Pecahan masa lalu mulai terungkap
dan sepertinya,
Kyungsoo mulai menemukan cara untuk menyembuhkan traumanya.
Sheet 10: Two Princes from Two Different Kingdoms
*seperti biasa, flashback aku tulis miring tapi kali ini tanpa ada embel-embel [FLASHBACK] jadi nanti mohon dibedakan sendiri yaa mana yg flashback mana yg pemikiran tokoh. Hehe ^^)v
*author juga ubah ratingnya jadi PG-17 karena setelah ini ada beberapa umpatan sama kekerasan. Yang umurnya belum 17, saya sudah memperingatkan loh :)
Setelah menanyakan dimana letak kamar kecilnya ke seseorang yang kebetulan lewat, Minhye mulai menggerakkan kakinya ke sana. Ia menunggu Kyungsoo keluar. Wajah ketakutan,kerutan berlapis-lapis di dahi serta pucatnya bibir Kyungsoo yang ia lihat tadi membuatnya penasaran. Sesungguhnya apa yang sedang terjadi pada dirinya? Batin Minhye.
Cklek. Pintu kamar kecil pun terbuka dan Minhye melihat sosok Kyungsoo kini berada di hadapannya. Tak bisa dihindarkan lagi, Minhye langsung menyerbu Kyungsoo dengan pertanyaan yang sejak tadi ia pendam.
“Gwaenchana? Kamu tadi tampak kurang sehat. Apa sesuatu terjadi padamu? Apa kamu sedang tidak enak badan?”
Awalnya Kyungsoo terkaget dengan berondongan pertanyaan dari Minhye namun kini ia menggeleng seraya memberikan Minhye sebuah senyum menenangkan. “Gwaenchana.”
“Ya! Tapi wajahmu tadi tampak pucat..” timbal Minhye, masih belum percaya dengan jawaban dari Kyungsoo. Meskipun saat ini, Minhye menyadari wajah Kyungsoo tidak sepucat sebelumnya.
“Jeongmal gwaenchana, Minhye-a.” Kyungsoo kembali meyakinkan Minhye dengan senyumnya. “Kajja. Sunbaenim pasti sudah menunggu kita.”
Disembunyikannya tangan kirinya yang berdarah karena pukulan yang ia tinju ke dinding di dalam kamar kecil tadi. Ia tidak ingin Minhye tau mengenai keadaan tangannya saat ini. apalagi keadaan psikisnya yang bisa dibilang sedang kurang baik.
Juga, tak sedikitpun Minhye tahu, saat ini rasa mual yang ada di perut Kyungsoo masih bergejolak. Meskipun tidak sehebat tadi.
EXOFINITE akhirnya keluar dari bangunan gedung raksasa milik SW Agency dan berjalan menuju rumah Sungyeol untuk mengambil motor mereka.
“Kurasa..hari ini kita latihan mandiri saja,nae? Toh, hari ini hari libur dan kalian perlu waktu berkumpul dengan keluarga.” Ujar Chanyeol “Nanti sore kita latihan lagi..Tanpa acara menginap.” Lanjut Chanyeol sambil memandang ke arah Kyungsoo dan Minhye secara bergantian. Meskipun Chanyeol tidak mencurigai Kyungsoo melakukannya terhadap Minhye tapi tetap saja, rasa sayangnya yang besar kepada Minhye membuatnya khawatir akan kemungkinan Kyungsoo akan melakukannya jika mereka menginap terus menerus.
Lalu mereka berpisah.
“Nomor ini..nomormu, bukan?” tanya Minhye sambil menunjukkan log nomor pada 20 missed calls tempo hari.
Kyungsoo mengangguk sambil mengutas senyum “Nae.”
Kini semuanya telah kembali ke rumah mereka masing-masing. Sesampainya di dalam rumahnya yang besar, Kyungsoo menghembuskan nafasnya kasar. Lee Ahjussi kini sudah menyambutnya di depan rumah bersama dengan keempat pelayan rumahnya yang lain.
“Bagaimana? Anda sudah membatalkan semua les seminggu ini,kan Lee Ahjussi?” tanya Kyungsoo setelah membalas pelan bungkukan yang diberikan oleh pelayan rumahnya.
“Ndae, Tuan Muda. Semua les seminggu ini sudah saya batalkan.” Jawab Lee Ahjussi.
Kyungsoo menjauh barang beberapa langkah lalu terhenti lagi.
“Lee Ahjussi. Anda masih ingat bukan, jika abuji akhirnya mengetahuinya, segera kabari aku.” Kyungsoo berucap lagi, sekilas, terlihat di matanya wajah Lee Ahjussi yang penuh keraguan. “Anda juga tahu kan,Lee Ahjussi, konsekuensinya jika menolak tawaranku.Aku bisa saja mengusulkan abuji untuk segera memecatmu.”
Dan ia tersenyum.
Lalu Kyungsoo naik ke lantai atas untuk segera membersihkan diri,bersiap-siap untuk pergi lagi.
Setelah mandi dan menyambar sebuah kemeja berwarna merah, celana khaki dan rompi sweater, Kyungsoo mengambil kunci mobilnya. Ia turuni setiap anak tangga yang akhirnya membawanya ke lantai 1.
“Tuan Muda, sarapan Anda telah siap.” Ujar salah satu pelayan Kediaman Do dengan penuh hormat. Kyungsoo membungkuk “Kamsahamnida” dan melangkah menuju ruang makan. Sebelumnya, ia terhenti di suatu tempat. Di sebuah ruang besar yang terdapat sofa besar warna maroon di tengahnya dan dikelilingi oleh berbagai macam barang antik.
Ingatan perihnya dua tahun yang lalu berlangsung di sana.
Kyungsoo memasuki rumah besarnya dengan langkah gontai layaknya zombie. Matanya tak lagi bernyawa. Ia merasakan bahwa hidupnya terasa sia-sia.
Dilihatnya, rekan-rekan ayahnya sedang bercengkrama di sana, bersama dengan ayahnya tentu saja. dan saat ayahnya menengok ke arah Kyungsoo, ia dapati raut wajah mengerikan ayahnya.
Tanpa menunggu apapun dan tanpa tedeng aling-aling, ayahnya beranjak dari sofa dan melangkah menuju anaknya.
“PLAK!”
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi milik Kyungsoo hingga Kyungsoo kini tersungkur di lantai.
“Bukankah sudah kubilang untuk belajar saja di rumah dan tidak banyak polah?!! Sekarang kamu mempermalukan keluarga Do lalu apa yang akan kamu perbuat, huh?!!” Nada Tuan Do meninggi dan kini, ibu dari sang anak, Park Do Haera melangkah menuju anaknya yang tersungkur untuk membantu anaknya itu bangun. “Do Min Joon!” teriak wanita itu kepada suaminya yang hendak menarik kerah Kyungsoo.
“Do Min Joon, cukup!!” teriakan semakin meninggi lalu namja paruh baya itu berhenti dan mendesis.
“Ini semua salahmu. Jangan pengaruhi anak kita untuk melakukan semua ini lagi, arasso?!!”
Kyungsoo mencoba melerai semua pertengkaran itu tapi ..percuma
Dan Kyungsoo hanya bisa menjadi saksi bisu atas semua pertengkaran orang tuanya.
“YA,bukankah pagi ini kau ada janji dengan yeoja-chingumu?” tanya Kai sambil menyeruput macchiato miliknya. “Dan tadi pagi kamu meninggalkannya begitu saja? Daebak..Kau tahu, Han Mari tidak suka jika dia diabaikan seperti itu.” Kai menunjukkan wajah takjub lalu bertepuk tangan.
“Wae?” tanya Luhan memberi Kai tatapan tajamnya.
“Kamu pasti akan segera diputuskan olehnya. Itu pasti.” Sahut Sehun, melepaskan bibirnya sejenak dari sedotan Bubble Tea yang ia pesan.
“Keundae wae, jinjjha! Gadis sepertinya, aku bisa mencari lagi—oh tidak—tentu saja aku tak perlu mencarinya, yeoja datang sendiri kepadaku.” Ujar Luhan membanggakan diri.
“Sakit jiwa.” Kai mendesis.
“Luhan-ya, siklus hidupmu sungguh membosankan. Apa kamu tidak bosan mencampakkan seorang yeoja?Ah ralat—banyak yeoja.” Sehun membenarkan posisi duduknya.
“Nae, Sehun benar. Bisakah kamu memiliki satu yeoja saja. Aku capek menghafalkan setiap yeoja chingu barumu.” Kini, Kai mengambil crepes dari piringnya dan bersiap untuk memasukkannya ke dalam mulut.
“Ndae, bisa-bisa..aku tidak sengaja menggoda yeojachingu barumu.” Ujar Sehun, diikuti oleh tawa renyah dari dirinya dan Kai.
“Shikkereo. Kita seharusnya sekarang ini membahas hal yang lain, arrasso?”
“Maksudmu festival band yang tinggal 4 hari lagi? atau mengenai vokalis baru EXOFINITE?” Sehun menaikkan salah satu alisnya.
“Both of them.” Luhan memajukan wajahnya ke arah Sehun dan Kai lalu memandang mereka secara bergantian.
Kai terkekeh “Bwoya? Bukankah kemarin kamu selalu datang terlambat ketika latihan, mengapa sekarang menjadi sesemangat ini?”
“Mungkin..takut akan tersaingi seseorang?” ledek Sehun. Ia sama sekali tidak menyadari ucapannya itu membuat Luhan menjadi naik pitam dalam sekejap. Terbukti dengan kerah bajunya yang kini sudah ada di genggaman Luhan.
Sehun mengangkat kedua tangannya ke udara sambil mengedikkan bahunya “Aku bercanda.”
Tak lama, Luhan lalu melepaskan genggamannya ke kerah Sehun dan menghempaskannya kembali ke kursinya. Tapi, tatapan matanya masih saja tajam ke arah Sehun.
“Bocah itu..selalu saja mengganggu hidupku.” Gumam Luhan sambil menerawang ke depan.
Kyungsoo menghentikan laju mobilnya dan memarkirnya rapi di basemen depan gedung SW. Ia masuk ke dalamnya sambil berusaha menahan semua rasa tidak mengenakkan yang kini mulai menyerangnya lagi.
Ia terus melangkahkan kaki hingga sampailah ia ke ruangan yang dimasuki oleh EXOFINITE tadi pagi. “Aku..harus berlatih untuk membiasakan diri dengan semua ini.” gumam Kyungsoo kepada dirinya sendiri. “Aku..harus bisa menghilangkan semua rasa trauma ini..”
Setelah meyakinkan semua pemikiran tsb dalam-dalam ke kepalanya, Kyungsoo naik ke panggung. Kebetulan sekali ruangan tsb masih kosong dan tidak terpakai. Kakinya yang tiba-tiba terasa lemas dan gemetar menumpu badannya dengan perlahan membawanya ke atas panggung. Dipejamkannya kedua manik mata beriris hitamnya lalu ia membayangkan kejadian sat itu. Iya, kali ini ia sengaja membayangkannya. Ia berpikiran hanya dengan cara itulah traumanya dapat sembuh. Hanya dengan membiasakan dirinya dengan kenangan yang pedih itulah menurutnya ia akan sembuh. Layaknya obat pahit yang menyembuhkan, ia juga menganggap bahwa hanya dengan cara pahit inilah traumanya dapat tersembuhkan.
Semakin lama, semakin mual ia rasakan pada abdomennya. Punggungnya mulai basah akan keringat tapi ia tetap di sana, berdiri sambil membayangkan kejadian 2 tahun yang lalu. Saat semua orang memandangnya dengan tatapan cemooh dan hina. Kyungsoo tetap bertahan, meski sekarang bibirnya terasa bergetar. Ia terus mengingat semuanya. Keningnya mengerutkan banyak lipatan.
Lima menit telah berlalu, kini, kaki Kyungsoo terasa lumpuh dan tak kuat untuk menahan berat tubuhnya. Ia menjatuhkan lututnya ke lantai panggung lalu menahan berat badannya menggunakan kedua tangannya. Ia lalu menenangkan diri, mengatur nafasnya kembali ke state normal. Saat itulah, ia melihat sebuah wajah berkelebat di kepalanya. Wajah seorang yeoja bermarga Park yang berusaha membawanya kembali ke dunia musik. Dan saat itulah, Kyungsoo merasakan dirinya terasa lebih baik. Nafasnya melambat, jantungnya mulai terasa tidak seheboh biasanya dan ia merasakan semua ketenangan itu.
“Apa yang sedang terjadi padaku?” gumamnya.
Ia lalu berdiri lagi. bukan Kyungsoo namanya jika ia berhenti di sana. Memaksakan dirinya untuk menelan ‘obatnya’.
Sudah hampir setengah jam Kai, Sehun dan Luhan duduk di sebuah cafe tanpa melakukan apapun. Sehun dan Kai sibuk dengan ponselnya masing-masing sementara Luhan hanya duduk di sana memikirkan sesuatu. Sesuatu yang sangat mengganggunya hingga membuat ia tidak bisa berhenti untuk bergerak di tempat duduknya.
“Hai, namaku Xi Luhan. Senang bertemu denganmu.” Bayangan Luhan berumur 7 tahun teringat di kepalanya. “Do Kyungsoo imnida. Bangaeupsumnida.” Jawab laki-laki dengan umur yang sama sambil membungkuk, membalas perkenalan yang Luhan lakukan.
Mengingat itu semua, Luhan menggeram “Mengapa sejak awal aku harus mengenalmu?” Tapi geramannya cukup lirih untuk didengar oleh Sehun dan Kai yang masih membiarkan rungunya mereka gunakan untuk mendengarkan musik dari earpiece mereka masing-masing.
“Sunggyu dan Hoya lama sekali..” gumam Sehun yang kini sudah memesan Bubble Tea gelas ketiga.
“Aish..Apa mereka lupa bahwa Festival Band tinggal 4 hari?!” Luhan menggeram.
“Bwoya? Biasanya kamu menghadapi semuanya dengan santai, Luhan-ya..” Kai mengalihkan matanya sejenak dari ponselnya dan menatap ke arah Luhan.
Luhan berdiri dari tempat duduknya dan melesat meninggalkan Kai dan Sehun.
“Luhan-ya, mau kemana?”
“Toilet.” Jawab Luhan dingin.
Luhan berjalan ke arah toilet. Awalnya track perjalanannya lurus tapi kini ia harus berbelok 90 derajat dan saat itu pikirannya sedang penuh oleh satu hal. Do Kyungsoo. Sehingga ia sama sekali tidak memperhatikan jalannya.
“Bugh” Ia menabrak seseorang hingga seseorang yang ia tabrak terjatuh. Luhan mngkin bukanlah bocah yang cukup baik, tapi ia masih mempunyai sopan santun sehingga ia menawarkan tangannya untuk membantu seseorang yang sepertinya seorang yeoja untuk bangun.
“Gwaenchana.” Jawab sang yeoja sambil mengangkat tubuhnya lalu mendongakkan kepalanya, tanpa menghiraukan tangan Luhan sama sekali.
Pupil mata Luhan membesar. Kelopak matanya sedikit terangkat. Alisnya menyatu menjadi satu.
Begitu juga dengan sang yeoja. Wajahnya menampakkan wajah kaget yang semakin lama menjadi menjadi wajah penuh kebencian.
“Bwoya? Tadi aku bertemu dengan Do Kyungsoo sekarang aku harus bertemu denganmu? Tch Terlalu banyak kesialan yang menimpaku hari ini.” Luhan mendesis dan menyeringai ketika melihat yeoja di depannya mengepalkan tangannya.
Setelah mandi, Minhye membiarkan tubuhnya terebahkan di kasur empuknya. Langit yang berwarna biru bersih dengan sedikit digantungi awan itu membuatnya membuka jendela sambil membiarkan pikirannya mengendur sebentar. Sangat sebentar karena sesudahnya ia kembali teringat sesuatu.
Wajah ketakutan Do Kyungsoo. Dan yang membuatnya penasaran adalah ia memasang wajah takut tsb tepat ketika mereka memasuki gedung SW.
Tentu saja ia terus memikirkannya karena hey, EXOFINITE akan tampil di sana. Bagaimana kalau saat tampil nanti Kyungsoo masih terlihat seperti itu?
“Bwoya? Ia tidak pernah terlihat setakut itu. Apa..dia melihat hantu?” Minhye memasang wajah berpikir kemudian ia menyanggah pemikirannya sendiri “Ah, aniya. Dia kan tidak takut hantu.”
Mengalami kebuntuan, ia akhirnya mengambil ponsel yang berada di sampingnya “Aku harus menanyakannya empat mata! Mungkin dia mau bercerita.”
Kyungsoo terengah-engah, entah untuk yang ke berapa kalinya. Kini, punggungnya telah benar-benar basah. Begitu juga dengan surai hitamnya. Seakan-akan dia baru saja menyiraminya dengan shower.
Ia juga sudah terjatuh entah berapa kali lalu bangkit lagi. wajahnya bertambah lebih pucat dari sebelumnya.
“Kyungsoo..itu semua hanya masa lalu!” Kyungsoo terus menanamkan pikiran tsb dalam-dalam.
Tapi..sepertinya, hal itu hanya berefek untuk beberapa detik saja. kini, rasa mualnya kembali datang.
Kyungsoo tidak tahu pasti mengapa kepalanya melakukannya, kembali terbesit bayangan wajah Minhye di dalam kepalanya. Dan kembali, ia merasakan rasa nyaman. Rasa nyaman yang menjalar ke seluruh tubuh dan sarafnya.
Kyungsoo merebahkan tubuhnya di lantai panggung masih terengah-engah dan menutup kedua matanya menggunakan lengan kanan. Diambilnya oksigen sebanyak mungkin untuk mengisi paru-parunya yang mulai melambatkan gerak inspirasi ekspirasi.
Masih ia bayangkan wajah Minhye. Ketika ia tertawa, tersenyum hingga wajah sebal miliknya. Kyungsoo kembali merasakan rasa tenang itu. Rasa menenangkan yang seakan-akan melawan semua rasa mual yang mulai kembali menyerang perutnya.
Satu jam sudah Kyungsoo berada di sana. Diliriknya jam tangan yang melingkar di tangannya dan tampaklah jarum jam berada di angka XII. Masih ada waktu tiga jam lagi hingga latihan. Batinnya.
“Beep beep” ponselnya berbunyi, juga bergetar. Kyungsoo merogoh saku celananya dan mendapati nama Minhye berkedip-kedip di sana. Meski samar, Kyungsoo tampak menaikkan salah satu sudut bibirnya.
“Bwoya? Tadi aku bertemu dengan Do Kyungsoo sekarang aku harus bertemu denganmu? Tch Terlalu banyak kesialan yang menimpaku hari ini.” Luhan mendesis dan menyeringai ketika melihat yeoja di depannya mengepalkan tangannya.
“Xi Luhan..” geram sang yeoja di depannya dengan penuh penekanan, menatap ke bawah. Karena jika ia menataplangsung ke wajahnya, ia mungkin akan segera membunuhnya dengan segala cara.
“Ya..Sedang apa kau di sini..Seharusnya kamu menemani bocah bermata bulat itu. Aish, apa kamu mencampakkannya sekarang?” kekehan renyah terdengar dari mulut Luhan, yang membuat yeoja di depannya itu semakin naik pitam saja. Kini, wajahnya ia angkat dan memberi Luhan wajah penuh kebenciannya.Masih tidak berujar barang sekata pun. “Dan mencari namja lain?” lanjut Luhan.
Kini, sepertinya kontrol emosi yang yeoja itu buat mulai lepas dan emosinya mulai tak terkendali.
“Namja br**gsek!” tinjuan yang sejak tadi ingin ia lampiaskan akhirnya sukses mendarat di wajah Luhan.
Luhan terkikik sepersekian detik. Melihat amarah di wajah yeoja di depannya seakan kepuasan tersendiri baginya. Dipegangnya bibirnya yang sedikit berdarah dan berdenyut-denyut. Lalu, diliriknya sang yeoja dengan wajah menyiratkan segala cemooh.
“Lee Hyena-ssi. Sejak kapan kamu bisa melayangkan tinjumu? Apa Kyungsoo yang mengajarinya?”
“Yoboseyo?” Isuara dari seberang terdengar. Wajah Minhye mendadak menjadi sumringah.
“Yah! Akhirnya kau mengangkat juga! Aku pikir panggilanku akan berakhir pada 20 missed calls.” Minhye terkekeh dan dapat ia dengarkan beberapa detik setelahnya namja di seberangnya juga terkekeh.
“Ya! Jangan samakan aku dengan dirimu..”
“Ya, gwaenchana? Suaramu tampak lemah?”
“Gwaenchana, mungkin sinyalnya sedang kurang baik.”
“Ah..” “Kyungsoo-ya, bisakah kita bertemu?”
“Nae?”
“Maksudku..aku ingin bertanya suatu hal kepadamu.”
“Umm..Baiklah.Pukul 13.00. Aku akan menunggumu di taman kota.”
“Ya..Namja macam apa kau?! Aku tidak percaya ada namja sepertimu di muka bumi ini!” teriak Hyena masih belum bisa mengusir semua amarahnya. Ia tidak peduli orang-orang kini sedang memperhatikan sebuah keributan yang ia buat. Yang ia pedulikan saat ini, adalah untuk memaki-maki namja di depannya dan melampiaskan semua amarahnya.
Kini, ia kembali untuk mencoba melayangkan tinjuannya ke wajah Luhan.
Dan, heck, Luhan seorang namja. Tangannya menangkis serangan tiba-tiba dari Hyena dan menggenggam kepalan tangannya.
“Dan..kau? Yeoja macam apa yang meninggalkan namjachingunya di saat-saat kritis seperti itu?” Luhan menyeringai puas. Apalagi setelah kerut dahi Hyena bertambah banyak dan lengkungan alisnya menjadi bertambah tajam.
“Xi Luhan... burnt in hell!” Hyena kembali mengumpat, lalu ia mencoba menenangkan dirinya dengan cara mengambil nafas dalam. Diturunkannya kepalan tangannya dan kerutan di dahinya kini mulai menghilang. Kembali, ia menghela nafas.
Menghindari tatapan mata milik Luhan, ia berjalan menjauh dari Luhan melalu celah jalan yang berada di kanan tubuh Luhan.
Tapi, sepertinya Luhan tidak puas hanya sampai situ saja. melihat Hyena melangkah menjauh, ia mengatakan kalimat provokatif terakhirnya. “Terimakasih, Hyena-ssi. Berkat kamu, sepertinya Kyungsoo tidak akan bisa tampil di festival band 4 hari lagi.”
Ingin rasanya Hyena berbalik dan meninju wajah Luhan lagi, tapi, ia akhirnya berhasil mengontrol emosinya sambil mengeratkan jemarinya membentuk sebuah kepalan.
Luhan mendesis. “Apa hidupku memang sesial ini.”
Ia akhirnya kembali ke tujuan awalnya, toilet. Setelah masuk ke dalamnya, ia memutar keran wastafel dan menyiramkan air ke wajahnya. Kalimat-kalimat perih itu kembali menghantui dirinya.
“Luhan-ya..Sebenarnya..aku menyukai sahabatmu.” Yeoja berumur 13 tahun itu akhirnya mengungkapkan kepada Luhan yang berusia sama dengannya malu-malu.
“Do Kyungsoo?” tanya Luhan. Si Yeoja mengangguk. Wajah Luhan sulit dijelaskan saat itu. Jelas ia kaget. Selama ini ia salah mengartikan datangnya sang yeoja ke dalam kehidupannya dan menganggap sang yeoja memiliki perasaan yang sama dengannya. Ia kira, sang yeoja bergaul dengan dirinya dan kyungsoo karena ia menyukai dirinya. Tak terpikirkan sebelumnya oleh Luhan, ia hanya menjadi batu loncatan bagi sang yeoja itu. Tak terpikirkan juga oleh Luhan sebelumnya,bahwa sang yeoja mendekatinya karena ia menyukai sahabatnya, Do Kyungsoo.
“Aku..akan membantumu.” Itu yang keluar dari mulut Luhan saat itu. Ia..tidak ingi kehilangan kedua orang yang sangat dekat dengannya sejak sekolah dasar itu.
Dan,yang membuat hati Luhan bertambah perih, Luhan terpaksa harus mendengarkan setiap curhatan sang yeoja tentang betapa cerdasnya Do Kyungsoo itu, tentang betapa sopannya Do Kyungsoo itu dan betapa baik perangainya Do Kyungsoo itu.
Hingga, .... 2 tahun berlalu. Dan selama dua tahun itu pula hubungan spesial Kyungsoo dan si yeoja telah terjalin. Berkat bantuan Luhan.
Ia menyesal, mengapa ia hanya bisa mengangguk pasrah saat sang yeoja meminta tolong dirinya dan terpaksa harus menelan pil pahit saat akhirnya Kyungsoo dan sang yeoja bersatu. Dua tahun itu pula..Luhan tidak bisa melihatnya lagi. Hingga ia menjauhkan dirinya dari Kyungsoo dan juga sang yeoja. Saat ia menjauh itu, sesuatu yang tidak ia duga terjadi. Sesuatu yang tidak ia duga sebelumnya.
“Luhan-ya..Kamu kemana saja?” Luhan diam saat yeoja itu bertutur. Ia diam karena ia sangat senang yeoja itu mencarinya dan mengkhawatirkannya. Tapi tidak lagi ketika sang yeoja mengucapkan kalimat lain setelahnya. “Aku ingin bercerita mengenai Kyungsoo.”
Harapan Luhan saat itu remuk seketika. Harapan bahwa ia diperhatikan oleh si yeoja. Yeoja yang bagi Luhan ternyata masih ingin memanfaatkan status sahabat Kyungsoo darinya. “Kyungsoo..sangat membosankan. Skinship yang ia lakukan..hanya sebatas pegangan tangan.” Luhan tercekat. Ia tidak menyangka kalimat itu yang akan keluar selanjutnya. ‘siapa yeoja ini? siapa sebenarnya yeoja yang kuidam-idamkan sejak sekolah dasar?’ batin Luhan.
“Aku ingin hubungan kita maju pesat..tidak hanya pegangan tangan..” kata si yeoja malu-malu. Saat itu juga, Luhan lepas kendali dan menanamkan ciumannya ke si yeoja. Setelah melepaskannya, Luhan berujar “Seperti ini?”
Dan sejak saat itulah, sisi lain dari Luhan muncul. Berbagai ide buruk muncul di kepalanya. Kebencianya kepada Kyungsoo yang telah ia usahakan untuk dipendam selama bertahun-tahun kini muncul ke permukaan. Apalagi setelah ia mendengar bahwa akan ada sebuah acara penyaringan bakat oleh SW Agency.
“beep beep” tiba-tiba ponsel hitam pipih milik Luhan berbunyi, membuyarkan semua lamunannya.
Dilihatnya sebuah nama berkedip-kedip “Xixi Cosmetics” dan ditariknya tombol merah. Dan begitu seterusnya.
Setelah memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dekat taman kota, Kyungsoo keluar dan mengunci mobilnya menggunakan remote kecil yang ia bawa. Tak lupa, ia mengeluarkan dua cup yoghurt yang baru saja ia beli terlebih dahulu. Didudukinya sebuah bangku taman kecil yang tak ditempati.Kyungsoo melayangkan pandangannya ke arah sekitar. Taman saat itu sangat ramai tapi tidak seramai hari Minggu. Hanya beberapa pasangan kekasih serta beberapa anak kecil dengan orang tuanya yang memang libur di hari sabtu saja yang tampak di matanya.
Setelah berpikir lama..Kyungsoo baru saja menyadari sesuatu. “Apa..secara tak langsung..aku baru saja mengajaknya sebuah date?”
“Apa mungkin...aku begitu ingin bertemu dengannya sehingga aku mengajaknya kemari?”
Kyungsoo terus saja bermonolog hingga tampak bayangan Minhye dari kejauhan. Minhye tampak sangat trendy saat ini, celana jeans skinny berwarna biru tua dipadukan dengan kaos yang dibalut oleh shirt warna biru muda. Hal itu sukses membuat wajah Kyungsoo memanas. Karena, kali pertama ini ia melihat Minhye menggunakan baju bebasnya. Oh, bukan. Mungkin kali kedua. Tapi saat pertama kali ia melihatnya, Kyungsoo tidak merasakan apapun.(rujuk chapter 1 waktu Minhye di tempat karaoke) Berbeda dengan sekarang.
Luhan memasuki rumah mega-besarnya disambut oleh beberapa butir pelayan.
“Tuan Lu, ayah Anda telah menunggu di lantai atas.”
Luhan terus melangkah dan menaiki tangga spiralnya.
Sesampainya di dalam sana, manik matanya menangkap ayahnya masih tidak mengindahkan kedatangannya dan berkutat kepada dokumennya yang mungkin terlihat lebih menarik.
Memasuki ruangan besar yang menjadi ruang kerja ayahnya itu, Luhan mengambil kursi dan duduk di atasnya.
Waktu beberapa menit kemudian terlewati tanpa satupun dari mereka yang memutuskan untuk berbicara terlebih dahulu.
Keheningan yang membuat Luhan kembali mengingat masa lalu perih itu.
Seorang Luhan berusia 9 tahun mengerang kesakitan ketika sabuk besar milik ayahnya itu mendarat penuh tenaga ke pantatnya. Memar di paha kakinya masih berdenyut dan ia masih harus berurusan dengan memar baru di pantatnya. Hal itulah yang membuat Luhan selalu membenci ‘akhir semester’. Ayahnya tak juga mengendurkan kediktatorannya.
“XI LUHAN, APA KAMU BERNIAT UNTUK MEMBUAT AYAHMU MALU?” ayahnya menaikkan suara.
“Abuji..Bukankah juara dua sudah pencapaian yang bagus? Semester kemarin aku juara lima..” Luhan berusaha meredam emosi ayahnya, tapi gagal. Layangan sabuk kembali mendarat di bagian tubuhnya yang lain, betisnya.
“MENGAPA KAMU SELALU KALAH DENGAN BOCAH BERMATA BULAT ITU?”
Luhan meringis sambil berusaha untuk mencoba menjawab pertanyaan ayahnya. “Abuji..berhentilah berambisi untuk menyaingi keluarga Do..” itu yang ingin ia katakan tapi yang ia keluarkan adalah sebuah janji lain. Janji bahwa ia akan mengalahkan sahabatnya.
Dari sanalah, ia merasa, persahabatannya dengan Kyungsoo adalah sebuah malapetaka. Walaupun di sisi lain, ia juga tidak ingin memutuskan persahabatannya dengan Kyungsoo, tapi, apakah Luhan memiliki pilihan lain?
“Jangan habiskan waktuku untuk berdiam diri di sini, Tuan Presdir.” Luhan akhirnya mulai berucap, membuat ayahnya menoleh ke arahnya, dengan tatapan sembilunya.
Ayahnya menghembuskan nafasnya lalu melepaskan lensa plus yang menggantung di hidungnya sedari tadi.
“Berhentilah bermain-main dan belajarlah.” Kini ayahnya mulai berujar. “untuk apa kau mengikuti festival band itu lagi.Membuang waktu saja.”
Luhan terkikik. “Dua tahun yang lalu, kau mengijinkanku. Apa karena dulu ada Do Kyungsoo?”
Ayahnya masih memasang wajah datar, tidak terpengaruh oleh suara tawa yang anaknya kini sedang luncurkan. “Abuji, dua tahun yang lalu, pasti adalah tahun kejayaanmu. Aku memenangkan semuanya. Penyaringan bakat itu dan rasa malu Do Cosmetics.”
“Jaga mulutmu.” Masih datar, nada yang ayahnya ucapkan masih saja datar.
“Tapi, Anda salah kalau menyuruhku mundur di festival band tahun ini Tuan Presdir. Karena..tahun ini, ia kembali...Bukankah Anda ingin melihat wajah kalahnya lagi?"
“ya, apa kamu sudah menunggu lama?” tanya Minhye setibanya di bangku yang Kyungsoo tempati.
“Ani. Aku juga baru saja datang.” Bohong Kyungsoo membuat Minhye tersenyum lega. “Syukurlah.”
Minhye kini duduk di samping Kyungsoo dan mereka saling diam.
Keheningan terus mencengkeram hingga beberapa menit setelahnya.
“Ya, apa sesuatu yang ingin kau katakan itu?” tanya Kyungsoo sembari memberikan se-cup yoghurt ke Minhye. Minhye berterimakasih lalu mulai melahapnya, tidak juga menjawab pertanyaan Kyungsoo.
“Ya, aku bertanya kepadamu.”
“Jaggaman, aku tidak bisa menolak pesona yoghurt ini Kyungsoo-ya. Biarkan aku menghabiskannya dulu.” Jawab Minhye sambil melahap Yoghurt dengan kecepatan penuhnya, membuat Kyungsoo tak elak lagi untuk tertawa.
“Bwoya..” ia kemudian mengambil se-paper cup yoghurt miliknya dan mengikuti Minhye, menghabiskan yoghurt itu secepat mungkin “Kamu akan kalah cepat denganku, Minhye-a.” Ujar Kyungsoo sambil menatap ke arah Minhye dengan mata membara yang dibuat-buat.
Gelak tawa lalu keluar dari bibir Minhye.
“Ya, aku selalu menang dari Chanyeol oppa..Mengapa sekarang aku bisa kalah darimu..” Minhye memiringkan kepalanya bingung sambil menengok ke arah cup Kyungsoo yang sudah kosong. “Apa...di dalam perutmu ada semacam alat seperti vacuum cleaner? Bagaimana kamu bisa secepat itu?” Minhye mengerutkan dahinya.
Kyungsoo tertawa, sangat lepas. “Karena aku lapar. Jika seseorang lapar, apapun bisa terjadi.” Jawabnya kalem.
“Bwoya? Alasan apa itu? Mengingatkanku akan iklan cokelat sn*ckers saja..” Minhye memanyunkan bibirnya.
“Yaa jangan manyunkan bibirmu.” Ujar Kyungsoo spontan, merasakan jantungnya melompat tiba-tiba ketika melihat Minhye memanyunkan bibirnya
“Wae??”
Kyungsoo baru saja menyadari ia bertanya sesuatu yang aneh. “Ah lupakan. Lakukanlah sesukamu.”
“Jadi..kamu akan mengatakan apa?” kini Kyungsoo kembali bertanya.
Minhye menghela nafasnya sebentar. Pandangannya ia layangkan ke depan. “Do Kyungsoo..Apa kamu memiliki sebuah ketakutan?”
“Hm?” Kyungsootidak mengerti apa maksud dari ucapan Minhye tapi kemudian ia mulai mengetahui kemana pembicaraan yang akan Minhye arahkan.
“Maksudku..seperti pengalaman traumatis?” kini Minhye mengamati wajah Kyungsoo yang terdiam. “seperti ketakutan ketika melihat sesuatu yang mengingatkanmu kepada sesuatu pengalaman yang traumatis..Itu pelajaran Sosiologi kemarin Kyungsoo-ya..”
Sekarang, Kyungsoo sepenuhnya tahu apa yang Minhye maksud dengan kalimatnya dan kini, Kyungsoo membalas lembut tatapan mata Minhye.
“Ndae.”
Akhirnya kalimat itu ia ucapkan kepada orang lain. Kelemahan dirinya yang ia pendam untuk tidak diketahui orang lain selama bertahun-tahun, ia beritahukan begitu saja kepada Minhye. Mungkin karena, dari sudut hatinya yang terdalam, telah terselip kepercayaan kepada Minhye.
“Ndae, aku...selalu merasakan perasaan tidak enak itu ketika melihat gedung SW.”
Minhye tercengang. Meskipun ia telah bisa menebak sebelumnya, ia masih belum percaya dengan apa yang ia dengar.
“Jadi..dugaanku benar?”
Kyungsoo terdiam. Ditundukkannya kepalanya ke tanah.
Sebenarnya, sejak tadi ia berada di gedung SW hingga sekarang ia berada di taman, ia memikirkan satu hal.
Mengenai perasaan menenangkan yang muncul ketika ia mengingat Minhye.
Mengenai rasa mualnya yang bertambah samar ketika mengingat Minhye.
Mengenai rasa gelisahnya yang seketika menghilang ketika mengingat Minhye.
Mengenai perasaan nyaman yang hadir di dalam dirinya ketika mengingat Minhye.
Di dalam batinnya sedari tadi, ia memikirkan, mungkinkah obat bagi rasa traumanya adalah....
Minhye?
Hai readers!
Jangan bingung ya sama ceritanya karena alurnya aku cepetin.
Kalian pasti tahu sendiri kan makna dari “Two Prince from Two Kingdoms” ?
Masih inget nggak waktu di chapter 3,Minhye bilang kalo salah satu cabang perusahaan terbesar Do Company itu “Do Cosmetics” sementara Luhan tadi dipanggil sama perusahaan ayahnya pake nomor telepon “Xixi Cosmetics” *jangan protes namanya yang aneh! :P
Dan di chapter 3 juga aku nyebutin kalo Minhye bilang “Perusahaan Kosmetik nya, Do Cosmetics, sangat melegenda dan bersaing ketat dengan salah satu perusahaan Kosmetik lainnya yaitu Perusahaan Kosmetik XiXi.”
Jadi..sampe di sini udah ketebak kan alurnya? Hehe
Sekarang aku malah kasihan sama Luhan : (