Tittle : My Cool Neighbour (part 1)---The First Sight
Author : Hyeni Chan
Genre : Romance, School Life, Family
Length : Chaptered
Main Cast : Park Chanyeol, Yoon Se Kyung
Author’s POV
Pagi yang cerah. Sinar mentari merembet masuk lewat celah-celah jendela di sebuah kamar milik seorang yeoja cantik berkulit putih berusia sekitar enam belas tahun. Yeoja itu menggeliat-geliat kecil ketika sinar mentari menelisik lembut tiap lekukan wajahnya. Matanya yang indah mengerjap pelan. Tangannya terulur untuk meraih jam beker di atas meja kecil di samping ranjangnya.
“Aaaaaahhhhhhhhhhhh………”, yeoja itu berteriak.
“Aku terlambat, bagaimana ini? Sekolah akan dimulai tiga puluh menit lagi”.
Dengan gerakan cepat, dia langsung melompat turun dari atas ranjangnya. Meraih handuk lalu masuk ke kamar mandi. Tidak sampai sepuluh menit, gadis itu telah keluar, membuka lemari, mengambil seragam dan memakainya, mengambil sepatu dari rak sepatu yang ada di sisi pintu, memakainya lalu berlari kecil menuju meja rias di samping jendela kamarnya.
”Baiklah, ku rasa sudah cukup, aku tidak ingin terlambat hari ini. Aku tidak ingin dihukum untuk yang ke sekian kalinya, semangat Yoon Se Kyung!” katanya lantang seraya mengacungkan kepalan tangan dan mengangguk yakin pada bayangannya di cermin.
“Se Kyung”.
Tiba-tiba terdengar suara yang begitu familiar di telinga Se Kyung. Tapi suara itu benar-benar tidak diharapkan muncul pada saat-saat seperti ini.
“Pertanda buruk” gumam Se Kyung dalam hati.
“Ah,,,eomma”, Se Kyung menoleh. Dia tersenyum merajuk.
“Maaf, aku terburu-buru. Eomma tahu, kan, sekarang jam berpapa? Aku sudah telat ma. Jadi, ku rasa, aku tidak perlu ikut sarapan bersama appa dan eomma”, lanjut Se Kyung meyakinkan.
“Aku sungguh sangat bersyukur jika pagi ini kau tidak ikut sarapan Se Kyung-ah. Itu artinya, jatah sarapan pagi ini tidak akan berkurang. Tapi bisakah eomma minta tolong? Maukah kau mengantarkan makanan ini? Kita punya tetangga baru. Dan untuk menyambutnya, eomma sengaja membuatkan menu spesial untuk mereka”, jelas Nyonya Yoon seraya mengulurkan rantang berwarna ungu kepada Se Kyung.
“Tapi ma, mengapa bukan eomma saja yang mengantarkan ini ke tetangga sebelah? Aku, kan,,,,,,,,,,”.
Belum selesai bicara, Nyonya Yoon telah lebih dulu memotong ucapannya.
“Tidak ada kata tapi Se Kyung-ah, kau harus mengantarkan ini. Kalau tidak, kunci motor yang kau genggam itu, akan eomma ambil kembali”.
“Baiklah, akan ku antarkan ini”, ucap Se Kyung lemas.
“Terima kasih anak pintar”, Nyonya Yoon tersenyum lalu mengusap pelan rambut puterinya itu.
Dengan langkah gontai, Se Kyung berjalan menuju teras rumah, mengecup pipi ibunya sebentar lalu menuju motor matic berwarna putih yang telah terparkir tepat di depan rumahnya. Se Kyung pun lalu menuntun motornya keluar dari halaman rumah menuju rumah tetangga barunya.
***
Se Kyung sampai di depan sebuah rumah yang didominasi oleh warna krim. Se Kyung memarkir motornya, kemudian berjalan membawa rantang ungu menuju teras rumah yang ada di hadapannya sekarang. Diliriknya jam yang melingkar di pergelangan tangannya. “Oh, bagus, sudah jam tujuh lewat sepuluh. Ini artinya, aku sudah telat. Mungkin sebaiknya, aku membolos saja hari ini”, gumam Se Kyung dengan nada menyesal. Namun seringaian di wajahnya sama sekali tidak memperlihatkan perasaan menyesal.
Belum sempat Se Kyung menekan bel, pintu rumah itu terbuka dan menampakkan sesosok namja tampan bertubuh jangkung. Namja itu terlihat kaget dengan kehadiran Se Kyung yang menurutnya tiba-tiba di depan pintu rumahnya. Sesaat, mata mereka saling bertemu. Saat itu juga, tiba-tiba jantung Se Kyung berdegup amat kencang. Dia hanya bisa menunduk, tidak berani menatap mata namja itu terlalu lama. Jika boleh dia mengaku, baru kali ini dia melihat namja setampan itu. Kulitnya putih, hidung mancung, dan rambutnya yang berwarna kecoklatan. Ditambah dengan seragam sekolah yang dia kenakan sekarang. Meski agak berantakan, tapi tetap tidak mengurangi nilai ketampanan namja itu.
Tunggu, seragam apa yang dia kenakan sekarang? Se Kyung lalu mengamati seragam yang dikenakan oleh namja itu. Omo, bukankah itu? Sebelum Se Kyung mengambil kesimpulan dari apa yang dilihatnya, namja itu langsung menerobos keluar dari rumah.
“Minggir, kau menghalangi jalanku”, ucap namja itu seraya mendorong tubuh Se Kyung hingga hampir terjatuh.
“Ya, apa yang kau lakukan? Seenaknya saja mendorong tubuh orang. Apa kau tidak tahu sopan santun, hah? Aku ini tamu”, teriak Se Kyung pada namja itu.
Namja itu pun menoleh, belum sempat dia menjawab teriakan Se Kyung, terdengar suara seorang wanita paruh baya dari dalam rumah.
“Chanyeol-ah, apa kau lupa dengan kameramu?”.
Wanita itu berlari-lari kecil menuju namja yang bernama Chanyeol dengan menenteng tas yang berisi kamera di tangannya. Nampaknya, wanita itu tidak menyadari keberadaan Se Kyung. Tapi ada satu hal yang diketahui oleh Se Kyung sekarang, pemuda tampan itu bernama Chanyeol.
“Oh, terima kasih Eomma. Aku hampir lupa dengan benda satu ini. Kalau ini sampai tertinggal di rumah, bisa-bisa aku mati kutu di sekolah. Omong-omong, apa eomma mengundang seseorang ke sini?”, bisik Chanyeol pada eommanya sambil menunjuk Se Kyung. Wanita yang dipanggil eomma itu pun akhirnya menoleh ke arah dimana Se Kyung berdiri. Seketika itu juga Se Kyung langsung berjalan ke arah Chanyeol dan eommanya yang sedang melihatnya keheranan.
“Annyeonghasseo, naneun Yoon Se Kyung imnida”, sapa Se Kyung seraya membungkukkan badan.
“Oh,,,,,jadi kau puteri Tuan Yoon itu ya?” tanya wanita paruh baya itu ramah.
”Iya”, jawab Se Kyung singkat.
“Aku Nyonya Park, eommanya Chanyeol. Chanyeol, dia adalah puteri Tuan Yoon. Tetangga baru kita. Ayo beri salam”, perintah Nyonya Park.
“Park Chanyeol imnida”, kata Chanyeol dingin.
“Aishhh,,,,,bocah ini. Mengapa memperkenalkan diri seperti itu, eoh? Jangan membuat eommamu ini malu”, bisik Nyonya Park pada Chanyeol. Jari-jari lentiknya kemudian mencubit pinggang putra kesayangannya itu.
“Ah,,,ah,,,ah. Eomma, hentikan. Ini sakit!”, keluh Chanyeol.
Sementara Nyonya Park, sama sekali tidak mempedulikan keluhan Chanyeol. Dia hanya fokus tersenyum pada Se Kyung yang agak sedikit menahan tawa ketika melihat tingkah ibu dan anak itu.
“Maafkan Chanyeol. Dia memang agak sensitif pagi ini”, ucap Nyonya Park seraya tersenyum kecil.
“Ne, gwenchana. Oh ya, Nyonya Park, ini ada sesuatu dari keluarga kami sebagai ucapan selamat datang. Kami juga minta maaf karena tidak bisa membantu keluarga Anda saat membereskan rumah kemarin”, Se Kyung lalu menyerahkan rantang ungu kepada Nyonya Park.
“Ah,,,,tidak apa-apa Se Kyung-ah”, ucap Nyonya Park ramah.
“Kalau begitu, Se Kyung pamit pergi ke sekolah dulu ya”
“Mengapa tidak berangkat bersama Chanyeol saja? Bukankah kalian satu sekolah?”, usul Nyonya Park.
“Dari mana eomma tahu kalau kita satu sekolah?”, tanya Chanyeol tiba-tiba.
“Dasar anak bodoh, coba lihat, warna seragam dan lambang sekolah yang ada di saku jasmu sama seperti milik Se Kyung”.
Chanyeol langsung mengamati Se Kyung dari ujung rambut sampai ujung kaki lalu kembali lagi ke wajah Se Kyung. Muka Se Kyung seketika bersemu merah saat Chanyeol menatap dirinya dengan cara seperti itu. Dia pun langsung menunduk dan berpura-pura memeriksa seragamnya.
Dan ternyata benar, Se Kyung dan Chanyeol memang satu sekolah. Hal inilah yang sedari tadi ingin disadari oleh Se Kyung, tapi gagal karena mungkin dia terlalu terkesan dengan pesona Chanyeol.
“Mengapa kalian diam saja? Oke, sikap kalian yang diam ini, eomma anggap sebagai pertanda kalau kalian bersedia berangkat bersama. Se Kyung, kau masih punya helm lagi, kan?”, tanya Nyonya Park memecah keheningan.
“I,,,iya. Ada”, jawab Se Kyung gelagapan. Sedetik kemudian, dia menuju motor maticnya dan mengambil salah satu helm yang tergantung di sana.
“Ini, tolong bawakan semua barangku. Kau tidak ingin aku kerepotan saat memboncengmu, kan?”, pinta Chanyeol dingin.
Se Kyung nampaknya kesal dengan sikap Chanyeol yang dingin itu. Dia lalu mengambil tas Chanyeol dengan tak kalah kasar dari ucapan Chanyeol.
“Aku akui dia sangat tampan, bahkan wajahnya seperti malaikat. Tapi sikapnya benar-benar keterlaluan”, kata Se Kyung dalam hati.
“Hati-hati, ya, kalian berdua. Terima kasih atas semuanya, Se Kyung-ah” ucap Nyonya Park ramah. Se Kyung hanya mengangguk lalu tersenyum kecil. Setelah semua dirasa siap, Chanyeol dan Se Kyung pun berangkat ke sekolah bersam-sama.
Se Kyung’s POV
Pagi ini sungguh cerah, secerah hatiku sekarang ini. Aku tidak menyangka bisa bertemu dengan namja setampan Chanyeol. Entah mimpi apa aku semalam. Tapi aku harus berterima kasih kepada eomma. Kalau tadi aku menolak permintaan eomma untuk mengantar makanan ke tetangga sebelah, mungkin aku tidak akan bertemu dengan Chanyeol dan berangkat ke sekolah bersama. Meski sikapnya sangat tidak sopan, tapi tak apalah, yang penting aku bisa pergi ke sekolah dengan Chanyeol. Wooahhh,,,aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi teman-teman ketika melihatku datang ke sekolah dengan namja tampan. Hihihihi
“Ya, kenapa kau senyum-senyum sendiri? Kau gila, ya?”, suara berat Chanyeol membuyarkan lamunanku.
Tunggu, apa yang dia katakan? Gila?
“Ya, aku tidak gila, bodoh! Kau bahkan tidak melihat wajahku. Jadi bagaimana bisa kau tau ekspresiku saat ini, eoh?” bantahku.
Liahtlah, dia mulai lagi.
“Jangan konyol. Aku bisa melihatmu dari kaca spion motor, bodoh!”, ucap Chanyeol dengan tawa yang agak sedikit ditahan.
“Apa? Kau panggil aku bodoh? Kau kira kau siapa? Dasar Dumbo. Hahhahahah”
“Kenapa kau panggil aku dumbo? Dumbo itu apa?” tanya Chanyeol penasarn.
“Lihat, telingamu lucu sekali. Seperti tokoh kartun Dumbo, gajah gemuk yang memiliki telinga besar. Apa kau tidak sadar? Dia sangat mirip denganmu”, kataku sambil tertawa.
“Ah, kau ini. Aku tau, bentuk telingaku ini memang agak terlalu besar. Tapi, tetap saja aku terlihat tampan. Benar, kan? Lagi pula tubuhku ini tidak gemuk seperti gajah. Melainkan tinggi dan proporsional”.
“Percaya diri sekali”, kataku sambil mengerucutkan bibir.
Tapi terus terang saja, apa yang dia katakan memang ada benarnya. Meski dia memiliki telinga yang besar, tetap saja dia terlihat tampan dan mempesona.
“Kalau boleh tahu, kenapa kau senyum-senyum sendiri?”, Chanyeol lagi-lagi menanyakan pertanyaan yang sama.
“Aku tidak tersenyum”, jawabku meyakinkan.
“Jujur saja, Se Kyung-ah. Wajah merah tomat dengan senyum konyolmu itu sudah terlihat jelas di kaca spion, hahahah. Kau tersenyum karena saking senangnya bisa berangkat ke sekolah bersamaku, kan? Aku tau, pesonaku memang tidak terbantahkan. Jadi, ku harap kau bisa mengontrol diri”, kata Chanyeol percaya diri.
Suasana menjadi hening, hanya deru mesin motor yang terdengar. Jantungku berdegup kencang. Tenggorokanku seperti tercekat oleh sesuatu yang lengket. Aku tidak bisa membantah semua perkataan Chanyeol. Karena sebenarnya, semua yang dibicarakan Chanyeol adalah benar. Akan sangat gila jika aku mengiyakan semua perkataan Chanyeol. Mungkin sebaiknya, ku alihkan saja topik pembicaraannya.
“Percaya diri sekali kau. Sudahlah, tidak usah dibahas lagi. Akan lebih baik jika kau mengendarai motor dengan benar. Apalagi,,,,,,,(ku lirik jam tanganku sebentar),,,,oh, tidak, kita sudah terlambat hampir satu jam. Ayo, cepat!”, ucapku pura-pura panik.
“Apa? Kenapa tidak bilang dari tadi? Ya sudah, pegangan yang erat ya!”, pinta Chanyeol. “Apa?”, suara deru mesin yang semakin kencang mengganggu pendengaranku. Aku jadi tidak bisa mendengar perkataan Chanyeol. Tapi tiba-tiba, tangan kiri Chanyeol meraih tanganku. Melingkarkannya tepat di pinggangnya.
Jantungku yang belum bekerja normal, mendadak berdegup lebih cepat. Secepat laju motor yang sekarang kami kendarai. Aku berusaha melepaskan genggamannya, tapi genggaman itu seolah bertambah kuat ketika aku berusaha melepaskannya. Chanyeol pun menoleh ke arahku. Dengan lembut dia berkata, “Ku bilang, pegangan yang erat”.
Dia pun kembali berkonsentrasi menyetir. Setelah mendengar perkataannya, entah kenapa aku tak lagi melawan. Perasaan hangat tiba-tiba menjalari seluruh tubuhku. Aku berusaha rileks untuk menutupi keadaan diriku yang gugup. Sementara motor yang kami kendarai membelah jalanan kota Seoul, ku rasakan dunia ini berhenti berputar, anganku melayang, berharap bahwa ini bukanlah sekedar mimpi.
*******
“Sudah sampai”, suara berat Chanyeol yang menggelegar tiba-tiba membuyarkan lamunanku
Motor matic berwarna putih yang kami kendarai telah merapat di samping pintu gerbang sekolah. Aku pun langsung melepaskan tangan dari genggamannya.
“Ayo turun!” ajak Chanyeol.
Aku mengerjap pelan. Gawat, bagaimana ini? Aku kan sudah berencana untuk bolos.
“Kau saja yang turun!”, ucapku dengan nada yang ku buat senormal mungkin.
“Aishhh,,,,,kau ini. Bagaimana aku bisa turun dari motor kalau kau masih ada di belakangku seperti ini, hah?”. Chanyeol nampak sedikit kesal dengan sikapku.
“Ah, iya, mianhae. Baiklah aku turun, heheheh”.
Aku yang salah tingkah segera turun dari motor. Setelah Chyanyeol turun, ku serahkan tas ransel dan tas yang berisi kamera kepadanya. Oke, semua sudah beres, saatnya aku kabur.
Belum sampai aku menyentuh motorku, Chanyeol sudah berteriak.
“Hei, kau mau kemana?”, tanya Chanyeol penuh curiga lalu berjalan mendekat ke arahku.
“Emmmm,,,,itu, anu, aku mau mengambil motorku dan memarkirnya ke dalam. Kau tidak berpikir aku akan membiarkan motorku terparkir di sini lalu hilang karena dicuri orang, kan? Heheheh.”. Aku berusaha menutupi kegugupanku dengan tersenyum. Dan aku berani bersumpah, senyumku ini sama sekali tidak meyakinkan, sangat buruk, dan terlihat,,,,,,,aneh.
“Jangan coba-coba untuk membolos, Se Kyung-ah. Kalau sampai kau membolos, ku pastikan kau akan diusir oleh eommamu”. Chanyeol tersenyum puas setelah mengancamku seperti itu.
“Siapa yang membolos? Tidak, Chanyeol, aku tidak akan membolos. Aku murid teladan di sini”. Sumpah demi apa pun, ucapanku tadi benar-benar tidak masuk akal.
“Cih, murid teladan? Yang benar saja”, ejeknya.
Aku hanya bisa diam mendengar ejekan Chanyeol. Aku terlalu sibuk memikirkan kemungkinan-kemungkinan apa saja yang akan terjadi nanti. Tamatlah riwayatmu Se Kyung, setelah ini kau pasti akan dihukum karena terlambat. Bagiamana ini? apa yang harus aku lakukan?
Sebenarnya, melarikan diri adalah ide yang bagus karena penjaga sekolah sedang tidak ada di pos jaga. Tapi di situasi yang seperti ini, melarikan diri bukanlah ide bagus. Bagiamana tidak? Park Chanyeol yang berdiri di depanku sekarang, ternyata sepuluh kali lipat lebih berbahaya dibandingkan dengan penjaga sekolah. Jika aku kabur, dia pasti akan mengadu pada eomma. Sepertinya tak ada jalan lain selain harus menuruti perkataan si Chanyeol bodoh ini.
“Apa yang kau lakukan di sini, Se Kyung-ssi?”, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang mendekat ke arah kami.
To be Continued
Bagaimana chingu????? Next Chapter?????
Jangan lupa jempol dan komentarnya ne !!!!!!!!