LEAN ON MY SHOULDERS
Black Romance present…
A story by JH_Nimm
(http://jh-nimm.blogspot.com, http://www.twitter.com/JH_Nimm)
Title: Lean on My Shoulders
Also known as: Lean on My Shoulders
Genre: Friendship, Family, Hurt, Sad, Romance
Rating: T (PG-15)
Length: Chaptered (1/4)
Cerita ini adalah sebuah FIKTIF belaka, apabila ada kesamaan nama, tempat dan kejadian, semata-mata karena ketidaksengajaan.
All casts are belong to God, but this story is JH_Nimm’s.
Don’t re-share without my permission.
Don’t forget to leave your appreciation.
Happy Reading… Thank You… :3
Note: yang di tulis miring adalah FLASHBACK!!!
BGM:
INFINITE – Back
BTS – Just One Day
== GLOSARIUM ==
Jamkkanman [1] = Tunggu
I yeoja [2] = Gadis ini
Joesonghamnida [3] = Maaf (formal)
Annyeong hasimnikka [4] = Apa kabar (formal)
jeoneun Kim Seok Jin imnida [5] = Aku Kim Seok Jin (formal)
Bangapseumnida [6] = Senang bertemu kalian
Seonsaengnim [7] = Guru
Annyeong [8] = Hai
Kim Tae Hyung iyeyo [9] = Aku Kim Tae Hyung (informal)
Ani [10] = Tidak/ Bukan
Majayo [11] = Benar/ Aku setuju
Molla [12] = Tidak tahu
Eonni [13] = Kakak (dari perempuan untuk perempuan)
Eomma [14] = Ibu
YA [15] = HEY
Gwaenchanha [16] = Tidak apa-apa
Geurae [17] = Benar
Ne [18] = Iya
Seonbae [19] = Senior
Nuna [20] = Kakak (dari laki-laki untuk perempuan)
Wae [21] = Kenapa
Geuraesseo [22] = Benarkah
== PROLOG ==
Kesepian dan kesedihan itu, meskipun coba kau sembunyikan semampumu
Namun masih dapat ku lihat dengan jelas
Bahkan dimana tak ada seorangpun yang seolah tak mempedulikanmu
Aku ingin berada di sampingmu dan mendengarkan seluruh ceritamu
Aku ingin memikul semua kesedihanmu dibahuku
Agar aku senantiasa bisa melihatmu tersenyum kembali
(July 24, 2014)
== CHAPTER 1 ==
Semilir angin yang berhembus kian dingin. Bahkan meskipun ia menerpa seluruh kota dengan kuatnya, tetapi ia tak sanggup untuk menyibakkan seluruh kabut yang masih dengan setia menyelimuti sebuah kota bernama Seoul itu. Di pagi yang merupakan awal dari musim gugur ini, matahari dengan malu-malu masih bersembunyi di balik awan dan kabut yang masih dengan setia menyelimuti seluruh kota. Namun meskipun kabut belum sepenuhnya hilang dan embun yang bergantung di dedaunan masih belum mengering, di sela-sela kota mulai kembali tampaj hiruk-pikuk manusia yang telah terbangun dari tidurnya.
Begitupun dengan seorang pemuda bernama Kim Seok Jin. Dengan langkah yang sangat terburu-buru bahkan setelah berlari itu ia keluar dari rumahnya. Sebuah rumah yang memang sudah hampir seminggu ini menjadi tempatnya bernaung. Sendirian. Tanpa kedua orang tua ataupun saudaranya yang memang betah di kota kelahirannya, yaitu Busan. Seok Jin sendirian mengadu nasib di ibukota Korea Selatan ini adalah tak lain karena ia mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan sekolahnya di Seoul International High School. Sebuah kesempatan yang datang ketika pamannya yang mendapatkan penghargaan dari perusahaan besar tempatnya bekerja. Namun karena sang paman tak memiliki putera ataupun puteri, maka ia memberikannya pada Seok Jin, keponakan yang sudah di anggap layaknya puteranya sendiri. (http://jh-nimm.blogspot.com)
“Jamkkanman[1]!” teriak Seok Jin untuk menghentikan sebuah bis berwarna biru yang hampir saja meninggalkannya itu.
Seok Jin pun menaiki bis itu. Sayangnya bis tersebut penuh sesak dengan begitu banyak penumpang. Wajar, ini adalah hari senin. Dimana semua orang mulai kembali pada pekerjaannya ataupun sekolahnya setelah selama satu hari mereka menghabiskan waktu untuk beristirahat. Meskipun sedikit kesulitan, namun Seok Jin mengusahakan untuk mencari tempat yang setidaknya bisa membuatnya berdiri lebih nyaman karena tak mendapatkan kursi untuk duduk. Hingga akhirnya, ia pun menemukan sebuah tempat yang di rasa cukup nyaman, di samping seorang gadis yang menggunakan seragam sekolah di balik mantel berwarna cokelat yang ia kenakan itu.
Seok Jin mencoba bersikap ramah pada gadis itu dengan menyunggingkan sebuah senyuman. Namun sang gadis hanya menatapnya dengan tatapnnya yang sungguh dingin dan bahkan tak membalas senyuman Seok Jin. Hal itu tentu saja cukup membuat Seok Jin menyesal telah tersenyum padanya.
I yeoja[2]…
Meskipun gadis itu kini bahkan mengalihkan tatapannya kearah lain, namun tidak bagi Seok Jin. Ia masih betah menatap gadis dingin itu. Ia mencoba memperhatikan sang gadis yang semakin ia perhatikan justru membuatnya semakin penasaran. Terlebih ketika matanya beradu dengan mata sang gadis. Meskipun Seok Jin coba untuk tepis, namun batinnya membisikkan bahwa ia dapat menemukan bahwa sang gadis yang berada didepannya itu kesepian dan menyimpa begitu banyak rahasia.
CKIIITTTT~~
Terdengar suara ban yang beradu dengan aspal ketika secara tidak sengaja bis tersebut mengerem dengan mendadak. Bukan hanya membuat seluruh penumpang terkejut, tetapi juga membuat Seok Jin secara tak sengaja memeluk sang gadis. Ketika Seok Jin memeluknya, gadis itu jelas menatap Seok Jin dengan dingin dan tajam. Membuat Seok Jin segera melepaskan tangannya.
“Joesonghamnida[3]…” ucap Seok Jin.
Suasana menjadi canggung bagi Seok Jin. Kejadian itu sungguh di luar yang ia bayangkan. Ia ingin mencoba menjelaskan pada gadis itu bahwa ia tak sengaja memeluknya. Ia ingin menjelaskan bahwa ia tak pernah bermaksud memeluk gadis yang bahkan tak ia kenali. Namun lidahnya seolah menjadi kelu ketika bayangan gadis itu menatapnya dengan dingin dan tajam berkunjung lagi pada pikirannya.
Bis tersebut berhenti di sebuah halte. Seok Jin pun turun dari bis tersebut. Tanpa Seok Jin duga, gadis tersebut juga turun di halte yang sama. Dalam benaknya, ingin sekali ia menyapa sang gadis dan bertanya apakah mereka berasal dari sekolah yang sama. Namun jam tangan hitam yang melingkar di tangannya itu justru menunjukkan bahwa ia hampir terlambat membuatnya harus terburu-buru untuk sampai ke kelasnya. Ia tidak boleh terlambat di hari pertamanya di sekolah barunya itu. Namun pikirannya masih juga tak terlepas dari sang gadis yang justru berjalan dengan begitu santainya bahkan ketika gerbang hampir saja di tutup.
Dia satu sekolah denganku rupanya. Ini sudah hampir terlambat tapi mengapa dia berjalan dengan begitu santai?, gumam batin Seok Jin yang segera berlari menuju ke ruang guru itu.
Setelah mengurusi semua dokumen dan administrasi perpindahannya, Seok Jin pun memasuki kelas 3-1. Dengan bantuan Lee Chang Min yang merupakan wali kelasnya, Seok Jin pun memperkenalkan dirinya di hadapan seluruh siswa kelas 3-1 itu.
“Annyeong hassimnikka[4], jeoneun Kim Seok Jin imnida[5]. Bangapseumnida[6],”
“Seok Jin-kun, kau boleh duduk di sana,” ucap Lee Seonsaengnim[7] seraya menunjuk sebuah bangku kosong yang berada di barisan paling belakang.
Seok Jin pun segera menuju bangku yang di tunjuk oleh Lee Seonsaengnim dan kemudian duduk di sana.
“Annyeong[8], Seok Jin-a, Kim Tae Hyung iyeyo[9],” sapa seorang siswa yang menjadi teman satu bangku dengan Seok Jin itu.
“Oh, annyeong…” balas Seok Jin seraya duduk di bangkunya. (http://jh-nimm.blogspot.com)
“Baiklah, kita mulai pelajaran hari ini. Sekarang kalian buka halaman 51,” ucap Lee Seonsaengnim.
Pelajaran di mulai. Lee Seonsaengnim pun menjelaskan beberapa tata bahasa yang berada di halaman 51 itu. Namun ketika Lee Seonsaengnim tengah sibuk menerangkan pada seluruh siswa kelas 3-1, pintu kelas terbuka dan seorang gadis masuk ke kelas. Bahkan tanpa permisi.
Gadis itu…, batin Seok Jin.
“Ji Hyeon-yang, mulai besok kau tidak boleh terlambat lagi karena ujian sudah semakin dekat,” ucap Lee Seonsaengnim.
Bukan pertama kalinya bagi gadis bernama Ji Hyeon itu untuk mendengarkan peringatan dari Lee Seonsaengnim yang mungkin untuk kesekian kalinya itu. Namun Ji Hyeon masih juga tak hendak untuk menghiraukan apalagi mengindahkan peringatan-peringatan yang sudah sangat sering ia dengar dari guru-guru di Seoul International High School itu.
“Dia memang selalu seperti itu,” bisik Tae Hyung yang menyadari bahwa Seok Jin masih memperhatikan Ji Hyeon yang memang duduk di meja yang berada di sebelahnya itu.
“KIM TAE HYUNG!” panggil Lee Seonsaengnim yang rupanya menangkap bahwa Tae Hyung tidak memperhatikan pelajarannya.
****
Jam istirahat sudah tiba. Ketika beberapa siswa sibuk mengeluarkan bekal makan siangnya ataupun sibuk untuk pergi ke perpustakaan, lain dengan Ji Hyeon, ia justru memilih untuk keluar dari kelas seperti yang biasa ia lakukan. Ia lebih senang untuk menghabiskan waktu istirahatnya di sebuah tempat yang setidaknya bisa membuatnya tenang tanpa riuh kebisingan siswa-siswa yang saling berbagi canda-tawa.
“Min Yoon Gi iyeyo,” seorang siswa yang duduk di depan Seok Jin itu pun membalikkan badannya seraya memperkenalkan dirinya.
“Oh, annyeong…” sapa Seok Jin.
“Ku lihat kau tadi sempat heran dengan Ji Hyeon?” tanya Tae Hyung.
“Ah, ani[10]…” jawab Seok Jin.
“Kau tidak usah heran dengan tingkah lakunya. Ia memang hampir setiap hari datang terlambat dan mendapatkan peringatan seperti tadi. Semua guru dan semua murid di sini sudah tidak heran dengannya. Bahkan ia terkenal sebagai pembuat masalah,” jelas Tae Hyung.
“Majayo[11]. Tapi meskipun Ji Hyeon terkenal sebagai pembuat masalah, guru-guru tak pernah mempermasalahkannya. Bahkan tak pernah memanggil orang tuanya karena prestasinya yang bagus. Setiap tahun dan di setiap ujian dia selalu berada di peringkat pertama,” timpal Yoon Gi.
“Jika dia begitu pintar, kenapa dia selalu membuat masalah?” tanya Seok Jin.
“Molla[12]…” jawab Tae Hyung ringan.
“Sudahlah, sebaiknya kita pergi ke kantin untuk makan,” ajak Yoon Gi.
Tae Hyung dan Yoon Gi pun mengajak Seok Jin untuk makan. Namun tujuan mereka berubah. Yoon Gi dan Tae Hyung justru menjadikan diri mereka sebagai guide bagi Seok Jin dan mulai mengelilingi seluruh sekolah. Yoon Gi dan Tae Hyun menjelaskan nama bangunan, ruangan kelas dan sejarah sekolah pada Seok Jin yang memang masih asing dengan sekolah barunya itu. Bahkan Yoon Gi dan Tae Hyung juga menjelaskan siapa saja yang berkuasa di sekolah karena orang tuanya dan prestasinya.
“Selain Ji Hyeon, ada satu siswa lagi. Dia adalah Jeong Guk dari kelas 3-2. Dia selalu berada di posisi nomor 2 setelah Ji Hyeon. Selain pintar, orang tua Jeong Guk juga merupakan salah satu investor terbesar untuk sekolah kita,” jelas Tae Hyung.
Ketika melewati ruang latihan, Seok Jin, Tae Hyung dan Yoon Gi serentak menghentikan langkah mereka ketika melihat seorang siswi tengah mengejar Ji Hyeon yang tetap melangkah dengan santai tanpa menghiraukan siswa yang terus memanggilnya tersebut. (http://jh-nimm.blogspot.com)
“Eonni[13], Eomma[14] menunggumu di rumah. Jika kau kesepian, kau bebas untuk datang ke rumah kami,”
Tanpa jawaban. Ji Hyeon tetap melangkahkan kakinya meninggalkan siswi yang mulai lelah mengejarnya itu.
“Dia Park Min Hye, adik sepupu Ji Hyeon,” ucap Tae Hyung.
“Entah apa yang terjadi, tapi Min Hye selalu meminta Ji Hyeon untuk kerumahnya,” timpal Yoon Gi.
Belum sempat Ji Hyeon menghilang dari pandangan mereka, seorang siswi lain justru datang dan memblokade jalan Ji Hyeon hingga Ji Hyeon terpaksa menghentikan langkahnya.
“Lee Ji Hyeon,” sapa siswi bernama Shin Hye Bin.
Ji Hyeon tak memberikan jawaban dan hanya menatap Hye Bin dengan dingin dan tajam.
“Jangan ganggu Ji Hyeon Eonni lagi!” Min Hye yang masih berada di sana mencoba membela Ji Hyeon.
“Kau tidak bosan seperti ini?” tanya Hye Bin pada Min Hye.
“Apa maksudmu?” tanya Min Hye balik.
“Si pembuat masalah ini tidak mau pulang,” jawab Hye Bin.
“Ji Hyeon Eonni bukan pembuat masalah,” bela Min Hye.
“Diamlah!” ucap Hye Bin.
“YA[15]!” bentak Min Hye.
“Jangan melawanku. Ingat, aku ini seniormu!” ucap Hye Bin.
“Aku tidak peduli kau ini senior atau siapapun, yang jelas aku tidak menyukaimu selalu mengganggu Ji Hyeon Eonni,” balas Min Hye.
“YA!” bentak Hye Bin.
“Apa yang kau inginkan?” tanya Ji Hyeon pada akhirnya.
“Tidak ada, aku hanya ingin memastikan bahwa kau masih datang ke sekolah,” jawab Hye Bin.
Memang, ini bukan kali pertamanya menghadapi seorang Hye Bin yang selalu bersikap sombong dan selalu mengganggunya itu. Bahkan karena Shin Hye Bin pun Ji Hyeon pernah di hukum karena bertengkar dengannya.
“Aku juga tidak habis pikir kenapa ada pembuat masalah sepertimu sekolah di sini,” ucap Hye Bin.
“Bukankah pemerintah tak memberlakukan aturan bahwa pembuat masalah tidak boleh bersekolah?” tanya Ji Hyeon.
“Membawa nama pemerintah. Jangan pamerkan kepandaianmu dihadapanku!” jawab Hye Bin.
Ji Hyeon sudah malas menanggapi Hye Bin yang selalu membuat amarahnya mendesak untuk ‘meledak’ itu.
“Oh, benar. Aku lupa. Bahwa karena kau selalu menjadi nomor satu di sekolah ini maka kau tidak akan dikeluarkan. Bahkan karena Ayahmu yang merupakan investor terbesar, mana mungkin kau dikeluarkan. Seharusnya pihak sekolah tidak perlu memandang hal itu dan mengeluarkan sampah pembuat masalah sepertimu,” ucap Hye Bin.
“JAGA MULUTMU, SHIN HYE BIN!” teriak Min Hye yang kesal.
“Park Min Hye, tidak usah meladeninya. Kita semua tahu bahwa siapa yang sebenarnya lebih pantas untuk di sebut sampah. Siapa yang cara bicaranya tak pernah memikirkan perasaan orang lain dan siapa yang selalu dengan mudah mengatakan orang lain adalah sampah sedangkan ia sendiri bicara tanpa pernah menggunakan otaknya untuk bekerja lebih baik,” ucap Ji Hyeon.
“YA!” bentak Hye Bin seraya menarik kerah baju Ji Hyeon.
Melihat Hye Bin menarik kerah baju Ji Hyeon, Seok Jin jelas terkejut. Karena di sekolahnya dulu, belum pernah ada siswi yang bertindak sekasar Hye Bin.
“Kenapa tidak ada yang menghentikan mereka?” tanya Seok Jin seraya hendak melerai Ji Hyeon dan Hye Bin, namun Tae Hyung menahannya. (http://jh-nimm.blogspot.com)
“Gwaenchanha[16]…” ucap Tae Hyung.
“Lepaskan pakaianku jika kau masih sayang dengan hidung plastikmu itu!” ancam Ji Hyeon.
“YA!” bentak Hye Bin.
Hye Bin pun melepaskan kerah baju Ji Hyeon ketika melihat Ji Hyeon mengangkat tangannya. Setelah Hye Bin melepaskannya, Ji Hyeon pun meninggalkan Hye Bin yang masih menaruh kekesalan teramat besar padanya itu.
“Aku tidak pernah operasi plastik!” teriak Hye Bin.
“Operasi plastik?” tanya Seok Jin.
“Sudah menjadi rahasia umum, “ jawab Yoon Gi ringan.
“Sebentar lagi jam istirahat berakhir, sebaiknya kita kembali ke kelas,” ajak Tae Hyung.
Seok Jin, Tae Hyung dan Yoon Gi pun menuju ke kelas mereka kembali. Setibanya di kelas yang mulai cukup ramai itu, masih ada sebuah hal yang membuat Seok Jin begitu penasaran.
“Kenapa tidak ada yang menghentikan pertengkaran mereka tadi?” tanya Seok Jin.
“Sudah biasa seperti itu,” jawab Tae Hyung.
“Geurae[17], Hye Bin memang selalu membuat masalah dengan Ji Hyeon. Bahkan karenanya, Ji Hyeon sempat di skors selama satu minggu,” jelas Yoon Gi.
****
Semakin hari, semakin Seok Jin merasa penasaran dengan sosok Ji Hyeon. Bahkan karena rasa penasarannya, membuatnya semakin ingin mengenal Ji Hyeon dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Ji Hyeon. Sosok yang dingin dan tampak kejam, tapi begitu kesepian dan menyimpan banyak kesedihan. Hal yang cukup jelas tampak di mata Seok Jin dari diri Ji Hyeon. Namun sayangnya, tak pernah ada yang mengetahui apa yang Ji Hyeon sembunyikan, mengapa ia begitu dingin dan bagaimana bisa seorang murid yang selalu menjadi peringkat satu di sekolah justru melakukan begitu banyak masalah. Sebuah hal yang menurut Seok Jin perlu untuk di pecahkan.
“Min Yoon Gi, kau harus datang ke ruangan Kim Seonsaengnim hari ini,” ucap Lee Seonsaengnim ketika Yoon Gi hendak keluar dari kelas bersama Tae Hyung dan Seok Jin.
“Ne[18]…” jawab Yoon Gi.
Yoon Gi pun menuju ke ruangan guru. Sedangkan Tae Hyung dan Seok Jin melanjutkan perjalanan mereka menuju ke kantin sekolah. Namun baru saja setengah perjalanan, seorang siswi dan kembarannya justru membuat Tae Hyung menghentikan langkahnya.
“Park Ji Min, Park Min Hye,” sapa Tae Hyung.
“Oh, Seonbae[19]…” balas Min Hye.
“Kalian mau kemana?” tanya Tae Hyung.
“Mencari Ji Hyeon Nuna[20],” jawab Ji Min.
“Tapi kami tidak berhasil menemukannya,” timpal Min Hye.
“Apa dia masuk sekolah?” tanya Ji Min.
“Eoh…” jawab Tae Hyung.
“Syukurlah. Aku hanya khawatir dia membolos lagi,” ucap Ji Min.
“Wae[21]?” tanya Seok Jin yang penasaran.
“2 hari yang lalu, Ji Hyeon Nuna menginap di rumah kami. Tetapi tadi malam ia tidak pulang lagi,” jawab Ji Min.
“Mungkin dia pulang ke rumahnya,” ucap Tae Hyung.
“Awalnya kami pikir juga begitu, tapi penjaga di rumahnya mengatakan bahwa Ji Hyeon Eonni tidak pulang,” jelas Min Hye. (http://jh-nimm.blogspot.com)
Seok Jin semakin penasaran dengan Ji Hyeon setelah mendengar apa yang Min Hye dan Ji Min katakan. Ia bermaksud untuk mencari Ji Hyeon.
“Tae Hyung-a, aku baru ingat bahwa ada buku yang harus ku pinjam dari perpustakaan. Jadi, kau makan saja dengan Ji Min dan Min Hye,” ucap Seok Jin.
“Oh, geurae, gwaenchanha,” jawab Tae Hyung.
Seok Jin pun segera menuju ke sebuah tempat yang sekiranya di datangi Ji Hyeon untuk menyendiri. Ia sengaja berbohong dihadapan Tae Hyung, Ji Min dan Min Hye, karena ia tidak ingin bahwa mereka bertiga mengganggu tujuannya. Setelah mengelilingi seluruh sekolah, namun Seok Jin masih tak bisa menemukan Ji Hyeon. Ia mulai lelah, ia bermaksud untuk kembali ke kelas karena jam istirahat yang memang akan segera berakhir itu.
“Apa mungkin…” ucap Seok Jin seraya berlari menuju sebuah tempat yang diyakininya bahwa Ji Hyeon berada di sana.
Atap sekolah. Dengan langkah yang mulai lelah akhirnya Seok Jin berhasil sampai di atap sekolah. Memang benar, ia berhasil menemukan Ji Hyeon yang tengah berbaring seraya mendengarkan musik dari headset yang terpasang dengan sempurna di kedua telinganya itu. Ji Hyeon tidak menyadari kedatangan Seok Jin, karena selain musik yang ia perdengarkan cukup keras untuk menyamarkan suara langkah kaki, juga matanya yang terpejam menghindari sinar matahari yang menyorotinya dengan tanpa ampun jika saja atap sekolah tidak di tutupi oleh rangkaian kaca fiber berwarna gelap itu. Seok Jin pun duduk di samping Ji Hyeon. Seok Jin hendak menyapa Ji Hyeon, namun matanya teralih pada kaki Ji Hyeon. Rok sekolah yang memang pendek itu rupanya sanggup membuat konsentrasi Seok Jin buyar. Wajar, bagaimanapun Seok Jin adalah pemuda normal.
“Ji…”
Belum sempat Seok Jin menyebut namanya, namun Ji Hyeon membuka matanya. Jelas ia terkejut ketika menemuman Seok Jin ada di sana. Ia pun bangun dan kemudian beranjak.
“Siapa kau?” tanya Ji Hyeon.
“Aku Kim Seok Jin, siswa baru di kelasmu,” jawab Seok Jin seraya beranjak.
Ji Hyeon menatap Seok Jin. Namun kemudian ia melangkahkan kakinya untuk meninggalkan Seok Jin yang memang asing dimatanya.
“Jamkkanman…” ucap Seok Jin seraya menahan tangan Ji Hyeon, membuat Ji Hyeon menghentikan langkahnya.
Entah keberanian dari mana yang datang hingga sanggup membuat Seok Jin berani menyentuh Ji Hyeon.
“Lepaskan!” ucap Ji Hyeon seraya berusaha melepaskan tangannya dari tangan Seok Jin.
“Aku hanya ingin berteman denganmu,” ucap Seok Jin.
“Teman?” tanya Ji Hyeon dengan nada mencibir itu.
“Tidak ada salahnya, karena kita juga satu kelas,” jawab Seok Jin.
Ji Hyeon menatap Seok Jin dengan tajam.
“Aku tidak pernah mempercayai apa yang di sebut dengan teman,” ucap Ji Hyeon.
Seok Jin pun melepaskan tangan Ji Hyeon. Begitu Seok Jin melepaskannya, Ji Hyeon pun segera turun dan menuju ke kelas karena jam istirahat yang juga sudah berakhir. Sedangkan Seok Jin masih menatap kepergian Ji Hyeon yang bahkan mungkin sudah berada di kelas itu.
Aku tidak akan menyerah, batin Seok Jin.
Seok Jin pun menuju ke kelas. Sesampainya di kelas, Tae Hyung dan Yoon Gi menatapnya dengan heran. Bukan membalas tatapan Tae Hyung dan Yoon Gi, tatapan mata Seok Jin justru tertuju pada Ji Hyeon yang saat itu sedang membenamkan kepalanya pada meja dengan headset yang lagi-lagi terpasang dengan sempurna di kedua telinganya.
“Darimana saja kau?” tanya Yoon Gi. (http://jh-nimm.blogspot.com)
“Kau mengatakan bahwa kau akan ke perpustakaan, aku mencarimu kesana tapi tidak ada,” ucap Tae Hyung.
“Aku… dari sebuah tempat,” jawab Seok Jin.
“Dari… sebuah tempat? Dimana?” tanya Yoon Gi.
“Baik, kita mulai pelajaran hari ini…”
Belum sempat Seok Jin menjawab pertanyaan Yoon Gi, Kim Seonsaengnim telah lebih dulu datang dan membuka kelas.
****
Saat jam pulang sekolah, tampak Ji Hyeon tengah berjalan menelusuri koridor yang akan mengantarkannya menuju ke gerbang sekolah. Namun belum sampai ia ke gerbang sekolah, seorang siswa bernama Jeong Guk itu menahannya.
“Ji Hyeon-a…”
Ji Hyeon hanya menatap Jeong Guk.
“Sebentar lagi ujian tengah semester, bagaimana jika kita belajar bersama?” ajak Jeong Guk.
Ji Hyeon tak menjawab. Ia masih menatap Jeong Guk dengan tatapan heran.
“Kita bisa belajar setelah pulang sekolah,” ucap Jeong Guk. “Apa kau bisa?”
Jeong Guk menatap Ji Hyeon dengan penuh harapan bahwa Ji Hyeon akan memberikan jawaban yang memang ia inginkan.
“Aku sibuk,” jawab Ji Hyeon singkat.
Sebuah jawaban yang sangat singkat dan dingin.
“Oh, geuraesseo[22]?” tanya Jeon Guk. “Gwaenchanha. Tapi jika kau ingin belajar bersama, aku akan selalu siap kapanpun,”
Tanpa jawaban. Ji Hyeon pun meninggalkan Jeong Guk yang masih menatap kepergiannya. Sebuah tatapan yang sebenarnya menyiratkan sebuah kekecewaan.
“Sudah ku beritahukan padamu sejak awal bahwa semuanya akan percuma,”
“Oh, Nam Joon-a…”
“Percuma kau mengajaknya, seribu kalipun pasti dia tidak akan pernah bisa,” ucap Nam Joon.
“Wae?” tanya Jeong Guk.
“Aku juga bukan tidak tahu bahwa kau menyukainya. Tapi jika boleh kusarankan, kau jangan menyukainya,” jawab Nam Joon.
“Wae?” tanya Jeong Guk lagi.
“Alasan ini tak bisa kujelaskan padamu,” jawab Nam Joon.
“Wae?” tanya Jeong Guk dengan nada mendesak.
“Nanti juga kau akan mengetahuinya sendiri,” jawab Nam Joon.
****
Malam yang dingin kembali menyapa kota Seoul. Namun di malam yang dingin ini tampak Seok Jin dan Tae Hyung yang tengah berjalan-jalan menelusuri kota.
“Ah, sayang sekali Yoon Gi tidak bisa ikut,” ucap Seok Jin.
“Dia selalu sibuk jika malam seperti ini, tapi aku juga tidak tahu apa yang dia lakukan,” jawab Tae Hyung seraya meminum cokelat panas yang baru saja mereka beli itu. (http://jh-nimm.blogspot.com)
Di jalanan yang cukup ramai karena waktu yang belum terlalu larut malam itu, Seok Jin dan Tae Hyung menghabiskan waktu mereka dengan hanya berjalan-jalan. Sesekali mereka menghentikan langkah mereka untuk mencicipi makanan yang memang dijajakan di beberapa sudut jalanan itu. Namun ketika mereka hendak mampir ke sebuah kedai tteokbokki, langkah mereka justru terhenti ketika melihat seseorang yang begitu mereka kenali itu.
“Bukankah itu Ji Hyeon?” tanya Seok Jin.
“Geurae,” jawab Tae Hyung.
Seok Jin dan Tae Hyung pun terus memperhatikan Ji Hyeon yang saat itu lewat dihadapan mereka itu. Ji Hyeon yang sedang berjalan menelusuri jalanan hanya dengan menggunakan celana jeans panjang, t-shirt lengan pendek berwarna hitam dan scarf berwarna merah maroon yang melingkar di lehernya.
“Tapi mau kemana dia malam-malam seperti ini?” tanya Seok Jin.
“Molla…” jawab Tae Hyung.
“Bagaimana jika kita mengikutinya?” ajak Seok Jin yang memang mulai penasaran dan khawatir akan Ji Hyeon itu.
“Ah, jangan,” jawab Tae Hyung.
“Wae?” tanya Seok Jin.
“Jika Ji Hyeon mengetahui kita mengikutinya, nanti kita hanya akan ada dalam masalah,” jawab Tae Hyung.
“Tapi bagaimana jika sesuatu terjadi pada Ji Hyeon?” tanya Seok Jin.
“Seok Jin-a…”
“Aku akan mengikutinya,” ucap Seok Jin seraya mengikuti Ji Hyeon.
Tak ada pilihan, Tae Hyung pun akhirnya mengikuti Seok Jin. Mereka berdua mengikuti Ji Hyeon dengan jarak yang tak begitu jauh. Mereka terus mengikuti Ji Hyeon. Hingga akhirnya langkah mereka terhenti ketika melihat Ji Hyeon masuk ke sebuah tempat.
“Kenapa dia masuk ke sana?” tanya Tae Hyung.
To be continued…
facebook link: https://www.facebook.com/notes/milky-daidouji/chaptered-bangtan-boysbts-lean-on-my-shoulders-14/10204253128518783