Chan Yeol.
Nama itu terasa tidak asing di telinga Joon Myun. Seperti sudah mengenal nama itu seumur hidupnya. Bukan nama seseorang yang ia kenal atau seseorang yang sering ia panggil namanya. Tapi… lagi-lagi logikanya mematahkan semua perasaannya.
“Chan Yeol-ah!”
Benar. Ia menyukai suara itu. Suara yang memanggil namanya. “Chan Yeol-ah! Chan Yeol-ah!” suara yang sangat familiar. Suara yang selalu ada dalam mimpinya.
“Chan Yeol-ah!”
Joon Myun menatap balik So Hee. Mata gadis itu berbinar dengan senyum yang mengembang. Instingnya berkata untuk mengacak-acak rambutnya dan bertanya —kenapa? apa kau menyukaiku? Tapi mulut Joon Myun terkunci rapat. Ia sadar bahwa yang di hadapannya adalah adiknya.
“Sudah larut malam. Tidurlah.” Joon Myun melepaskan kedua tangan So Hee dan menyuruh gadis itu tidur.
So Hee menggeleng, “Dulu aku berharap bertemu denganmu dalam mimpi tapi sekarang aku tidak memerlukannya lagi.”
Joon Myun mendecak kesal, “So Hee-ya! Berhentilah. Aku ini adalah kakakmu.”
“Tapi dulu —“ So Hee menggeleng, “Aku yakin bahwa ini bukan reinkarnasi. Aku dengan jelas bahwa waktu itu sejalan dengan saat ini.”
“…”
“Meski kau memiliki nama, wajah, dan posisi yang berbeda tapi kau tetap sama. Kau masih seperti yang dulu. Aku tidak mengerti apa yang terjadi sehingga semua menjadi seperti ini.”
“Hentikan.”
“Kau juga merasakan hal yang sama bukan.” So Hee kembali meraih tangan Joon Myun. Ia menatap Joon Myun dengan lekat dan menemukan wajahnya di mata Joon Myun. So Hee yakin bahwa dua bola mata itu tidak berbohong. Joon Myun juga merasakan hal yang sama yang ia katakan.
“HENTIKAN!” Joon Myun berteriak dengan kencang. “Sudahi kegilaan ini. Hentikan.”
So Hee melepaskan tangan Joon Myun yang bergetar. Ia tidak pernah melihat Joon Myun berteriak kencang padanya. Didalam ingatannya Chan Yeol pun tidak pernah berteriak padanya seperti itu.
“Tidurlah dan jernihkan pikiranmu. Bermimpilah tapi jangan hidup dalam mimpi.” Joon Myun menepuk bahu So Hee perlahan dan beranjak meningalkan So Hee.
>>deson<<
So Hee mencoba memejamkan matanya berkali-kali tapi ia tidak bisa terlelap. Ia terus saja membuka matanya dan mengingat-ngingat apa yang terjadi.
Ia seolah berada di dua dunia yang berbeda dan dijalani dalam waktu bersamaan. Semuanya terasa nyata. Sama tapi beda. Berbeda namun terasa sama. Semuanya seperti sebuah kebohongan tapi ia merasakan bahwa keduanya benar.
Kau semakin melemah? Tanya Kris yang tiba-tiba muncul di sebelah Tao.
Tao hanya tersenyum melihat kedatangan temannya itu.
Apa yang akan terjadi setelah ini? Kau ingat jangan memicu perperangan. Manusia itu sangat suka berperang. Jangan sampai mereka berniat untuk mengalahkan planet kita.
“Kris?” Tao tanpa melepaskan tatapannya dari So Hee dan Joon Myun yang sama-sama tertidur menghadap ke jendela. Keduanya melakukan hal yang sama. Terus berguling-guling di tempat tidur, memikirkan satu sama lain dan tidak bisa tertidur.
“Hmm…”
“Dengan siapa kau akan menikah?”
Kris menatap Tao heran, “Kenapa kau bertanya? Bukannya kau yang lebih tahu daripada aku.”
Tao menarik ujung bibirnya, “kau benar-benar tidak menyenangkan. Jawab saja pertanyaanku. Jika kau bisa memilih kau ingin menikah dengan siapa?”
Hmm.. Kris mencoba berpikir sejenak,jika aku bisa memilih? Aku juga ingin menikah dengan orang yang akan tinggal bersama diriku selamanya.
Tao menyenggol lengan kris, “benar-benar tidak menyenangkan.”
>>deson<<
“Omo!”
So Hee menoleh saat mendengar ibunya berteriak dengan lancang. Min Suk, Joon Myun dan Jong In turun dari kamar mereka dengan lingkar mata yang tebal.
“Ada apa dengan kalian semua?” ibu mereka memeriksa wajah keempat anak mereka dengan teliti.
“Min Suk hyung mengajakku bermain game sepanjang malam. Apakah terlihat sangat jelek?” Jong In menghindari perhatian ibunya kemudian mengambil sendok untuk bercemin. “Ah! Aku harus menghindari fansku hari ini.”
“Kau sangat jelek.” Timpal Joon Myun
“Wajahmu lebih jelek dan sekarang terlihat lebih jelek.”
“Eomma! Jong In berkata bahwa wajahmu jelek.” Joon Myun munjuk Jong In dengan sumpitnya.
Ibu mereka hanya menggeleng sambil memberikan sup ikan. Ia dulu berharap anak-anaknya bisa tumbuh dewasa seiring dengan waktu tapi hingga saat ini anak-anaknya tidak ada yang bersikap dewasa.
“Min Suk-ah! Berhenti membaca komik saat di meja makan. Cuci mukamu sebelum makan. Joon Myun-ah! Berhenti mengolok-olok adikmu. Jong In-ah! Habiskan sayurannya. Jangan memilih makanan. So Hee-ya, —“
So Hee menganggukkan kepalanya, “Ne.” bahkan sebelum ibunya mengatakan apapun.
“Ada apa denganmu?”
So Hee menatap ibunya. Ia tidak bisa mengangguk atau menggeleng pada ibunya. Ia tidak bisa berbohong ataupun jujur pada ibunya. Hal itu terlalu menyakitkan baginya.
“Aku ada kuliah pagi.” So Hee mengguk susunya lalu mencium bibir ibunya, “annyeong.”
Ketiga saudara laki-laki So Hee menatap kepergian So Hee dengan wajah berkerut.
“Ada apa dengan anak itu. Bisakah kalian mencari tahu?”
>>deson<<
So Hee memperhatikan sekelilingnya. Ia sering ketempat ini bersama Chan Yeol juga bersama Joon Myun. Hal yang mereka bicarakan berbeda tapi intinya sama. Hal yang mereka lakukan juga berbeda. Karena ia dan Chan Yeol hanya berteman tapi ia dan Joon Myun adalah saudara.
Dua fakta itu membuat dirinya semakin bingung. Jika saja semuanya tetap sama Joon Myun bukan kakaknya mungkin ia tidak adan sepenasaran seperti ini karena hanya Joon Myun dan Chan Yeol dan saudara-saudaranya yang berbeda. Semuanya tetap sama.
“So Hee-ya!” Joon Myun mendekati So Hee dan memberikannya susu coklat dingin pada So Hee.
“Hanya mengingat-ingat.” Tanpa ragu So Hee mengambil susu itu dan menyedotnya hingga habis.
“Kau masih belum menyerah?”
So Hee menaikkan alisnya, “Kau kesini juga karena kau penasaran bukan?”
Joon Myun menundukan kepalanya menahan tawanya, “Kau sangat tahu.”
“Aku ingat semuanya.” So Hee meremas kotak susu yang sudah habis itu, “semuanya tapi yang berbeda hanya posisimu dan Chan Yeol. Lalu —”
“Lalu?”
“Perasaan bahwa aku ingin mempunyai saudara laki-laki dari pada perempuan.”
“Kenapa? Bukankan kau memiliki dua kakak laki-laki dan seorang adik laki-laki. Kenapa kau masih menginginkan hal itu.”
Kenapa? So Hee bertanya pada dirinya sendiri.
“Ah!” So Hee menarik ujung bibirnya, “Kenapa kau tidak menikah saja Dengan So Yeon Eonni, sehingga bisa memilii adik seperti So Jung.” So Hee mendekap mulutnya sendiri ketika kata-kata itu keluar dengan sendirinya.
Joon Myun mengerutkan keningnya, “Apa yang kau katakan?”
So Hee menatap Joon Myun dengan kesal, “Kenapa kau terus bertanya? Kenapa kau datang kemari jika tidak percaya. Kau ingin meledekku atau kau ingin tahu perasaanku?”
Joon Myun terhenyak mendengar ucapan So Hee.” So Hee-ya.”
“Kenapa kau terus memanggil nama itu.”
“Jung So Hee.” Joon Myun membelakakan matanya tidak percaya apa yang telah keluar dari mulutnya, “Hee-ya.”
Rona merah merekah di wajah So Hee. Ia menatap Joon Myun dengan tatapan tidak percaya dan senang. Bukan hanya ia yang gila di dunia ini tapi Joon Myun juga.
“Aku sudah lama tidak mendengar kau menyebut nama itu—“ So Hee tersenyum bahagia, “Park Chan Yeol.”
>>deson<<
Joon Myun memikirkan percakapannya dengan So Hee. So Hee benar ia penasaran setengah hatinya penasaran tapi logikanya lagi-lagi melarangnya. So Hee sedang berhalusinansi dan hal lainnya tapi ia juga ingin sekali mempercayai adiknya itu.
“Hyung.” Joon Myun berhenti tepat di depan kamar Min Suk yang sedang sibuk dengan komik yang sedang ia baca, “Apa kau percaya reinkarnasi?”
“Wae?”
“Hanya bertanya.”
“Pertanyaanmu dan jawabanmu sama seperti yang So Hee tanyakan padaku.”
Joon Myun menatap kakaknya dengan gemas, “jadi apa jawabanmu untuknya?”
“Kenapa kau tidak menanyakan pada So Hee sekalian.”
“Hyung!” Joon Myun hendak melemparkan sendalnya kearah Min Suk.
“Entahlah, aku tidak pernah memikirkan hal itu.” Jawab Min Suk membuat tekanan darah Joon Myun naik. “Tapi—“ Min Suk menurunkan komiknya dan menatap Joon Myun dengan seksama, “kenapa kalian menanyakan hal seperti itu padaku?”
“Aniya.” Joon Myun sambil berlalu dari kamar Min Suk.
Joon Myun berhenti di depan pintu kamar Jong In dan membukanya. Jong In sedang sibuk dengan arrasement lagunya menoleh kepada Joon Myun.
“Jong In-ah, apa kau percaya pada kehidupan lain?”
“Apa maksudmu?”
“Jika ada kehidupan lain yang bersebelahan dengan kehidupan kita ini. Apa kau percaya?”
Jong In menatap Joon Myun sejenak, dengan wajah tersenyum berkata, “Ah! Kata-katamu sangat cocok dengan melodiku.” Jong In lalu menuliskan kata-kata Joon Myun kedalam kertasnya.
Joon Myun menutup kembali kamar Jong In. Terlintas bayangan ibu dan ayahnya. Ia ingin bertanya tapi ia tidak ingin membuat khawatir ayah dan ibunya. Ia ingin bersikap dewasa seperti yang di inginkan orang tuanya.
Mata Joon Myun kemudian tertarik pada pintu berwarna putih yang terletak di sebelah kamarnya. Pintu itu sedikit terbuka. Joon Myun mengintipnya dan mendapati So Hee sedang mencari sesuatu.
So Hee-ya. Joon Myun tanpa mengeluarkan suaranya.
“Masuklah Oppa.” Teriak So Hee tanpa melirik sedikitpun kearah Joon Myun.
Joon Myun membuka pintu kamar So Hee dan masuk kedalam, “Bagaimana kau tahu?”
“Telepati. Seseorang mengejarkannya padaku.” So Hee menghadap ke arah Joon Myun, “Aku juga tidak yakin apakah dia itu orang.”
Joon Myun mengerutkan keningnya, “Maksudmu?”
“Ada seseorang yang aku tahu.” So Hee menunjukan gambar seorang pria. Bukan Park Chan Yeol tapi seorang pria yang lebih kurus dan tinggi dengan rambut seperti bentuk jamur. “Aku melihatnya beberapa kali lalu dia menghilang.”
Joon Myun mengambil gambar itu dan melihatnya dengan seksama.
“Pertama saat aku masih Jung So Hee. Kedua saat kita jalan bersama di kampus ketiga saat di Hongdae. Aku yakin aku tidak mabuk atau sedang bermimpi. Orang itu benar-benar nyata. Dia tersenyum padaku. Senyum yang tidak bisa aku pahami. Dia tidak sendiri. Aku yakin dia kunci dari semua pertanyaanku.”
“Pertama kau bilang Chan Yeol lalu pria ini.” Joon Myun menaruh gambar So Hee di atas kasur, “lalu setelah itu.”
“Semua berakhir aku yakin.” So Hee menggeleng, “Tidak semua tidak berakhir tapi ada jawaban atas semuanya. Tomorrow is another day. Setidaknya aku harus mendapatkan jawaban untuk yang terjadi kemarin dan hari ini.”
“Bagaimana jika —“
“Tidak apa-apa.” Potong So Hee cepat. “tapi dari pada tidak mencari lebih baik berusaha.”
“So Hee –ya.”
“Oppa jika kau menemukan orang yang seperti itu. Tolong, beritahu aku secepatnya.”
>>deson<<
Kelima pria berpakaian serba hitam itu duduk sambil menatap langit tapi bagi mereka bukan sekedar langit. Mereka dapat menerawang apa yang terjadi di bawah atap yang sedang mereka duduki. Mendengar dan merasakan apa yang terjadi.
Kelimanya tersenyum puas melihat apa yang sedang terjadi.
Jadi aku tidak perlu menyeret planet EXO mendekat untuk menyeretmu pulang. Ucap Luhan satu-satunya pria yang tidak berpijak. Satu-satunya pria yang melayang di udara.
Jika begini aku tidak akan menghemat tenagaku. Aku ingin pergi dengan Kris. Lay ikut berkomentar.
Sekarang aku bukan satu-satunya yang tidak menggunakan kekuatan. Tidak ada makan gaji buta sendirian. Chen mengutip kata yang sering di ucapkan manusia.
“Ah! Apakah kita harus jalan-jalan dulu sebelum kembali?” tanya Dio membuat keheningan itu menjadi riuh.
Tao ikut tersenyum. Ini pertama kalinya mereka menjadi seriuh ini. Rasanya tidak jauh berbeda dengan planet yang sedang ia rindukan. Meskipun akhir dari tugas ini belum terlihat tapi ia bisa melihat rumahnya di depan kedua matanya.
>>deson<<
“Setelah dilihat-lihat kau semakin mirip dengan—” Joon Myun membeberkan gambar So Hee di dekat kepala gadis itu. Ia bisa melihat lingkaran hitam di bawah mata So Hee semakin menebal. Sudah dua hari mereka tidak tidur karena mencari makluk itu. Makhluk dengan potongan rambut yang aneh.
So Hee menghembuskan nafas panjang, “dia tidak kerumah. Tidak datang ke Hongdae. Lalu kemana mereka pergi?”
“Kau bertanya padaku. Bukannya kau yang lebih ahli?”
So Hee menatap tajam pada Joon Myun
Joon Myun mengeluskan kelima jarinya ke wajah So Hee, “Ya! Aku ini masih kakakmu. Jaga prilakumu.”
So Hee menyenggol lengan Joon Myun, “Jadi kau berharap, kau bukan kakakku, o?”
Joon Myun tidak menanggapi pertanyaan So Hee. Ia terus berjalan menyusuri koridor kampusnya.
“Aku ingat So Yeon Eonni, So Jung-ie.” So Hee berusaha menyamakan langkahnya dengan Joon Myun, “Sifat mereka sama. Semuanya sama.”
“Jika kau dapat memilih.” Joon Myun menghentikan langkahnya dan menatapa So Hee, “Mana yang akan kau pilih, Jung So Hee atau Kim So Hee?”
So Hee memutar kedua matanya untuk mencari jawaban. Berbohong atau jujur. Ia bahkan tidak ingin keduanya. “So Hee. Hanya So Hee. So Hee.”
Mendengar jawaban So Hee membuat Joon Myun terdiam. Ia melemparkan pertanyaan itu pada dirinya sendiri. Mana akan ia pilih. Menjadi Joon Myun atau Chan Yeol.
“Aku tidak ingin menanyakannya.” So Hee mengandenga tangan Joon Myun seperti biasanya, “Setiap tokoh punya jalan yang berbeda. Joon Myun atau Chan Yeol mempunyai garis hidup yang berbeda. Meskipun aku merasa bahwa kalian mirip tapi aku yakin kalian mempunyai akhir cerita yang berbeda.”
Joon Myun menurunkan tangan So Hee dan mengenggamnya dengan erat. Mereka kembali berjalan seperti biasa. Seperti saat mereka berjalan menuju sekolah berdua. Seperti biasa mereka bergandengan tangan. Seperti kakak dan adik. Seperti gandengan seorang sahabat.
Ingatan Joon Myun melintas ke titik yang tidak pernah ia pikirkan sekalipun tapi untuk kali ini ia ingin memikirkannya. Ia bisa menggenggam tangan So Hee seperti ini selamanya tapi ia tidak bisa melakukan lebih dari ini dan jika So Hee melepasnya ia harus merelakannya.
Lalu bagaimana jika ia hidup seperti Park Chan Yeol. Apakah ia bisa menggenggam tangan So Hee lebih lama lagi.
>>deson<<
Untuk pertama kalinya Joon Myun dan So Hee tidak tahu jalan pulang. Mereka tersesat. Tapi jalan yang mereka lalui sekarang sangat menakjubkan. Mereka tidak ingin kembali. Mereka ingin terus berjalan sampai ujung jalan. Mereka yakin mereka bisa kembali nantinya.
Di ujung jalan terdapat sebuah meja dengan dua kursi yang berhadapan. Seorang pria dengan rambut merah dan potongan rambut seperti jamur shitake berdiri menyambut Joon Myun dan So Hee.
Berhenti menyebutku jamur shitake. Pria itu terlihat menyunggingkan senyumnya.
Lalu aku harus menyebutmu sebagai apa? Kau tidak pernah menyebutkan namamu. So Hee menatap pria itu dengan lembut.
Tao.
Selain pria itu ada 4 pria tampan lainnya. Satu pria berbadan paling mungil duduk acuh pada kehadiran mereka. Satu pria yang dibelakang mereka memperhatikan dengan seksama, matanya berlilatan seperti ada halilintar yang terjebak di dalamnya. Satu pria yang berdiri —melayang di udara, menggerakakan semua benda sesuai dengan kemauannya dan satu pria lagi duduk di belakang Tao.
“So Hee–ya!” Joon Myun menarik tangan So Hee sambil menunduk kebawah.
So Hee melihat bahwa ia dan Joon Myun tidak berjalan mendekati ke lima pria itu tapi mereka yang menarik tubuhnya mendekat.
“Kalian siapa?” tanya Joon Myun menatap ke lima pria asing di hadapannya dengan tatapan curiga.
“Kami hanya akan bertanya pada kalian.” Tao melemparkan tangannya ke arah meja mempersilahkan Joon Myun dan So Hee untuk duduk di tempat yang telah mereka sediakan.
Tempat itu lebih tepat disebut tempat untuk Candle light dengan suasana outdoor dan berapa pelayan pribadi yang memakai lilitan kain hitam untuk menutupi tubuh mereka. Dua gelas anggur tersaji di meja makan dengan alunan lagu mellow yang romantis. Aroma bunga chrysant tercium sangat harum meredam bau tanah yang lembab. Bintang-bintang menjadi tudung di langit yang kelam.
Tanpa sadar Joon Myun telah mengunakan toxedo hitam dan So Hee menggunakan gaun silk berwarna pink susu. Rambut So Hee diikat ke atas memperlihatkan tulang selangka So Hee yang indah.
Tao menarik salah satu kursi membantu So Hee untuk duduk di kursi itu dan membiarkan Joon Myun duduk di hadapan So Hee. Ia mengacungkan jarinya membuat sebotol anggur melayang ke udara dan menuangkan isinya kedalam gelas mereka.
“Apa sebenarnya ini?” tanya Joon Myun dan So Hee bersamaan
Date. Ucap entah siapa.
“Lakukan saja seperti yang sering kalian lakukan.” Tao menangkap sebuah piring berisi steak dan dilekatakan di hadapan Joon Myun dan So Hee. “Anggap saja ini pelayanan ekstra.”
“So Hee-ya!” Joon Myun mencegah So Hee mengambil gelasnya, “ini terlalu mencurigakan.”
Tao menyunggingkan senyumnya, “Semua ini tidak akan membuat kalian mati.”
“Kalian siapa?” Tanya So Hee memperhatikan pria-pria itu dengan seksama
“Bukankah kalian yang ingin bertemu dengan kami.” Tao menaikan alisnya sambil menatap Joon Myun dan So Hee bergantian.
“Sebenarnya siapa kalian? Kenapa waktu kau muncul di kamarku kemudian menghilang lalu semuanya jadi berubah seperti ini.”
Seseorang yang dari tadi duduk di belakang Tao. Pria yang lebih pendek dari Tao memberikan sebuah minuman berwarna ungu kepada So Hee. “Bukankah kau yang meninginkan hal itu.”
So Hee menatap pria itu tidak mengerti. Ia kenapa?
“Rasa kesal, marah dan frustasi membuat kami lebih mudah mengatur kalian. Saat kalian tidak bisa mengendalikan diri kalian sendiri dan berpasrah pada alam.” Pria itu kemudian menuangkan air berwarna ungu dari sela-sela jarinya ke gelas kosong dihadapan Joon Myun. “Kami hanya mengabulkan apa yang kalian inginkan.”
So Hee dan Joon Myun menatap pria itu dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana bisa umpatan kecil itu bisa diwujudkan dalam waktu yang cukup singkat. Tidak-mungkin.
Pria lain yang melayang-layang mengeluarkan senyum mautnya. Ia memutar-mutar gelas-gelas dihadapan So Hee dan Joon Myun hanya dengan menatapnya. Begitu gelas itu berhenti. Gelas itu berubah menjadi enam. Tiga dihadapan Joon Myun dan tiga dihadapan So Hee.
So Hee dan Joon Myun menatap gelas berisi cairan kuning bening itu dengan tatapan takjub. Ia tidak pernah melihat pertujukan sulap seperti ini sebelumnya.
“Jangan menggap kami pesulap. Kami tidak sebanding dengan hal itu.” Pria dengan mata penuh halilintar itu juga ikut bicara seakan membaca pikiran Joon Myun dan So Hee. “Kami hanya ingin memberikan salam perpisahan.”
Pria itu lalu menangkupkan telapak tangannya lalu membalikkannya dengan perlahan. Perlahan-lahan sebuah gelas dengan air berwarna bening muncul dihadapan So Hee dan Joon Myun.
“Aku tidak percaya bahwa manusia itu lebih kuat dari kami.” Pria berbadan paling mungil yang duduk tidak acuh itu menatap So Hee dan Joon Myun dengan tatapan hampanya. “Jika kami menghentikan waktu di waktu sekarang apa yang akan kalian lakukan.”
“Tuan-tuan.” So Hee mulai angkat bicara. “Aku tidak mengerti apa yang kalian katakan. Jika kalian datang hanya untuk mengabulkan keinginanku. Aku ucapkan terimakasih. Tapi itu memang sifat dasar manusia.
“Sifat dasar manusia yang tidak pernah puas. Sifat manusia yang selalu mencari kesempuarnaan. Dengan sikap itu manusia belajar untuk belajar dan berubah. Seperti kami yang sedang tumbuh dan berkembang. Pada saatnya kami juga akan menertawai diri kami sendiri.”
Keempat gelas itu bergerak saling bertubrukan. Menciptratkan airnya ke segala arah dan menyatu menjadi satu gelas krystal berisi air berwarna emas yang berkilauan.
“Silahkan diminum.” Tao mempersilahkan tamunya untuk mencicipi hidangannya. Tatapan jatuh kedalam alam bawah sadar So Hee. Perlahan menggerakan tangan So Hee untuk menggambil gelas dari krystal dihadapannya
“So Hee-ya!” Joon Myun berteriak. Mendengar teriakannya tidak didengarkan oleh So Hee. Ia mendorong kursinya, melewati meja itu dan meraih pundak So Hee. Ia menguncang-guncangkan bahu So Hee dengan keras dan terus menggumamkan nama So Hee.
“So Hee-ya!”
“So Hee-ya!”
So Hee merasakan seseorang menguncangkan tubuhnya dengan keras. Ia membuka matanya dengan malas, “wae?”
“Jung So Hee! Jika kau ingin memiliki suatu barang, belilah dengan uangmu sendiri.” So Yeon sambil berjalan ke meja rias merias bulu matanya dengan maskara barunya.
So Hee mengedarkan pandangannya kesekililing. Kamar ini penuh dengan nuansa pink dan beberapa peralatan feminim lainnya. Ia berada dikamar So Yeon. Jung So Yeon kakaknya.
“Ya! Micheoseo??” teriak So Hee saat melihat So Yeon hendak membuka handuk kimononya.
=======================================================================
====================================
Next is Last Chapter, I waiting for your comment. Thankyeol ^^