Jisub termenung sendirian di meja makan. Ia mengacak-ngacak rambutnya dengan gemas. Ditatapnya Kyungsoo yang kini sedang duduk sendirian di ruang keluarga menonton TV. Jisub menghela nafas berat. Pikirannya sedang kacau sekarang.
Dokter mengatakan bahwa luka kepala yang dialami Kyungsoo cukup parah. Ingatannya mungkin tidak akan kembali dalam waktu singkat. Atau mungkin seluruh ingatannya tidak akan pernah kembali.
Jisub duduk di samping Kyungsoo yang masih fokus menatap layar TV yang kini memutar drama korea. Jisub menepuk pelan pundak Kyungsoo, membuat adiknya menoleh.
“Kyungsoo, kau tahu siapa aku?” tanya Jisub menunjuk dirinya sendiri.
“Ka…kak,” jawab Kyungsoo. Jisub mengangguk. Sejak di rumah sakit, ia terus mengingatkan bahwa dirinya adalah Kakaknya. Kakaknya.
“Lalu, kau tahu siapa Minsoo?” tanya Jisub. Kyungsoo hanya terdiam. Ia menggeleng.
“Hei, kau ingat Minsoo? Harusnya kau ingat! Siapa Minsoo?” tanya Jisub lagi. Namun Kyungsoo hanya menunduk.
Jisub menjadi emosi, mengingat betapa berat bagi Minsoo untuk meninggalkan Kyungsoo. Namun saat Minsoo telah pergi, Kyungsoo bahkan tak mengingatnya.
“Aku tanya, kau tahu siapa Minsoo? Siapa Minsoo! Siapa!!” tanya Jisub dengan emosi. Pikiran Kyungsoo menjadi kalut. Ia tak bisa jika dipaksa mengingat, karena ia memang tak ingat. Kyungsoo menutup kupingnya.
“Siapa Minsoo? Siapa!!”
“Kakak, aku tidak tahu! Aku tidak tahu Minsoo!!”
Kyungsoo berlari masuk kamarnya. Perasaan menyesal muncul. Jisub sadar, ia sudah keterlaluan. Namun kenyataan ini membuatnya emosi dan kesal. Ia mendekati jendela dan menatap langit. Ia mengingat Minsoo.
Kyungsoo duduk di atas kasurnya. Matanya berkaca-kaca. Ia kesal dan sedih karena ingatannya hilang. Ia tak bisa mengingat semuanya. Ia membuat Kakaknya merasa kesal. Ia memukul-mukul kepalanya.
“Kyungsoo?”
Kyungsoo menoleh ke asal suara itu. Ia terkejut karena seorang anak perempuan muncul begitu saja di samping kasurnya. Kyungsoo merasa heran dan takut.
“Siapa kau?” tanya Kyungsoo takut-takut.
“Kau tak mengingatku?”
Mendengar kata ‘mengingat’ membuat Kyungsoo depresi. Ia ingin mengingat semua yang terjadi sebelumnya. Ia ingin ingat kenangan-kenangan yang harusnya tersimpan di memorinya. Tangisannya mulai pecah. Ia berusaha menahan teriakkannya, takut Jisub tergangggu.
“Siapa kau? Siapa?”
Pertanyaan itu dijawab dengan senyuman oleh si anak perempuan. Kyungsoo benar-benar kesal dan bingung. Ia menangis pedih.
“Kau gadis nakal, pergi…”
Namun si ‘gadis nakal’ tak pergi dari tempat itu. Kyungsoo terus menangis malam itu. Si ‘gadis nakal’ tak pernah pergi dari tempatnya hingga Kyungsoo tertidur.
Kyungsoo tak tahu, bahwa ‘gadis nakal’ yang dilihatnya adalah bayangan cinta pertamanya. Cinta yang telah hilang dari memorinya.
-Forgotten Me-
6 tahun berlalu sejak itu. Seorang laki-laki duduk santai di atas sofa, sibuk menonton drama korea yang kini tengah populer.
“Kyungsoo, jangan menonton terus! Kau harus pergi kuliah!”
Laki-laki itu menoleh. Itu adalah Kyungsoo. Kyungsoo hanya menatap datar ke Kakaknya yang sibuk merapikan bekas sarapan mereka. Jisub menatap Adiknya dengan tatapan ‘kau mau siap-siap atau mau kubunuh’, membuat Kyungsoo langsung beranjak dan mengambil tasnya di kamar. Jisub menghela nafas.
Kyungsoo menunggu di depan rumah. Hari ini adalah hari pertamanya belajar di Konkuk University jurusan Teater. Kakaknya yang seorang dosen di sana dengan jurusan Sastra Korea merekomendasikan jurusan itu dan Kyungsoo hanya mengikutinya.
Sebenarnya, tujuan Jisub memasukkan Kyungsoo ke sana adalah karena sejak hilang ingatan, Kyungsoo menjadi orang yang pendiam. Saat SMP dan SMA, ia menjadi tak punya teman. Ia menjauhi mereka karena kesal tak mengingat teman-temannya. Ia ingin Kyungsoo lebih bisa mengeluarkan emosinya, tak bersikap dingin seperti sekarang.
Alasan lain adalah karena Kyungsoo senang menonton Drama Korea. Mungkin ini sedikit konyol. Namun Kyungsoo terlihat sangat tertarik dengan kepintaran aktor-aktris dalam memainkan peran mereka. Kadang, perkataan-perkataannya mengutip dialog Drama Korea.
Jisub keluar dengan terburu-buru. Ia menarik tangan Adiknya masuk ke dalam mobil. Jisub menancap gas cepat-cepat, karena bisa-bisa Adiknya terlambat masuk. Jadilah mobil mereka melaju dengan kencang. Kyungsoo sebenarnya kaget, namun tak bisa lagi mengekspresikannya. Ia sudah lupa bagaimana berekspresi.
-Forgotten Me-
“Aaaah, Korea! Aku pulang!”
Bagai di hutan rimba, seorang perempuan cantik berteriak girang. Tak lain dan tak bukan adalah Minsoo yang telah pulang dari Australia. Tiba-tiba, seseorang memukul kepalanya.
“Hei bodoh, apa yang kau lakukan? Kita ini di bandara, bukan di hutan!”
Minsoo kesal. Ia memukul ringan ke Kakaknya, Minji. Minji tertawa kecil. Ia merangkul Adiknya. Ibu muncul di samping mereka.
“Untung saja Ibu dan Ayah sudah berdamai, jadi kita bisa kembali ke Korea dengan tenang,” Ibu bernafas lega. Minsoo mengangguk riang, sedangkan Minji tersenyum simpul.
Mereka menaiki sebuah taxi menuju rumah lama mereka yang sengaja tidak dijual agar mereka punya rumah di Korea jika datang ke sini.
Dalam perjalanan, Minsoo membuka kaca mobil. Ia menghirup dalam-dalam udara Korea, udara yang dirindukannya. Sudah cukup lama ia tak datang ke Korea. Setiap hari, Minsoo hanya memikirkan satu orang. Hanya satu orang.
Kyungsoo.
Ah, bagaimana keadaan Kyungsoo sekarang? Minsoo ingin cepat-cepat menemui Kyungsoo. Ia harap kini Kyungsoo baik-baik saja.
Taxi tiba di depan rumah mereka. Ibu Minsoo dan Minji serta si supir sibuk menurunkan barang-barang mereka, sementara Minsoo berjalan santai. Ia punya tujuan yang sudah direncanakannya sejak di Australia. Mendatangi tempat kenangannya, taman.
Minsoo melirik sekeliling. Beberapa anak kecil sedang bermain bersama. Melihat itu, kenangan Minsoo berjalan. Ia ingat saat dirinya dan Kyungsoo sering bermain bersama. Dirinya kini ingin bertemu Kyungsoo sekarang. Namun ia tak tahu di mana Kyungsoo.
-Forgotten Me-
Orang yang sedang dipikirkan Minsoo kini sedang duduk di sebuah ruangan yang sepertinya adalah kelasnya. Beberapa mahasiswa-sekitar 20 orang- juga duduk bersamanya. Namun ia menyendiri. Di sini, ia belum mendapat teman. Namun sepertinya Kyungsoo juga tak tertarik, karena ia sudah terbiasa sendiri.
“Kyungsoo?”
Kyungsoo mendongak. Di hadapannya berdiri seorang mahasiswa tersenyum ceria. Kyungsoo merasa pernah bertemu, namun ia tak tahu kapan. Kyungsoo menatapnya heran.
“Kyungsoo, sudah lama sekali tak bertemu! Aku temanmu saat SMP, Kim Jongdae!” Mahasiswa bernama Jongdae itu mengingatkan Kyungsoo.
Ah, iya. Ia adalah Jongdae, teman SMP Kyungsoo. Saat itu, Jongdae dan Kyungsoo berteman akrab. Meskipun Kyungsoo bersikap dingin, namun Jongdae tetap mau berteman dengan Kyungsoo. Namun saat kelulusan, Jongdae pindah rumah dan memilih sekolah yang lebih dekat dengan rumahnya.
“Ya, aku mengingatmu sekarang. Kau Kim Jongdae si Raja Menyanyi, kan?” tebak Kyungsoo. Jongdae senang Kyungsoo mengingatnya. Ia duduk di samping Kyungsoo.
“Dulu kita ini adalah penyanyi di SMP kita, kan? Dulu kita sempat terkenal karena suara kita. Aaaah, aku ingat masa-masa SMP kita. Benar-benar hebat,” kata Jongdae dengan semangat.
Ya, Kyungsoo bisa mengingat itu, Dirinya sempat terkenal di SMP karena suaranya yang merdu. Namun meskipun begitu, tetap saja ia menjadi orang yang dingin. Tak bisa menunjukkan perasaan dengan baik.
Jongdae menatap Kyungsoo dengan pandangan mengejek. Kyungsoo heran, apa yang salah dengannya? Apakah sekarang wajahnya tampak aneh? Kyungsoo hanya membisu.
“Tak kusangka, seorang Pangeran Dingin kebanggan SMP kita masuk jurusan teater. Benar-benar mencengangkan. Harusnya kau masuk jurusan Psikologi,” ejek Jongdae terkekeh. Kyungsoo hanya terdiam dan berpikir. Ya, aneh rasanya orang dingin seperti Kyungsoo masuk ke jurusan teater.
“Aku masuk ke sini karena 2 hal,” ucap Kyungsoo membuat Jongdae penasaran. “Pertama, karena aku diminta Kakakku masuk ke jurusan ini. Sepertinya ia ingin aku bisa mempelajari banyak emosi. Dan yang kedua, karena aku iri kepada para aktor di film dan drama. Mereka begitu pintar bermain emosi. Sedih, senang, mereka bisa menunjukkannya dengan sangat baik, meskipun hanya untuk akting. Namun saat aku ingin tertawa saja, aku tak bisa. Saat sedih, aku tak bisa menangis. Aku ingat terakhir kali aku menangis adalah saat aku masih kelas 1 SMP, lalu aku tak pernah menangis. Aku ingin bisa seperti mereka. Aku ingin menunjukkan perasaanku.”
Kalimat demi kalimat mampu membuat Jongdae merasa iba dengan temannya. Ingatan Kyungsoo yang hilang mengubah seluruh hidupnya sendiri. Pasti itu sangat menyakitkan. Apalagi Kyungsoo sudah tak dapat mengerti arti kebahagiaan dan kesedihan.
Seorang wanita yang sepertinya adalah seorang pengajar namun berpakaian santai masuk. Seluruh siswa terdiam menyaksikan pengajar itu yang bergaya bak seorang sutradara dengan memegang setumpukan kertas yang digulung. Sepertinya itu adalah skenario.
“Oh, jadi semua ini adalah murid-murid baruku?” tanya pengajar itu. Ia mengedarkan pandangan ke murid-muridnya. “Aku adalah Na Shin Mi, guru kalian selama kalian di jurusan teater. Kalian harus memanggil ku Nona Shin Mi. Ingat, Nona Shin Mi!”
Sikap Nona Shin Mi, pengajar baru mereka membuat mereka kebingungan. Haruskah mereka memanggilnya Nona Shin Mi?
Nona Shin Mi mengajak mereka keluar dari ruangan, sedangkan murid-murid saling berpandangan. Mereka hanya menuruti perintah pengajar mereka yang aneh.
Mereka telah berada di ruang aula. Di sana terdapat sebuah panggung untuk pementasan. Nona Shin Mi berlari ke atas panggung. Ia meminta seseorang untuk mengambilkannya skenario. Orang itu yang sepertinya adalah asisten Nona Shin Mi menurut. Tumpukan-tumpukan skenario berada di tangannya.
“Ini adalah skenario yang aku buat khusus untuk kalian semua.” Nona Shin Mi mengambil salah satu skenario di tumpukan atas.
Alangkah terkejutnya ketika semua orang melihat Nona Shin Mi melempar satu persatu skenario dengan asal-asalan dan cepat. Semua murid hanya bengong melihat tingkahnya.
“Apa yang kalian lakukan? Cepat ambil skenario itu! Satu orang satu skenario! Ambil!” perintah Nona Shin Mi. Semua murid langsung bergegas mengambil skenario.
Setelah semua mendapat skenario masing-masing, Nona Shin Mi memerintahkan mereka membuka halaman 17. Mereka lantas tergesa-gesa karena ekspresi Nona Shin Mi seperti orang marah yang akan memakan mereka.
“Kalau begitu, nama yang kupanggil silahkan maju. Kim Jongdae!” panggil Nona Shin Mi sembari melihat papan absen.
Jongdae terkejut ketika namanya dipanggil. Ia meminta pertolongan Kyungsoo, namun Kyungsoo juga bingung. Jongdae enggan maju.
“Hei, apa yang kau lakukan? Ayo maju!” seru Nona Shin Mi. Jongdae cepat-cepat maju dan berdiri di samping Nona Shin Mi.
Nona Shin Mi memandang Jongdae dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia menggelengkan kepalanya sambil berdecak. Jongdae merasa agak takut.
“Mainkan peran Ji Won. Baca dialognya dan praktekkan. Aku akan menjadi lawan mainmu,” kata Nona Shin Mi lalu berdiri di depan Jongdae.
Sebenarnya ia senang saja diperintahkan memainkan peran, namun Nona Shin Mi yang menatapnya tajam membuatnya menjadi takut. Apalagi dialog yang ia perankan harus marah dan dingin pada pengajarnya itu.
Nona Shin Mi menunggu Jongdae mengucapkan dialognya. Namun Jongdae tak melakukannya. Nona Shin Mi menghela nafas dan memerintahkan Jongdae untuk duduk.
“Aaaah, aku kecewa sekali. Siapa yang mau berdiri di sini dan mempraktekannya?” tanya Nona Shin Mi sambil mengangkat skenario dengan tangan kanannya. Aula menjadi hening. Sepertinya semua takut kepada Nona Shin Mi.
Kyungsoo memasang wajah datarnya. Ia merasa tak takut, juga tak sok berani. Yang bisa ia lakukan hanyalah diam memperhatikan.
Nona Shin Mi melirik Kyungsoo. Ia merasa kenal dengan Kyungsoo. Telunjuknya mengarah ke Kyungsoo.
“Kau yang di sana, cepat maju!” perintah Nona Shin Mi. Kyungsoo berani maju ke depan, membuat teman-temannya kebingungan.
Kyungsoo berdiri di samping Nona Shin Mi. Ia merasa biasa saja saat Nona Shin Mi menatapnya dengan lekat.
“Hei, siapa namamu?” tanya Nona Shin Mi. Ia memperhatikan Kyungsoo dengan seksama.
“Kyungsoo. Do Kyungsoo.” Nona Shin Mi kini bisa menebak siapa Kyungsoo. Ia menjentikkan jari.
“Ah, kau adik dari Do Ji Sub, kan? Dosen di jurusan Sastra Korea?” tebak Nona Shin Mi. Kyungsoo heran, bagaimana pengajar aneh seperti Nona Shin Mi bisa kenal dengan Kakaknya? Kyungsoo mengangguk pelan.
“Wah, aku tak menyangka. Kukira Adiknya akan mengambil jurusan Sastra Korea seperti Kakaknya,” gumam Nona Shin Mi.
Kyungsoo dipersilahkan tampil dengan peran Ji Won. Kyungsoo membaca dialog, lalu melemparnya. Semua terkejut. Mengapa ia tidak sambil membaca skenarionya? Apakah ia hafal hanya dengan sekali lihat?
Kyungsoo berdeham. Nona Shin Mi melipat kedua tangannya. Ia begitu menanti bagaimana Kyungsoo akan tampil.
“Yoon Hee. Sudah berapa kali kuingatkan untuk menjauh, hah?” Kyungsoo memulai dialognya. Wajahnya benar-benar datar. “Ini sudah 5 tahun dan kau tak patuh kepadaku. Pergilah, karena aku tak mau melihatmu lagi. Aku sudah lelah dengan permainan ini. Lebih baik kau enyah dari kehidupanku.”
Semua takjub melihat Kyungsoo benar-benar hafal dialognya. Tak terkecuali Nona Shin Mi. Namun ia menyembunyikan perasaan takjubnya. Nona Shin Mi mengucapkan dialognya.
“Tapi aku ingin—“
“Cukup! Aku lelah. Aku sudah tak ingin bertemu denganmu lagi. Perasaan sayangku padamu telah hilang! Bisakah kau mengerti apa yang kukatakan hanya dengan sekali ucap? Apa kau tak mengerti? Apa kau bodoh! Pergilah dari hidupku! Pergi!”
Nona Shin Mi terdiam. Ia kali ini sangat terkejut karena Kyungsoo mendalami perannya, meskipun Kyungsoo susah berekspresi. Ia tahu betul keadaan Kyungsoo. Jisub sudah menceritakannya.
Nona Shin Mi bertepuk tangan, membuat seluruh orang yang terdiam tadi juga bertepuk tangan. Jongdae kagum dengan temannya itu. Kyungsoo sangat senang semua orang bertepuk tangan, namun wajahnya tetap saja datar.
“Kau hebat sekali, memang mirip dengan Jisub,” kata Nona Shin Mi memuji. Kyungsoo merasa kalau Nona Shin Mi sangat mengenal Jisub. Ada apa diantara mereka?
“Na Shin Mi!”
Semua menoleh. Seorang laki-laki dengan kemeja putih polos dan dasi berwarna merah yang melingkarinya berdiri di depan pintu aula. Nona Shin Mi menyambutnya dengan senyuman. Ia adalah Jisub.
“Kau mau melihat Adikmu, kan?”tebak Nona Shin Mi. Jisub mengangguk kecil. Ia menghampiri Nona Shin Mi dan Kyungsoo.
“Bagaimana, apakah Kyungsoo bisa?” tanya Jisub. Nona Shin Mi tampak berfikir. Ia melipat kedua tangannya di dada.
“Baiklah, aku menerimanya. Mulai sekarang Kyungsoo menjadi murid khusus dibawah pengawasanku,” kata Nona Shin Mi.
Kyungsoo terbelalak mendengar pernyataan Nona Shin Mi. Ia menoleh ke Jisub. Jisub hanya mengangkat bahunya, ia memilih pura-pura tidak tahu.
Kyungsoo dipersilahkan duduk, sedangkan Nona Shin Mi dan Jisub keluar dari aula untuk berbicara sebentar. Jongdae terkekeh melihat temannya yang jelas-jelas bingung. Kyungsoo tidak tahu dirinya akan menjadi murid khusus Nona Shin Mi.
-Forgotten Me-
Nona Shin Mi dan Jisub berjalan di lorong kelas. Mereka berjalan dengan lambat dan santai. Sesekali Nona Shin Mi melirik Jisub yang hanya tersenyum dan menatap langit-langit gedung itu.
“Jadi, keadaan Kyungsoo sepertinya bertambah parah ya?” tanya Nona Shin Mi. Jisub mengangguk, lalu menghela nafas.
“6 tahun belakangan ini, ia tak pernah mengingat apapun. Ia tak ingat kepadaku, kepada orang tuan kami, kepada teman-temannya, bahkan kepada cinta pertamanya. Aku sebenarnya kecewa Kyungsoo tak ingat Minsoo, cinta pertamanya yang pindah ke luar negeri saat kecelakaan itu terjadi. Namun aku senang Kyungsoo bertemu denganmu. Mungkin dengan itu ia bisa ceria dan bisa mengingat semuanya.”
Nona Shin Mi menunduk. Ia ingat jelas bahwa cinta pertamanya juga tak berjalan mulus seperti Kyungsoo. Ingatannya tertuju pada kejadian 16 tahun yang lalu.
Flashback
Seorang anak perempuan berbalut seragam Jaeguk High School sedang memegang skenario di tangannya. Ia latihan untuk pentas drama akhir tahun. Latihannya dilakukan di ruang musik sekolah itu.
“Shin Mi, apa yang sedang kau lakukan?”
Shin Mi, si anak perempuan itu menoleh. Ia mendapati sahabatnya, Jisub yang berumur 18 tahun sepertinya datang dengan tergesa-gesa. Shin Mi merasakan sesuatu terjadi.
“Tidak ada. Aku hanya sedang latihan. Memangnya apa yang kau—“
“Ikut aku!” Jisub berteriak dan menggenggam tangan Shin Mi. Shin Mi kebingungan dengan Jisub yang tiba-tiba saja mengajaknya berlari. Mereka berlari di lorong sekolah.
Dan tibalah mereka di sebuah ruang kelas yang sepi. Jisub melepaskan genggamannya dan duduk di bangku dekat jendela. Raut wajahnya menyiratkan kesedihan. Shin Mi tertegun melihat temannya itu.
“Jisub, apa yang terjadi?” tanya Shin Mi khawatir. Jisub memandangi langit biru yang cerah.
“Adikku, Kyungsoo. Ia masuk rumah sakit.”
“Memangnya apa yang terjadi?”
“Kecelakaan terjadi. Ia masuk rumah sakit sekarang. Lalu ingatannya….”
Jisub tak mampu berkata-kata lagi. Shin Mi tertegun melihat sahabatnya nampak begitu sedih. Ia menepuk-nepuk pundak Jisub.
“Ingatannya menghilang. Ia mengalami amnesia dan ingatannya mungkin tak akan pernah kembali. Shin Mi terkejut bukan main mendengar itu. Jisub berdiri dan memeluk Shin Mi.
“Shin Mi, kau satu-satunya sahabatku. Aku ingin kau selalu berada di sampingku. Aku tak ingin kehilangan dirimu. Aku—“
“Jisub, aku menyukaimu.”
Mata Jisub membulat. Ia melepas pelukannya dan menatap Shin Mi tak percaya. Shin Mi menunduk dengan mata berkaca-kaca. Ia menggenggam kedua tangan Jisub dan menatapnya dengan sendu.
“Jisub, aku menyukaimu. Bisakah aku bersamamu selamanya?” tanya Shin Mi. Saat mengucapkan itu, badannya bergetar. Ia terlalu sedih sekarang. Ia tahu, Jisub menderita selama ini. Jisub harus bekerja part-time untuk membiayai uang sekolah dirinya dan Adiknya. Jisub juga haru mengurus Adiknya. Dan kini, Jisub harus menerima fakta bahwa Adiknya telah hilang ingatan. Shin Mi ingin berada di samping Jisub. Ia ingin menjaga Jisub.
Jisub menyentuh lembut pipi Shin Mi. Ia bahkan menghapus air mata Shin Mi. Jisub tersenyum miris.
“Aku tidak bisa, Shin Mi,” jawab Jisub. Shin Mi terkejut.
“Memangnya ada apa? Kau tak menyukaiku?” tanya Shin Mi. Jisub menggeleng lemah.
“Bukan itu. Aku menyukaimu. Sangat menyukaimu. Tapi aku ingin hubungan kita hanya sebatas sahabat saja. Aku tak ingin kau ikut terlibat dalam penderitaanku. Kau juga akan menderita. Maafkan aku Shin Mi.”
Shin Mi terpaku mendengar penjelasaan Jisub. Ia berusaha untuk tersenyum. Shin Mi memeluk Jisub.
“Tidak apa. Aku senang kita tetap sahabat. Aku akan menjadi sahabatmu selamanya,” bisik Shin Mi. Jisub tersenyum mendengarnya. Ia juga memeluk Shin Mi.
Flashback End
Nona Shin Mi terjun dalam kenangannya begitu lama. Jisub menatap bingung Nona Shin Mi. Ide terlintas di kepalanya. Mulutnya mendekat ke telinga Nona Shin Mi.
“Shin Mi! Ada penjahat!”
“Hah? Di mana? Wattaaa!!”
Nona Shin Mi mengeluarkan jurus karatenya. Bahkan ia sudah mengambil ancang-ancang untuk melawan. Namun ia segera sadar bahwa Jisub berbohong. Nona Shin Mi langsung menjitak kepala Jisub.
“Kau ini! Masih saja seperti itu. Kau kekanak-kanakan!” Nona Shin Mi berseru kesal. Jisub mengusap kepalanya yang sakit.
“Aku hanya bercanda. Dari tadi kau terlihat termenung. Kita ini sudah berjalan jauh. Bahkan kita sudah sampai di kantin. Kau pasti tidak sadar, kan?” tanya Jisub.
Nona Shin Mi melihat sekeliling. Beberapa orang sibuk berjualan dan banyak yang sibuk makan. Nona Shin Mi lantas menarik lengan Jisub.
“Ayo kembali ke aula. Kita sudah terlalu jauh,” ajak Nona Shin Mi.
“Kau ini, jadi kita ke sini untuk apa?!”
-Forgotten Me-
Minsoo kembali ke rumah dengan senyum bahagia. Ia puas bernostalgia. Saat ia membuka pintu, seseorang langsung menjitak kepalanya.
“Aduh, Kakak! Apa yang kau lakukan!”
“Kau ini. Kami sibuk menurunkan barang-barang, sedangkan kau pergi tanpa membantu. Apa itu yang disebut dengan anak baik, hah?” Minji melingkarkan tangannya ke leher Minsoo dan mengacak sayang rambut Adiknya. Minsoo merapikan rambutnya yang telah berantakkan.
Minsoo dan Minji masuk sambil bersenda gurau. Ibu Minsoo sedang duduk di sofa sambil memandangi beberapa lembar kertas.
“Minsoo, coba lihat ini,” kata Ibu menyerahkan lembar-lembar itu. Minsoo menatap tulisan paling atas. Minsoo tersenyum bahagia. Ia masuk ke Konkuk University jurusan teater. Dipeluknya Ibunya dengan senang.
“Bu, bagaimana aku bisa masuk ke sini? Kau tak salah? Bukankah kau tak setuju, Bu?” tanya Minsoo tak percaya. Ibu hanya menghela nafas.
“Tuan Rumble membantu semua biaya pendidikanmu ini. Ia bersikeras memasukkanmu ke sana karena menurutnya kau pintar berakting. Ibu jadi tidak enak menolak Kepala Sekolahmu. Akhirnya Ibu hanya setuju dan memasukkanmu ke sana.”
Minsoo benar-benar senang. Ia cepat-cepat masuk ke kamar mencari-cari ponselnya di kotak kecil dalam salah satu kardus. Dan ia menemukannya. Ditekannya tombol-tombol itu. Dan sebuah panggilan tersambung. Seseorang mengangkatnya.
“Good Morning, Lee Minsoo,” seseorang berkata lewat telepon menggunakan bahasa inggris.
“Mr. Rumble! You help me join Konkuk University! Thank you!” Minsoo berterima kasih dengan tulus.
“It’s okay. You are like my daughter. You always remember me about her. And I want my daughter join an university that she want,” kata Tuan Rumble.
Minsoo tersenyum sedih. Ia ingat betul saat ia sekolah di sana, anak Tuan Rumble yang bernama Diamond Rumble adalah sahabatnya. Namun penyakit keras menyerangnya, sehingga ia harus meninggalkan Tuan Rumble sendirian untuk menyusul Ibunya. Dan Tuan Rumble menyayangi Minsoo seperti anaknya sendiri.
Tak terasa, mata Minsoo berkaca-kaca. Ia mengusapnya. Minsoo sebenarnya tak ingin meninggalkan Tuan Rumble karena Tuan Rumble sudah seperti Ayahnya.
“Aboeji, I will miss you. Can I call you later?” tanya Minsoo berharap Tuan Rumble mengizinkan.
“Of course, I’m your Australian Abeoji. I’ll waiting you call next time.”
Dan percakapan berakhir. Minsoo memandangi lembaran-lembaran yang diberikan Ibunya tadi. Tekadnya sudah bulat untuk mengejar pendidikan di sana. Ia harus meraih cita-citanya menjadi aktris. Harus bisa! Demi Tuan Rumble!
-Forgotten Me-
Kyungsoo menonton di kamarnya. Baru-baru ini Kakaknya membelikan Kyungsoo TV baru, sehingga ia bisa leluasa menonton di kamarnya sendiri. Dan ia fokus pada sebuah drama tentang cinta pertama yang hilang karena sebuah tragedy dan kini adalah adegan sedih. Namun Kyungsoo tak menangis meskipun ia merasa sedih.
“Kyungsoo?”
Kyungsoo menoleh ke samping. Seorang anak perempuan berdiri tepat di sebelah ranjangnya. Ia adalah Gadis Nakal. Gadis Nakal lantas berguling di samping Kyungsoo.
Kyungsoo tersenyum. Gadis Nakal itu tak pernah hilang, selalu datang setiap malam. Awalnya Kyungsoo sangat takut, namun lama-lama ia terbiasa. Dan Gadis Nakal menjadi tempat ia bercerita.
“Hei, kau datang disaat yang tidak tepat. Sekarang sedang ada adegan sedih dan kau mengganggu,” kata Kyungsoo. Gadis Nakal menunjukkan wajah kesalnya. Dan Kyungsoo hanya tersenyum.
“Aku merasa kau sangat spesial. Hanya denganmu aku bisa tersenyum dan tertawa. Aku sangat penasaran, siapa kau. Aku ingin tahu. Namun sekarang ini tidak apa-apa, karena aku senang kau ada di sampingku.”
Kyungsoo saling berhadapan dengan Gadis Nakal. Gadis Nakal tersenyum manis. Sangat manis. Jantung Kyungsoo berdetak cepat. Itulah yang selama ini ia rasakan ketika melihat Gadis Nakal. Padahal itu hanyalah bayangan otaknya.
“Kau memang nakal. Jangan tersenyum seperti itu, aku bisa mati karena gugup,” kata Kyungsoo gugup. Dan Gadis Nakal menunjukkan tatapan tajam.
“Baiklah, kau boleh tersenyum.”
Gadis Nakal tertawa kecil tanpa suara. Kyungsoo kemudian mulai bercerita.
“Di kelasku tadi, aku memerankan peran orang yang sedang marah. Dan aku berhasil. Namun aku tetap tidak bisa tersenyum ataupun tertawa. Ketika banyak orang yang bertepuk tangan, aku sangat senang. Namun aku tetap tak bisa tersenyum di depan mereka. Aku menantikan hari di mana aku tersenyum kepada orang selain dirimu.”
Gadis Nakal mengangguk kecil. Kyungsoo tiba-
Dan beberapa menit kemudian, Kyungsoo tertidur. Dan Gadis Nakal sudah menghilang.
-Forgotten Me-
“Minsoo, bangun.”
“Aaah, 5 menit lagi Kak.”
“Hah, apa maksudmu? 5 menit lagi? Kau sudah terlambat 15 menit yang lalu!”
Minsoo langsung terbangun. 15 menit? Ia melirik jam. Kelasnya dimulai pada pukul 09.00 am dan sekarang pukul 09.15!
Minsoo langsung bergegas mandi. Ia begitu tergesa-gesa. Bahkan, ia salah memakai sepatu. Ia justru memakai sepatu Minji.
“Ibu, Kakak, aku pergi dulu!” seru Minsoo dari depan rumah. Minji langsung keluar rumah dengan membawa kunci mobil.
“Kau akan terlambat menggunakan bus. Naiklah ke mobilku, aku akan mengantarmu,” kata Minji. Minsoo menatap Kakaknya bingung.
“Bukankah kau tidak punya mobil?”
Minji tertunduk. “Ini… pemberian Ayah— Sudah cepat, kau mau kuantar tidak?” tanya Minji dengan kesal. Minsoo mengangguk. Dan mereka pergi dari rumah dengan cepat dan terburu-buru menggunakan mobil Minji.
-Forgotten Me-
“Aaaah, aku kesal! Ini masih pukul 07.30 pagi! Senang sekali Kak Minji menipuku!” teriak Minsoo kesal. Kini ia berjalan sendirian menuju gedung univesitasnya. Ia merapikan rambutnya yang masih berantakkan.
Sementara itu, Kyungsoo berdiri di depan papan pengumuman. Saat ini ia bosan karena Jisub mengajaknya datang lebih pagi. Kyungsoo bisa melihat pengumuman-pengumuman tak penting di papan itu. Tangan kanannya ia masukkan ke kantong celananya, sedangkan tangan sebelahnya sibuk memegang kertas-kertas itu agar dapat dilihat lebih jelas.
Minsoo menengok ke kanan dan ke kiri. Ia tak tahu persis tempat-tempat di Konkuk University. Ia menggigit jarinya. Kini ia sepertinya tersesat.
Jongdae berlari-lari kecil mencari seseorang. Matanya menangkap sosok Kyungsoo yang berkonsentrasi dengan papan pengumuman. Ia bernafas lega. Lalu, ia berjalan menuju Kyungsoo.
“Do Kyungsoo!”
Minsoo tiba-tiba terdiam. Jantungnya berdetak cepat ketika telinganya mendengar nama itu. Nama orang yang sudah dirindukannya begitu lama.
Do Kyungsoo.
Kyungsoo menoleh. Jongdae menepuk pundak Kyungsoo.
“Kau dipanggil Nona Shin Mi. Ia ingin membicarakan sesuatu kepadamu,” ujar Jongdae. Kyungsoo mengangguk kecil. Namun ia menatap temannya heran.
“Bagaimana bisa kau datang secepat ini? Saat SMP, kau biasanya senang datang terlambat,” kata Kyungsoo.
“Oh, iya. Hari ini aku dan temanku mau ke café sebentar, ada yang harus kami kerjakan. Sudah dulu ya, temanku pasti sedang mencariku. Sampai jumpa!”
Kyungsoo mengangguk kecil. Ia lalu berjalan meninggalkan papan pengumuman.
Minsoo berjalan cepat. Ia berusaha untuk mengejar Kyungsoo dan memanggilnya.
“Kyung—“
To Be Continued…