Main cast: Oh Sehun & Han Marie
Subcast: Choi Junhee (JUNIEL)
Genre: romance,fluff, angst (slight!), slice of life
Duration: Ficlet
(1007 words)
Rating: PG-13
Kehidupan asmaraku yang sempat memiliki jeda, kini dimulai lagi.
*bare any typos! dan lagi, pelan-pelan aja ya bacanya soalnya pendek hehe Enjoy! :)
************************************************************************************************************
Paradise. Sebuah cafe di antara banyak cafe yang berjejer di jalanan pinggiran ibukota Seoul. Tempat dimana aku mencari sebuah benda sepele tetapi berharga; uang.
Meski statusku saat ini adalah sebagai mahasiswi Seni di Seoul University, aku juga tetap harus bekerja sampingan untuk membiayai hidupku di sini.
Setiap hari, dari pukul 16.00 hingga pukul 22.00. Itu adalah jadwal kerjaku.
Tapi ada satu hari dalam seminggu yang terasa spesial bagiku.
Hari Rabu.
Di hari Rabu, aku akan dapat melihatnya lagi. Sosok namja bertubuh jangkung yang dibalutkan setelan jas. Aku tidak tahu pasti apa pekerjaannya tapi yang jelas, tiga bulan berturut-turut telah terjadi rutinitas yang sama. Rutinitas dimana namja itu akan membunyikan lonceng pintu dengan membukanya dan memilih tempat duduk dekat kasir.
Apa aku salah jika aku menganggap ‘pilihan meja dekat kasir’ nya adalah sebuah kesengajaan? Karena setiap kali ia datang kemari ia selalu memilih tempat tersebut.
Meja terdekat dari tempat dimana aku berdiri melakukan kewajibanku.
Iya, aku bekerja sebagai seorang kasir di Paradise.
“Ssst..Aku akan menggantikanmu menjaga kasir. Sekarang, pergilah!” sebuah dorongan terasa di punggung serta bahuku. Tanpa perlu menoleh, aku tahu itu adalah Choi Junhee, sahabatku.
Dari intonasi nadanya sih dia sedang sebal. Jelas saja ia sebal. Karena aku selalu bertingkah seperti ini.
“Aa—aa tunggu du—“ aku mencoba mengelak permintaan dan dorongan dari Junhee tapi ia melaseriku dengan tatapan mata tajamnya.
“Han Marie, dengarkan! Sudah selama setengah jam ia memandangmu dan ia tidak mau dilayani oleh pelayan lain termasuk diriku. Kamu tahu apa maksudnya,kan?” Junhee menyilangkan lengannya ke dadanya yang terbalut oleh celemek khas pelayan.
“Apa memang harus seperti ini setiap minggu?” ujarku dengan intonasi sedikit kesal. Tapi sepertinya, wajahku terlalu jujur. Wajahku ini tidak bisa berbohong. Tidak bisa berbohong bahwa sesungguhnya aku menyukainya, menyukai kelakuan namja yang sudah tiga bulan ini melakukan ritualnya.
“Mengatakan hal itu dengan wajah memerah? Bwoya? Omo~ Jangan bilang kamu...” Junhee kembali menggodaku.
“Berhenti menggodaku, Choi Junhee.” Tak ingin berlama-lama dikuliti oleh Junhee, aku bergerak mengambil menu, note serta pena yang tergeletak di dekat kasir dan melangkah menuju ‘meja dekat kasir’.
Tak aku hiraukan pacu jantungku yang menguat. Aku abaikan air yang mulai mengalir menuju pori-pori kulitku. Aku melangkah ke arahnya.
“Selamat siang Tuan. Apa ada yang bisa saya bantu?” ujarku sopan setelah membungkuk.
Cafe ini memang bersifat sedikit resmi. Design interiornya saja tampak begitu classy. Jangan tanyakan berapa harga makanan di sini. Mungkin satu cangkir kopi saja bisa seharga makan malamku selama 5 hari.
Diam.
Hanya sebuah senyum itu yang hadir menyambutku.
Dan sebuah kerlingan mata yang sempat membuat sistolku naik tiba-tiba secara signifikan.
Interaksi mata terjadi cukup lama. Aku memalingkan wajah memerahku. Tak bisa dipungkiri, namja di depanku tergolong namja idola para yeoja. Tubuh jangkung, wajah tampan dan senyum mempesona. Siapa yang tidak luruh jika terus ditatap seperti itu.
Mungkin kamu masih bisa mengontrolnya jika itu hanya terjadi sekali. Tapi sayangnya ini sudah berlangsung selama tiga bulan.
Bukan hanya baru empat kali dikali tiga. Sebenarnya, ia kadang-kadang datang di luar hari Rabu tapi pernah suatu hari ia mengatakan sesuatu keras-keras di depan kasir.
“Aku akan selalu mengkosongkan jadwalku di hari Rabu----untukmu.” Diakhiri dengan mata bersinar-sinar itu. Tapi jangan bayangkan dia adalah namja cute a la anak SMA. Pesona laki-laki yang ia tunjukkan cukup kuat. Sering aku berpikir, bagaimana setelan jas yang biasa itu bisa begitu tampak luwes jika ia yang memakainya?
Kembali kulayangkan pandang ke arahnya. Ia masih menatapku. Aku takut akan menjadi salah tingkah dalam beberapa menit lagi sehingga aku memutuskan untuk mengakhiri semua ini.
“Kalau Tuan tidak ingin memesan apapun, saya akan pergi” dengan gerak cepat, aku membungkuk dan berbalik meninggalkannya.
Sebelum aku bisa lebih jauh melangkahkan kakiku, sebuah sesuatu yang hangat mencengkeram pergelangan tanganku.
“Pesankan aku sesuatu semanis dirimu.” ucapnya. Pelan tapi terasa mengguncang.
Aku berteriak di dalam. Lalu setelah ia melepaskan genggamannya padaku, aku melesat menuju meja dapur. Dan bertemu Junhee.
“Lihat..Bukankah dia terlalu jelas?” Junhee berusaha meyakinkanku.
Aku tahu aku juga memiliki rasa yang sama. Tapi ada sesuatu yang membuatku menyangkalnya.
“Dia...adalah kakak dari mantanku.” ucapku lirih. Membuat Junhee bungkam. Ia tahu persis bagaimana ceritanya hingga kisah kasihku berakhir. Bagaimana orang itu berkasih dengan wanita lain dan mencampakkanku.
Kami saling diam. Kurasakan Junhee mengelus lembut bahuku. “Tapi...mereka manusia yang berbeda Han Marie. Berilah dia kesempatan.”
Aku masih menunduk, hingga Junhee mengatakan sebuah kalimat yang membuatku sedikit mengangkat kepalaku.
“Setidaknya..Kau bisa lebih terbuka dengannya.”
Kutengokkan kepalaku ke arahnya dan dapat kulihat Junhee mengembangkan senyumnya. Junhee juga pernah merasakan hal yang sama sepertiku tapi ia tampak tegar. Dan bukannya mendukung keputusanku untuk mencoba menjauhi saudara dari mantan yang traumatis itu, ia malah mendukungku untuk mendekatinya.
“Dengan itu, maka kamu dapat mengenali dirinya lebih lanjut.Masalah apakah dia akan menjadi namjachingumu nanti, itu adalah keputusanmu.”
Dalam hati, aku membenarkan ucapan Junhee.
“Dengarkan apa yang hatimu katakan. Bukan dengarkan apa yang masa lalumu katakan.”
Junhee mengakhiri kuliah tujuh menitnya dan menepuk bahuku. “Pelanggan sudah menunggu, sweetheart!”
Menunggu..Yeah, pelanggan itu sudah menunggu lebih dari tiga bulan. Tiga bulan lamanya ia menungguku untuk membukakan diri padanya.
Kubawakan segelas Belgian coffe untuknya. Dengan banyak gula.
Mulutku komat-kamit. Berdoa semoga semuanya akan baik-baik saja. Aku gugup.
Sesampainya di mejanya, aku meletakkan pesanan minuman (yang ia katakan harus semanis diriku dan itu sempat membuatku ingin berbalik ke dapur untuk menyembunyikan wajah memerahku).
Lalu, ia menyuruhku untuk duduk di seberangnya. Kutengok ke arah Junhee sebentar dan dapat kulihat ia memberika ‘OK’ sign. Aku pun duduk.
Ia memandangiku dan kembali ke kalimat yang sudah tiga bulan ia tanyakan. “Jadi..Siapa namamu?”
Kuambil nafasku dalam-dalam. Kali ini aku harus menjawab. batinku.
Kali ini aku harus menjawab. batinku berkata lagi. Tapi aku tak juga mengucapkan namaku. Rasa ragu itu kembali merayapi tubuhku.
Tapi aku ingin sekali membukakan diriku padanya. Aku merasa konyol.
“Gwaenchana. Kau tak perlu memaksakan diri.” ujarnya sambil terkekeh.
“Han Marie imnida!!” jawabku, lebih seperti berteriak. Sambil memejamkan mata. Dan itu pasti tampak sangat bodoh.
Aku membuka mataku dan dapat kulihat ia tersenyum hangat ke arahku.
“Oh Sehun imnida. Bangaepsumnida.”
Dan dari sanalah kisah kita bermulai.
Sampai sekarang, aku tak pernah menyesali keputusanku untuk membukakan diri padanya.
Kehidupan asmaraku yang sempat memiliki jeda, kini dimulai lagi.
-_------------------------_------------------------_-
hehehe gimana readers-nim? Kasih feedback ya! Kalo ada yg kurang jangan malu buat kritik. Kritik aja. Spam aja pokoknya kolom komentarnya! ;)
Oiya NP lagi nih :D
Jadi, novel BBMGG udah ada di pasaran/bookstore yg daerah Jabodetabek tapi kalo untuk yg luar Jabodetabek tunggu dua hari tiga hari lagi ><
Dan bagi yang males ke bookstore, bisa pesen online kok di SINI kalo enggak sms aja ke nomor ini-> 087885575247 [FREE ONGKIR]
Bedanya sama ffnya? Kalo diibaratkan lemari, mungkin ffku baru lemari yang belum diplitur gitu. Masih kasar-kasar ga enak dipegang hehe #apasih
Thanks ^^)/