home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Lean On My Shoulders

Lean On My Shoulders

Share:
Author : JaeJae
Published : 04 Aug 2014, Updated : 08 Aug 2014
Cast : Kim Seok Jin, Lee Ji Hyeon, Min Yoon Gi, Kim Tae Hyung, Jeong Hyo Seok
Tags :
Status : Ongoing
1 Subscribes |12919 Views |2 Loves
Lean on My Shoulders
CHAPTER 2 : 2/4

LEAN ON MY SHOULDERS

 

 

Black Romance present…

 

A story by JH_Nimm

(http://jh-nimm.blogspot.com, http://www.twitter.com/JH_Nimm)

 

                      

Title: Lean on My Shoulders

Also known as: Lean on My Shoulders

Genre: Friendship, Family, Hurt, Sad, Romance

Rating: T (PG-15)

Length: Chaptered (2/4)

                         

Cerita ini adalah sebuah FIKTIF belaka, apabila ada kesamaan nama, tempat dan kejadian, semata-mata karena ketidaksengajaan.

All casts are belong to God, but this story is JH_Nimm’s.

Don’t re-share without my permission.

Don’t forget to leave your appreciation.

Happy Reading… Thank You… :3

                                 

 

Note: yang di tulis miring adalah FLASHBACK!!!

 

 

BGM:

INFINITE – Back

BTS – Just One Day

 

Cast(s):

  • Kim Seok Jin
  • Min Yoon Gi
  • Lee Ji Hyeon
  • Jeon Jeong Guk
  • Kim Tae Hyung
  • Park Min Hye
  • Park Ji Min
  • Jeong Hyo Seok
  • Kim Nam Joon
  • Shin Hye Bin
  • Lee Chang Min Seonsaengnim
  • And another casts.

== GLOSARIUM ==

Geurae [1] = Benar

Molla [2] = Tidak tahu

Wae, Waeyo [3] = Kenapa/ Mengapa

Maldo andwae [4] = Tidak mungkin

Daebak [5] = Hebat

Gomawo [6] = Terimakasih

Gwaenchanha [7] = Tidak apa-apa

Ya [8] = Hey

MWO [9] = APA

Joesonghamnida [10] = Maaf (formal)

Seonsaengnim [11] = Guru

Nuna [12] = Kakak (dari laki-laki untuk perempuan)

Geuraettguna [13] = Rupanya begitu

Jinjja [14] = Benar/ Sungguh

Hyung [15] = Kakak (dari laki-laki untuk laki-laki)

Seonbaenim [16] = Senior

Ani [17] = Tidak/ Bukan

Wae [18] = Kenapa/ Mengapa

Keuge [19] = Itu

Keuge aninde [20] = Bukan begitu

Naya [21] = Ini aku

Shirheo [22] = Tidak suka/ Tidak mau

Eotteokhae [23] = Apa yang harus ku lakukan

Ireona [24] = Bangun

Isanghae [25] = Aneh

Kaja [26] = Ayo

 

== PROLOG ==

Tak peduli seberapa banyak mau mencoba untuk menghindariku

Namun aku akan mencoba mengerti bahwa kau hanya membutuhkan waktu

Kau hanya membutuhkan lebih banyak waktu agar kau bisa menerima kehadiranku

Aku selalu mengerti hal itu

Dan aku juga akan selalu siap untuk menjadi sandaran ketika kau butuhkan

(July 25, 2014)

 

 

~~ Previous scene ~~

 

“Bukankah itu Ji Hyeon?” tanya Seok Jin.

 

                “Geurae[1],” jawab Tae Hyung.

                    

                “Tapi mau kemana dia malam-malam seperti ini?” tanya Seok Jin.

 

                “Molla[2]…” jawab Tae Hyung.

 

                “Bagaimana jika kita mengikutinya?” ajak Seok Jin yang memang mulai penasaran dan khawatir akan Ji Hyeon itu. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Ah, jangan,” jawab Tae Hyung.

 

                “Wae[3]?” tanya Seok Jin.

 

                “Jika Ji Hyeon mengetahui kita mengikutinya, nanti kita hanya akan ada dalam masalah,” jawab Tae Hyung.

 

                “Tapi bagaimana jika sesuatu terjadi pada Ji Hyeon?” tanya Seok Jin.

 

                “Seok Jin-a…”

 

                “Aku akan mengikutinya,” ucap Seok Jin seraya mengikuti Ji Hyeon.

 

                Tak ada pilihan, Tae Hyung pun akhirnya mengikuti Seok Jin. Mereka berdua mengikuti Ji Hyeon dengan jarak yang tak begitu jauh. Mereka terus mengikuti Ji Hyeon. Hingga akhirnya langkah mereka terhenti ketika melihat Ji Hyeon masuk ke sebuah tempat.

 

                “Kenapa dia masuk ke sana?” tanya Tae Hyung.

 

 

 

== CHAPTER 2 ==

 

                Sebuah klub malam yang memang cukup terkenal di Seoul dan cukup ramai. Ji Hyeon masuk ke sana dengan tanpa larangan ataupun tanpa di usir oleh penjaga yang bertugas di depan pintu masuk klub malam tersebut. Jelas hal tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan besar dalam benak Seok Jin dan Tae Hyung.

 

                “Kita harus masuk ke dalam,” ucap Seok Jin.

 

                “Maldo andwae[4],” jawab Tae Hyung. “Kita masih di bawah umur,”

 

                “Tapi bagaimana dengan Ji Hyeon?” tanya Seok Jin.

 

                “Seok Jin-a…”

 

                “Jika Ji Hyeon saja boleh masuk, kenapa tidak dengan kita?” tanya Seok Jin.

 

                “Itu tempat yang berbahaya,” jawab Tae Hyung.

 

                “Justru karena tempat itu berbahaya, maka kita harus masuk ke dalam. Aku takut terjadi sesuatu pada Ji Hyeon,” jelas Seok Jin.

 

                “Seok Jin-a…”

 

                “Jika kau tidak mau, biar aku saja!” ucap Seok Jin.

 

                “Baiklah, aku akan ikut masuk,” jawab Tae Hyung.

 

                Seok Jin dan Tae Hyung pun mendekat ke klub malam tersebut. Tak di pungkiri memang semakin langkah mereka mendekat ke klub malam itu, mereka semakin takut. Namun karena rasa penasaran dan khawatir yang timbul dalam benak merekapun akhirnya mereka mencoba memberanikan diri untuk terus mendekat ke klub malam tersebut. Sesampainya di depan pintu masuk, kedua penjaga yang bertugas justru hanya menatap mereka. Karena tidak mendapatkan larangan, merekapun akhirnya masuk. Seok Jin dan Tae Hyung pun mencoba mencari sosok Ji Hyeon diantara semua pengunjung yang memang membuat klub malam itu cukup penuh hingga membuat Seok Jin dan Tae Hyung sedikit kesulitan untuk bergerak.

 

                Musik yang diperdengarkan di klub malam tersebut juga sangat keras membuat Seok Jin dan Tae Hyung kesulitan untuk saling berkomunikasi.

 

                “Seok Jin-a…” ucap Tae Hyung seraya menarik tangan Seok Jin agar Seok Jin menghentikan langkahnya.

 

                Tae Hyung pun menunjuk sebuah tempat dimana Ji Hyeon berada. Sebuah panggung dimana Ji Hyeon sedang memainkan musik melalui piringan hitam yang dengan lihainya ia putarkan. Ya, Ji Hyeon adalah DJ yang sedang memainkan musik yang membuat para pengunjung di klub malam tersebut terlarut dalam tarian mereka.

 

                “DJ?” tanya Seok Jin.

 

                “Daebak[5]!” ucap Tae Hyung.

 

                Seok Jin dan Tae Hyung pun kembali keluar dari klub malam tersebut setelah mengetahui bahwa Ji Hyeon masuk ke sana hanya untuk menjadi DJ yang akan mengiringi para pengunjung lantuna musik untuk mereka menari. Meskipun dengan sebuah perasaan heran dan terkejut, mereka pun melanjutkan perjalanan mereka yang akhirnya bermuara di sebuah taman. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Bagaimana bisa?” tanya Seok Jin yang masih tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.

 

                “Jika Ji Hyeon seorang DJ seperti itu, itu artinya setiap malam dia keluar seperti tadi,” jawab Tae Hyung.

 

                “Tapi menjadi DJ di tempat seperti itu adalah hal yang berbahaya,” ucap Seok Jin.

 

                Tae Hyung terdiam dan menatap Seok Jin yang masih menampakkan wajah yang begitu penuh dengan kekhawatiran itu.

 

                “Bagaimana jika sesuatu terjadi pada Ji Hyeon?” tanya Seok Jin.

 

                “Ji Hyeon pasti bisa menjaga dirinya,” jawab Tae Hyung.

 

                Lain dengan Tae Hyung dan Seok Jin, di klub malam tersebut, seorang teman justru datang dan mendekati Ji Hyeon. Ia membantu Ji Hyeon untuk memutarkan alunan musik untuk menghibur seluruh pengunjung itu.

 

                “Gomawo[6], Hyo Seok-a…” ucap Ji Hyeon.

 

                “Kapan kau akan berhenti dari pekerjaan ini?” tanya Hyo Seok.

 

                “Ah, jangan ajukan pertanyaan itu lagi,” jawab Ji Hyeon.

 

                “Tapi berbahaya bagi anak gadis sepertimu selalu keluar malam seperti ini,” ucap Hyo Seok.

 

                Sebuah senyuman tersungging di wajah Ji Hyeon. Namun sayangnya bukanlah sebuah senyuman manis, justru sebuah senyuman yang sarat akan kesedihan yang ia coba untuk tutupi semampunya.

 

                “Gwaenchanha[7],” ucap Ji Hyeon. “Aku menyukai pekerjaan ini,”

 

                “Ji Hyeon-a…”

 

                “Sudahlah, sebaiknya kau bantu aku memutarkan musik yang lain,” ucap Ji Hyeon.

 

                Bukan pertama kalinya bagi Hyo Seok yang meminta Ji Hyeon untuk berhenti dari pekerjaannya ini. Namun bukan pertama kalinya juga Ji Hyeon selalu menghindar dari pembicaraan tentang hal itu. Meskipun Hyo Seok juga memang tahu benar akan alasan Ji Hyeon tetap bertahan seperti ini, namun baginya tetaplah pekerjaan ini bukanlah hal yang baik bagi Ji Hyeon. Terlebih dengan statusnya yang masih siswa sekolah menengah dan masih di bawah umur untuk bekerja di sebuah klub malam seperti ini.

****

 

 

                Keesokan harinya, memang seperti biasa, Ji Hyeon datang ke kelas dengan terlambat dan lagi-lagi mendapatkan peringatan dari sang guru yang mengajar di jam pertama. Namun jika biasanya Seok Jin menganggap bahwa itu adalah hal yang biasa seperti siswa lainnya, kali ini ia justru merasa khawatir setelah apa yang baru saja ia temukan semalam. Bahkan lebih parah dengan wajah Ji Hyeon yang tampak pucat tidak seperti biasanya.

 

                “Ya[8], Min Yoon Gi…” bisik Tae Hyung.

 

                “Hmm?” jawab Yoon Gi.

 

                “Kau tahu, ternyata Ji Hyeon seorang DJ di sebuah klub malam,” bisik Tae Hyung.

 

                Yoon Gi terdiam dan kemudian mengalihkan pandangannya pada Ji Hyeon yang saat itu sedang membenamkan kepalanya pada meja belajarnya. Tertidur di tengah jam pelajaran, seperti biasa.

 

                “Yoon Gi-ya…”

 

                “Aku sudah tahu akan hal itu,” jawab Yoon Gi.

 

                “MWO[9]?!” Tae Hyung jelas terkejut dengan apa yang baru saja Yoon Gi katakan.

 

                “Aku sudah tahu bahkan sebelum Seok Jin masuk,” terang Yoon Gi.

 

                “YA! Kenapa kau tidak memberitahuku?” tanya Tae Hyung. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Untuk apa aku memberitahumu?” tanya Yoon Gi balik.

 

                “Min Yoon Gi…”

 

                “Aku takut semakin banyak siswa yang tahu, maka akan menjadi sebuah masalah besar bagi Ji Hyeon,” jelas Yoon Gi.

 

                “Tapi kau tahu bahwa aku juga tak akan pernah memberitahukannya pada siapapun,” ucap Tae Hyung.

 

                “KIM TAE HYUNG!!!”

 

                Suara yang sanggup menggema di seluruh kelas itu memanggil nama Tae Hyung sebagai sebuah peringatan baginya untuk diam dan kembali berfokus pada pelajaran yang tengah di sampaikan.

 

                “Joesonghamnida[10], Seonsaengnim[11]…” jawab Tae Hyung seraya menundukkan kepalanya.

 

                Jam istirahat telah tiba. Seperti biasa, Ji Hyeon segera keluar dari kelas. Namun baru saja ia keluar dari pintu kelas, ia justru memegangi kepalanya dan kemudian menopang pada dinding. Beberapa siswa yang lewat hanya menatapnya dengan heran. Ketika tubuhnya tak sanggup lagi untuk menopang, Ji Hyeon pun pingsan. Beruntung sebelum ia jatuh ke lantai, ada Seok Jin yang menopang tubuhnya.

 

                “Ji Hyeon-a…” ucap Seok Jin seraya menepuk wajah Ji Hyeon.

 

                “Waeyo[3]?” tanya Tae Hyung.

 

                Tanpa menghiraukan Tae Hyung, Yoon Gi dan siswa lainnya, Seok Jin pun menggendong Ji Hyeon dan membawanya ke ruang kesehatan yang memang terletak cukup jauh dari ruangan kelas 3-1 itu.

 

                “Ji Hyeon Nuna[12]…” ucap Ji Min ketika melihat Seok Jin menggendong Ji Hyeon.

 

                Sesampainya di ruang kesehatan, Seok Jin pun membaringkan tubuh Ji Hyeon di atas sebuah tempat tidur yang memang sudah dipersiapkan untuk siswa yang sakit itu. Dokter sekolah pun memeriksa keadaan Ji Hyeon.

 

                “Ia tidak apa-apa. Hanya membutuhkan istirahat saja,”

 

                “Syukurlah,” ucap Ji Min yang memang mengikuti Seok Jin hingga ke ruangan kesehatan itu.

 

                Bukan hanya Ji Min, tapi juga Tae Hyung dan Yoon Gi pun turut mengikuti Seok Jin.

 

                “Bagaimana keadaan Ji Hyeon?” tanya Yoon Gi.

 

                “Gwaenchanha,” jawab Ji Min.

 

                “Syukurlah,” ucap Tae Hyung. “Tapi dimana Min Hye?”

 

                “Dia sedang sakit juga dan dokter menyarankan untuknya beristirahat di rumah,” jawab Ji Min.

 

                “Geuraettguna[13]…

 

                “Sebentar lagi jam istirahat akan segera berakhir, sebaiknya kalian kembali ke kelas,” ucap Seok Jin.

 

                “Lalu kau sendiri?” tanya Yoon Gi.

 

                “Aku akan menemani Ji Hyeon di sini,” jawab Seok Jin.

 

                “Oh, jinjja[14], Hyung[15]?” tanya Ji Min.

 

                “Eung…” jawab Seok Jin.

 

                “Jika saja aku tidak ada tes hari ini, seharusnya aku yang menunggui Ji Hyeon Nuna,” ucap Ji Min.

 

                “Gwaenchanha,” jawab Ji Min.

 

                “Kita kembali ke kelas,” ajak Tae Hyung.

 

                “Seok Jin-a, jaga Ji Hyeon baik-baik,” ucap Yoon Gi. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Percayakan padaku,” jawab Seok Jin.

 

                Meskipun berat, Yoon Gi pun melangkah keluar dari ruang kesehatan bersama dengan Tae Hyung dan Ji Min.

 

                “Aku kembali ke kelas, Seonbaenim[16]…” ucap Ji Min.

 

                “Eoh…” jawab Tae Hyung.

 

                Ji Min pun berlari menuju ke kelasnya, sedangkan Tae Hyung dan Yoon Gi juga berjalan menuju ke kelasnya dengan langkah yang lambat.

 

                “Kau cemburu?” tanya Tae Hyung hati-hati.

 

                “Ani[17],” jawab Yoon Gi.

 

                “Geurigo[18], wae?” tanya Tae Hyung lagi. “Sepertinya kau tidak suka ketika Seok Jin mengatakan bahwa dia akan menemani Ji Hyeon di sana,”

 

                “Aku hanya mengkhawatirkan Ji Hyeon,” jawab Yoon Gi.

 

                Yoon Gi pun mempercepat langkahnya, mencoba untuk menghindari Tae Hyung yang ia yakini pasti akan menanyakan begitu banyak hal lagi padanya. Sebuah hal yang sangat Yoon Gi ketahui dengan baik dari sosok Tae Hyung yang akan selalu menanyakan banyak pertanyaan yang tidak ingin ia jawab itu.

 

                Sementara itu, di ruang kesehatan tampak Seok Jin yang sedang duduk di sebuah tempat tidur yang memang terdapat tepat di samping tempat tidur yang Ji Hyeon gunakan. Ia menatap wajah Ji Hyeon yang sangat pucat itu. Kekhawatiran itu kembali menyeruak dalam benaknya ketika ia mengingat bahwa Ji Hyeon bekerja di sebuah tempat yang terbilang berbahaya itu.

 

                Bukankah kau berasal dari keluarga kaya? Tapi kenapa kau lakukan hal ini? Kenapa kau bekerja di tempat berbahaya seperti itu? Kenapa kau merusak dirimu sendiri dengan bekerja hingga larut malam bahkan hingga dini hari hingga menyita waktu istirahatmu seperti ini?, gumam batin Seok Jin.

 

                Perlahan Ji Hyeon tampak membuka matanya. Ia menatap sekitarnya yang memang sedikit asing itu.

 

                “Kau sudah siuman?” tanya Seok Jin.

 

                “Kenapa aku ada di sini?” tanya Ji Hyeon balik.

 

                “Tadi kau pingsan,” jawab Seok Jin.

 

                Ji Hyeon pun mencoba untuk bangun, namun Seok Jin melarangnya.

 

                “Sebaiknya kau beristirahat saja di sini,” ucap Seok Jin.

 

                Ji Hyeon masih memaksa untuk bangun. Seok Jin pun akhirnya membantu Ji Hyeon untuk duduk.

 

                “Kenapa kau ada di sini?” tanya Ji Hyeon.

 

                “Aku hanya menemanimu di sini, dan karena kau sudah sadar sebaiknya aku kembali ke kelas,” jawab Seok Jin seraya beranjak, namun Ji Hyeon menahannya.

 

                Seok Jin pun mengalihkan tatapannya pada Ji Hyeon yang saat itu memegangi tangannya.

 

                “Duduklah!” ucap Ji Hyeon.

 

                Seok Jin jelas heran dengan sikap Ji Hyeon. Karena Seok Jin yang menatapnya dengan heran, Ji Hyeon pun menarik Seok Jin hingga ia terduduk di tempat tidur yang sedang ia gunakan itu.

 

                “Wae?” tanya Seok Jin yang gugup ketika ia duduk di dekat Ji Hyeon seperti itu.

 

                “Ada sebuah hal yang ingin kutanyakan,” jawab Ji Hyeon.

 

                “Baiklah, tapi aku tidak bisa duduk di sini. Aku akan duduk di sana,” ucap Seok Jin seraya menunjuk tempatnya duduk tadi.

 

                “Cukup dengarkan aku dan jawab aku,” pinta Ji Hyeon tanpa melepaskan tangan Seok Jin.

 

                Seok Jin terdiam. Ia tak bernai menatap Ji Hyeon saat itu. Seolah nyalinya menciut. Bahkan detak jantungnya pun seolah sulit untuk ia kendalikan. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Kenapa kau bisa menemukanku di atap sekolah?” tanya Ji Hyeon.

 

                “Ah, aku hanya tidak sengaja menemukanmu di sana,” jawab Seok Jin.

 

                “Apa kau sengaja mengikutiku?” tanya Ji Hyeon.

 

                “Oh? Keuge[19]…” Seok Jin kesulitan dengan jawaban apa yang harus dia berikan pada Ji Hyeon, karena memang saat itu dia bukan mengikuti Ji Hyeon, tapi sengaja mencari Ji Hyeon.

 

                “Jawaban itu ku anggap sebagai pernyataan bahwa kau memang sengaja mengikutiku,” ucap Ji Hyeon.

 

                “Keuge aninde[20]…” jawab Seok Jin seraya mengalihkan tatapannya pada Ji Hyeon.

 

                Ia menatap Ji Hyeon. Ia ingin mencoba menjelaskan apa yang sebenarnya ada dalam benaknya. Namun tatapan Ji Hyeon saat itu membuat lidahnya seolah kelu bahkan untuk mengucapkan sepatah katapun.

 

                “Lalu kemarin malam untuk apa kau mengikutiku?” tanya Ji Hyeon.

 

                “Aku…”

 

                “Atau kau memang sering mendatangi klub malam seperti itu?” tanya Ji Hyeon lagi.

 

                “Tentu saja tidak,” jawab Seok Jin.

 

                “Lalu kenapa semalam kau berada di tempatku bekerja?” tanya Ji Hyeon lagi.

 

                Seok Jin semakin kesulitan untuk memberikan jawaban. Terlebih di luar dugaannya bahwa semalam Ji Hyeon melihatnya bersama dengan Tae Hyung masuk ke klub malam tersebut.

 

                “Kau…”

 

                “Aku memang mengikutimu,” ucap Seok Jin pada akhirnya.

 

                “Wae?” tanya Ji Hyeon.

 

                ‘Tidak baik bagi seorang gadis untuk keluar malam seperti itu,” jawab Seok Jin.

 

                “Apa kau pikir aku ini bukan gadis baik-baik?” tanya Ji Hyeon.

 

                “Keuge aninde…” jawab Seok Jin.

 

                Di luar dugaan bahkan tak pernah Seok Jin bayangkan bahwa Ji Hyeon akan mendekatkan wajahnya seperti itu. Seok Jin semakin gugup ketika wajah Ji Hyeon benar-benar berada didepan wajahnya dan tak dapat dipungkiri memang sebagai seorang pemuda normal, mata Seok Jin tertuju pada bibir Ji Hyeon.

 

                “Aku tidak seperti yang kau bayangkan!” ucap Ji Hyeon seraya mendorong Seok Jin.

 

                Ji Hyeon pun beranjak dari tempat tidurnya dan kemudian memakai sepatunya lalu keluar dari ruang kesehatan tanpa menghiraukan Seok Jin yang masih menatap kepergiannya itu.

****

 

 

                Entah apa yang ada dalam pikiran Seok Jin. Namun semenjak ia menemukan bahwa Ji Hyeon bekerja di sebuah klub malam, ia pun sering keluar malam dan datang ke daerah tempat bekerja. Dari sebuah tempat yang memang tak begitu jauh dari tempat Ji Hyeon bekerja, ia menunggu di sana. Selama berjam-jam bahkan ia rela bertahan menunggu hingga Ji Hyeon keluar dari tempat itu. Ia hanya ingin memastikan bahwa Ji Hyeon aman. Walau memang secara tak Seok Jin sadari bahwa dalam benaknya perlahan tumbuh sebuah perasaan dimana ia ingin menjaga dan melindungi Ji Hyeon. Meskipun memang ada sebuah resiko yang harus ia terima jika saja Ji Hyeon menemukannya ‘mengawasinya’ seperti itu, yaitu bukan tidak mungkin bahwa Ji Hyeon akan menjauhinya dan bahkan membencinya.

 

                Hingga suatu malam, Seok Jin yang masih dengan setia menunggu Ji Hyeon itu melihat Ji Hyeon keluar dari klub malam tersebut dalam keadaan mabuk. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Aish, apa yang gadis itu pikirkan?” dengus Seok Jin seraya menghampiri Ji Hyeon yang mabuk itu.

 

                Seok Jin pun meraih tangan Ji Hyeon dan memboyongnya agar Ji Hyeon tak jatuh ke tanah.

 

                “Kim Seok Jin?” tanya Ji Hyeon yang rupanya menyadari bahwa orang yang datang untuk membantunya itu adalah Seok Jin.

 

                “Geurae, naya[21]…” jawab Seok Jin kesal.

 

                Seok Jin pun membawa Ji Hyeon ke sebuah taman. Karena ia tidak tahu dimana alamat rumah Ji Hyeon. Lagipula meskipun ia tahu, ia tidak akan berani untuk mengantarkan Ji Hyeon pulang dalam keadaan mabuk seperti itu. Di taman, Seok Jin dan Ji Hyeon pun duduk di sebuah bangku yang berada tepat di bawah pohon.

 

                “Kenapa kau mabuk seperti ini?” tanya Seok Jin.

 

                “Tidak ada yang akan mempedulikanku,” jawab Ji Hyeon.

 

                “Tapi kau ini masih di bawah umur,” ucap Seok Jin.

 

                “Siapa peduli?” tanya Ji Hyeon.

 

                Ji Hyeon pun menyandarkan kepalanya pada bahu Seok Jin. Seok Jin jelas terkejut dan juga heran dengan tingkah laku Ji Hyeon itu.

 

                “Kenapa kau membantuku?” tanya Ji Hyeon.

 

                “Aku hanya ingin melindungimu,” jawab Seok Jin.

 

                “Kau peduli padaku?” tanya Ji Hyeon lagi.

 

                “Apa alasanku untuk tidak mempedulikanmu?” tanya Seok Jin balik.

 

                “Bahkan keluargaku tidak mempedulikanku,” ucap Ji Hyeon.

 

                Seok Jin terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar dari Ji Hyeon. Belum lagi keterkejutannya itu hilang, ia justru mendengar Ji Hyeon menangis. Meskipun pelan dan mencoba meredam tangisnya, namun Seok Jin masih bisa merasakan bahwa sejatinya Ji Hyeon ingin menangis sekencang-kencangnya.

 

                “Menangislah!” ucap Seok Jin.

 

                “Shirheo[22]!” jawab Ji Hyeon.

 

                Seok Jin menatap puncak kepala Ji Hyeon yang saat itu bersandar dibahunya itu.

 

                “Kau tahu, hidupku sangat menyedihkan. Bahkan orang tuakupun tak mempedulikanku. Mereka sibuk dengan diri mereka masing-masing dan bisnis keluarga. Ayahku, beliau tinggal di negara asalnya, beliau betah tinggal di Inggris tanpa pernah sekalipun menghubungiku. Meskipun satu menit saja untuk menanyakan bagaimana kabarku. Lalu ibuku, beliau tinggal di Jepang. Ketika menghubungikupun, beliau hanya menanyakan bagaimana prestasiku, bukan menanyakan kabarku. Beliau hanya mempedulikan prestasiku yang harus selalu menjadi nomor satu dimatanya. Beliau tak pernah peduli apakah aku sehat atau sakit, senang atau tidak dan tertekan atau tidak,”

 

                Secara tak sadar, Ji Hyeon menceritakan tentang bebannya itu pada Seok Jin. Sedangkan Seok Jin tak memberikan tanggapam apapun, karena baginya ia hanya ingin menjadi pendengar yang baik untuk Ji Hyeon saat ini.

 

                “Dan kau tahu, di sini, di Korea, aku hanya di titipkan pada beberapa orang kepercayaan Ayah dan Ibuku. Meskipun ada Ayah dan Ibu dari Min Hye dan Ji Min yang selalu memintaku untuk ke rumah mereka dan tinggal saja di sana bersama mereka, tapi aku tidak mau. Karena yang kubutuhkan bukanlah orang-orang kepercayaan Ayah dan Ibuku ataupun paman dan bibiku itu. Aku hanya membutuhkan perhatian dari kedua orang tuaku sendiri. Aku juga mengerti bahwa bisnis tersebut juga demi masa depanku dan keluargaku, tetapi seharusnya mereka bisa membagi sedikit saja waktu denganku,” lanjut Ji Hyeon.

 

                “Aku memang tak menuntut mereka untuk setiap hari selalu ada bersamaku. Tetapi setidaknya melewatkan waktu bersama mereka ketika tahun baru, natal ataupun ulang tahunku akan lebih baik. Ada 3 hari dari satu tahun yang setidaknya bisa mereka bagi denganku, puterinya sendiri,” lanjut Ji Hyeon lagi.

 

                Seok Jin hanya bisa menatap Ji Hyeon tanpa memberikan tanggapan apapun. Karena saat ini Ji Hyeon sedang mabuk, di ajak bicara sepanjang apapun olehnya, pasti Ji Hyeon tak akan mendengarkannya.

 

                “Ji Hyeon-a…” ucap Seok Jin ketika menyadari bahwa Ji Hyeon terus terdiam. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                Seok Jin pun menundukkan kepalanya untuk memeriksa Ji Hyeon. Rupanya Ji Hyeon tertidur. Membuat Seok Jin semakin kebingungan dengan apa yang harus ia lakukan.

 

                “Eotteokhae[23]?” tanya Seok Jin pada dirinya sendiri.

 

                Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Seok Jin pun memutuskan untuk membawa Ji Hyeon ke rumahnya. Seok Jin pun menggendong Ji Hyeon di punggungnya dan mengalungkan tas kecil yang Ji Hyeon bawa di lehernya. Karena tidak ada pilihan lain, mengharuskan Seok Jin untuk membawa Ji Hyeon ke rumahnya. Beruntung Seok Jin hanya tinggal sendirian di rumah yang ia tempati saat ini itu, karena kedua orang tuanya tinggal di Busan.

 

                Sesampainya di rumah, Seok Jin pun membaringkan Ji Hyeon di tempat tidurnya. Meskipun canggung dan aneh, ia pun melepaskan jaket Ji Hyeon dan melepaskan sepatu Ji Hyeon lalu kemudian menyelimuti Ji Hyeon.

 

                “Rupanya kau begitu kesepian,” gumam Seok Jin.

****

 

 

                Pagi kembali datang. Perlahan Ji Hyeon membuka matanya. Ia menatap sekitarnya yang memang tampak asing itu. Namun ia begitu terkejut ketika ia menemukan di sampingnya ada Seok Jin yang masih tertidur itu. Ia pun segera bangun dan terduduk. Ia memastikan bahwa tak ada sesuatu yang terjadi antara dirinya dan Seok Jin. Ia menyadari bahwa semalam ia mabuk.

 

                “Ireona[24]!” ucap Ji Hyeon seraya mengguncangkan tubuh Seok Jin.

 

                Merasa tubuhnya terguncang, perlahan Seok Jin pun membuka matanya.

 

                “YA!” bentak Ji Hyeon.

 

                Mendengar Ji Hyeon membentaknya, Seok Jin pun segera bangun dan terduduk.

 

                “Kenapa aku ada di sini?” tanya Ji Hyeon.

 

                “Kau di rumahku, semalam kau mabuk. Aku tidak tahu rumahmu,” jawab Seok Jin.

 

                “Kenapa harus membawaku kemari?” tanya Ji Hyeon lagi.

 

                “Tak mungkin aku meninggalkanmu di jalanan dalam keadaan mabuk,” jawab Seok Jin.

 

                Ji Hyeon terdiam. Ia hanya menatap Seok Jin. Memang tak ada yang salah dengan Seok Jin yang justru telah menyelamatkannya itu.

 

                “Bagaimana keadaanmu? Apa sudah membaik?” tanya Seok Jin.

 

                “Memangnya aku kenapa?” tanya Ji Hyeon balik.

 

                Seok Jin hanya menatap Ji Hyeon. Ia sungguh tak habis pikir dengan gadis yang kini berada dihadapannya itu.

 

                “Ji Hyeon-a, jika boleh kusarankan, sebaiknya kau berhenti bekerja di tempat itu. Karena tempat itu sangat berbahaya bagimu dank au juga masih di bawah umur. Aku takut terjadi sesuatu padamu,” ucap Seok Jin.

 

                “Aku sudah lama bekerja di sana dan kau sama sekali tidak tahu apa-apa,” jawab Ji Hyeon.

 

                Seok Jin kembali menatap Ji Hyeon. Sungguh, gadis itu sepertinya tidak ingat bahwa semalam ia menceritakan semuanya pada Seok Jin.

 

                “Aku juga ingin menyarankan padamu untuk tidak mabuk lagi. Itu tidak baik untukmu,” ucap Seok Jin.

 

                Ji Hyeon tampak mulai kesal dengan Seok Jin yang mulai mencoba menasehatinya itu. Walaupun memang apa yang Seok Jin katakan itu ada benarnya juga.

 

                “Jangan berpura-pura mempedulikanku,” ucap Ji Hyeon seraya meraih jaketnya dan hendak beranjak, namun Seok Jin menahannya.

 

                “Jangan dulu pulang,” tahan Seok Jin. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Wae?” tanya Ji Hyeon.

 

                “Aku akan mengantarkanmu pulang,” jawab Seok Jin.

 

                “Tidak perlu!” ucap Ji Hyeon seraya melepaskan tangan Seok Jin dari tangannya.

 

                Ji Hyeon pun beranjak dan berjalan keluar dari kamar Seok Jin. Namun baru saja ia sampai di bibir pintu, ia berhenti dan berbalik. Ia menatap Seok Jin yang rupanya baru saja beranjak dari duduknya dan juga tengah menatapnya itu.

 

                “Terima kasih karena semalam kau sudah menolongku,” ucap Ji Hyeon.

 

                Tanpa banyak bicara lagipun, Ji Hyeon segera keluar dari rumah Seok Jin. Sedangkan Seok Jin yang masih menatapnya itu pun hanya tersenyum menanggapi tingkah laku gadis yang selalu membayangi pikirannya itu.

****

 

 

                Waktu sudah menunjukkan jam makan siang dan itu artinya sudah masuk jam istirahat. Saat Ji Hyeon beranjak dari duduknya, di saat yang sama pula Seok Ji beranjak dan membuat mereka hampir saja bertabrakan satu sama lain. Ji Hyeon hanya menatap Seok Jin, sedangkan Seok Jin mencoba untuk menyunggingkan sebuah senyuman untuk Ji Hyeon. Namun Ji Hyeon tak memberikan reaksi apapun dan kemudian keluar dari kelas.

 

                “Isanghae[25]…” ucap Tae Hyung yang menatap roman wajah Seok Jin yang berbeda dari biasanya.

 

                Lain dengan Tae Hyung yang heran, Yoon Gi justru menunjukkan raut wajah yang terbilang tak cukup bersahabat ketika kedua matanya dengan jelas menangkap bagaimana reaksi Seok Jin ketika hampir bertabrakan dengan Ji Hyeon itu.

                                           

                “Ah, bagaimana jika kita pergi ke kantin?” ajak Tae Hyung yang mencoba mencairkan suasana agar Yoon Gi menunjukkan sikapnya seperti biasa.

 

                “Ah, kaja[26]…” jawab Seok Jin.

 

                “Kalian pergi saja, aku harus ke ruang guru,” ucap Yoon Gi seraya berlalu meninggalkan Seok Jin dan Tae Hyung yang menatapnya dengan heran.

 

                Bukan menuju ruang guru, langkahnya justru menuntun ke sebuah taman yang berada di belakang sekolah. Yoon Gi pun terduduk di atas rerumputan yang tepat berada di bawah sebuah pohon itu. Pikirannya kacau. Semenjak awal, ia mencoba untuk menjadi teman baik dengan Seok Jin selayaknya hubungannya dengan Tae Hyung. Namun setelah menemukan kenyataan bahwa beberapa kali matanya menangkap tatapan yang tak biasa dari Seok Jin untuk Ji Hyeon, tak dapat dipungkiri bahwa hatinya sesak. Ia takut bahwa Seok Jin akan ‘merebut’ Ji Hyeon darinya.

 

 

To be continued…

 

Facebook link:

Chapter 1: https://www.facebook.com/notes/milky-daidouji/chaptered-bangtan-boysbts-lean-on-my-shoulders-14/10204253128518783

Chapter 2: https://www.facebook.com/notes/milky-daidouji/chaptered-bangtan-boysbts-lean-on-my-shoulders-24/10204259819606056

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK