Chapter 4: The Haunting Past of Do Kyungsoo
Diiringi riuh ramai dan siulan para siswa, Kyungsoo terus saja menarik tangan Minhye ke suatu tempat. Eratnya pegangan Kyungsoo terhadap Minhye membuat Minhye sadar bahwa namja di depannya yang sedang menggiringnya tersebut sedang dalam keadaan marah. Atau mungkin sangat marah.
“Oppa~ Kamu akan membawaku kemana?” tanya Minhye manja. Kyungsoo hanya diam saja. Hingga mereka sampai pada sebuah gudang olahraga di dalam sebuah gymnasium.
Kyungsoo lalu melepaskan tangan Minhye secara kasar dan menyudutkan Minhye di sebuah tembok.
Minhye’s POV
Matanya penuh dengan amarah, menatapku tajam seakan-akan aku adalah makhluk terhina di muka bumi. Wajahnya mengeras. Kedua tangannya mengepal. Ia lalu menyudutkanku di sebuah tembok sambil menodongkan smart phone nya ke arahku.
Jantungku berpacu sangat cepat, tubuhku seolah akan lumpuh saja. bukan hanya ini adalah gerakan yang sangat mendadak, melainkan juga karena wajah Kyungsoo yang saat ini hanya berjarak beberapa cms saja dari wajahku. Aku tahu dia bukan tipeku, bukan namja yang kusuka tetapi semua yeoja pasti akan merasakan perasaan itu ketika dihadapi situasi yang sama denganku.
“Apa maksud dari semua ini?!” teriak Kyungsoo dengan nada meninggi, masih menodongkan smart phone nya ke arahku yang kutahu itu mengenai statusku di berbagai sosmed.
Aku mengerjapkan mataku. Tidak pernah aku duga sebelumnya Kyungsoo bisa semenakutkan ini.
Tapi aku adalah Park Minhye yang berani jadi aku memberanikan diri untuk menjawab pertanyaannya, mengusir semua rasa takut. “B-baiklah, a-aku harus menjelaskan banyak h-hal..jadi, bisakah kau melepaskanku dulu?” tanyaku, menaikkan alis sebelah kiri.
Ia menatapku tajam, menghela nafas lalu melonggarkan jarak di antara kita dan akhirnya melepaskanku.
Aku yang terlepas dari cengkramannya pun akhirnya menghembuskan nafas lega.
“Baik, yang pertama, aku tidak menyukaimu. Semua ini hanyalah sandiwara.” Ucapku sambil membersihkan rok bagian belakangku dan membenarkan kuncir ikatan kudaku.
Kyungsoo hanya memandang ke arah lain malas lalu duduk di sebuah matras.
“Yang kedua, aku juga tidak akan pernah menginginkan semua yang ada di status medsos terjadi.”
Kyungsoo hanya diam, tapi kali ini dia memandangku dengan raut wajah yang sulit dijelaskan. Dia memandangku layaknya aku orang tolol atau apa.
“Yang ketiga, aku tidak benar-benar bermaksud aku ingin mengencanimu dan semua yang aku share di sosmed adalah bohong.” Ucapku sambil mengayunkan kedua tanganku ke samping.
Kali ini, Kyungsoo berdiri dan berjalan ke arahku. “Park Ji, aku tidak ada waktu untuk bermain-main. Bisakah kamu menjelaskan intinya. Pa~~boo~~”
“Yang keempat, kamu baru saja menjelekkanku dan aku tidak suka.” Ucapku santai. Kyungsoo kembali memandangku dengan tatapan membunuhnya. Dan itu membuatku tahu bahwa bukan lagi waktunya bagiku untuk main-main.
“Arrasso, aku akan langsung ke poin pentingnya. Yang jelas tujuanku utamaku, aku hanya ingin kamu bergabung dengan kami. itu saja. Seandainya kamu menyetujuinya dari kemarin, aku pasti tidak akan melakukan semua ini.” jelasku dengan cepat.
Kyungsoo hanya berdiri di sana, tidak memandangku, melainkan memandang ke arah lain.
“Park Minhye..Kamu tidak tahu dan tidak akan pernah alasanku untuk tidak bernyanyi di depan umum jadi berhentilah memaksaku!” ia berteriak lagi. namja bermarga Do ini sangat temperamen sekali hari ini.
Aku mengerjapkan mataku.
“Jangan bilang karena kamu adalah satu-satunya pewaris keluarga Do...” aku mendekat ke arahnya “Do Kyungsoo, jika itu alasannya, ini sangat nonsense. Bisakah kamu menghilangkan egomu sejenak dan mengerti permintaan orang lain?” Aku mulai berbicara serius. Ia melihat ke arahku. Tajam. Matanya bagaikan sembilu. Dan aku hanya bisa mengepalkan tanganku memberanikan diri untuk menatap balik tajamnya manik hitam miliknya. Namun semakin lama, tatapan matanya melemah, melemah dan akhirnya kegarangannya menghilang. Berubah menjadi mata yang sendu. Mata yang tak bernyawa.
“Bukan karena itu, Minhye-a. Kamu.. tidak akan pernah mengerti alasannya, meskipun aku menjelaskannya kepadamu.” Ia memandang ke bawah, tetap duduk di matras.
Aku mendekat ke arahnya. “Ya, gwaenchana. Kamu bisa menceritakan semuanya kepadaku.”
Apa yang baru saja kubilang? Ah, aku tidak tahu lagi. aku merasa, Kyungsoo memiliki masalah yang benar-benar buruk sehingga aku mengatakan kalimat tersebut. Dan aku merasa bahwa aku tidak bisa terus memaksanya seperti ini. aku merasa bahwa aku terlalu egois.
Kyungsoo memandang wajahku dalam, seolah sedang menilai dan mempertimbangkan apakah ia harus menceritakan masalahnya kepadaku atau tidak. Seolah sedang menjuri diriku yang kini sedang berjongkok di hadapannya.
End of Minhye’s POV
Kyungsoo’s POV
Minhye..Benar-benar tidak akan mengerti semuanya. Apakah aku harus menceritakan penyebabnya?
Aku berpikir keras dan semakin lama aku berpikir, semakin aku merasa bahwa diriku adalah seorang pengecut. Aku bahkan tidak bisa menceritakan semuanya kepada orang lain. Ya, aku pengecut. Tapi, ketakutan ini sudah menderaku selama dua tahun. Aku takut semua yang terjadi 2 tahun yang lalu terulang kembali. Aku...tidak bisa bernyanyi di depan umum lagi. apapun yang terjadi, aku tidak akan pernah bisa.
“Minhye-ah, aku sungguh-sungguh tidak bisa. Baik itu menceritakannya kepadamu, ataupun menjadi vokalis bandmu.” Aku menundukkan kepalaku, menyerah. Perang batin selama beberapa menit ini akhirnya berakhir di keputusan bahwa aku benar-benar tidak bisa.
Minhye menghela nafas setelah ia mendengarkan semuanya. Wajahnya menunjukkan raut wajah kecewa sekaligus sedih.
aku tidak tahu mengapa, perasaan membuatnya kecewa seperti ini sungguh sangat melukaiku. Maksudku, aku merasa bahwa keputusanku barusan membuat wajahnya sedih dan aku tidak menyukainya.
Tapi..inilah keputusanku.
“Minhye-a, sungguh maafkan aku. Aku benar-benar tidak bisa.”
“Baiklah, Kyungsoo. Aku tidak bisa memaksamu. Ini adalah hidupmu dan kamu berhak untuk memilih. Tapi..itu semua bukan berarti aku telah menyerah. Aku masih akan terus menawarimu tawaran ini. dan kami akan menerimamu kapan saja.”
Dia tersenyum manis kepadaku. Senyum pertama yang kulihat dari dirinya. Benar-benar murni sebuah senyum, bukan senyum nakal, senyum kemenangan atau senyum seringai. Ini adalah senyum yang hangat. Saat itu pula, aku merasakan darahku berdesir lebih kencang.
“Minhye-a, maafkan aku.” Ujarku.
Dia lalu kembali tersenyum dan memberikan tangannya ke arahku. Aku menerima tangannya.
“Gwaenchanaa..Jeongmal gwaenchana.” Dia menarikku untuk berdiri.
“Gomawo.” Kali ini aku yang memberinya sebuah senyuman dan dia membalikkan badannya lalu melangkah pergi. Mungkin baru habis beberapa langkah saja, ia menghentikan langkahnya dan memandang ke arahku.
“Kyungsoo-ya. Maafkan aku tidak memikirkan ini semua..”Ia memandang ke lantai, mencoba menjelaskan sesuatu. “Aku tidak memikirkan bahwa mungkin kamu tidak ingin seseorang mendengarkan berita palsu kita. Kamu pasti memiliki seseorang yang benar-benar dekat denganmu bukan? Dan mungkin saat ini, kamu marah karena aku diam-diam membuat hubungan kalian tidak baik?” Lanjutnya, membuatku ng-eh. Apakah ini Minhye yang sebelumnya aku kenal?
“Cheobsonghamnida.” Ia membungkukkan badannya.
Aku mencoba mencerna semua yang ia katakan. Jadi...ia berpikiran bahwa aku memiliki yeoja chingu atau yeoja yang aku suka?
Dia ternyata tidak seburuk yang kubayangkan. Meskipun kadang-kadang dia gegabah dan suka semaunya.
“Aniyo,kamu tidak perlu khawatir. Aku terlalu anti-sosial untuk memiliki teman yeoja dekat atau mungkin yeoja chingu.” Aku mengedikkan bahuku. Dia mengangkat punggungnya lalu tertawa sarkatis.
“Haha benar!” Dan Minhye yang dulu kini kembali. “ Baiklah kalau begitu, aku pergi dulu.”
Lalu dia melangkah pergi.
Aku mengehmbuskan nafasku. Bukan itu alasannya. Alasan aku tidak dekat dengan siapapun..
Alasan aku tidak memiliki yeojachingu..
Mungkin karena aku takut untuk jatuh cinta lagi setelah kejadian 2 tahun yang lalu...
End of Kyungsoo’s POV
Minhye’s POV
Aku melangkah menjauh dari Kyungsoo. Baru saja, aku benar-benar melepasnya, melepas sosok Do Kyungsoo.
Gila, bukan? Aku yang pantang menyerah dan bahkan telah memalsu sebuah ‘hubungan’ di sosmed kini menyerah begitu saja. Memang sepertinya gila, tapi aku memiliki sebuah alasan. Kyungsoo mempunyai pilihan hidupnya sendiri dan aku tidak bisa memaksakannya. Wajahnya menyiratkan semuanya, bahwa dia mempunyai sebuah alasan. Alasan sehingga ia tidak bisa melakukan apa yang kutawarkan kepadanya. Menawarkannya menjadi vokalis pengganti EXOFINITE.
Aku tidak menyerah, aku hanya mengalah. Aku ingat kata nenek saat itu. Saat ia masih ada di dunia.
Flashback
Aku masih berusia 8 tahun saat itu. Chanyeol dan aku seperti biasanya, berlibur ke rumah nenek saat liburan telah tiba, nenek yang hidup sendiri setelah kepergian kakek..
Chanyeol dan aku selalu bertengkar, layaknya kakak dan adik. Apalagi berbeda gender seperti ini, kita pasti selalu berbeda pemahaman.
Saat itu, kami berebutan selimut merah milik nenek untuk tidur.
Aku selalu suka warna merah, begitu juga Chanyeol.
“Nek, aku ingin selimut merah itu!” kesalku, mengadu kepada nenek sambil menunjukkan jari ke arah Chanyeol yang sedang berpura-pura tidur menggunakan selimut merah yang kami perebutkan.
“Nek, aku sebal, Chanyeol oppa pura-pura tidur agar aku tidak bisa merebut selimut itu darinya!”
Nenek bergeming, masih saja merajut.
Orang tua kami saat itu sedang pergi ke luar, membeli beberapa keperluan di toko terdekat.
“Nek, seharusnya yang tua yang mengalah kan? Chanyeol oppa seharusnya menyerahkannya padaku.”
Nenek masih bergeming hingga akhirnya ia meletakkan rajutannya dan memandang ke arahku. Tangannya menepuk ke kedua pahanya, memberiku tanda untuk duduk di pangkuannya tersebut.
Aku duduk ke pangkuannya.
“Minhye-a, menyerah dan mengalah itu dua hal yang berbeda, sayangku..” aku menatapnya heran.
“Kita memang berpikir logis dan cenderung mempertahankan apa yang kita mau, tapi ingatlah, kita harus bisa bertindak dengan cara mengatur emosi..” Dia berhenti sejenak lalu memandang ke langit.
“Dan emosi, datangnya dari sini.” Nenek tersenyum ke arahku sambil menudingkan jari-jarinya ke arah dadaku sebelah kiri.
“Mengalah bukan berarti kalah, tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan, Minhye-a.”
Ia mengecupkan keningku hangat. “Nanti akan nenek belikan selimut merah yang baru, nae? Karena nenek tahu kamu belum menyerah untuk mendapatkan selimut merah itu.”
Aku mengangguk dan tersenyum ke arahnya.
End of Flashback
Aku melangkah ke arah wastafel, membasuh wajahku menggunakan air. Iya, aku harus bisa menghargai keputusan Kyungsoo.
End of Minhye’s POV
Author’s POV
Tanpa Minhye dan Kyungsoo sadari, seseorang baru saja mencuri dengar mereka dari dekat daun pintu. Ketika ia mendengar langkah Minhye mendekat ke arah daun pintu, ia bersembunyi. Air mata mengalir dari sudut matanya.
“Oppa..Apakah ini semua karena diriku?” ucapnya lirih kepada dirinya sendiri sembari memegang dadanya yang terasa sakit.
“Yah! Kamu akhirnya kembali!” ujar Soojung, menyambut Minhye yang duduk di sebelahnya karena memang mereka adalah teman sebangku.
“Bagaimana tadi? Apakah dia memberimu semacam..uh..” kalimat Soojung menggantung. Ia terlalu malu mengatakannya sehingga ia menguncupkan kedua tangannya lalu mendekatkannya sambil memberi sound effect “Chu.” Jangan lupakan juga bibirnya yang ia monyongkan saat itu.
Minhye yang mengamatinya hanya bisa mengedipkan matanya sejenak lalu tertawa lepas. “Yah, Bwoya? Bahkan ilustrasimu jauh lebih tabu daripada kata yang akan kau katakan.”
Soojung hanya bisa terkekeh kecil.
“Lalu bagaimana? Cerita sajalah sedikit!” paksa Soojung.
Aku tersenyum sambil memandang ke arah wajahnya yang merah tomat saat ini. “Jangan-jangan..Kamu dan Kai sudah pernah melakukannya?” tanya Minhye penuh selidik, melihat ke arah wajah Soojung yang semakin merah saja.
“Bwoya? Mengapa kamu malah bergantian bertanya kepadaku?”
“Ah sudah kuduga Kai memang namja yang cepat. Siap-siap saja Soojung-ah, dia akan semakin ke bawah.”
Hening. Soojung hanya melongo sambil mengerdipkan matanya. Ketika ia akhirnya mengerti apa maksud dari Minhye, ia memukul lengan Minhye dengan keras. “YAH! Park Minhye, jullae?!”
Soojung memang cukup dekat dengan Minhye. Minhye dan dirinya telah bersama sejak Taman Kanak-kanak, akan tetapi karena kegemaran yang berbeda, Soojung cenderung bermain dengan Sulli, Victoria dan Luna. Mereka semacam Geng Quuenka di sekolah. Jangan coba-coba menawari Soojung berbelanja karena ketika sudah pulang, kamu akan menyadari bahwa kamu akan mendadak miskin.
“Hei, Minhye-a. Apa tidak apa-apa berpacaran dengan Kyungsoo?” tanya Soojung ke arah Minhye yang sedang mengeluarkan buku tulisnya.
“Maksudmu?” Minhye memberinya raut wajah bingung.
“Kamu tidak tahu? Ya! Kita dan Kyungsoo sudah bersama sejak Sekolah Dasar.”
Minhye masih tidak mengerti, menunjukkan raut wajah bertambah bingung kepada Soojung.
“aish jinjjha! Apa kamu begitu ketinggalannya dengan gosip di sekolah kita? Bahkan gosip mengenai namja yang telah sekelas bersama kita selama 11 tahun!”
“Bisakah kamu langsung jelaskan saja? Aku benar-benar tidak mengerti.”
Soojung menghela nafas. Memang, dirinya sangat berbeda dengan Minhye. Minhye cenderung tidak peduli dengan gosip dan hanya berkutat dengan bermain band. Di waktu istirahat, ia juga cenderung bermain bersama komplotan kakaknya.
“Huft..Baiklah..”
Soojung mendekatkan wajahnya ke wajah Minhye sambil mengatakan kalimatnya perlahan “Kyungsoo sangat dekat dengan seorang yeoja sejak kecil dan mereka bahkan digosipkan berpacaran.”
“APA?!” Minhye berdiri dari tempat duduknya secara spontan. Untung saja waktu itu guru belum datang sehingga ke-latahannya tidak membawa sebuah bencana.
“Soojung-ah! Memang siapa yeoja tsb?! Mengapa kamu tidak memberitahunya dari dulu?”
“Karena kamu tidak bertanya..” jawab Soojung santai sambil memutar bola matanya. Lalu ia mengela nafasnya pelan. “Dia..ada di kelas ini jadi kendalikanlah emosimu.”
“Oppa..Kumohon lupakanlah kejadian itu dan kembalilah bernyanyi..” ujar seorang yeoja yang akhirnya menampakkan diri setelah bersembunyi selama beberapa menit.
Kyungsoo yang masih di dalam gudang kemudian mendongak, untuk melihat ke arah yeoja yang sempat mengisi hatinya..dan mungkin hingga saat ini, ia masih mengisi hatinya.
Kyungsoo hanya diam.
“Oppa, kumohon. Maafkan aku.” Ujarnya lirih hanya untuk kembali mendapatkan ‘kediaman’ dari namja di hadapannya.
“Oppa..Mungkin kamu tidak akan memaafkanku, tapi, kumohon, kembali-lah bernyanyi...” suara yeoja tersebut gemetar. Kakinya yang terasa lemas akhirnya menyerah sehingga ia bertumpu pada lututnya di lantai sambil terus menatap ke bawah.
“M-mereka..m-mereka..ah..bukan hanya mereka, tapi semua orang..Banyaak orang membutuhkanmu oppa..”
Sang yeoja menutupi wajahnya. Tangisnya pecah. Penyesalan yang bertambah berat seiring bertambahnya hari telah meggerogotinya. Ia benar-benar merasa bersalah dan ketika ia sekarang berhadapan dengan namja yang pernah ia sakiti, kini tangisnya tidak dapat berhenti.
Hening. Kyungsoo masih bergeming dan dan hanya menatap nanar ke arah yeoja di depannya tersebut. Hatinya telah terlukai oleh yeoja tsb, hatinya sakit. Tapi, hatinya lebih sakit lagi ketika melihat yeoja tsb menangis.
Diam tapi pasti, Kyungsoo yang sedari tadi tidak memberikan sedikitpun ucapan kepada yeoja tsb, mengulurkan tangannya.
“Ireona.” Sang yeoja mendongak dan berhenti terisak. “Ireona, bel masuk telah berbunyi.”
Sang yeoja bangun dengan bantuan tangan dari Kyungsoo sambil mengusap wajahnya yang penuh dengan air mata. Kini, ia menatap Kyungsoo dalam. “Kyungsoo oppa..kalian tidak benar-benar sedang menjalin hubungan bukan? Kamu dan Park Minhye, kalian tidak benar-benar bersama bukan?”
Kyungsoo terus diam, menghindari tatapan sang yeoja dan ia melepaskan tangannya ketika sang yeoja benar-benar telah berdiri.
“Oppa...Aku tahu kamu benci untuk mendengarkannya, tetapi apakah ada jalan bagi kita untuk kembali seperti yang dulu?”
Kini Kyungsoo mengepalkan kedua tangannya.ia menggeretakkan giginya lalu memutuskan untuk berlalu, meninggalkan sang yeoja dan pertanyaannya yang tak terjawab.
Kyungsoo berjalan, diikuti oleh yeoja di belakangnya tersebut. Tanpa siapapun sadari, kepalanya berisi mengenai kenangan mereka berdua beberapa tahun yang lalu. Ketika mereka berdua tertawa bersama, saling bertukar senyum dan canda.
Mengetahui kelas yang telah tenang dan lorong yang sudah steril, Kyungsoo sadar bahwa para guru telah memasuki kelas.
‘tok tok tok’ Kyungsoo mengetuk pelan pintu. Dilihatnya Kang Saem berdiri sambil menatap ke arah dirinya dan seseorang di belakangnya.
“Maaf Saem, kami baru saja dari kamar kecil.” Ujar Kyungsoo sambil membungkukkan badannya.
Kang Saem lalu melirik ke arah Kyungsoo dan yeoja di belakangnya secara bergantian.
“Kalian ke kamar kecil bersama? Berdua?!” tanya Kang Saem yang membuat seisi kelas tertawa tapi tidak bagi Soojung dan Minhye yang hanya bisa memandang satu sama lain. Pikiran mereka masih penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.
Minhye bertanya-tanya apakah Kyungsoo masih menyukai yeoja di belakangnya tsb. Ia merasa sangat bersalah jika memang iya, karena, kemarin malam hingga sekarang ia telah menyebarkan berita palsu yang mungkin dapat menyebabkan sang yeoja salah paham. Yang bisa berarti juga dapat merenggangkan hubungan Kyungsoo dengan yeoja tsb.
Sedangkan Soojung, ia sangat khawatir jika Kyungsoo dan yeoja tsb benar-benar saling menyukai. Ia takut ada pihak ketiga di dalam hubungan asmara teman karibnya, Park Minhye.
“Tentu saja tidak saem. Kami masuk ke ruang yang berbeda.” Jawab Kyungsoo santun masih membungkukkan badannya.
Selama pelajaran pertama dan kedua, Minhye tidak bisa untuk tidak memikirkannya. Kemungkinan bahwa ia mungkin saja melukai perasaan dua orang sekaligus, sang yeoja dan Kyungsoo, menghantui dirinya. Hingga akhirnya bel istirahat berbunyi. Dan Minhye merasa sudah tiba waktu baginya untuk berbicara empat mata dengan yeoja yang diduga teoja terdekat dengan Kyungsoo tersebut.
Minhye mendapati sang target hendak keluar dari kelas sehingga ia memanggil namanya keras-keras.
“Lee Hyena-ssi!” dan ia berhasil, sang yeoja bernama Lee Hyena tsb menengok ke arahnya.
Minhye lalu berjalan setengah berlari mendekat ke arahnya
“Aku..ingin berbicara sesuatu kepadamu.” Ucap Minhye lirih.