Jisub berdiri di depan Konkuk University sembari menatap jam tangannya. Ia dan Nona Shin Mi sudah berjanji untuk datang lebih pagi dari biasanya karena mereka akan membicarakan sesuatu. Tapi sedari tadi Nona Shin Mi bahkan tak menampakkan batang hidungnya. Kini Jisub sudah mulai kesal.
“Lee Minsoo, kau akhirnya masuk ke sini!”
Jisub tertegun mendengar nama itu terdengar oleh telinganya. Matanya memandang sekeliling untuk memastikan bahwa orang itu memang berada di sini. Dan matanya berhenti pada sesosok perempuan yang sedang tersenyum manis dengan Kakaknya.
“Minsoo, kau sudah besar sekarang! Akhirnya aku bisa mengantarmu ke universitas ini. Sejak dulu kau memang ingin kuliah di universitas ini kan?” Minji mengacak rambut Minsoo, membuat Minsoo mendengus karena baru saja ia merapikan rambutnya.
“Kakak, jangan membuat aku harus merapikan rambutku lagi!” keluh Minsoo. Minji hanya terkekeh dan menepuk kedua pundak Adiknya.
“Karena ini hari pertamamu, kamu harus semangat dan jangan mengecewakan! Aku tidak bisa menjemputmu hari ini karena aku sudah ada janji. Jadi, kau bisa pulang sendiri, kan?” tanya Minji.
Minsoo mengangguk. Akhirnya Minji dengan mobilnya meninggalkan Minsoo yang melambaikan tangannya. Minsoo pun masuk ke dalam Konkuk University.
Jisub terpana melihat Minsoo yang sudah kembali ke Korea. Ia akan memanggil Minsoo jika saja ponselnya tidak berbunyi.
“Hei, kau di mana? Aku sudah menunggumu di depan cukup lama,” keluh Jisub dengan matanya yang mengekori Minsoo.
“Jisub, kau ke aula sekarang. Aku akan memanggil Kyungsoo ke sini, jadi cepatlah!” seru Nona Shin Mi yang langsung menutup pembicaraan itu. Jisub menggelengkan kepalanya sembari tersenyum.
Jisub memasuki gedung Konkuk University itu dengan langkah cepat. Ia tahu betul bahwa temannya itu senang marah dan kini ia sedang tak ingin dimarahi. Dan saat berjalan, ia melihat Kyungsoo dari kejauhan sedang memandang papan pengumuman dengan serius. Jisub berniat memanggil Kyungsoo.
Namun niat itu terhenti ketika melihat Minsoo sedang berjalan sambil menengok ke kanan-kiri dengan bingung dan langkah kaki Minsoo tiba-tiba terhenti. Jisub tahu alasan Minsoo berhenti karena saat itu seseorang memanggil nama Kyungsoo dengan jelas.
Jisub panik ketika Minsoo kelihatannya akan memanggil Kyungsoo. Pikirannya mengatakan bahwa Minsoo nanti akan terlihat seperti orang aneh di mata Kyungsoo dan ia tak ingin itu terjadi. Lantas ia berusaha untuk mencapai Minsoo.
“Kyung—“
Minsoo terbelalak ketika seseorang menutup mulutnya. Ia panik dan berusaha untuk memberontak. Dan akhirnya dengan seluruh kekuatannya ia menginjak kaki orang itu. Minsoo bisa mendengar suara jeritan kesakitan. Ia memabalikkan badannya dengan posisi siap untuk kembali melawan jika ada serangan.
“Aaaah, sakit. Minsoo, kau kuat sekali,” keluh Jisub yang terduduk di lantai dengan memegang kaki kirinya yang telah berhasil diinjak. Minsoo terkejut ketika orang yang bahkan ia tak tahu siapa dapat menyebutkan namanya.
“Anda… siapa?” tanya Minsoo kebingungan. Jisub berdiri dan membungkuk, lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh puncak kepala Minsoo.
“Minsoo, ini aku. Aku adalah Kakak Kyungsoo, Do Jisub. Apa kau sudah lupa?”
Minsoo terkejut ketika mengetahui bahwa orang yang di berdiri di depannya sekarang adalah Jisub. Senyumnya merekah indah. Ia langsung membungkuk dan memperhatikan penampilan Jisub dari atas sampai bawah, membuat Jisub kebingungan.
“Kak, kau sudah banyak berubah. Aku tak menyangka kau akan menjadi orang yang gagah seperti ini!” seru Minsoo yang matanya sibuk mengamati perubahan Jisub. Jisub membalasnya dengan tersenyum kecil. Namun ia sadar bahwa acara reunion bukan hal yang tepat sekarang.
Jisub mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Nona Shin Mi. Ia mengatakan pagi ini ia tak bisa karena sedang ada sesuatu. Setelah selesai meminta izin, ia menarik lengan Minsoo untuk mengajaknya ke suatu tempat. Ketika ditanya ke mana, justru Jisub tak menjawab dan terus menuntun perempuan itu berjalan.
-Forgotten Me-
Suasana klasik yang indah. Suara jernih kopi memanjakan telinga. Harum kopi menenangkan perasaan. Di sana lah mereka berada, di sebuah café terkenal dekat Konkuk University yang menjadi tempat favorit para mahasiswa di sana.
Minsoo memandangi capuchino-nya yang belum disentuh sama sekali, sedangkan Jisub menatap Minsoo dalam diam. Sedari tadi mereka hanya diam dan tak berbicara sama sekali. Jisub berdeham untuk memecah keheningan.
“Hmm… kau tak meminum minumanmu?” tanya Jisub pelan. Minsoo menggeleng dan mendorong minumnya agar baunya menjauh dari hidungnya.
“Aku tak terbiasa dengan minuman seperti ini. Aku lebih senang minum air putih,” tolak Minsoo secara halus. Jisub mengerti, ia mengambil capuchino itu dan meminumnya sendiri karena ia tak memesan minuman apa pun untuk dirinya. Setelah selesai dengan minumannya, ia kembali fokus kepada Minsoo.
“Minsoo, apa kau mau mendengar sesuatu?” tawar Jisub dengan raut wajah yang sedih. Minsoo menggeleng lemah. Firasatnya mengatakan bahwa itu berhubungan dengan Kyungsoo dan firasatnya tak pernah membohongi dirinya. Ketika ia bertanya jika itu tentang Kyungsoo, Jisub membenarkannya.
“Minsoo, Kyungsoo sudah lupa ingatan. Setelah kau pergi, ia bangun dan sudah tak mengingat apa-apa lagi.”
Minsoo menutup kedua matanya dengan tangan kanannya. Perasaan sedih menjalar di tubuhnya. Matanya terasa panas dan merah. Ia berusaha untuk menahan air matanya karena sekarang ini mereka berada di tempat umum. Tapi justru Jisub menyentuh pundaknya dan menenangkannya. Minsoo merasa bahwa kini yang berada di hadapannya adalah Kyungsoo dan ia tak kuasa membendungnya. Perlahan air matanya turun, semakin lama semakin deras. Ia sudah tak perduli dia mana dirinya sekarang. Yang ia perdulikan adalah kenyataan bahwa Kyungsoo lupa ingatan karena kecelakaan itu.
-Forgotten Me-
Air mata telah berhenti dan kini mereka berdua telah berada di gedung Konkuk University. Jisub menatap jarum jam tangannya yang telah menunjukkan pukul 08.45 am. Harapannya adalah Nona Shin Mi tak akan marah karena ia sudah membatalkan janji. Keinginannya untuk tak dimarahi hari ini akan pupus sudah.
Tak jauh dari sana, Kyungsoo keluar dari aula sambil memakai sebelah sepatunya yang belum terpasang dengan benar karena Nona Shin Mi baru saja menyuruhnya untuk melakukan sesuatu yang tak penting. Yaa, melakukan pemanasan tak jelas dengan Nona Shin Mi sebagai pemimpin pemanasan itu.
Matanya menangkap sosok Kakaknya sedang berjalan dengan seorang perempuan yang tak dikenalnya. Ia menatap lekat-lekat perempuan itu. Rasanya perempuan itu pernah bertemu dengannya, namun ia tak ingat. Pikirannya hanya mengatakan bahwa mereka pernah bertemu.
Perhatian Jisub teralih kepada Kyungsoo yang terpaku di depan aula dengan terus memandangi mereka berdua. Minsoo ikut menghentikan langkahnya dan mengikuti arah mata Jisub. Ia terbelalak ketika melihat Kyungsoo.
Perasaan Minsoo menjadi kacau. Rasanya ia ingin menangis lagi untuk mengeluarkan perasaannya. Namun ia tak ingin Kyungsoo tahu bahwa dirinya menangis, meskipun Kyungsoo telah lupa ingatan.
Jisub menepuk pelan punggung Minsoo, menguatkan Minsoo untuk berjalan. Minsoo memantapkan hatinya. Ia berjalan pelan, disusul oleh Jisub. Perlahan langkahnya semakin cepat. Mata Kyungsoo tetap memandangi Minsoo.
Dan Minsoo melewati Kyungsoo yang mengekori langkahnya. Kyungsoo merasa bahwa ia memang pernah bertemu dengannya, tapi tak ada memori yang bisa diingatnya. Jisub memanggil Adiknya, menyuruhnya untuk masuk. Minsoo juga diajak untuk masuk ke dalam.
Nona Shin Mi memandangi satu persatu halaman skenario dengan teliti. Konsentrasinya pecah ketika mendengar suara khas Jisub memanggil namanya. Nona Shin Mi mendongak, lalu menatap Jisub sinis. Ia hampir saja akan memarahi Jisub, namun niatnya terhenti ketika melihat Minsoo berdiri di samping Jisub sambil menunduk.
Nona Shin Mi mengisyaratkan Jisub untuk memberitahu apa yang terjadi. Jisub mengangguk, ia berjanji akan memberitahu apa yang terjadi. Nona Shin Mi mengalihkan pandangannya kepada Kyungsoo.
“Kyungsoo, bisa kau bersama perempuan itu untuk sebentar? Aku akan berbicara dengan Jisub sebentar.” Nona Shin Mi memberikan senyuman hangat kepada Minsoo yang menatapnya, lalu menarik paksa lengan Jisub.
Minsoo dan Kyungsoo duduk di atas panggung dengan kaki mereka bergelantungan ke bawah. Kyungsoo sesekali mencuri-curi pandang Minsoo, sedangkan yang dipandangi menatap lantai kayu aula itu dengan sendu. Kyungsoo menjadi bingung, apa ia harus memulai pembicaraan?
“Hmmm… Do Kyungsoo.” Minsoo menoleh ketika Kyungsoo mulai berbicara. Tangan Kyungsoo terulur kepada Minsoo. Minsoo memandangi tangan itu sejenak, lalu menjabat tangan Kyungsoo sembari menampilkan senyum kecilnya. ”Aku Lee Minsoo.”
Saat tangan mereka bersentuhan, hati Minsoo merasa perih. Saat ia menyebutkan namanya, ia merasa ingin menangis. Bukankah mereka sudah saling kenal sejak dulu? Bahkan mereka sangat dekat dan sempat saling menyatakan perasaan mereka. Tapi melihat Kyungsoo yang mengajaknya berkenalan, Minsoo tahu bahwa tak mungkin Kyungsoo akan mengingat kenangan mereka dulu. Kenangan itu telah terhapus sempurna di otak Kyungsoo.
Mereka kembali terdiam di dalam keheningan. Kyungsoo merasa ada yang aneh pada dirinya. Jarang sekali ia mau mengajak orang lain berkenalan kecuali ketika diminta. Namun ia tanpa pikir panjang mengajak Minsoo berkenalan. Hatinya kebingungan. Apa yang terjadi?
Nona Shin Mi dan Jisub menatap mereka berdua begitu lama. Dan tentu saja Jisub terkejut, karena ini pertama kalinya ia melihat Kyungsoo mengajak orang lain berkenalan sejak ingatannya menghilang. Jisub tersenyum lembut. Apa mungkin hati Kyungsoo yang telah mendorong dirinya sendiri untuk mengajak Minsoo berkenalan?
“Hei, siapa perempuan itu?” tanya Nona Shin Mi menatap Jisub penuh selidik.
“Kau ingat Lee Minsoo, orang yang pernah kuceritakan kepadamu? Orang itu sekarang ada di sini. Ia adalah orang yang duduk di samping Adikku.”
Nona Shin Mi mengangguk-ngangguk sambil menolehkan kepalanya kepada 2 orang yang terdiam itu. Ia ingat ketika Jisub menceritakan cinta pertama Kyungsoo, Lee Minsoo yang pindah keluar negeri setelah Kyungsoo terbangun.
Akhirnya, Jisub dan Nona Shin Mi mendekati Kyungsoo dan Minsoo. Kyungsoo turun dari panggung, diikuti oleh Minsoo.
“Minsoo, ini adalah pengajar jurusan teater, Nona Shin Mi.”
Minsoo terkejut ketika Jisub mengenalkan Nona Shin Mi sebagai pengajarnya. Tapi penampilan Nona Shin Mi memang menunjukkan bahwa dirinya adalah seorang pengajar jurusan teater. Ia membungkuk kepada Nona Shin Mi.
“Halo, nama saya Lee Minsoo. Saya adalah siswa baru jurusan teater. Mohon bantuannya.” Dengan sopan Minsoo memperkenalkan dirinya. Nona Shin Mi hanya tersenyum simpul, lalu memberikan setumpuk skenario kepada Kyungsoo.
“Kyungsoo, kau bagikan skenario-skenario ini kepada teman-temanmu nanti. Tapi ingat, cara membagikannya harus sepertiku! Mengerti?”
Kyungsoo yang sebenarnya heran hanya mengangguk. Nona Shin Mi mempersilakan Minsoo untuk duduk di lantai kayu aula itu dan Minsoo menurutinya. Beberapa menit kemudian, semua mahasiswa masuk ke dalam aula itu. Mereka punya kegiatan baru yang aneh, yaitu duduk terlebih dulu di kelas. Ketika pukul 09.00 am nanti, mereka baru boleh masuk ke aula.
Jisub pamit karena pukul 10.00 nanti kelasnya akan mulai. Minsoo memandangi kepergian Jisub, sedangkan Kyungsoo mulai melempari skenario-skenario itu.
-Forgotten Me-
Minsoo tengah duduk di atas kasurnya. Saat itu malam dan kamarnya gelap tanpa cahaya lampu kamarnya. Hanya bulan sebagai penerang, itupun tak terlalu terang. Air matanya terjatuh. Ia sedang tak bisa menyembunyikan kesedihannya dan satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah menangis sendiri.
Ia mengambil sesuatu dari laci di samping kasurnya. Sebuah kalung berbandulkan sea glass yang telah separuhnya hancur kini berada di tangannya. Ia menggenggamnya begitu erat. Suara tangisannya perlahan mulai mengeras.
Kalung itu adalah kenangan terakhir yang ia dapat dari Kyungsoo. Kini kalung itu telah hilang separuh, sama seperti hatinya dan Kyungsoo. Hati Kyungsoo meninggalkan hatinya yang merasa sakit. Rasanya hatinya telah hancur, menyisakan separuhnya yang membuat ia begitu perih dan sakit.
“Kyungsoo, maafkan aku. Aku menyesal….”
Kalimat penyesalan itu terus terlontar dari bibir mungil Minsoo. Hancur. Itulah satu kata yang kini dapat menjelaskan keadaan Minsoo.
-Forgotten Me-
“Gadis Nakal, hari ini aku kebingungan. Tak biasanya aku mengajak orang lain untuk berkenalan.”
Kyungsoo sedang duduk kasurnya dengan memegang iPad di tangannya. Gadis Nakal sibuk memperhatikan permainan yang sedang dimainkan oleh Kyungsoo, meskipun sebenarnya permainan itu sedang di pause oleh Kyungsoo.
“Hari ini aku bertemu dengan seorang perempuan, namanya adalah Lee Minsoo. Aku mengajaknya untuk berkenalan lebih dulu, dan aku merasa itu sangat aneh. Hatiku kebingungan.”
Gadis Nakal mulai memperhatikan curahan hati Kyungsoo.
“Aku juga merasa pernah bertemu dengannya, tapi aku tak tahu di mana. Seakan aku sering bertemu dengannya, tapi tak ada satupun ingatanku tentangnya. Menurutmu apa? Apa aku sedang sakit? Atau aku sedang gila sekarang?”
Minsoo cemberut menatap Kyungsoo yang mulai berbicara aneh. Kyungsoo sadar ia telah berlebihan dalam berbicara dan segera menyadarkan otaknya. Tak mungkin ia gila. Itu akan menjadi aneh.
Kyungsoo memilih untuk tidur. Ia terlelap, dan bayangan Gadis Nakal kembali menghilang.
-Forgotten Me-
Seseorang berlari di malam hari di sebuah lorong ditemani oleh cahaya lampu lorong itu. Langkahnya perlahan melambat ketika matanya menangkap sosok seorang pria paruh baya berdiri menyender di samping mobil hitamnya. Senyumnya mengambang perlahan dan melebar ketika tangannya berhasil meraih pinggang pria itu.
“Ayah, aku merindukanmu.”
Pria paruh baya itu tak membalas pelukannya, atau membalas perkataannya. Ia hanya berdiam diri menunggu putrinya untuk melepas pelukannya. Putrinya yang tak lain dan tak bukan adalah Minji. Minji melepas pelukannya, bersamaan dengan Ayah memegang kedua pundak Minji.
“Bagaimana kabar Minsoo? Ia baik-baik saja?”
Raut wajah Minji menampakkan kekecewaan ketika ditanya seperti itu. Ayahnya lebih peduli dan sayang kepada Minsoo yang bahkan tak suka dengan Ayahnya sendiri.
“Minsoo baik-baik saja. Mungkin sekarang ia sedang tertidur,” jawab Minji asal. Ayah mengangguk-ngangguk, lalu memberikan sebuah ponsel kepada Minji.
“Hubungi Ayah jika terjadi sesuatu kepada Minsoo. Sering-sering kabari Ayah tentang keadaannya, dan gunakan mobil itu untuk mengantar dan menjemput Minsoo ke tempat kuliahnya. Mengerti?”
Minji hanya mengangguk. Ayah masuk ke mobilnya dan meninggalkan Minji sendirian. Minji menatap perih ponsel itu. Jadi, ia tak boleh menghubungi Ayahnya jika ia merindukannya? Ia tak boleh menghubungi Ayahnya jika sesuatu terjadi kepadanya? Ia tak boleh memberitahukan keadaannya kepada Ayah? Ia tak boleh menggunakan mobil itu untuk keperluannya sendiri?
Minji terisak. Rasanya ia sangat sedih sekarang. Ia begitu menyayangi Ayahnya dan telah merindukan sosoknya. Namun sejak kecil Ayahnya lebih sayang kepada Minsoo ketimbang kepada Minji. Minji berniat untuk membanting ponsel itu.
Namun ia terhenti di udara. Otaknya mulai berpikir. Semua ini bukan kesalahan Ayahnya, dirinya, ponsel itu, ataupun mobil itu. Semua ini adalah kesalahan Minsoo. Minsoo lah penyebab semua penderitaannya ini, penyebab Ayah tak mau memandangnya sebagai anak lagi melainkan sebagai bodyguard untuk Adiknya.
Minji menampakkan tatapan penuh kebencian. Ketika air matanya terjatuh, ia tersenyum. Senyum yang mengerikan. Rasa iri memakan rasa sayangnya kepada Adiknya. Dan kini, tujuannya adalah membuat Minsoo menderita. Ya, membuat Minsoo mengalami penderitaan yang berat.
Minji berbalik dan berjalan perlahan meninggalkan tempatnya. Di dekat sana terdapat pecahan kaca. Ia mengambil salah satunya, lalu menggenggamnya dengan kuat. Darah segar menetes dari genggaman tangannya Ia tersenyum jahat dengan pandangan tajam.
“Lee Minsoo, menderita lah.”
-Forgotten Me-
Minsoo duduk di kelasnya dengan gugup. Kemarin ia terlalu sedih sehingga belum berkenalan dengan teman-teman barunya. Ia menatap satu persatu mahasiswa-mahasiswa itu. Mereka rata-rata adalah orang yang tampan dan cantik. Rasanya ia menjadi gugup sendiri. Dirabanya wajahnya sambil berpikir. Apakah aku cantik?
“Hei, aku boleh duduk di sampingmu?”
Minsoo mendongak ketika ia merasa seseorang mengajaknya berbicara. Seorang pria tampan berambut pirang dengan kulit seputih susu tersenyum hangat kepadanya. Minsoo mengangguk dan akhirnya pria itu duduk di sampingnya.
“Namaku adalah Oh Sehun. Namamu?” tanya pria itu. Minsoo menatapnya sejenak, lalu melempar senyum.
“Aku Lee Minsoo,” jawab Minsoo ramah. Sehun mengangguk-ngangguk, lalu mengeluarkan sebuah gelang dari tasnya. Ia mengulurkan gelang itu kepada Minsoo. Minsoo sedikit terkejut.
“Sehun, ada apa?” tanya Minsoo tak mengerti. Sehun menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
“Saat di Amerika dulu, sekolahku punya kebiasaan unik. Ketika seseorang mengajak orang lain untuk menjadi temannya, ia harus memberikan gelang kepada orang tersebut.”
Minsoo takjub ketika mendengar penjelasan Sehun. Jarang-jarang ada sekolah yang seperti itu, memberikan gelang kepada teman barunya. Minsoo menerima gelang itu sembari mengucapkan terima kasih.
Tiba-tiba, seseorang berwajah datar masuk ke kelas membawa setumpuk skenario di tangannya. Ia adalah Kyungsoo. Kyungsoo membalik-balik halaman salah satu skenario dan berhenti di halaman 4. Ia menyuruh semua orang mengambil skenario untuk diri sendiri, sedangkan Kyungsoo sibuk menuliskan sesuatu di papan tulis.
Setelah semua mengambil skenario mereka, mata mereka membulat. Sebuah kalimat tertulis jelas di atas papan tulis kelas itu. Kyungsoo mengetuk papan tulis itu dengan spidol beberapa kali.
“Nona Shin Mi meminta kita untuk tampil dengan dialog itu sesuai dengan halaman dan dialog yang telah kutulis keterangannya di papan tulis. Pahami, tampilkan dengan perasaan, dan tanpa melihat skenario.”
Mereka semua syok mendengar penjelasan Kyungsoo. Minsoo menatap lekat-lekat dialog itu, lalu mendesah dengan kesal. Bagaimana tidak? Pengajar aneh mereka, Nona Shin Mi meminta mereka untuk menampilkan dialog itu tanpa melihat skenario!
Minsoo lemas. Ia sebenarnya tak terlalu pintar dalam menghafal kalimat-kalimat panjang seperti. Ia melirik Sehun dan terkejut mendapati pria itu terlihat santai membaca dialog panjang itu. Bahkan Sehun terkesan tak perduli.
Sehun sadar kini Minsoo memandanginya dengan kebingungan. Ia tertawa geli ketika Minsoo menganga.
“Hei, kau bingung karena aku kelihatannya tampak biasa saja? Itu karena aku hanya membaca garis besarnya saja. Nona Shin Mi tak meminta kita untuk menghafal, tapi kita diminta untuk memahami, menampilkan, dan tanpa skenario. Benar, kan?”
Perkataan Sehun ada benarnya. Nona Shin Mi tidak meminta mereka untuk menghafal, berarti mereka diminta untuk memahami isi dialog dan membaca garis besarnya, lalu menampilkannya sesusai dengan keinginan mereka. Minsoo paham sekarang. Ia berterima kasih karena Sehun telah memberitahunya.
Minsoo pun paham garis besarnya setelah beberapa kali membaca. Semua teman-temannya sibuk menghafal, bahkan berteriak depresi. Sehun dan Minsoo tertawa melihat pemandangan ini.
Tanpa Minsoo sadari, Kyungsoo menatapnya sedari tadi. Matanya tak bisa teralihkan dari Minsoo. Tak tahu mengapa, rasanya tawa Minsoo yang khas terasa familiar. Ia tak tahu. Hatinya terasa hangat ketika melihat senyuman Minsoo.
Namun di sisi lain, ia merasa dadanya terasa sakit. Ia bingung. Apa yang terjadi kepadanya? Apa ia sakit? Ia menyentuh keningnya menggunakan punggung tangannya. Ia tak demam. Apa ia harus pergi ke dokter? Aaah, pikirannya kacau!
Kyungsoo membuang jauh-jauh semua pemikirannya barusan. Ia harus menuntun teman-temannya untuk pergi ke aula bersama. Kyungsoo mengajak mereka untuk ke aula sekarang, sedangkan semuanya tampak depresi, kecuali Sehun dan Minsoo. Mereka terlihat ceria dan tak terlalu mempermasalahkan tugas yang diberikan Nona Shin Mi.
-Forgotten Me-
Hari ini pelajaran telah selesai. Minsoo dan Sehun duduk di kursi kantin sambil bersenda gurau. Hanya dalam waktu sehari, mereka sudah menjadi dekat dan sudah seperti teman lama. Namun sebenarnya Minsoo sedikit risih. Para perempuan di sekeliling mereka terus memperhatikan dan mengagumi ketampanan Sehun.
Jika Minsoo risih, berbeda dengan Sehun. Ia tampak tak perduli dan suasana ini sebenarnya sudah hal yang biasa bagi Sehun. Bahkan saat di Amerika dulu, banyak yang ingin makan bersama Sehun hingga akhirnya Sehun harus kabur ke tempat yang sepi.
Sehun bisa merasakan kerisihan yang terpancar dari raut wajah Minsoo. Ia merasa sedikit tak enak hati.
“Minsoo, kau terganggu?” tanya Sehun pelan. Minsoo tentu saja tak membenarkannya. Ia berusaha terlihat tidak perduli dengan suasana ini, meskipun sebenarnya ia terganggu.
Tak jauh dari sana, Kyungsoo dan Jongdae duduk di salah satu meja kantin dengan membawa makanan mereka. Kyungsoo dapat melihat Minsoo kini sedang makan berdua dengan Sehun. Hatinya kembali merasa sakit. Ia menjadi bingung sendiri.
Jongdae menatap sahabatnya itu, lalu mengikuti arah pandangnya. Kini Jongdae tahu bahwa Kyungsoo tengah menatap Minsoo, mahasiswa yang baru masuk kemarin. Jongdae menarik lengan Kyungsoo, membuat Kyungsoo tersadar.
“Sejak tadi kau memperhatikannya. Ayo kita makan bersamanya, daripada kau hanya melihatnya dari kejauhan,” ajak Jongdae. Kyungsoo sempat merasa ragu, namun senyuman Jongdae akhirnya mengalahkannya. Ia menuruti Jongdae. Mereka membawa makanan mereka ke meja Minsoo.
“Boleh kami duduk di sini?”
Minsoo dan Sehun menoleh. Jongdae melambaikan tangannya, sedangkan Kyungsoo memalingkan wajahnya. Minsoo tertegun ketika mendapati Jongdae dan Kyungsoo ingin duduk di sini. Ia merasa ragu ketika melihat Kyungsoo memalingkan wajahnya.
“Tak masalah, kalian boleh duduk di sini,” jawab Sehun ramah. Jongdae duduk berhadapan dengan Sehun. Ia menarik tangan Kyungsoo untuk segera duduk di sampingnya. Kyungsoo yang awalnya ragu akhirnya menurut dan duduk berhadapan dengan Minsoo.
Kecanggungan melanda Kyungsoo dan Minsoo, sedangkan Jongdae dan Sehun sibuk bersenda gurau tanpa memperdulikan kedua orang tersebut. Minsoo merasa tak enak untuk berbicara dengan Kyungsoo, mengingat bahwa hilang ingatan itu karena dirinya. Meskipun Kyungsoo tak tahu, tetap saja Minsoo merasa bersalah dan tak bisa bersikap biasa di depan Kyungsoo. Tapi Minsoo ingin mencoba untuk berbicara dengan Kyungsoo.
“Hmm… Kyungsoo, bisa tolong bukakan botol minumku?” tanya Minsoo cangung. Kyungsoo mengambil botol minum yang dipegang Minsoo dan membukanya dengan mudah. Minsoo sebenarnya ingin Kyungsoo tidak bisa membukanya sehingga terjadi hal lucu di antara mereka. Tapi akhirnya tetap saja Kyungsoo bisa membuka tutup botol itu dan bersikap dingin.
Kyungsoo memberikan botol itu kepada Minsoo. Saat Minsoo mengambilnya, tangan mereka tak sengaja bersentuhan. Minsoo dan Kyungsoo sama-sama terkejut. Kyungsoo langsung melepas botol minum itu dan memalingkan wajahnya. Minsoo menatap Kyungsoo miris. Harusnya saat ini menjadi hal yang menyenangkan, namun ingatan Kyungsoo yang hilang membuat semuanya berubah. Itu justru menjadi hal yang tidak menyenangkan.
Minsoo tersenyum pahit, kemudian mengambil botol minum itu dan menyimpannya di tas miliknya. Matanya sudah terasa mulai panas. Arrgg, kenapa akhir-akhir ini aku menjadi cengeng? Batin Minsoo.
“Minsoo, awas!!”
“Eh?”
To Be Continued…