People said...Love is the best remedy
Sheet 11: ‘Sesuatu’ terjadi di H-3 Festival Band
Minhye menatap Kyungsoo penuh iba. Meskipun ia belum tahu bagaimana kronologisnya tapi ia cukup tahu bagaimana tersiksanya Kyungsoo akan pengalaman traumatis yang ia alami, melihat semua perubahan pada wajah Kyungsoo tadi pagi saat mereka berada di gedung SW. Untuk saat ini, ia tidak ingin menanyakan bagaimana jalan ceritanya, karena baginya, semua itu hanya akan membuka luka lama Kyungsoo. Saat ini, yang terpikir di kepala Minhye adalah bagaimana ia bisa mebantunya, membantu Kyungsoo untuk mengatasi semua trauma yang Minhye anggap akan menjadi demam panggung ketika mereka tampil.
“Kyungsoo-ya...” panggil Minhye yang menundukkan kepalanya ke tanah. Tidak pernah ia kira Kyungsoo bisa seperti ini. sejak awal, Minhye melihat sosok Kyungsoo sebagai sosok orang paling kuat yang tampak tak memiliki masalah sedikit pun. “Aku..pernah diberitahu oleh nenekku..” Minhye memulai sebuah kalimat “Dulu..waktu EXOFINITE pertama kali tampil, aku benar-benar gugup. Sehingga nenekku memberiku sebuah saran.” Minhye mendongakkan wajahnya lalu menengok ke arah Kyungsoo. “Beliau berkata ‘Anggaplah semua penonton sebagai sebuah kentang!’” lanjut Minhye, diikuti sebuah ulasan senyum ke arah Kyungsoo.
Kyungsoo diam sembari menatap dalam ke arah Minhye.
Bukan karena ia tidak mendengarkan ucapan Minhye, juga bukan karena Kyungsoo tidak mengerti arti dari ucapan Minhye, tetapi karena.., ia kembali melihat sisi Minhye yang lain. Semua paradigma Kyungsoo tentang Minhye yeoja semi namja yang kasar kini berubah menjadi paradigma yang lain. Baginya sekarang, Minhye tampaklah seperti yeoja manis dalam berbagai cara. Ketika Minhye marah, sebal, gembira,ataupun bertingkah konyol, semuanya tampak manis di mata Kyungsoo.
Saat itulah, Kyungsoo menyadari, ia telah jatuh cinta kepada Minhye. Minhye yang kini selalu berada di dalam kepalanya, bahkan memperingan rasa traumanya.
Sebelumnya, Kyungsoo telah mempertanyakan dirinya sendiri. Mungkinkah aku telah jatuh cinta padanya? Berulang kali dan tak kunjung menemukan jawabannya. Tapi kini, ia yakin, sangat yakin, bahwa semua gejala yang ia alami setelah bersama Minhye membuktikan bahwa ia sesungguhnya telah menanamkan rasa cintanya kepada Minhye.
“Eh? Kenapa kamu diam saja? Apakah..ucapanku terlalu..aneh?” suara Minhye memecahkan setiap lamunan yang Kyungsoo buat. Kini, Minhye merasa malu dan menundukkan kepalanya ke tanah.
“Ani. Gomawo, Minhye-a.” Balas Kyungsoo tersenyum manis. Minhye mendongak dan melihat senyum manis itu.
“Syukurlah.” Minhye pun ikut tersenyum.
Saat Kyungsoo melihat senyum itu, sesuatu di dalam dirinya berteriak. Bertieriak untuk mengunci bibirnya dengan bibir Minhye tapi satu sisi yang lain menghentikan niatannya tsb. Ia tidak ingin mengejutkan Minhye dan ia tidak ingin hubungan baik yang telah ia buat dengan Minhye rusak begitu saja jika ia melakukannya.
Tapi,...ia terlambat dalam menyadari semuanya. Karena kini, wajahnya sudah berada beberapa sentimeter saja dari wajah Minhye. Tampak oleh manik kelamnya mata Minhye sedang membesar. Akan sangat aneh jika ia beralasan ‘aku baru saja ingin menciummu’ sehingga ia datang dengan alasan lain. “D-do..K-kyung..S-so..” panggil Minhye lirih dengan nada gugup.
“Ada daun di rambutmu.” Ucap Kyungsoo pada akhirnya lalu menjauhkan wajahnya dari wajah Minhye.
Wajah Minhye yang sudah seperti tomat membuat Minhye harus memalingkan wajahnya ke arah lain.
Keduanya saling diam.
Bagaimana tidak, keduanya saat ini masih dalam rasa malu mereka atas apa yang baru saja terjadi. Kyungsoo yang baru saja hampir melakukannya dan Minhye yang terasa hampir mati ketika Kyungsoo mendekatkan wajahnya ke arah Minhye.
“P-Park Minhye...” panggil Kyungsoo, memulai sebuah percakapan.
“A-aa nae?” Minhye menengok.
“Maukah kau..menemaniku ke suatu tempat?”
Minhye sekarang sudah berada di dalam mobil mewah milik Kyungsoo. Ia berada di jok penumpang depan sementara Kyungsoo berada di jok kemudi.
“Kyungsoo-ya..Mengapa kau tidak ke sekolah menggunakan mobil saja? Kamu kan tidak perlu naik bus kalau mempunyai mobil sendiri.” ujar Minhye ketika Kyungsoo sedang memasukkan kunci mobilnya ke lubang kunci.
“Nae? Aah... Aku hanya tidak suka jika nanti teman sekelas kita akan mendekatiku karena alasan itu. Akan sangat merepotkan.” Balas Kyungsoo ringan yang segera dibantah oleh Minhye.
“Merepotkan? Ya! Mengapa kamu berpikir bahwa berteman itu merepotkan? Berteman itu menyenangkan Kyungsoo-yaa...”
“Tidak lagi ketika mereka menjauh darimu dan meninggalkanmu. Semua pertemanan yang dilandaskan kepalsuan akan berakhir seperti itu bukan? Aku ingin mereka menganggapku teman karena aku yang sebenarnya. Bukan karena mobilku, atau hartaku.” Jelas Kyungsoo sambil menerawang lurus ke depan.
Meskipun samar, Minhye merasakan sesuatu di dalam ucapannya. Seakan-akan, Kyungsoo telah mengalami semua manis pahit sebuah pertemanan.
“Yah, mungkin kamu benar. Tapi..tidak semua orang seperti itu, bukan?”
Kyungsoo diam. Sambil memandang ke arah Minhye. Kemudian ia membenarkan ucapannya. “Nae, tidak semua orang seperti itu.” Ia lalu memulai mesinnya dan melaju membelah jalan raya.
“Dan aku berharap kamu salah satu di antara mereka yang tulus dan setia berteman kepadaku, Minhye-a.” Batin Kyungsoo dalam hati.
Kyungsoo memang familiar dengan perasaan itu. Perasaan ketika dijauhi dan kemudian ditinggalkan oleh teman terdekatnya. Tetapi, semakin ia berpikir mengenai itu, semakin ia berpikir bahwa ia juga ikut berperan dalam hal itu. Ia tidak melakukan apapun ketika sahabatnya meninggalkannya. Ia tidak melakukan apapun melainkan memutuskan untuk berhenti bersahabat dengannya. Secara tak langsung, Kyungsoo merasa, ia juga telah meninggalkan sahabatnya. Meskipun dengan alasan yang berbeda.
Tidak sadar, Kyungsoo kembali meutar memorinya dua tahun yang lalu.
Kyungsoo sedang makan malam dengan ayahnya..Ibunya baru sebulan meninggal dunia dan kini, hanya ada dirinya dan ayahnya di kediaman Do yang luasnya mungkin setara dengan lima belas kediaman orang biasa.
“Do Kyungsoo..Berhentilah berkecimpung dalam dunia musik.” Ucap abuji Kyungsoo sambil mengiris black pepper beef yang berada di meja.
Kyungsoo mendongak,meninggalkan black pepper beefnya sejenak. “Ndae?”
“Berhentilah mengikuti event konyol seperti sebulan yang lalu.”lanjut abujinya.
“T-tapi..a-abuji...”
“Aku tidak ingin mendengar tapi!!”
“Ndae..” Kyungsoo menunduk. Sudah selama sebulan ini, ayahnya bertingkah lebih keras dari biasanya. Memang, ayahnya memang sedikit keras dalam mendidiknya tapi akhir-akhir ini, semuanya menjadi bertambah buruk. Temperamen ayahnya meninggi, lebih tinggi dari biasanya dan Kyungsoo hanya bisa mengangguk akan semua ucapan abujinya.
Kemudian Kyungsoo teringat sesuatu. Sesuatu yang terjadi sebelum ia dan Luhan benar-benar tidak bertemu selama liburan musim panas ini.
Ia meyadari..bahwa jika ia terus berteman dengan Luhan, kedua belah pihak akan tersiksa. Kyungsooyang masih belum bisa melupakan betapa Luhan menghancurkan semuanya sebulan yang lalu serta betapa Luhan harus menerima semua efek buruk ketika dirinya tidak bisa menyaingi Kyungsoo. Iya, Kyungsoo akhirnya sadar, bahwa keluarga Xi, tidak sebaik apa yang telah diberitakan. Ia sadar bahwa keluarga Xi, kurang lebih sama dengan keluarganya. Menuntut sebuah kesempurnaan dan menjunjung tinggi sebuah persaingan.
“Abuji..Aku akan berhenti berkecimpung dalam musik tapi dengan sebuah syarat.” Ujar Kyungsoo memberanikan diri. meskipun ia melihat kening ayahnya mengerut ketika ia mengucapkan kata ‘syarat’, ia tetap melanjutkan kalimatnya.
“Ijinkan aku bersekolah di Woollim High dan ijinkan aku untuk tetap les piano di rumah.”
Mata ayahnya membulat. Bagaimana tidak? Sedari dulu, ia ingin anaknya bersekolah di sekolah elit dan terbaik di Seoul, SM High tetapi kini anaknya ingin bersekolah di tempat lain yang menjadi sekolah nomor dua di Seoul, Woollim High.
Kyungsoo sendiri, ia telah memikirkan matang-matang apa yang telah ia ucapkan.
Sebelumnya, ia telah mendengar bahwa Luhan ingin mendaftarkan diri ke sana, sehingga, demi menghindari Luhan, Kyungsoo memutuskan untuk bersekolah di sekolah yang berbeda dengan dalih demi kebaikan mereka berdua.
Sedangkan les piano sendiri, Kyungsoo masih belum ingin berpisah dengan piano. Karena piano, adalah instrumen yang membuatnya dapat bernostalgia dengan almarhum eommanya.
“Pemakaman?” tanya Minhye ketika sampai di sebuah tanah luas yang penuh batu nisan itu.
“Nae. Turunlah.” Jawab Kyungsoo yang kini membuka kunci pintu mobil menggunakan salah satu tombol di depannya.
Minhye mengikuti Kyungsoo yang kini berada di depannya sambil membawa seikat bunga Lily.
Sesampainya di sebuah batu nisan, Kyungsoo meletakkan ikatan bunga Lily tersebut lalu berjongkok dan menunduk hormat ke arahnya. Minhye yang berada di belakang Kyungsoo hanya bisa diam. Dia tidak ingin menganggu aktivitas rohaniah yang Kyungsoo lakukan.
ia akhirnya mengetahui sesuatu yang lain dari Kyungsoo. Awalnya, ia berpikir bahwa hidup Kyungsoo sangatlah sempurna. Tapi semakin ke sini, ia lebih memilih dan bersyukur untuk menjadi dirinya sendiri. seorang eomma...sangat berharga bagi Minhye. Eomma yang menjadi kawan serta teman hidup Minhye. Eomma yang memikirkan Minhye melebihi siapapun. Eomma yang mengedepankan urusannya ketimbang urusan lain.
Tak sadar, air mata mulai menets dari sudut matanya. Tapi, ia segera mengelapnya menggunakan tangannya yang kosong dan ia pun ikut menjongkok di samping Kyungsoo.
Awalnya, Minhye mengira bahwa Kyungsoo sedang menangis dan meracau, meratapi hidup malangnya tanpa seorang eomma. Tapi..Minhye salah. Kini, bukannya sebuah raut wajah sedih tapi melainkan senyum tipis yang terkembang di wajah Kyungsoo.
Apa ia tidak sedih dengan kematian eommanya? Batin Minhye tapi semua pikiran tersangkalkan ketika ia melihat tanggal kematian di nisan eommanya. Hari ini bahkan bukan hari kematian eommanya tapi Kyungsoo tetap menjenguk. Bukankah itu pertanda bahwa Kyungsoo terlalu menyanyangi eommanya? Sedangkan di luar sana, masih banyak namja korea yang tetap tidak mau menjenguk makam orang tuanya meskipun hari itu adalah hari kematian orang tua mereka.
Lalu mengapa ia tersenyum? Minhye bertanya-tanya, hingga akhirnya sebuah jawaban datang di kepalanya.
Kyungsoo pasti sudah bisa merelakan eommanya.
Minhye tertegun. Karena ia percaya, merelakan sesuatu bukanlah hal yang mudah. Hal itu memerlukan waktu yang lama dan Minhye menjadi meyakini satu hal.
Ia kini menganggap Kyungsoo sebagai namja yang berbeda dari namja lainnya. Berbeda dalam hal yang baik.
“Haera? Namanya terdengar seperti seorang pianis terkenal..Park Haera..” gumam Minhye, berusaha mencari topik pembicaraan.
Kyungsoo menengok ke arah Minhye lalu tersenyum mengiyakan.
“Jinjjha?! Beliau benar-benar bermarga Park?!” Setelah Minhye mengatakan itu, ia merasakan bahwa ucapannya barusan terdengar aneh. Jelas saja, karena ia juga bermarga Park dan Park Haera yang merupakan eomma dari Kyungsoo menikah dengan seseorang bermarga Do yaitu ayah Kyungsoo...
Kyungsoo terkekeh kecil.
“Ehm..Maksudku, beliau benar-benar Park Haera, seorang pianis terkenal itu?” Minhye menjernihkan tenggorokannya.
Kini pandangannya ia layangkan ke tempat lain karena melalui sudut matanya, tampak Kyungsoo sedang tersenyum ke arahnya.
“Ndae. Beliau..seseorang yang hebat.” Kyungsoo lalu mendongak ke arah langit. “Dan sekarang, dia pasti sedang melantunkan melodi pianonya di surga sana.”
Kyungsoo kemudian beranjak dari posisinya. “Hah. Sudah pukul 14.30. Ayo kita latihan.” Kyungsoo mengulurkan tangannya ke arah Minhye.
Minhye mengedipkan matanya. Sejenak, sesuatu di dalam dirinya bergejolak. Lalu, dengan tanpa sedikitpun rasa ragu, tangannya menyambut tangan milik Kyungsoo dan ia pun berdiri.
Kyungsoo sendiri baru menyadari satu hal.
Baru pertama kali ini ia mengajak orang lain selain keluarganya ke pemakaman eommanya. Ia juga heran mengapa ia melakukannya, tetapi ada satu jawaban yang sempat terpikirkan oleh nalurinya.
Mungkinkah aku mulai membukakan diri kepada Minhye?
“Ya! Kalian lama sekali.” Teriak Chanyeol ketika melihat Kyungsoo dan Minhye yang kini berada di hadapannya, membuka daun pintu studio. “Dan lagi..mengapa kalian datang bersama?” Chanyeol menyipitkan matanya.
“Date.”Bisik Sungyeol yang berada di belakang Chanyeol. Mata Chanyeol kini berbinar-binar dan kini ia menghampiri Minhye.
“Minhye-ah! Date pertamamu!!” teriak Chanyeol histeris “Oh, Tuhan. Akhirnya kau membukakan sisi kewanitaan yeo-dongsaengku yang sebelumnya tertutup itu..” Chanyeol mengapit kedua tangan Minhye menggunakan kedua tangannya.
Minhye lalu berontak dan “PELETAKK!”
Sebuah pukulan keras mendarat di kepala oppanya.
“Ya, Park Minhye! Mengapa sisi kewanitaanmu tertutup lagi?! Aish jinjjha!” keluh Chanyeol sambil mengelus-elus bekas pukulan yeo-dongsaengnya itu.
Sementara Kyungsoo dan Minhye kini sedang mengkontrol jantung mereka yang sedang tak keruan dan mulai salah tingkah. Bagaimana tidak salah tingkah, Kyungsoo malah berjalan ke arah keyboard milik Minhye dan mulai membuka kovernya. Minhye sendiri malah mengambil mic lalu menancapkan kabelnya. Semua yang berada di studi pun mulai bingung.
“Ya, Do Kyungsoo. Sejak kapan kau beralih profesi menjadi keyboard-ist?” tanya Dongwoo heran. Kyungsoo lalu menghentikan gerakannya dalam membuka kover dan Minhye pun menengok ke arah Kyungsoo.
“Dan Park Minhye, sejak kapan kau menjadi seorang vokalis?” tanya Sungyeol, tepat setelah Dongwoo mengucapkan ucapannya.
“Aah matta..” ujar Kyungsoo dan Minhye secara bersamaan. Mereka lalu menggosok punggung leher mereka dan kembali ke tempat mereka yang seharusnya.
“Chajatta nae gyutae dol han saram~”
Kyungsoo mengakhiri perannya dalam bernyanyi. Setelah musik penutup yang didominansi oleh pukulan simbal oleh Sungyeol, lagu pun berakhir. Chanyeol lalu bertepuk tangan.
“Wohoo~ Bravo!” ia berdiri lalu melangkah kea rah Kyungsoo dan menepuk pundaknya. “Kyungsoo-ya. Vokalmu meningkat dan mulai tidak terdengar getaran lagi.”
“Chanyeol benar. Vokalmu meningkat dari sebelumnya.” sahut Dongwoo.
“Nae, Kyungsoo-ya. Suaramu sudah mulai stabil.” Sungyeol juga ikut nimbrung untuk memuji perkembangan yang Kyungsoo alami.
Minhye sendiri hanya bisa tersenyum bangga. Apakah karena ia sedang membayangkankentang saat ini? Apakah dia sedang menerapkan saranku?
“Ya, mengapa kau tertawa sendiri Minhye-a?” tanya Sungyeol, melihat kea rah Minhye yang tertawa sendiri sambil menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya. Minhye mendongak dan mulai menyangkal “A-ani..”
Saat itu, terdengar Kyungsoo yang terkekeh kecil.
Dan melihat ke arah Minhye.
Sambil membisikkan sebuah kalimat di dalam batinnya.
Gomawo Minhye-a, karena telah hadir dalam hidupku.
Hari ini, EXOFINITE berlatih penuh. Permainan musik mereka semakin sempurna. Untuk latihan selanjutnya, mungkin mereka hanya perlu memantapkan permainan mereka karena hingga saat ini.Setelah jam menunjukkan waktu 18.00, Chanyeol kemudian menginstruksi semuanya untuk berhenti.
“Karena besok hari Minggu, kita akan berlatih penuh seharian. Kumpul di studio pukul 11.00 nae?”
“Nae.”
Dan semuanya meninggalkan ruangan setelah mereka menata alat musik yang baru saja mereka gunakan.
“Minhye-a. Aku, Dongwoo dan Sungyeol ada les jadi kamu bisa pulang sendiri kan?” tanya Chanyeol, setelah mengunci pintu studio dan memasukkannya ke dalam saku celananya.
Minhye mengangguk. “Nae.”
“Kalau begitu, annyeong Minhye-ah.”
Mereka lalu pergi begitu saja, meninggalkan Kyungsoo dan Minhye yang masih membatu di depan pintu studio.
“K-kamu..bisa pulang denganku.” Tawar Kyungsoo, sambil menggaruk punggung leher miliknya.
Saat ini, Minhye berada di jok depan, di samping jok tempat Kyungsoo mengemudikan mobil sedan mewahnya. Minhye akhirnya menerima tawaran Kyungsoo. Padahal ia bisa naik bus yang masih banyak beroperasi di waktu seperti ini. Entah karena apa, Minhye merasa bahwa ia lebih nyaman pulang bersama Kyungsoo ketimbang pulang sendiri naik bus. Mungkin pencetus kalimat ‘manusia adalah makhluk sosial’ benar. Minhye tidak suka kesendirian atau mungkin ada alasan lain yang belum juga ia temukan dari logikanya.
Mereka memilih untuk diam. Karena di benak mereka, mereka menyaring banyak sekali topik yang ingin mereka katakan tetapi semuanya tersaring karena mereka takut jika topik yang mereka pilih terlalu membosankan.
“Minhye-a..”
“Kyungsoo-ya..”
Sekali mereka ingin mengatakn sesuatu, mereka mengatakannya di saat yang bersamaan.
“Kamu dulu..”
“Kamu dulu..”
Lagi.
“Bwoya..”
“Bwoya..”
Dan lagi. mereka pun tertawa kecil.
“Minhye-ah, kamu dulu, okay?”
“Baiklah..” Minhye menghela nafasnya. “Kyungsoo-ya..Aku bertanya-tanya..apakah mungkin saranku tadi siang membantumu? Vokalmu menjadi bertambah baik tadi..”
Kyungsoo menoleh sebentar, melihat ke arah Minhye yang malu-malu. Ia menurunkan kecepatannya dan menjawab pertanyaan Minhye. “Ndae. Itu..sangat membantuku Minhye-a.” Kyungsoo mengulum sebuah senyuman. “Gomawo.” Ia lalu menggerakkan tangannya dan menepuk pelan puncak kepala Minhye.
Minhye bereaksi. Ia mulai mengeluarkan kalimat amarahnya untuk menutup wajah memerahnya. “Ya! Kamu pikir aku peliharaanmu? Mengapa kamu berterimakasih sambil menepuk puncak kepalaku..”
Kyungsoo tertawa dan kembali meningkatkan laju mobilnya.
Tapi sesungguhnya, Kyungsoo ingin sekali mengatakan jawaban yang lain dari pertanyaan Minhye.
Ia ingin mengatakan bahwa sebenarnya yang telah membantunya mengatasi rasa traumanya adalah Minhye itu sendiri. tapi sepertinya, kalimat itu masih tersimpan di dalam benaknya dan ia tidak tahu kapan ia berani untuk mengatakannya.
Kyungsoo memasuki kamarnya. Hari ini..tentulah hari yang melelahkan bagi Kyungsoo. Ia harus memikirkan akan banyak hal. Kini, direbahkannya tubuhnya ke atas kasur. Diambilnya ipad yang tergeletak di meja sebelah kasur ukuran king sizenya. Setelah memencet banyak tumbol pada screen, Kyungsoo memejamkan matanya.
Ia sedang akan mengetes sesuatu. Ia ingin membuktikan, apakah memang perasaan yang ia miliki dapat menangkis semua rasa yang ia rasakan saat melihat gedung SW.
Setelah matanya terbuka, dilihatnya sebuah foto. Foto yang sejak dua tahun yang lalu menjadi momok kehidupannya.
Saat itu juga, Kyungsoo berusaha memikirkan hal yang lain.
Ia berusaha memikirkan Minhye. Ia berusaha memikirkan semua yang ia lakukan dengan Minhye hari ini. Tawa Minhye, wajah malu Minhye hingga wajah kesal Minhye. Semua ekspresi yang ada di wajah Minhye. Ia memikirkan itu semua.
Sesaat, Kyungsoo mengernyitkan dahinya. Kemudian, sebuah uluman senyum tercetak di wajahnya.
Ia pikir, rasa mual itu akan datang menyerbu. Ketingat dingin akan memandikan dirinya. Rasa gelisah akan menggerogoti setiap emosinya. Tetapi ia salah, setelah memikirkan yeoja spesialnya itu, semua rasa itu pergi.
Kyungsoo selalu tidak percaya dan pening sendiri ketika mendengar berbagai love quotes. Tetapi kali ini, ia harus mengakui bahwa beberapa di antaranya memang benar adanya.
Love is the best remedy.
Pagi akhirnya telah datang. Sebenarnya sudah sejak tadi, tapi sepertinya Minhye masih enggan berpisah dengan kasurnya. Hingga akhirnya alarm hapenya berbunyi dan ia pun mematikannya. Sebelumnya sebuah alarm juga telah berbunyi untuk membangunkan Minhye, alarm dari ibunya yang menyuruh Minhye untuk bangun tapi bukan Minhye namanya kalau ia segera bangun. Bagaimana tidak? Semalaman ia tidak bisa tidur dan malah membaca komik online hingga tamat. Anehnya, akhir-akhir ini Minhye lebih suka membaca komik shoujo. Padahal ia awalnya selalu membaca komik seinen seperti Naruto,Fairy tail dan lain-lain tapi, kali ini ia sepertinya ingin mencoba sebuah romansa komedi yang terkemas dalam sebuah komik.
“Bwoya..Bodoh sekali, mengapa harus sad end?! Padahal aku sudah merelakan waktu tidurku berkurang hanya untuk membacamu!! Membaca 13 volume!!” pekik Minhye masih di kasurnya sambil mengingat komik online yang ia baca tadi malam. “Tapi ceritanya bagus..” Minhye kembali mewek ketika mengingat sang yeoja dalam komik online menjadi gila karena tidak bisa melupakan tokoh utama namja yang mati karena kecelakaan.
Melirik ke arah jam yang sudah menujukkan pukul 10.45, ia pun segera bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah selesai mandi, Minhye membuka lemari besarnya. Awalnya Minhye akan menyambar sepasang baju hariannya. Celana jeans skinny, kaos dan shirt lengan panjang. Tapi kini, ia berubah pikiran dan melihat ke arah deretan gantungan baju yang tak tersentuh oleh tangan Minhye. Dress selutut yang selalu oppa satu-satunya berikan ketika ia berulang tahun.
“Mungkin sekali-kali aku harus menggunakannya..” gumamnya pelan sambil tersenyum sendiri.
Kyungsoo menyenderkan kepalanya ke tembok. Sudah satu jam ia menunggu di depan studio namun tidak ada siapapun.
Ditengoknya jam tangan yang melingkar di tangannya yang menunjukkan pukul 12.50 namun tak sebutirpun personil EXOFINITE tertangkap oleh retinanya.
Kembali, ia menghembuskan nafasnya. Apa kemarin malam aku salah dengar? bukankah seharusnya latihan dimulai pukul 12.00? Batinnya.
Baru saja ia akan beranjak dari tempat ia duduk karena rasa bosan, tiba-tiba sebuah bayangan seseorang mendekatinya. Seorang yeoja dengan balutan dress biru laut selutut dan jaket sporty berwarna biru donker, menunjukkan Kyungsoo kaki jenjangnya yang mulus. Sepatu kets N*KE yang biasa yeoja itu kenakan, kini berubah menjadi sebuah sepatu flat manis berenda.
Kyungsoo mengerjapkan matanya berulang kali. Meskipun yeoja itu masih saja mengucir ekor kuda rambutnya, Kyungsoo masih belum percaya dengan apa yang ia lihat. Apakah aku berhalusinasi? Batinnya pelan
Perkiraannya tentang ia berhalusinasi luruh ketika Minhye menyapanya “Yo, Kyungsoo! Apa yang lain belum juga datang?” tanyanya, mendekat ke arah Kyungsoo yang wajahnya mulai memanas.
“N-ndae..” jawabnya lirih sambil memegang tengkuknya.
Jantungnya yang tadinya menjalankan tugasnya dengan normal kini memberontak. Seperti akan keluar dari rongga dadanya dalam waktu beberapa detik lagi saja.
“Pffft Chanyeol oppa sangat menyebalkan! Sudah sejak tadi pagi ia mengantarkan yeojachingunya belanja dan hingga kini ia belum kembali. Aku jadi harus naik bus karena dirinya.” Minhye berusaha menjelaskan keterlambatannya kepada Kyungsoo, lalu ia duduk di samping Kyungsoo, di sebuah bangku panjang yang tersedia di depan studio.”Sedangkan Dongwoo dan Sungyeol oppa, aku kurang tahu. Tapi sepertinya mereka tadi malam begadang main game online.”
“Gwaenchana. Kita akan menunggunya.” Jawab Kyungsoo masih belum bisa meredam kenakalan jantungnya.
Seperempat jam telah berlalu dan sepertinya, personil EXOFINITE yang lain selain Kyungsoo dan Minhye belum juga datang. Waktu juga seakan melambat bagi Kyungsoo serta Minhye. Suasana canggung mengisi atmosfir. Hingga Kyungsoo akhirnya memikirkan sebuah topik.
Topik yang sedari dulu ingin ia utarakan.
“Minhye-a..Apakah gosip kita berpacaran masih santer diberitakan?” tanya Kyungsoo, tidak memalingkan wajahnya dan tetap melihat lurus ke depan.
“N-ndae..” jawab Minhye sambil meremas ujung dressnya.
Kembali, saling diam. Minhye diam karena ia tidak tahu harus mengatakan apa lagi sementara Kyungsoo diam karena ia sedang mengumpulkan serpihan keberaniannya.
“Minhye-a..Kurasa—sepertinya—aish..” Kyungsoo hendak bertutur tetapi sepertinya lidahnya seakan terkilir dan ia bingung bagaimana harus mengataknnya.
Minhye mendongak sambil menatap Kyungsoo bingung “Ya, ada apa? Katakan saja..”
Terdengar helaan nafas panjang dari mulut Kyungsoo.
“K-kurasa...aku tidak keberatan dengan gosip yang beredar di antara kita.”
Kyungsoo akhirnya mengucapkannya. Kalimat yang membuat mulut Minhye menganga. Karena...Minhye menangkap arti yang lain dari kalimat yang Kyungsoo ucapkan itu. Makna kalimat yang ia interpretasikan sendiri itu, sukses membuat wajahnya memerah.
“Bagaimana denganmu Minhye-a..” kini, Kyungsoo bertanya. Memberanikan diri untuk melihat kea rah Minhye sambil tetap memegang tengkuknya.
Minhye diam. Sambil menunduk.
Semenit berlalu, Minhye akhirnya mengangkat wajahnya. “Kurasa...aku juga...YAH! Apa baru saja..kamu secara tidak langsung..menyatakan perasaanmu kepadaku?” Kini, Minhye balik bertanya.
Wajahnya lebih merah dari yang sebelumnya.
Kyungsoo tertawa kecil. Membuat Minhye kembali menunduk malu.
“Mungkin----iya.”
Deg! Jantung Minhye seakan jatuh dari gantungannya dan meledak hingga kepingan-kepingan terkecil. Tapi..ia berusaha untuk tetap tenang sembari mengatur nafasnya yang juga mulai terasa sesak.
“YA! Kenapa mungkin? Aku ingin suatu kebenaran..” gumam Minhye dengan nada malu-malu.
Kyungsoo kembali tertawa kecil sambil melihat wajah tomat milik Minhye. “Bwo? Kamu ingin benar-benar ditembak olehku?”
Seketika itu juga, darah Minhye berdesir. Ia baru menyadari, bahwa kalimat yang baru saja ia katakan secara tak langsung berarti sama dengan apa yang dikatakan oleh Kyungsoo.
“Aa—aa” Minhye berusaha menyangkal tapi, heck, sebuah alasan tak kunjung datang ke kepalanya. Pikirannya sedang kacau dan mungkin terjadi beberapa konslet di dalam sana.
Terdengar kekehan kecil dari mulut Kyungsoo, lagi.
“Baiklah..” Kyungsoo menjeda sebentar, sebelum ia akhirnya mengatakan kalimat inti dari semua basa-basi yang ia buat. “Minhye-ah, bisakah kita membuat gosip yang beredar menjadi sebuah kenyataan?”
Mata rusa milik Minhye membesar. Semua aktivitas vital yang terjadi di dalam tubuhnya seakan berhenti. Refleks, ia menengok ke arah Kyungsoo.
Dan saat itu juga, Kyungsoo memanfaatkan kesempatannya.
Kesempatan untuk mengunci bibirnya dengan bibir lembut milik Minhye. Tangannya ia letakkan pada tengkuk milik Minhye yang matanya membulat sempurna.
Awalnya Minhye terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa, tapi pada akhirnya, ia ikut menutup matanya dan mengikuti irama yang Kyungsoo buat.
Sejenak, Kyungsoo diam-diam mengulas senyum. Senyum karena Minhye membalas ciumannya yang Kyungsoo sendiri artikan sebagai...
---Minhye telah menerima perasaannya. Jika mungkin kenyataannya sebaliknya, Kyungsoo tetap bahagia, karena ia telah yakin akan satu hal.
Ia terlanjur terperangkap cinta milik Minhye dan ia tidak tahu jalan keluarnya.
TBC
SWEETNESS OVERLOAD! Sial, kenapa pipi author jadi ngilu nulis semua ini! Ngilu gegara ketawa sendiri kayak orang gila! XD
Sebuah kopel telah terbentuk (bagi author begitu) *yeayy*
Jadi...'sesuatu' yang telah terjadi di judul itu yaaa Kyungsoo nembak Minhye XD
Pasti akan banyak komen beginian. Luhan gimane? Oh, Luhan buat author kok jadi dont worry be happy /slapped/
Sori Luhan nggak ada di sini, tapi tenang saja. besok akan aku munculin kok Luhannya.
Bye! Habis baca ini langsung komen ya komen!! *ngasah golok*
yg pengen kenal lebih lanjut sama author bisa add me on bbm ya. pin 7EAB3AAA. Insyaallah aku accept kok dont worry :)