I have a blue... Monday. Today is Monday and I'm so gloomy. Aku masih di tempat tidur. Ada apa denganku? Jam 5 sudah bangun. Aku malas ke sekolah... Hufff. Lalu, tanpa sadar aku mengambil hp-ku dan menelepon Taewoo. "Yeoboseyo?" Oppa masih ngantuk, "Taewoo oppa, hari ini di sekolah nanti ngapain aja?", "Seon-a.. Kau telepon aku pagi-pagi hanya untuk menanyakan ini?", "tidak juga.. Aku tidak bisa tidur lagi dan... Ya gitu..", "heum... Hari ini di sekolah cuma persiapan untuk graduation dan bersih-bersih. Yang lain, aku tidak tau lagi", "eum.. Arasseo. Ya sudah, tidur lagi ya... Kekkekekek", "aishh..". Aku menutup telepon. Ah~ aku malas ke sekolah. Oh~ Dabin... Sekarang apa kabarnya?. Aduh.. Pusing... Aku menutup mukaku dengan selimut dan tidur lagi. Jam 8, aku sudah di sekolah. Aku mencari Dabin kemana-mana. Karena tidak ketemu, aku balik ke kelasku. "Taewoo oppa, Dabin kemana?" Aku duduk di depannya, "molla, mungkin lagi jalan-jalan", "ah~ geurae", Taewoo mendekatkan wajahnya ke muka ku, "yang kemarin... Kira-kira Dabin... Bakal nyebarin tidak ya?" Bisiknya, "euh~ majayo.. Gimana ya? Kalau nyebar sih.. Aku malu banget. Nanti aku dikira gila!" Kaget ku. "Kalian ngapain? Deket banget mukanya" tiba-tiba Dabin berdiri di samping kami. "Oh! Dabin!" Kataku. "Ssshttt... Aku masih berpikir dan merenungkan tentang kejadian kemarin. Jadi jangan ganggu aku" dia duduk dengan muka datar. "Sebaiknya, biarkan dia sendiri dulu" bisik Taewoo lagi. Aku mengangguk. Hari ini aku sangat bosan. Kerjaannya hanya kerja bakti dan apalah gitu. Sekarang, aku bertugas untuk membersihkan kaca koridor. Sambil mengelap, sambil melihat keluar. Bengong... Sambil lihat jalan dan mobil. "Seonji-a, kok bengong? Kebanyakan bengong itu tidak bagus.." Seorang namja merangkulku, "oh! Gongchan-a.. Ehehehe", "ahahaha... Kau serius amat liat keluar. Emangnya ada apa?", "ah kau ini~" lalu aku baru sadar bahwa oppa merangkulku. Sudah lama aku tidak dirangkul oppa batinku. "Ah~ Gongchan-a, eung.. Itu.. Yang kemarin.. Cheonmi.. Sekarang apa kabarnya?" Tanyaku, "yah.. Masih sedih. Dia kemarin merengek seharian. Aku sedih melihatnya. Gara-gara itu, hari ini dia tidak mau masuk" oppa melepaskan rangkulannya dan bersandar di kaca, "oh.. Geurae~", "entah siapa yang telah menyebarkan foto itu. Mereka sangat jahat", "kalau... Aku cuma bilang kalau, kalau orang yang nyebarin bukan orang yang fotoin.. Kamu marah sama dia tidak?", "maksudmu?", "jadi, orang itu tidak sengaja memotret. Untuk kesenangan semata doang tapi foto itu disebarin orang lain tanpa sepengetahuannya", "ya.. Tergantung. Siapa dan apa perasaanku saat itu", "oh.. Begitu..", "emangnya kenapa?", "ah~ aku cuma nanya doang. Soalnya, kalau seandainya kejadiannya beneran begitu. Orang itu pasti merasa sangat bersalah" kataku, "iya juga. Itu sudah pasti..". Oppa sangat sedih sekarang. Eotteohke? Batinku. Kami terdiam sejenak. "Oh iya oppa~ kamu.. Pacaran dengan Cheonmi karena apa? Cinta? Atau apa?", "ceehh, kau ini. Pertanyaannya langsung banget" oppa langsung menolehku. "Ah... Itu.. Jangan salah paham dulu... Aku cuma nanya. Ehehe... Biasa.. Aku kepo" alasanku, "oh, ahaha. Heum... Gimana ya? Aku sendiri juga bingung. Sebenarnya, yang nembak itu dia bukan aku. Sampai sekarang aku bingung, kenapa aku bisa menerimanya". Ah~ jadi oppa menerimanya karena terpaksa? Batinku. "Kalau aku tolak, nanti dia sedih. Kalau aku terima, berarti aku harus serius. Itu yang aku pikirkan saat itu" tambah oppa. Sudah kuduga, kau memang polos dan tulus batinku. Lalu, ada seorang siswa namja yang mendekati Gongchan. "Hei, kau dicariin ketua OSIS" kata namja itu, "arasseo, gomapda... Seonji-a, aku pergi dulu ya. Annyeong" oppa pergi. Heuuffttt... Ternyata, Gongchan oppa tidak benar-benar menaruh perasaannya pada Cheonmi? Benarkah? Aku bingung.
Tik.. Tok.. Tik.. Tok.. Jam terus berjalan. Tapi, jam pulang belum tertunjuk. Aku berada di kelas. Menaruh kepala di meja dan tidur. Aku ngantuk sekali. Bosan dan mengantuk. Hari ini hari apa? Pikirku. “Eum! Hari Senin!” aku langsung terbangun. Eotteohke? Waktunya sudah mau dekat tapi aku belum melakukan apa-apa. Aku harus mencari Taewoo. Aku keluar kelas. Tapi, tiba-tiba ada yang menahanku. Aku menoleh, “Dabin-a..”, “Taewoo mana?” tanyanya, “molla.. aku baru saja mau mencarinya”, “ayo cari bareng..” Dabin menarikku begitu saja. Ada dengannya? Tadi katanya tidak mau diganggu batinku. Taewoo berada di lapangan basket. Sedang main basket dengan teman-temannya. “Main basket..?, ya sudahlah.. suka-suka dia” kata Dabin, “Taewoo!!!” teriakku, dia menoleh, “ke taman kecil! Sekarang!!” tambahku lagi. Aku dan Dabin kemudian pergi. Taewoo menyusul dari belakang. “Jinjja?” teriakku dan Taewoo, “eiitsss, jangan senang dulu. Aku membantu kalian bukan karena aku percaya dengan omongan kalian. Tapi, karena kau.. adalah sahabatku” Dabin menunjuk aku, “gomawo Dabin-a” aku memeluk Dabin, “Jadi.. apa rencanamu?” Tanya Taewoo, aku melepaskan pelukanku, “nah! Ini yang ku pikirkan dari tadi.. aku tidak tau” kataku, “mwo?! Kau gila ya? Waktunya sudah dekat! Kamu masih belum ada rencana??” teriak Dabin, “bukannya tidak punya… tapi aku bingung. Aku harus ngomong apa ke Gongchan?”, “ah kau ini~ gimana sih?” Dabin kesal, “kalau kau bingung, kita makin bingung..” tambah Taewoo, “terus~ kalian punya ide tidak?” tanyaku. Dabin berpikir keras sambil bolak-balik. Taewoo hanya diam. “Ah! Kalau kita semua bingung, kita tanya ke kakek misterius itu aja.. siapa tau dia bisa menolong” kata Taewoo penuh keyakinan, “kakek? Kakek siapa?” Tanya Dabin, “itu.. ceritanya panjang. Nanti baru aku ceritain ya. Taewoo oppa! Ide bagus.. pulang sekolah langsung pergi!” teriakku. Dabin masih bingung.
Pulang sekolah, kami bertiga langsung ke toko itu. Seperti biasa, tulisannya open tapi pintu terkunci rapat dan lampunya mati. “Ini toko apa?” tanya Dabin, “ini toko barang antik” jawab Taewoo, “jadi.. kakek yang membantu kalian itu kerja disini?”, “ehhh.. lebih tepatnya sih tinggal disini” kata Taewoo. Aku terus mengetuk pintunya tapi tidak ada orang yang keluar. “Sebenarnya ada orang tidak sih??” Tanya Dabin, “ada.. tapi…” aku juga bingung. Setelah menunggu 30 menit, tiba-tiba pintu terbuka dengan sendirinya lagi. “Oh! Pintunya” Dabin melihat, “ayo masuk!” kata Taewoo mendorong Dabin. “Kakek!.. kakek!” teriakku tergesa-gesa, “tempat ini keren!” kata Dabin. Lalu, ada yang turun dari tangga. “O! Seonji-ssi”, “Jinyoung-ssi, kau masih disini?” aku kaget, “annyeonghaseyo” sapa Dabin dan Taewoo, “annyeonghaseyo” Jinyoung oppa sapa balik. “Kakek mana?” tanyaku, “oh~ dia pergi lagi. 2 hari yang lalu dia sempat pulang”, “aishh… mwoya” jawabku, “oh iya, kakek menitipkan sesuatu lagi untukmu” Jinyoung oppa mengambil semacam surat di lemari. “Surat lagi?” aku mengambilnya dari tangan Jinyoung, “mungkin, ehehehe” Jinyoung oppa tersenyum, “arasseoyo.. gomawoyo” kataku, “ne~” jawabnya. “Jinyoung-ssi.. kau.. pernah kuliah di Dongguk Univ. ya?” Tanya Dabin tiba-tiba, “iya, kok tau?”, “aishhh, pantas saja aku merasa pernah melihat wajahmu. Kau mantan pacarnya Song Inhee kan?”, “ah… itu… ehehe” Jinyoung oppa awkward, “dia teman sepupuku… kau tau, setelah kau..”, “okay!!! Kami pergi dulu ya, annyeong!” potongku sambil mendorong Dabin keluar. “Ah kau ini! kok malah curcol?” kataku dalam bis, “ckckckck… kau ini memang sesuatu” tambah Taewoo, “eheheheheh… mianhae” jawab Dabin. Sampai di rumah, aku langsung disuruh makan malam. Semuanya sudah makan kecuali aku. Sambil makan, aku sambil membaca surat itu yang ku taruh di samping piringku. #Seonji-a, saya tahu bahwa kamu pasti butuh bantuan dari saya. Itu sebabnya, saya menulis surat ini karena saya pergi. Cara ini adalah cara tercepat untuk menyelesaikan misi ini. Tapi, cara ini tidak selalu berhasil. Hal pertama yang harus kau lakukan adalah menjelaskan semuanya pada dia. Percaya atau tidak percaya itu urusan terakhir. Kedua…. *Jus jeruk aku tumpah tersenggol Miyeon yang tiba-tiba mengambil makanan di sampingku. “Ya!!!” teriakku, “eonni.. mianhae..”, “hati-hatilah, suratnya jadi basah nih!”, “mianhae, tapi itu surat apa? surat cinta?” ejek Miyeon, “sudah sana. Jangan ganggu aku!” aku mengambil tisu dan mengeringkan suratnya. Miyeon langsung berlari ke atas. “Aishh… jadi basah nih.. eotteohke?” aku kesal. Suratnya sangat basah, hingga kata-kata ditengah ada yang terhapus. Jadi tidak jelas tulisannya. Tapi, tulisan di bagian akhir masih terbaca sedikit. “Eung?! Apa maksudnya? Jika apa? bibir apa? Ne? Aku tidak mengerti. “Ah~ Miyeon sih…” aku masih kesal. Sambil aku baca, sambil aku tebak apa maksud dari surat itu.
Keesokan harinya di sekolah. Aku, Dabin dan Taewoo duduk melingkar sambil membaca surat itu di meja. “Apa ini? tidak jelas” kata Dabin, “terlihat abstrak dan tak terbaca” tambah Taewoo, “itu tuh.. si Miyeon. Gara-gara numpahin jus aku, suratnya jadi basah semua. Padahal baruku baca setengah” kataku, “jadi.. gimana sekarang?” Tanya Taewoo, “yang kubaca di awal katanya, aku disuruh menjelaskan semua ke Gongchan. Masalah percaya tidak percaya itu nanti. Terus, yang di bagian akhir, ada kata “jika” apa, “bibir” apa gitu” jawabku, “aish… semua serba abstrak” tambah Dabin, “Taewoo oppa, Cheonmi hari ini masuk?” tanyaku, “molla. Sepertinya tidak, mungkin masih shock gara-gara kemarin itu.. kekekekek” tawa Taewoo, “jangan ketawa. Ck, masih aja diingat” balas Dabin. “Ah… aku lapar. Kalau aku lapar aku tidak bisa berpikir. Kalian mau ikut ke kantin?” Dabin berdiri, “aku mau! Sekalian mencari udara segar!” aku ikut berdiri, “terus surat ini?” Tanya Taewoo, “simpan dulu!” jawabku dan Dabin bersamaan. Aku dan Dabin ke kantin. Taewoo tetap di kelas. “Mau makan apa ya?” Dabin berpikir, aku hanya melihat kiri dan kanan. “Seonmangchi, kau lihatin apa?”, “siapa lagi kalau bukan Gongchan”, “ckckckck”. Lalu, Dabin mengambil jjajangmyeon-nya dan kami duduk di dekat kaca. “Sudah, jangan liat-liat lagi. Nih makan..” Dabin menawarkan mie-nya, “tidak ah, makasih. Aku tidak lapar”, “ya sudah. Aku makan semua ya?”. Selesai Dabin makan. Aku kembali ke kelas dan Dabin pergi entah kemana. Karena aku bosan, aku jalan-jalan sendiri. “Oh~ vending machine, beli minum ah..” aku menghampiri mesin minuman. “Oh.. apple soda. Kesukaannya Gongchan!” aku langsung mengeluarkan beberapa koin dari sakuku dan membeli itu. “Sudah lama aku tidak minum ini. Gongchan-a, na bogosipeoyo” kataku sambil berjalan ke kelas. “Seonmangchi!!” Panggil Dabin di depan pintu kelas, “Bin-a”, “ikut aku..” Dabin menarikku. Dia membawaku ke perpustakaan. “Ngapain kesini?” tanyaku heran, dia tidak menjawab. Lalu, saat di pojok perpus. Aku melihat Gongchan sedang berdiri sendiri. Dan tidak disangka Dabin menarikku kesana. “Seonmangchi! Jelasin semua ke Gongchan..” kata Dabin, “ne??” aku kaget, Gongchan oppa hanya menatapku, “aku sudah menceritakan semuanya ke Gongchan. Tinggal kamu yang menjelaskan sekarang” kata Dabin tiba-tiba, “Seonji-a, aku tidak mengerti cerita Dabin” kata oppa bingung, “mworago?!?!” aku kaget. Apa? Dabin sudah cerita? Eotteohke?? Aku belum siap batinku.
~TBC~