“Hari ini ada salju! Hari ini ada salju!”
Seorang anak perempuan berlari kegirangan. Tak perduli dengan angin yang cukup menusuk badan. Senyum menghiasi wajah imutnya. Hari ini adalah hari yang selalu ditunggunya setiap tahun. Sejak umurnya 5 tahun hingga umurnya 13 tahun sekarang, ia selalu bersama dengan seorang anak laki-laki yang seumur dengannya di taman dekat rumahnya saat hari salju pertama datang.
Anak perempuan itu kelelahan. Ia mengambil nafas dalam, lalu menghembuskannya. Wajahnya telah memerah karena kelelahan.
“Lee Minsoo!”
Anak perempuan itu menoleh. Seorang anak laki-laki memanggil namanya dengan senyuman cerah. Lee Minsoo terpesona, namun ia berusaha menutupinya. Ia tak mau anak laki-laki itu mengetahui perasaannya. Rasa sukanya yang pertama kali ia rasakan.
“Kyungsoo, aku pikir kau tidak akan datang. 3 hari sebelumnya kau tidak masuk ke sekolah,” kata Minsoo senang. Tak menyangka Kyungsoo akan datang.
“Mianhae, 3 hari itu aku sakit. Aku demam tinggi. Namun sekarang aku sudah sembuh, jadi aku datang menemuimu. Kau pasti sangat menantikan hari ini, kan?” kata Kyungsoo sembari membelai kepala Minsoo lembut. Minsoo mengangguk semangat.
Kyungsoo menarik Minsoo ke bawah perosotan. Ia memberikan sesuatu kepada Minsoo. Sebuah sea glass berwarna merah yang indah yang telah disulap menjadi kalung. Minsoo terlihat kagum.
“Ini sea glass yang kedelapan. Selamat ulang tahun, Minsoo,” ucap Kyungsoo tersenyum manis. Minsoo membalas senyumannya dengan anggukan kecil.
Mereka berdua duduk di bawah perosotan. Kyungsoo menggerakkan jari telunjuknya di atas salju, membentuk tulisan-tulisan tak jelas. Sementara Minsoo terpaku menatap sea glass itu. Ia sangat menyukai sea glass yang begitu indah. Ia mengingat saat pertama kali ia mendapatkan sea glass dari Kyungsoo.
Beberapa tahun yang lalu, tepatnya 8 tahun yang lalu.
Minsoo yang masih berumur 5 tahun, menangis sendirian di bawah perosotan. Di hari ulang tahunnya yang harusnya membahagiakan, kedua orang tuanya bertengkar hebat di rumah. Mereka tidak memperdulikan Minsoo kecil yang merengek minta diperhatikan. Membuat Minsoo kabur dari rumah.
“Mengapa kau ada di sini?”
Minsoo menoleh. Seorang anak laki-laki seumuran dengannya memasang wajah kebi
ngungan. Mungkin ia bingung karena di malam yang dingin ini, seorang gadis kecil menangis sendirian.
“Orang tuaku lupa akan diriku. Mereka melupakan ulang tahunku. Harusnya sekarang aku merayakan ulang tahunku bersama mereka,” Minsoo menjawab sambil menahan tangis. Ia sebenarnya malu menangis di depan orang lain.
Anak laki-laki itu mengangguk mengerti. Ia duduk di samping Minsoo tanpa diminta.”Namaku Kyungsoo. Do Kyungsoo. Namamu?” tanyanya. Minsoo sebenarnya enggan menjawab karena ia tak mengenal Kyungsoo. Tapi ia merasa bahwa Kyungsoo orang baik.”Minsoo. Lee Minsoo.”
Kyungsoo menyambut jawaban Minsoo dengan senyuman manis. Minsoo terpana. Ia memandangi Kyungsoo dengan takjub. Senyuman Kyungsoo membuatnya seorang gadis kecil berumur 5 tahun kagum. Kyungsoo mengambil sesuatu dari sakunya.
“Minsoo, coba sedikit menunduk,” pinta Kyungsoo. Minsoo menurut. Ia sedikit menundukkan kepalanya. Kyungsoo memasangkannya sesuatu. Minsoo kebingungan dan memperhatikan sesuatu yang ia kenakan sekarang. Matanya berbinar. Ia kini memakai kalung yang indah. Kalung dengan sea glass sebagai hiasan.
“Ini kalungku. Aku punya banyak di rumah. Mulai sekarang, setiap hari ulang tahunmu, aku akan memberikanmu ini. Jadi berlarilah ke sini dan kamu akan melihatku menunggumu di sini. Oke?” tanya Kyungsoo menepuk pundak Minsoo. Minsoo tersenyum lebar, mengangguk dengan semangat.
“Minsoo?”
Minsoo tersadar dari lamumannya. Kyungsoo menatapnya dengan pandangan aneh. Minsoo telah dipanggil berkali-kali, namun tak menoleh. “Apa yang kau pikirkan?” tanya Kyungsoo penasaran.
“Bukan apa-apa, kok. Hanya ingatan yang sudah lalu,” jawab Minsoo gugup. Jangan sampai Kyungsoo tahu bahwa Minsoo tengah memikirkan kenangan dulu. Kyungsoo tersenyum kecewa. Kecewa karena Minsoo terlihat berbohong. Menutupi kekecewaannya, Kyungsoo mengintip ke arah langit. Masih siang.
“Minsoo, ayo kita main bola salju,” ajak Kyungsoo semangat. Sebelum Minsoo menjawab, Kyungsoo telah menariknya duluan. Kyungsoo bergegas membuat bola salju dan melemparnya ke Minsoo. Minsoo terkejut mendapat serangan mendadak dari Kyungsoo. Kyungsoo tersenyum licik.
“Hah, kini kau berani melawanku Kyungsoo? Baiklah, aku terima tantanganmu!” seru Minsoo yang membuat bola salju dan langsung membalas Kyungsoo. Terjadilah perang bola salju. Mereka bercanda ria. Minsoo sangat senang. Di hari ulang tahunnya, Kyungsoo menemaninya. Selalu menemaninya. Ia merasa spesial dan ingin ini terus berlanjut.
Beberapa menit kemudian, perang telah selesai. Minsoo telah kelelahan.”Dan ini dia serangan terakhirku!” Kyungsoo berlari menghampiri Minsoo dan memeluknya dari belakang. Ia mengangkatnya dan memutarnya berkali-kali. Minsoo tertawa senang. Ia merasa pusing. Kyungsoo menurunkannya, masih memeluk Minsoo.
“Kau membuatku pusing!” Minsoo berteriak kesal dan memutar tubuhnya. Dan akhirnya posisi mereka tidak aman. Mereka berhadapan dengan wajah mereka yang dekat. Tangan Kyungsoo masih melingkar di pinggangnya. Minsoo terpaku menatap mata Kyungsoo. Dari dekat, Kyungsoo terlihat makin tampan. Kyungsoo tertegun. Ia mengangkat kedua tangannya, seperti ditemukan oleh polisi.
“Ma…maafkan aku,” kata Kyungsoo gugup, masih dengan posisi tangannya di atas. Minsoo hanya terdiam. Ia terlalu gugup untuk menjawab. Wajahnya memerah bak kepiting rebus. Benar-benar merah. Minsoo mengatakan sesuatu yang tak ingin dikatakannya.
“Do Kyungsoo, aku menyukaimu.”
Minsoo menyatakan perasaannya. Kyungsoo masih diam, mencoba mencerna perkataan Minsoo. Setelah dicerna, mata Kyungsoo membulat.”Kau menyukaiku?” tanya Kyungsoo tak percaya. Minsoo mengangguk. Bodoh, mengapa kata-kata itu bisa keluar!
Tiba-tiba, ia merasa sesuatu menempel di bibirnya. Matanya ikut membulat. Bibir Kyungsoo menyentuh bibirnya. Kyungsoo menciumnya dengan tangan yang masih terangkat. Minsoo merasa aneh dengan sikapnya, jadi ia menarik tangan Kyungsoo. Bersamaan dengan itu, Kyungsoo melepas ciumannya.
“Kyungsoo, kau aneh. Tanganmu tetap terangkat. Aku merasa kita dikelilingi polisi,” kata Minsoo kesal. Kyungsoo kebingungan dengan pendapat Minsoo. Minsoo lebih mementingkan tangannya ketimbang ciuman darinya.
Minsoo menghela nafas. Ia berbalik dan berjalan cepat meninggalkan Kyungsoo. Kyungsoo langsung menarik tangan Minsoo, membuat Minsoo berputar menghadapnya. Kyungsoo tersenyum geli, wajah Minsoo benar-benar merah sekarang.
“Kau berusaha mengalihkan perhatian, hah? Kau tak perduli dengan ciuman dariku?” goda Kyungsoo jahil. Wajah Minsoo semakin memerah. Terlalu merah. Ia langsung memeluk Kyungsoo.
“Kyungsoo, kau jahil. Jangan menciumku tiba-tiba. Kita baru berusia 13 tahun dan itu nakal,” ujar Minsoo. Kyungsoo membalas pelukan Minsoo lebih erat.
“Tak apa, itu hanya 10 detik. Aku juga tidak nakal. Kau yang nakal karena telah menyatakan perasaanku duluan,” balas Kyungsoo.
Di hari ulang tahun ini, Minsoo merasa benar-benar senang. Hari di mana dirinya mulai menjadi remaja dan mendapatkan cinta, benar-benar mengesankan. Minsoo menjadi orang yang paling bahagia sekarang.
####
Hari selanjutnya. Kyungsoo dan Minsoo telah berjanji untuk saling bertemu di depan taman. Sembari berjalan, Minsoo terus memperhatikan sea glass miliknya. Bukti cintanya dan Kyungsoo hari itu.
Kyungsoo melipat kedua tangannya dengan wajah merengut. Sejak tadi, Minsoo belum muncul juga dan itu membuatnya kesal. Apa yang sedang dilakukan Minsoo?
Minsoo buru-buru berlari. Ia terlalu terhanyut dalam pikirannya, sehingga ia terlambat. Kakinya melangkah dengan cepat, takut Kyungsoo akan marah.
Minsoo telah muncul di ujung jalan. Kyungsoo melambai riang ke Minsoo. Lambaian riang Kyungsoo dibalas senyuman hangat oleh Minsoo. Cepat-cepat Minsoo menghampiri Kyungsoo.
Dari arah berlawanan, sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Makin lama makin mendekati Minsoo. Kyungsoo melihat itu. Ia terbelalak ketika mobil itu semakin cepat. Minsoo tidak terlalu sadar.
“Minsoo, awas!!”
Minsoo menoleh.
Braaak!!
Kyungsoo tertegun. Tubuh Minsoo telah tertabrak dan kini ia tak sadarkan diri. Kyungsoo berlari mendekati Minsoo. Ia mengguncang-guncangkan tubuh Minsoo, berharap gadis itu sadar.
“Minsoo, bangun!” seru Kyungsoo khawatir. Kyungsoo melihat sekeliling. Ia ingin meminta bantuan, tapi tak ada orang. Kyungsoo berteriak kesal. Hanya ada dia dan Minsoo saat ini. Si pengendara mobil telah pergi meinggalkan mereka berdua. Tanpa banyak pikir lagi, Kyungsoo menggendong Minsoo di punggungnya. Tubuh Minsoo yang telah lecet dan berdarah membuat Kyungsoo benar-benar khawatir.
Kyungsoo berlari membawa Minsoo. Ia ingin Minsoo selamat. Ia tak mau kehilangan Minsoo. Baru kemarin ia memeluk gadis itu. Baru kemarin ia mencium gadis itu. Kini Minsoo tak boleh pergi. Ia ingin lebih lama bersamanya.
Mereka telah sampai di rumah sakit. Ia meminta suster-suster itu menolong Minsoo. Setelah suster-suster itu membawa Minsoo, Kyungsoo terduduk lemas di depan pintu rumah sakit. Badannya lelah. Mata Kyungsoo telah memerah, namun ia mencoba untuk tidak menangis.
Kyungsoo berlari pergi dari rumah sakit. Ia ingin menemui orang tua Minsoo dan mengatakan bahwa Minsoo kini berada di rumah sakit. Ia berusaha cepat, meskipun badannya masih lelah.
Ia berhenti di depan sebuah rumah. Ia ingat, Minsoo pernah menunjukkan rumahnya. Kyungsoo mengetuk pintu, berharap orang tua Minsoo ada dan siap mendengar berita darinya.
Tok! Tok!
Seorang perempuan yang kelihatannya lebih tua darinya 3 tahun keluar. Sepertinya Kakak Minsoo, karena mereka terlihat cukup mirip.
“Halo, saya teman Minsoo. Nama saya Do Kyungsoo,” sapa Kyungsoo dengan sopan. Minji menatapnya datar. Ia terlihat tak perduli.
“Ada apa?” tanyanya dingin. Melihat sikap Minji, Kyungsoo menjadi gugup.
“Maaf, saya Cuma ingin memberitahu bahwa Minsoo kini berada di rumah sakit. Ia kecelakaan,” jawab Kyungsoo. Minji terkejut. Ia mengambil ponsel dari saku celananya dan menelepon seseorang.
“Halo, Ayah?” Minji menelepon Ayahnya. Kyungsoo masih diam di tempat, sedikit penasaran dengan apa yang akan dikatakan Minji. Namun Minji merasa terusik. Ia menutup pintu rumah dengan keras, meninggalkan Kyungsoo sendirian.
Kyungsoo kebingungan. Namun ia teringat dengan Minsoo. Ia berlari untuk kembali ke rumah sakit. Ia takut sesuatu terjadi selama dirinya meninggalkan Minsoo.
Di rumah sakit, ia bertanya dengan seorang suster. Suster menunjukkan kamar Minsoo. Minsoo sepertinya telah selesai ditangani dan sedang istirahat. Kyungsoo masuk ke dalam kamar Minsoo.
“Lepaskan aku!”
Kyungsoo terbelalak. Ia kini melihat seorang pria besar tengah berusaha membawa Minsoo pergi. Minsoo mencoba melepaskan diri.
“Lee Minsoo, kau harus ikut dengan Ayah!” seru pria itu, Ayah Minsoo. Minsoo menggeleng kuat.”Aku tidak mau, Ayah! Aku tidak mau ikut denganmu!” teriak Minsoo. Minsoo lalu menatap Kyungsoo, berharap ia bisa membantu.
Kyungsoo sebenarnya takut, namun ia berusaha membantu. Ia mencoba menarik Ayah Minsoo menjauh. Ayah Minsoo merasa terganggu, sehingga ia mendorong kuat Kyungsoo. Kyungsoo terdorong dan kepalanya terbentur meja. Darah mengucur dari kepala Kyungsoo. Minsoo terkejut dan mencoba menolong Kyungsoo.
“Kyungsoo, bangun! Kyungsoo!” teriak Minsoo. Air mata berjatuhan. Ia khawatir terjadi sesuatu kepada Kyungsoo. Kyungsoo masih sedikit sadar. Ia membelai kepala Minsoo. Minsoo terisak. Ia memeluk tubuh Kyungsoo.
“Minsoo! Kau harus ikut dengan Ayah!” Ayah Minsoo mencoba melepaskan putrinya dari Kyungsoo. Namun Minsoo tetap memeluk Kyungsoo dengan kuat. Ia tak mau terpisah dari Kyungsoo.
Sejumlah suster dan dokter masuk. Mereka mencoba untuk mengusir Ayah Minsoo. Ia mencoba memberontak, namun ia kalah jumlah. Ayah Minsoo dibawa pergi. Minsoo menangis keras melihat kondisi Kyungsoo saat ini. Kyungsoo dibawa pergi oleh beberapa suster. Minsoo ingin ikut. Ia ingin menjaga Kyungsoo. Namun ia dihalangi oleh 2 suster yang khawatir dengan keadaan Minsoo sekarang.
“Kyungsoo!!” teriak Minsoo histeris. Minsoo terduduk dan menangis keras. Ia merasa semua ini kesalahannya.
“Maaf, Kyungsoo…”
Sementara itu, seorang laki-laki berlari di dalam rumah sakit dengan khawatir. Ia behenti di depan UGD.
“Kyungsoo, apa yang terjadi…” gumam laki-laki itu.
Seorang dokter keluar. Laki-laki itu menghentikannya.
“Dokter, bagaimana keadaan Do Kyungsoo yang kepalanya terbentur?” tanyanya khawatir.
“Anda punya hubungan keluarga dengannya?”
“Ya, saya Kakaknya. Saya Do Ji Sub,” jawabnya, Do Ji Sub.
Dokter mengangguk kecil. Ia mengatakan bahwa Kyungsoo masih berada dalam pemeriksaan. Ji Sub diminta untuk menunggu sementara lagi. Ji Sub menghela nafas berat setelah dokter meninggalkannya. Ia teringat dengan seseorang yang diucapkan oleh staf rumah sakit yang meneleponnya. Ia menghampiri salah satu suster yang lewat.
“Permisi, di mana kamar Lee Minsoo?”
####
Minsoo merenung di kamarnya. Air mata masih mengalir di mata kecilnya. Ia menatap langit, ingat dengan kejadian kemarin. Di mana mereka bahagia, mereka bersama, dan dirinya menerima…. Di mana sea glass miliknya?
Ji Sub memandang pintu kamar itu dengan ragu-ragu. Namun ia memantapkan dirinya. Ia membuka pintu perlahan.
“Kyungsoo, Kyungsoo…”
Ji Sub mendengar seseorang memanggil nama adiknya. Minsoo kini menangis. Ia telah kehilangan benda kesayangannya. Mungkin akibat kecelakaan tadi, sea glass nya hancur karena kini kalung yang ia gunakan tinggal sea glass nya tinggal separuh. Minsoo terlalu depresi, sehingga ia memukul kepalanya berkali-kali dengan kuat. Ji Sub terkejut dan berusaha menghentikan Minsoo.
“Minsoo, apa yang kau lakukan?” tanya Ji Sub berusaha menghentikannya. Minsoo tak menggubrisnya. Ia masih berteriak-teriak depresi. Masih menyalahkan dirinya sendiri.
“Kyungsoo, maafkan aku! Maafkan aku!”
Tiba-tiba, Minsoo terdiam. Ji Sub memeluknya dengan erat. Pelukan Ji Sub menghentikannya. Ji Sub mengelus rambut Minsoo.
“Minsoo, ini semua bukan salahmu. Kyungsoo akan baik-baik saja, aku bisa menjamin itu,” kata Ji Sub mencoba menenangkan gadis itu.
Minsoo senang mendengar kata-kata Ji Sub. Ia melepas pelukan Ji Sub dan mengucapkan terima kasih lewat senyuman manisnya. Tersenyum dengan air mata yang masih turun membuat Ji Sub tersenyum geli.
“Minsoo?”
Minsoo dan Ji Sub menoleh. Seorang perempuan yang terlihat kelelahan masuk ke dalam kamar Minsoo. Minsoo menyambutnya dengan bahagia.
“Ibu!”
Ibu Minsoo berlari memeluk Minsoo. Beliau menangis melihat kondisi anaknya sekarang. Ia begitu khawatir dengan kondisi Minsoo sekarang, mendengar dirinya kecelakaan dan hampir dibawa pergi Ayahnya. Ayah yang sudah bercerai dengan Ibunya.
Ji Sub senang melihat Minsoo kini amat bahagia. Ia meninggalkan mereka, memberi ruang bagi mereka untuk berdua lebih lama.
Minsoo dan Ibunya masih berpelukan. Merasa sudah agak lama, Minsoo melepas pelukan Ibunya. Ibunya mengambil kursi dan duduk di samping ranjang Minsoo. Ia menatap lembut putrinya dan menggenggam tangannya.
“Minsoo, bagaimana rasanya keadaanmu sekarang?” tanya Ibu perhatian. Minsoo melirik beberapa luka di tubuhnya.
“Hanya beberapa luka kecil, tidak parah. Aku baik-baik saja sekarang, kau tidak perlu khawatir Ibu,” Minsoo meyakinkan. Ibunya mengangguk percaya. Tiba-tiba, Ibunya tertegun. Minsoo kebingungan melihat tingkah Ibunya.
“Ba… bagaimana dengan Ayahmu, Minsoo?” tanya Ibu Minsoo agak ketakutan. Minsoo menunduk. Ia sebenarnya tak berani memberitahukan Ibunya karena akan membuat Ibunya sedih dan depresi. Ibu dan Ayahnya berpisah beberapa bulan yang lalu. Hak asuh Minsoo dan Kakaknya, Minji diambil oleh Ibunya. Sejak itu, Ayah Minsoo berusaha untuk merebut Minsoo, anak kesayangannya dari tangan Ibu Minsoo.
“Ayah datang dan berusaha untuk membawaku pergi. Namun, ia justru akhirnya melukai temanku dan pergi dari sini karena diusir pihak rumah sakit,” Minsoo member penjelasan. Minsoo teringat dengan Kyungsoo. Ia mencoba untuk bangkit, namun Ibunya menahannya.
“Kau mau ke mana Minsoo?” tanya Ibu Minsoo. “Aku ingin menemui Kyungsoo. Ia terluka karena Ayah dan aku ingin melihatnya,” kata Minsoo. Ibu Minsoo tak membiarkannya.
“Biarkan Ibu untuk berbicara sebentar, lalu kau bisa pergi menemuinya. Mengerti?” pinta Ibu. Minsoo menurut dan ia diam. Ibu menghela nafas. Ia menggenggam tangan putrid tercintanya itu.
Minsoo, ayo kita pindah ke luar negeri. Ayo kita menghindar dari Ayah,” ajak Ibu. Minsoo tertegun. Pergi? Dari sini? Meninggalkan… Kyungsoo?
Minsoo tampak berfikir. Ia meminta untuk berpikir lebih dahulu, lalu meninggalkan Ibunya keluar dari kamar. Ibu terlihat sedih.
Saat berjalan, ia termenung. Ibunya memintanya untuk pergi, berarti ia akan meninggalkan Kyungsoo? Meninggalkan cinta sekaligus pacar pertamanya? Ia memandang kalungnya yang telah rusak itu. Pilihan ini akan menjadi berat. Benar-benar berat.
“Minsoo?”
Minsoo menoleh. Ji Sub berdiri di hadapannya, membuat Minsoo kaget.
“Ah, ini kau. Terima kasih atas hiburannya tadi,” Minsoo berterima kasih dengan tulus. Ji Sub mengangguk kecil.”Lalu, kau mau ke mana?”
“Aku… mau bertemu dengan Kyungsoo,” jawab Minsoo. Ji Sub menawarkan diri untuk mengantar Minsoo karena ia tahu di mana adiknya sekarang.
Mereka berjalan berdampingan. Minsoo senang bisa bertemu dengan Kyungsoo. Mungkin ia bisa mengucapkan perpisahan, karena dirinya telah mantap ingin pergi ke luar negeri.
“Jadi, namamu Lee Minsoo? Namaku Do Ji Sub, Kakak dari Do Kyungsoo,” Ji Sub memperkenalkan diri tanpa diminta. Ia mengulurkan tangannya, ingin meluruskan perkenalan ini. Minsoo menyambut uluran tangannya. Mereka berdua saling tersenyum.
“Kalau boleh tahu, apa hubunganmu dengan Kyungsoo?” tanya Ji Sub penasaran. Wajah Minsoo langusng memerah dan Ji Sub melihat itu. Ia tertawa geli, mengetahui hubungan mereka.
“Oh, jadi Adikku Kyungsoo bisa punya pacar secantik ini?” goda Ji Sub. Wajah Minsoo bertambah merah. Ia berjalan mendahului Ji Sub.
“Hei, kamarnya di sini.”
Minsoo menoleh. Ji Sub tertawa. Minsoo hanya tersenyum malu. Ia mengikuti Ji Sub masuk ke kamar Kyungsoo.
“Kyungsoo?”
Minsoo melihat Kyungsoo terbaring tak sadarkan diri. Perasaan sedih dan bersalah mulai menjalar di tubuhnya. Namun tepukkan pundak dari Ji Sub membuatnya lega. Ia mengambil kursi dan duduk di samping Kyungsoo. Di sentuhnya pipi Kyungsoo.
“Kyungsoo, maafkan aku. Aku ingin kau bangun.”
Ji Sub meninggalkan mereka berdua. Setelah Ji Sub meninggalkan mereka, Minsoo menghela nafas. Ia sebenarnya tidak ingin ini semua terjadi. Namun semua ini terjadi begitu saja. Minsoo menggenggam tangan Kyungsoo.
“Kyungsoo… aku akan pergi meninggalkanmu. Aku akan pindah bersama Ibu dan Kakakku. Kau tahu, untuk menghindari Ayahku, kami harus pergi jauh,” kata Minsoo tersenyum pahit. Tak ada respon. Air mata menggenang di matanya.
“Maafkan aku. Aku membuatmu begini. Aku tidak tahu Ayahku akan berbuat demikian kepadamu. Aku sangat menyesal. Andai… andai aku tidak kecelakaan, kau tidak akan ada di sini sekarang. Mungkin sekarang kita sedang bermain di taman. Maafkan aku. Aku juga minta maaf. Kado terakhir darimu telah rusak. Namun aku berjanji akan menjaganya. Kyungsoo, hiduplah dengan baik selama aku pergi. Suatu saat nanti, aku harap kita bertemu dengan senyuman dan tertawa bersama.”
Minsoo mmeluk tangan Kyungsoo. Tangisannya pecah. Ia berusaha untuk menahannya, namun ia tak sanggup. Tanpa Minsoo sadari, air mata Kyungsoo terjatuh.
Minsoo mencium lembut kening Kyungsoo. Ia mengenggam erat tangan Kyungsoo untuk terakhir kalinya, lalu ia melepasnya perlahan.
Minsoo keluar masih dengan tangisannya. Ji Sub khawatir, namun Minsoo meyakinkan Ji Sub bahwa dirinya baik-baik saja. Ia menjabat tangan Ji Sub.
“Kak Ji Sub, terima kasih. Aku akan pindah ke luar negeri. Aku harap Kakak menjaga Ji Sub dengan baik. Kak, kita akan bertemu ketika aku telah kembali ke sini. Kakak harus hidup dengan baik bersama Kyungsoo, mengerti?”
Ji Sub mengangguk. Minsoo pergi meninggalkan Ji Sub sendirian. Ji Sub meunduk sedih. Ia tak tahu apa reaksi yang akan diberikan adiknya jika tahu Minsoo akan pindah.
####
Atas izin dokter, Minsoo telah boleh pulang. Kini ia mengemas barang-barangnya karena besok ia akan pergi. Ibu dan Minji masuk ke dalam kamarnya.
“Ibu bersyukur kita bisa pindah secepatnya. Dengan pindahnya kita, kita akan memulai hidup baru bersama. Tanpa Ayah,” kata Ibu mencoba terlihat gembira, namun dengan nada sedih.
Minsoo sedih melihat Ibunya. Ia memeluk Ibunya. Minji tak mau kalah, ia juga memeluk Ibunya lebih erat. Ibu Minsoo tertawa kecil. Beliau membalas pelukan kedua putrinya.
“Ibu senang jika kalian akur. Ibu juga senang karena Minji yang lebih sayang pada Ayahnya lebih memihak Ibu. Terima kasih Minji,” Ibu membelai sayang kepala Minji.
Sebenarnya itu semua tidak benar. Minji telah memberitahu pada Ayahnya tentang Minsoo. Namun tak ada yang tahu. Biarlah rahasia itu ditelan waktu. Minji mengangguk dengan ekspresi datar. Senyuman licik tiba-tiba muncul darinya begitu saja.
####
Minsoo telah berada di bandara bersama Ibunya dan Minji. Minsoo suka dengan keadaan bandara yang cukup ramai. Ia menengok ke kanan dan kiri, mungkin saja ia akan bertemu dengan idolanya, EXO. Namun ia tahu, itu tak mungkin terjadinya. Ia tertawa geli sendirian.
Dan di rumah sakit. Ji Sub tertidur di sofa karena menunggui Adiknya sendirian karena kedua orang tua mereka pasti tidak akan pernah muncul. Mereka telah meninggal akibat kecelakaan.
“Siapa?”
Suara seseorang membangunkan Ji Sub. Ia melihat orang yang telah dinantinya duduk di atas ranjang rumah sakit. Ia tersenyum bahagia.
“Kyungsoo, kau telah sadar. Syukurlah! Minsoo sangat khawatir kemarin!” seru Ji Sub sembari memeluk Kyungsoo.
“Siapa kau?”
Ji Sub terkejut. Kyungsoo menanyai siapa dia? Ji Sub melepaskan pelukannya dan menatap tidak percaya ke Kyungsoo.
Minsoo duduk di kursi bandara. Ia memainkan tangannya, sedikit bosan karena sedari tadi menunggu pesawat.
“Minsoo, pesawat telah datang!”
“Kyungsoo, kau tidak kenal aku? Tidak mungkin. Ini aku! Kak Ji Sub! Aku Kakakmu!” seru Ji Sub.
Kyungsoo menatap heran. Ji Sub sangat syok. Ia memegang kedua pundak Kyungsoo.
“Bagaimana dengan Minsoo, pacarmu? Apakah kau kenal Lee Minsoo?”
“Minsoo?”
Sebelum Minsoo hendak masuk ke pesawat, ia menatap langit. Ia berharap Kyungsoo baik-baik saja sekarang. Lalu ia berlari menyusul Minji untuk naik pesawat.
“Siapa Minsoo?”
To Be Continued...
Halo, bagaimana Fanfiction Knaraxo ini? Hehehe, maaf ya kalau penulisannya masih jelek, soalnya Knaraxo tulisannya kadang berubah-ubah, juga tergantung mood. Jadi jangan heran ya kalau penulisan Knaraxo kadang berubah-ubah, memang susah dikendalikan :D
Semoga suka! Your comment is air for me, have a good day!