasi, ia hanya bisa diam dan menunggu. Menunggu semoga semuanya akan baik-baik saja.

~~~~~

            Sesampainya di pelataran sekolah, Jongin  melepas genggaman tangannya pada Seulbi. Jongin tak menyadari bahwa ia sebegitu kuat menggenggam tangannya.

            Alasannya sederhana. Ia takut, jika keberanian yang sempat muncul itu akan hilang disapu rasa tidak percaya diri yang selama ini menggelayutinya.  

            Pada faktanya, Jongin memang belum siap. Belum sepenuhnya siap. Pasalnya, ia memang belum mempersiapkannya. Memikirkan keadaan Seulbi terus menerus tanpa menanyakannya secara langsung ke Seulbi membuatnya cukup gila. Jika ada stage dari kegilaannya itu, mungkin ia masuk ke dalam stage pre-gila. Pikirannya kacau.

            Sebenarnya, Jongin sering bertindak seperti itu. Melakukan apapun tanpa memikirkannya terlebih dahulu. Kebiasaan ketika pikirannya sedang kacau.

            Sekarang ia tidak bisa hanya berdiam diri. Ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya yang telah menyeret Seulbi sesukanya hingga ke pelataran sekolah.

            “Gwaenchana?” tanya Jongin—masih dengan napas terengah.

            Seulbi mengedipkan matanya, masih tidak menyangka semua ini akan terjadi. Sejauh ini, ia hanya memandangnya dari jauh. Mengagumi wajah penuh keceriaan namja dengan kulit sedikit gelap ini dari jauh. Tak pernah ia bayangkan sebelumnya, ia bisa sedekat ini dengannya. Sedekat ini. Dimana tiba-tiba ia dibawa pergi ke suatu tempat lalu diberikan pertanyaan yang Seulbi tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.

            Tentu, jika Hyeri atau temannya yang lainnya yang menanyakannya, Seulbi akan dengan mudahnya menjawab. “Gwaenchana.” Bukan suatu masalah yang besar.

            Beda pemeran, beda cerita.

            Itulah yang sedang terjadi.

            Ketika Jongin lah seseorang yang menanyakannya, Seulbi tidak tahu harus menjawab apa.

            Karena sesungguhnya, ia sedang tidak baik. Pikirannya, hidupnya, terusik oleh seorang namja yang hanya ia ketahui namanya dan kabarnya dari bisik-bisik yang ia dengar di sekolah. Tapi meski begitu, batinnya terasa diikat lebih kuat daripada orang yang telah ia kenal lama.

            Aneh. Pikirnya.

            Rasa suka itu...sungguh aneh. pikirnya terus menerus tak henti sepanjang hari ketika mengamatinya.

            Jika saja ia memiliki keberanian untuk sekedar memulai percakapan dengan namja itu, semua ini tak akan terjadi.

            Jika saja namja itu adalah teman lamanya yang ia kenal lama dan menghabiskan waktu bersama lebih lama, semua akan berbeda.

            Jongin baginya seperti sebuah sihir. Ia tidak tahu bagaimana itu terjadi, hal itu datang begitu saja dan mengubah segalanya.

            Tapi ia menyukainya. Memikirkan Jongin, mengamati Jongin, memandang senyum manis Jongin.

           

            Namun kemudian Seulbi sadar bahwa pertanyaan itu berbeda dengan pertanyaan yang ia kira sebelumnya. Di matanya, Jongin tampak melihat ke arah pergelangan tangannya yang memerah. Hal itu membuat Seulbi tidak ragu lagi untuk menjawab. “Gwaenchana” seraya tersenyum.

           

~~~~~

            Jongin menghembuskan napasnya lega. Ia menyesal telah menggenggamnya begitu kuat. “Mian” lanjutnya.

            “Kau tampak pucat akhir-akhir ini..wajahmu, bibirmu, sorot matamu dan kantung matamu..” ujar Jongin tidak santai—sedikit terbata-bata. Ia gugup jujur saja. Namun ia tetap melanjutkan kalimatnya. Ia selalu berprinsip bahwa ia akan menyelesaikan apa yang telah ia mulai. “dan tiba-tiba..peringkatmu menurun..”

            Seulbi mendongakkan wajahnya. Ia tak menyangka, Jongin akan memperhatikannya.

            Padahal ia sendiri tidak terlalu menyadarinya dan memikirkannya.

            “Yeah..Mungkin aku masih bukan siapa-siapa bagimu untuk menanyakan ini.. Tapi bisakah kau bisa menjawabkannya sebagai seorang teman satu angkatan?”

            Jongin mulai bicara tidak jelas. Seperti saat ia berada di perpustakaan. Kebiasaannya ketika panik. Kata-katanya tak terkontrol. Ke sana kemari namun itulah yang ada di benak Jongin, di dalam lubuk Jongin.

            Jongin tak menyalahkan Seulbi untuk diam saja. Jika saja yeoja lain yang ia beginikan , mungkin akan bernasib sama.

            Sejenak, Jongin sadar. Ia harus lebih menjelaskan lagi.

            Kepanikannya meningkat, tidak tahu itu adalah sebuah kerugian atau keuntungan. Yang jelas, sepertinya semua yang Jongin akan katakan akan keluar begitu saja.

            “Kamu tahu—yah kurasa aku harus segera mengakuinya..” Jongin menjeda. Mengungkapkan sesuatu yang sebelumnya belum pernah ia ungkapkan kepada seseorang yang bersangkutan memang tak mudah. “Sejak kejadian buku terbalik itu..Kau pasti sudah menyadarinya bukan? Bahwa aku selalu mengamatimu” lanjut Jongin.

 

            Mata Seulbi melebar. Ia seakan tak bisa mempercayai pendengarannya.

            Seseorang telah mengamatinya..dan itu adalah seseorang yang selama ini telah ia amati.

            Namun tetap saja, Seulbi hanya bisa diam. Ia harus bisa mengontrol diri meski di dalam hati muncul berbagai emosi yang ia tidak tahu jenisnya apa. Campuran antara terkejut dan...senang?

            Tawa aneh terdengar dari mulut Jongin. “Terdengar aneh, bukan? Ketika seseorang begitu saja telah memenuhi kepalamu dan keinginan untuk melihatnya setiap hari telah menjadi kebutuhanmu..”

            Kali ini, Jongin tak berani menatap ke arah Seulbi. Ia terlalu malu untuk sekedar memandang wajah Seulbi.

            Wajahnya menunduk. Meski ia terkenal dengan sebutan kkamjong karena kulit gelapnya,masih tampak aliran darah deras itu menuju wajahnya dan telinganya.

            Seulbi membeku—ini kali pertamanya, ia tiba-tiba diajak orang yang ia sukai. Dan Seulbi mengakui, apa yang diucapkan Jongin, persis seperti apa yang telah ia alami.

            Mereka terus saja terdiam. Namun pada akhirnya Jongin mengambil sesuatu dari saku celana seragamnya.

            Sebuah kertas yang sangat lucek. Terlipat-lipat dengan tidak simetris.

            Jongin mulai membukanya, Seulbi has no clue what has happened so she watched him in silent.

            Selang beberapa detik, Jongin selesai membuka lipatan itu hingga tampaklah sebuah kertas ukuran A4 utuh di mata Seulbi. Saat itu juga mata Seulbi terbelalak saat menyadari apa isinya..Mata Seulbi tambah melebar dengan apa yang Jongin katakan.

            “Aku telah mengukurnya...Dulu, kau terasa jauh dariku. Dirimu yang pandai, berprestasi..dan cantik.”

            Pulsasi nadi Seulbi meningkat mendengarnya. Yeoja mana yang tidak seperti itu ketika dideskripsikan cantik oleh seorang namja? Apalagi ditambah kata pandai dan berprestasi yang terdengar biasa saja ketika ia mendengarnya dari orang lain.

            “Namun hari ini, aku mengukurnya, jarak kita hanya 7 cm.” lanjut Jongin—tak ingin memberi sebuah jeda.

            Karena Jongin tahu—keberaniannya ini mudah sirna. Ia lebih baik segera mengungkapkan segalanya. He means it, segalanya.

            “Aku bahagia tentu saja—saat itu juga aku menjadi serakah, Seulbi-a.”

            “Se-serakah?” tanya Seulbi—ketika ia akhirnya berbicara.

            “Ndae. Aku menjadi ingin melakukan lebih. Memperkecil jarak di antara kita..menjadi..”

            Jongin mulai melangkah maju menuju Seulbi, menghapus jarak yang awalnya 1 meter menjadi setengah meter...lalu dari yang setengah meter menjadi seperemoat meter..lalu menjadi kian dekat hingga Seulbi merasa jantungnya akan meledak kapan saja.

            Jongin menghitung..”menjadi 6 cm..” ia lalu maju lagi “5 cm, 4 cm, 3 cm, 2 cm, 1 cm dan pada akhirnya....”

            Jongin tidak tahu arwah yang merasukinya, ia kian mendekat ke arah Seulbi. Benar-benar dekat, hingga bagian terdepan dari tubuh mereka bersentuhan—dada bidang milik Jongin dan hidung mancung milik Seulbi “0 cm”lanjut Jongin.  Mereka benar-benar dekat, hingga Seulbi dapat merasakan hangat nafas Jongin menerap rambut hitamnya.

            Bagaimana pun juga, Seulbi terkejut. Ia tampak akan jatuh dalam hitungan detik. Untung saja Jongin memegangi lengan kanan dan pinggang Seulbi sehingga Seulbi dapat kembali berdiri seimbang. Jongin menatap mata Seulbi begitu dalam hingga yang dapat Seulbi lakukan hanyalah berkedip dan mengendalikan detak jantungnya yang mulai di luar normal. Badump badump badump!

            Ini kali pertamanya bagi Seulbi.Jantungnya memompa begitu kuat bahkan ia yakin sistolnya saat ini naik tajam. Meski darahnya terasa berdesir begitu kencang, tubuhnya terasa lemas. Kedua pasang mata itu saling memandang hingga pada akhirnya Seulbi menyadari, berbagai pasang mata tertuju padanya, menatapnya. Dan jujur saja, Seulbi merasa tidak biasa.

            Selama 18 tahun hidup di dunia ini, baru kali ini Seulbi ragu akan keputusannya. Yaitu keputusan untuk mendorong Jongin lalu berlari meninggalkannya.

~~~~~

            Sehun mengejar Seolhyun yang kini sedang berjalan cepat, melangkah cepat. Dalam hati ia mengutuk mulutnya mengapa mengungkapkan semuanya di depan Seolhyun yang ia tahu...menyukai Jongin.

            Sehun tak bisa mengelak akan rasa nyeri yang kian datang ketika mengingat hal itu—namun mau bagaimana lagi. Itulah yang terjadi. Tak semuanya akan berjalan seperti yang kita harapkan. Jika saja ia bisa membuat Seolhyun menyukainya, iapasti sudah melakukannya dari dulu. Tapi apa daya, untuk mengungkapkan perasaan sukanya saja Sehun tidak kuasa. Itulah mengapa ia berulang kali menyebut dirinya pengecut.

            “Seolhyun-a..Ya. Eodiyaa..” gumam Sehun berulang kali tatkala bayangan Seolhyun menghilang begitu saja. Wajar saja, bel masuk belum berbunyi sehingga lorong tampak begitu penuh oleh siswa yang masih enggan masuk ke dalam kelas.

            Sehun memutuskan untuk berlari sambil terus mencari sosok Seolhyun hingga tiba lah dirinya di sebuah lorong tersepi yang memimpin jalan ke sebuah anak tangga ke atas. Tampak di matanya Seolhyun sedang berjalan menuju anak tangga.

            Segera aja Sehun mencekal lengannya lalu memutar badannya. “Seolhyun-a”

            Tampak di mata Sehun wajah Seolhyun yang penuh akan air mata, mata bengkak dan tampak..tidak baik.

            “Oh, well. Kacamatamu basah.” ujar Sehun—sambil melepas kacamata Seolhyun. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi di depan yeoja yang menangis, sungguh. Ia takut jika tindakan atau ucapannya nanti akan membuat tangis yeoja itu semakin menjadi sehingga ia bingung harus berbuat apa. Seolhyun sendiri hanya bisa menunduk, tak ingin Sehun melihat wajah menangisnya.

 

            “Ya. Untuk apa kau menangis..Bukankah kau hari ini berada di peringkat pertama..Ah, chajanne.” Sehun berusaha menghibur Seolhyun, meski ia sesungguhnya bingung harus berkata apa setidaknya ia ingin mencoba melakukan sesuatu agar tangis Seolhyun segera berhenti.

            Bagian dari diri Sehun sempat senang ketika melihat sudut bibir Seolhyun teangkat, naik. Tapi ia sadar, bahwa itu sebuah smirk bukan smile.

            “Peringkat pertama? hah..” Seolhyun kini mendongak, namun menghadapke arah lain. “Peringkat pertama itu bukan hasil dari usahaku..”

            “Nae?”

            “Peringkat pertama itu.hasil usaha dari seorang yeoja yang bertambah semangat belajarnya karena seseorang yang ia cintai tiba-tiba memiliki semangat untuk belajar..” lanjut Seolhyun tidak santai. Ia menaruh banyak emosinya pada setiap suku kata yang ia ucapkan.

            Sehun sudah tahu—Seolhyun malah memperjelas semuanya di depannya.

            “Arra.” respon Sehun. “Jongin juga seperti itu untuk yeoja lain, jadi aku mengerti..” lanjut Sehun, tidak mengerti harus berkata apa lagi. Ia merasa kehilangan akal untuk membuat Seolhyun tenang. Helaan napas terdengar dari mulutnya saat ia mendengar isakan yang datang dari yeoja di depannya itu. Sehun segera menyadari bahwa ia memang tidak akan bisa menenangkan seorang yeoja yang menangis. Saat ia datang, tangis Seolhyun malah pecah lagi.

            Sehun memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya sejenak ke jendela karena ia benar-benar tidak ingin melihat wajah menangis Seolhyun. Itu..menyiksanya.

            Saat itu juga mata Sehun melebar tatkala sebuah bayangan namja yang ia kenal sedang bersama yeoja yang ia kenal. “BWO?” latah Sehun.

            Segera Sehun sadar bahwa Seolhyun yang menyadari keterkejutannya ikut menengok ke arah jendela.

            Seolhyun jangan sampai melihat ini. Jangan sampai. batin Sehun kuat. Hal itu membuatnya menghalangi jendela agar Seolhyun tak dapat melihat Jongin dan Seulbi yang sedang berada dalam jarak sangat dekat. Tapi sepertinya hanya dengan mengahalanginya saja dirasa kurang ampuh sehingga Sehun memilih untuk...membenamkan kepala Seolhyun ke dada bidang miliknya. Membuat wajah Seolhyun harus bertemu dengan rompi sweater seragamnya.   

            “Uh...Bukankah menurutmu hari ini terasa dingin? Haha matta dingin sekali bukan?” racau Sehun tidak jelas, meski masih terasa energi Seolhyun yang berusaha untuk memberontak.

            “A-aku ing—in li—hat” Seolhyun berusaha berbicara.

            “Ya.Lihat apaa? Tidak ada apa-apa di sana.. Hanya seseorang yang tiba-tiba terpeleset jatuh kau tahu kan itu terlihat sangat lucu jika dilihat dari jauh. hahaha” Sehun beralasan sebisanya. “Lagipula kau pasti tidak membawa sarung tangan bukan, hari ini ada pelayanan khusus untukmu. Kau bisa memakai rompiku untuk mengeringkan wajahmu.Haha”

            Saat itu juga Sehun merasa Seolhyun sudah tenang berada di pelukannya. Namun tak pernah Sehun kira setelah itu Seolhyun memberontak dan akhirnya melihat semuanya yang Sehun coba untuk tutupi.

            Sehun mendengar Seolhyun tertawa—dengan sangat menyedihkan. “Jadi..Benar bahwa Jongin memintaku untuk mengajarinya demi Seulbi?”

            Sehun tidak menjawab, mengangguk ataupun memberi respon apapun. Ia tahu, apa yang Seolhyun katakan bukanlah sebuah pertanyaan, melainkan sebuah pernyataan.

            yang berarti satu.

            Seolhyun telah mengetahui semuanya.

            Bahwa Jongin menyukai Seulbi.

            Sekali lagi, Sehun dapat mendengar isakan Seolhyun mengeras.

            Itu jelas mengagetkannya. Ia tidak tega mendengarnya tapi ia sendiri juga tidak tahu harus berbuat apa. Ia takut jika ucapannya malah membuat tangisnya mengeras.

            Akhirnya Sehun memutuskan untuk mengucapkan kalimat yang biasa diucapkan oleh orang lain ketika melihat seseorang menangis. “Ya. Seolhyun-aa.Ulijimaa...Ullijimaa jebaal..”

            Mata Sehun melebar tatkala ia merasakan Seolhyun meraih rompi seragamnya dan mengusap wajahnya ke rompinya tersebut.

            Sehun tertawa—untuk menutupi keterkejutannya. “Bwoya..Kau akhirnya menerima tawaran pelayanan khusus dariku,eoh?”

            Dan begitulah selama beberapa menit ke depan. Sehun yang diam saja berdiri di sana membiarkan Seolhyun mengusap wajahnya dengan rompi milik Sehun.

            Sehun mengangkat tangannya—berencana untuk meraih kepala Seolhyun dan mendekapnya namun ia kemudian sadar untuk tidak melakukannya. Ia sadar ia bukan siapa-siapa untuk Seolhyun.

            Sehingga ia memutuskan untuk tetap berdiri di sana membiarkan Seolhyun menggunakan rompinya untuk mengusap air matanya.

            Daerah dekat tangga memang sepi di waktu-waktu seperti itu. Sehingga yang bisa Sehun dengarkan hanyalah suara tangis isak Seolhyun dan suara degup jantungnya yang mengeras.

            “Seolhyun-a.” Sehun akhirnya berbicara.

            Seolhyun mengangkat wajahnya—setelah Sehun merasakan Seolhyun mengusap wajahnya ke rompi Sehun dengan sangat kencang. “Gomapta Oh Sehun.” ujar Seolhyun—dilanjutkan oleh senyum. Wajah Seolhyun sudah tampak baik-baik saja. Ia tampak tersenyum dan itu membuat Sehun berpikir bahwa Seolhyun sepertinya sudah baik-baik saja.

            Seolhyun melangkah pergi.

            Meninggalkan Sehun yang hanya bisa membatu di tempat.

            Ada yang mengganggu pikiran Sehun. Ia merasa, ia harus melakukan sesuatu.

            Well, waktu hanya berdua saja dengan Seolhyun sangatlah langkah baginya. Selalu saja ada Jongin yang menjadi pihak ketiga.

            Jadi..Sehun memikirkan untuk memanfaatkan kesempatan itu sebaik mungkin.

            Namun ia bingung, ia harus memanfaatkannya dengan apa?

            Oh, aku bisa gila memikirkannya.

           

            Setelah melihat Seolhyun mulai menuju ke anak tangga dan sepertinya akan kembali ke kelas, Sehun memanggil nama Seolhyun, yang membuat Seolhyun menoleh ke arahnya.

            “Seolhyun-a.” suara tenor itu keluar, begitu lembut.

            “Ndae?”

            Mereka masih di tempat mereka. Seolhyun yang hampir berada di anak tangga menengok ke arah Sehun dan Sehun berdiri di dekat jendela menghadap Seolhyun.

           

            “Aku...juga ingin mendekati seorang gadis dengan cara seperti Jongin...Bisakah kau mengajariku?”

            Mata Seolhyun berkedip tatkala Sehun mengucapkannya.

            “Aku tahu kau tidak menyukaiku..jadi, kau tidak akan sakit hati dengan itu kan?”

            “...”

            “Jadi, apakah kau mau membantuku?” tanya Sehun lagi.

            “Ya!—“

            Sebelum seolhyun selesai dengan ucapannya, Sehun melangkah maju beberapa langkah, membersihkan kacamata Seolhyun yang basah akan air mata dan embun menggunakan lengan bajunya dan ketika pada akhirnya ia sudah berada tepat di hadapan Seolhyun, ia mengenakannya ke Seolhyun. “Namun kali ini, aku ingin kau mengajariku, bagaimana caranya agar aku bisa membuatnya melupakan namja lain yang telah menyukai yeoja lain?”

            Seolhyun hanya bisa mengedipkan matanya—menunggu kalimat lain dari mulut Sehun.

            “Aku ingin kau mengajariku, bagaimana caranya menarik perhatian yeoja itu...dan” Sehun terlihat gugup, berulang kali menghindari tatapan mata Seolhyun.

            “Dan?”

            Sehun kini menatap Seolhyun yang sepertinya menunggu kalimat selanjutnya dari bibirnya. “Dan aku ingin kau mengajariku bagaimana caranya agar aku bisa menjadi lelaki yang ia sukai..”

            Terdengar tawa dari bibir Seolhyun—lagi-lagi sebuah tawa menyedihkan. “Kau waras kan,Oh Sehun? Bagaimana aku bisa mengajarimu..A-ku bahkan gagal—“

            “Tentu saja kau bisa.” Sehun bersikeras, kini tangan kanannya memegang pundak Seolhyun dan mencondongkan kepalanya ke arah wajah Seolhyun. “Karena yeoja itu...”

            “adalah kamu.”

~~~~~

            Jongin tidak tahu bagaimana ia bisa menggambarkan perasaannya saat ini. Rasa itu, melebihi rasa ketika ia kalah bertaruh dengan Sehun saat melihat sebuah pertandingan piala dunia atau lebih parahnya rasa itu lebih menyakitkan daripada ketika harus kalah melawan SMA rival dari SMA Yongsang ketika bertanding sepak bola. Kini ia meletakkan kepalanya ke meja bangkunya di kelas. Menolak akan apa yang telah terjadi beberapa waktu yang lalu.

            Oh, sekarang Jongin tahu bagaimana rasanya kecewa karena rasa suka. Setelah sekian lama ia rehat dari urusan percintaan, ketika kembali ia malah harus menelan pil pahit karena seseorang yeoja sepertinya...menolaknya. Bukan sepertinya lagi bukan jika yeoja itu mendorongnya saat Jongin menyatakan perasaannya.

            Parahnya lagi, banyak saksi dari pernyataan cintanya barusan, dan mereka tak henti-hentinya menggoda Jongin. Membuat telinganya panas dan ingin meninju semua wajah yang menggodanya itu.

            “Aish jinjjha...Mengapa aku bisa seberani itu tadi? Aish..” Jongin mermonolog sendiri, seakan Jongin yang baru saja menyatakan perasaan kepada Seulbi adalah kepribadiannya yang lain. “Hokshi..Aku memiliki banyak kepribadian? Dan tadi adalah kepribadianku yang gegabah, ceroboh dan terlampau berani?”

            Segera setelahnya, ia mengobrak-abrik rambutnya lalu kembali menenggelamkan wajahnya ke meja.

~~~~~

            Seminggu telah berlalu. Jongin akhirnya tetap bisa hidup, setelah berbagai nasehat dari Sehun bahwa jumlah wanita lebih banyak dari jumlah laki-laki serta pernyataan Sehun bahwa Jongin termasuk dalam kategori namja yang cukup tampan untuk mendapatkan yeoja lagi, Jongin merasa sedikit tenang. Meskipun ia sempat mengutarakan bahwa tidak ada yeoja yang seperti Seulbi di dunia ini. Yah, setidaknya kalimat dari Sehun membuat Jongin senang. Oh ayolah, Namja mana yang tidak senang dikatai tampan?

            Jongin mulai melupakannya, ambisinya untuk mendapatkan Seulbi. Kini ia mengetahui batasnya sebagai seorang pengagum rahasia, sebagai seorang pejuang.

            Yeah, walaupun tidak bisa dihindari lagi, ia akan lebih memilih jalan memutar daripada melewati pelataran tempat dimana ia menyatakan perasaannya kepada Seulbi.

            “Bro. It’s all over. Youve got to move on.” ucap Sehun—lagi-lagi menjadi seseorang yang ingin Jongin untuk tidak terlarut dalam permasalahan ‘cinta tak berujung Jongin pada Seulbi’. Dia sahabatnya afterall. Jongin yang awalnya melamun ke arah luar jendela kini menengok ke arah Sehun dan memberikan senyumnya pada Sehun...Namun tidak lagi ketika Sehun...mencondongkan wajahnya ke Seolhyun yang sedang membaca sebuah buku dan berkata “Seolhyun-a..Bagaimana pronouncationku? Apakah sudah benar? ollover..yuvgattumovon..”

            Seolhyun yang wajahnya memerah hanya bisa berdecak dan menimpuk buku yang ia baca ke wajah Sehun yang mendekat. “Kita sedang berada di dalam kelas, Sehun-a.”

            “Wae?” “Aah..Aku seharusnya memanggilmu jagiya, bukan? Geurae—JA—“ Sebelum Sehun dapat menamatkan kalimatnya, Seolhyun lebih dulu membungkam mulut Sehun yang masih saja meracau. “MM—mmm mmm-mmm mmmm—mmm”

            Setelah Sehun diam, Seolhyun lalu melepaskannya. Sehun mulai berdiri. “Ya jagiyaa! Kau harusnya membungkamku dengan cara yang lebih manis.Aiiish jinjjhaa~”

            Jongin tidak iri, juga baik-baik saja jika pada akhirnya Sehun telah resmi berjalan dengan Seolhyun. Hanya saja, ia tidak mengerti mengapa keadaan dirinya dan sahabatnya bisa berkebalikan seperti ini. Seakan Sehun bersenang-senang ketika Jongin sedang..um,well, brokenheart?

            “Ouch, lovingbird. Such an eyesore.” ucapan Jongin itu membuahkan sebuah pukulan keras di kepala oleh Sehun sebelum Sehun menyusul langkah Seolhyun yang keluar dari kelas karena bel masuk telah berbunyi.

            “YA OH SEHUN!”

~~~~~

            “Kenapa kita tidak mengerjakan tugasnya di rumahmu saja? Ah jeongmal!” keluh Jongin tatkala mendengar Sehun yang mengajaknya mengerjakan tugas di perpustakaan.

            “Aku sudah bilang bukan, uri hyung Oh Baekhyun sedang mengadakan pesta perayaannya dengan yeojachingunya di rumah..dan aku tidak mau mengerjakannya di rumahmu. Aku tidak ingin Seolhyun jatuh pingsan ketika melihat kamarmu.”

            “Kalau begitu kita bisa di balkon—“

            “Eeeey..sudahlah di perpustakaan saja. Bukankah kita membutuhkan referensi?”

            “Ada koneksi kencang di rumahku. Kali ini aku akan memberimu password wifi rumahku, eotte?”

            Sehun tampak terdiam beberapa saat. Ia sempat tergoda akan password wifi rumah Jongin. Terang saja, wifi rumah Jongin memiliki kecepatan download yang luar biasa. Entah apa yang ayah Jongin sebagai seorang insinyur lakukan pada router di rumahnya. Tapi Sehun tetap keukeuh pada pendiriannya.

            “An-dwae-dji. Kita tidak boleh terlalu ketergantungan dengan internet Jongin-a” jawab Sehun dengan gaya sok manis.

            Jongin...menyerah.

~~~~~

            “Darurat! Tiba-tiba saja perutku mulas. Aku harus membeli obat di apotek terdekat dengan Seolhyun. I’ll be back! Kau bisa mengerjakannya terlebih dahulu.”

            Sekarang Jongin tahu mengapa Sehun sepulang sekolah tiba-tiba menghilang begitu saja. Ia mngutuk Sehun dalam hati mengapa namja cadel itu doyan sekali dengan pedas dan mulas di saat yang tidak tepat.

            Ingin sekali Jongin membanting ponselnya jika saja ponselnya itu bukan sebuah ponsel keluaran baru tahun ini.

            Tentu, Jongin bukanlah aktor sebuah drama yang dengan mudahnya membanting ponselnya begitu saja.

            “Terkutuk kau Oh Sehun!” rutuk Jongin yang mulai berdiri, berusaha mencari hiburan ketika menunggu Sehun untuk kembali.

            Ia berkeliling ke seisi perpustakaan tapi sebuah keanehan terjadi. Jongin merasakan kesunyian yang teramat sangat dalam perpustakaan. Yah meskipun keadaan perpustakaan selalu sepi, ia berpikir setidaknya ada beberapa segelintir orang yang akan bersliweran, entah itu membaca tabloid, menggunakan pc yang digunakan tidak semestinya atau mengerjakan pekerjaan rumah.

            “Ah mungkin hari ini ada film keluaran baru..” Jongin mencoba mencari alasan—saking bosannya ia menunggu Sehun.

            “YAAK Sejauh apa sih apoteknya? Aigoo Oh Sehun..”

            Selesai berkeliling, Jongin memutuskan untuk mengambil buku referensi akan tugas yang akan ia kerjakan nanti yaitu tentang para pemimpin dunia.

~~~~~

            “Berdirilah di rak ilmu sosial, tunggu namja pesepak bola itu dan ketika ia datang... segera katakan yang sebenarnya kepada Jongin!”

            Seulbi masih ingat Hyeri menegaskan hal itu padanya beberapa menit yang lalu. Ia bahkan masih ingat Hyeri mengucapkannya sambil menyilangkan tangannya ke dada dan memasang wajah tak-mau-tahu-pokoknya-kau-harus-melakukannya.

            Hembusan napas terus saja terdengar dari mulut Seulbi. Ia memandang ke buku yang ia bawa dan memikirkan wajahnya berulang kali. Semenit lagi, ia ragu dan berusaha untuk melangkahkan kakinya keluar dari perpustakaan namun semenit lagi, ia kembali ragu untuk keluar dan memilih untuk tinggal.

            Ia terus menunggu dan menunggu...Bahkan ia memejamkan matanya.

           

            “Umm..Permisi?”

            Seulbi mendengar suara itu. Suara tenor-bass khas dari seseorang yang sedang ia tunggu. Segera saja ia membuka matanya lebar-lebar.

            “Ndae?”

            Seulbi sempat melihat wajah terkejut dan penuh teror itu. Di detik itu Seulbi sempat ragu sehingga ia memeluk buku yang ia bawa erat-erat.

            “A-Aku in-ingin me..mengambil buku yang berada di depanmu..” tegas Jongin—berusaha untuk tidak terbata-bata.

            Seulbi mengangguk lalu mundur sekian langkah.

            Jongin kemudian bergeser ke depan Seulbi dan mengambil buku yang akan ia gunakan sebagai referensi. Selain itu, ia juga memilah buku lainnya yang berada di samping buku yang ia ambil tersebut.

            “Tugas Sejarah?” terka Seulbi—pada akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.

            Jongin kemudian menengok. “Ndae! Bagaimana..kau..bisa mengetahuinya?” tanya Jongin—dalam bahasa formal.

            “Umm—aku juga mengerjakannya kemarin dan kau pergi ke rak ‘Sosial’ jadi aku hanya menerka mungkin saja kau—“

            Sebelum Seulbi selesai dengan kalimatnya ia dapat mendengar Jongin tertawa, begitu renyah.

            “Daebak. Kau bahkan berbakat menjadi seorang detektif..Aigoo..”

            Seulbi mulai salang tingkah dan hanya bisa menunduk ke tanah.

            Tapi kemudian ia ingat apa niatan awal ia datang ke tempat itu..

            Sejenak, ia mengumpulkan seluruh keberaniannya. Meski kakinya terasa sangat lemas, ia berusaha untuk berdiri dan segera mengucapkan apa yang ia ingin ucapkan apda Jongin.

            “K-Kim Jo-Jongin.” Panggil Seulbi terbata-bata.

            Jongin menoleh. “ndae?”

            Seulbi mendongak karena tentu saja, perbedaan tinggi antara dirinya dengan Jongin. “Kau mungkin bisa menggunakan buku ini sebagai referensi!”

~~~~~

            Jongin kembali ke tempat semua ia duduk. Ia memilah buku satu per satu disertai umpatan akan Sehun yang tak kunjung datang.

            “Demi Tuhan aku akan mengulitimu Oh Sehun.”

            Namun jujur saja, di antara banyak buku yang ia bawa, ia hanya tertarik akan satu buku. Buku yang Seulbi rekomendasikan.

            Ia tersenyum tipis ketika mengingat Seulbi begitu peduli hingga meminjamkan buku itu padanya.

            Meskipun ia menyadari bahwa ternyata buku itu berbahasa Inggris, Jongin tetap memilih buku itu untuk ia buka pertama kali.

            “Bwo? ini buku pribadi?” Jongin bermonolog tatkala ia menyadari bahwa buku itu tidak memiliki label perpustakaan dan malah memiliki label nama Seulbi. “Jangan-jangan ia memiliki perpustakaan sendiri di rumah..”Jongin memiringkan wajahnya, bertanya-tanya.

            Lembar demi lembar ia buka.

            Hingga pada akhirnya ia menemukan sebuah penanda berwarna merah jambu yang tampak berada di samping buku.

            Mungkin saja Seulbi menandai halaman ini untuk tugasnya...batin Jongin, yang memotivasinya untuk segera membuka halaman tersebut.

            Ia membaca kata demi kata, kalimat demi kalimat dalam buku itu. Dan hal itu membuatnya berterimakasih kepada Sehun yang telah meninggalkannya sendirian di perpustakaan.

            Hal itu juga membuatnya tersenyum sendiri—apalagi setelah mendengar deritan kursi yang ditarik di seberangnya. Dimana tak lama kemudian kursi itu diduduki oleh yeoja yang menurutnya pantas memiliki gelar yeoja tercantik di dunia.

            Jongin membaca halaman itu lagi dari atas sampai bawah. Hanya untuk menemukan satu hal yang sama: ada beberapa kata pilihan yang distabilo dan kata-kata itu membentuk sebuah kalimat.

            “I”

            “LOVE”

            “YOU”

            “TOO”

            “TO BE HONEST”

                       

            Senyum dari yeoja di seberangnya itu membuat hati Jongin campur aduk rasanya. Antara hangat dan gemas.

            “Apakah aku terbalik membaca buku ini?” tanya Jongin, membuat Seulbi terkekeh kecil—dimana Jongin merasa kekehannya itu sangat manis. Semanis madu yang dicampur gula.

            “Setelah satu minggu lamanya, kau baru menjawab pertanyaanku, eoh?” Jongin belum ingin berhenti untuk menggoda Seulbi. Seulbi terkekeh lagi lalu tersenyum disertai anggukan.

            Jongin ikut terkekeh, tak percaya akan apa yang telah terjadi.

            Pada akhirnya, Jongin semakin percaya akan apa yang telah terjadi, setelah Seulbi mengatakan sesuatu yang membuat rasa senangnya menjadi berkalilipat rasanya.

            “Bukankah.. sekarang...jarak kita menjadi 0 cm Jongin-a?”

~~~~~

Epilog

            Baru kali ini Jongin ingin cepat berada dalam aula SMA Yongsang—demi sebuah upacara awal ajaran baru. Biasanya, ia memilih untuk datang terlambat atau mungkin pura-pura sakit di acara yang menurutnya tidak penting itu.

            Setelah prosesi yang menurutnya tidak perlu dilakukan, tibalah giliran ketika kedua sudutnya terangkat dan tangannya terlambai ke udara tanpa mengenal rasa malu saat ia bertemu mata dengan yeoja yang sedang memberi pidato di depan.

            Yeoja itu membalas senyumnya.

            Mereka saling bertukar senyum meski sesungguhnya setiap hari mereka bertemu.

            “Ouch. Lovingbirds. Such an eyesore.” Komentar Sehun yang mendapat tendangan dari Jongin seketika.

            “YA—“ Sehun terhenti ketika Park Seonsangnim mulai melihat ke arah dirinya dan memilih untuk berbisik “Aku akan membalasmu nanti Kim Jongin.”

            Namun Jongin tak peduli dengan Sehun.Senyumnya kembali melebar tatkala yeoja yang ia perhatikan itu sedang mengucapkan sebuah akhir kalimat dari ‘thanks to’ nya.

            “..dan yang terakhir, terimakasih peringkat 24.”

~~~~~~~END~~~~~

Cukup. Panjang. Sepertinya...

Anyway feedback juseyo~!

Gaktau kenapa tibatiba kepikiran njodohin Seolhyun sama Sehun di ff ini..Pfft maafkan author ne untuk exo-l yang kurang setuju dengan couple ini. Hanya di ff ini saja kok. u,u

Btw, pada akhirnya peringkat Jongin Cuma naik 1 tingkat..kkk nggakpapalahyaa. Kan udah dapet Seulbi :3 dan yang penting peringkat Seulbi naik lagi setelah dapetin si kkamjjong. :)

Typo tolong dimaafkan.-.)v

The reason I chose Jongin and Sehun? Tentu saja karena mereka berdua yang jarak umurnya paling dekat dan kelihatan sering hangout bareng. Bahkan denger2 Kai sering lihat itu di ponselnya Sehun #ahkagakpenting #RamadhanThor!

Gomawo udah baca~ Jadi utangku yg Lovebrary lunas yaa. Meskipun bahasa author masih acakadut ga keruan yaaah yg penting tau isi ceritanya kan yaa ^^)/ 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK