Ada satu tempat dimana angin sejuk selalu berhembus. Membawa udara yang begitu ringan, seringan awan yang bergumpal di udara. Tempat itu bukan tempat yang indah tapi tempat yang berarti. Tempat itu tidak bisa di datangi tapi bisa terjadi jika bersama orang yang tepat. Tempat itu hanya tercipta untuk mereka yang bisa merasakan.
Tempat itu hanya bisa di rasakan oleh orang yang hatinya sedang berdebar. Orang yang sedang mengumpulkan keberanian untuk melihat kedalam hatinya. Orang yang sedang mencoba untuk membuka dasar hati orang yang disukainya.
Tempat itu bisa dimana saja. Tempat itu tidak memandang waktu. Bisa terjadi begitu saja. Tanpa di cegah. Tempat itu begitu istimewa.
Tempat itu sekarang adalah kamar seorang gadis mungil. Gadis itu sedang memandang wajahnya di cermin. Berkali-kali ia memandang wajahnya di cermin. Seakan tidak puas pada dirinya sendiri. Ia terus menyisir, mengikat rambutnya, menaburkan sedikit farfum dan mengulanginya lagi tanpa bosan.
“Kau mau pergi?” Tanya Jong In yang sedang bermalas-malasan di tempat tidur So Hee.
“Hmm…”
“Kemana?”
“Menggambar.”
Jong In mendecak kemudian berguling ke sisi lain tempat tidur, “menyenangkan sekali.”
“Kenapa? Kau tidak berlatih? Kau bilang kau ingin masuk band kampus karena iri dengan hyung-deul. Kau ingin melihat wanita-wanita berteriak menyebut namamu.”
“Aku sudah tidak berniat lagi.” Ucap Jong In lesu, “Mereka hanya meneriakan Min Suk Oppa, Joon Myun Oppa. Tidak pernah menyebut namaku.”
“Aigoo, uri Jong In-ie.” So Hee mendecak kecil, “itu karena kau belum dewasa. Coba nanti jika kau dewasa pasti banyak sekali ahjumma-ahjumma yang suka padamu.”
“Aku sudah dewasa!” Jong In langsung duduk di kasur dan menatap So Hee tajam, “Aku hanya beda 2 tahun darimu, ah tidak kita hanya beda satu tahun saja. Aku lahir bulan Januari kau ingat.”
So Hee menarik ujung bibirnya. Perasaan ini sudah tidak asing lagi. Ia sudah bisa membiasakan diri dengan semua ini. Meskipun akan terlihat sangat lucu jika Jong In adalah seorang perempuan. Pasti menggemaskan.
“Arrata, kau sudah besar, Baby Jjong.” So Hee segera keluar dari kamarnya sebelum bantal-bantalnya berterbangan.
So Hee berpikir untuk memecahkan teka-teki ini. Ia yakin ada sesuatu yang bisa ia pecahkan atau setidaknya bisa membuat otaknya menjadi lebih tenang. Jikapun tidak bisa menjawab semua pertanyaannya setidaknya ia telah berusaha.
Hal pertama yang akan ia lakukan adalah mencari pria itu. Pria yang selalu hadir di dalam otaknya. Mungkin jika ia menemukan pria itu ia bisa —setidaknya ia bisa berfikir ia sedang tidak berhalusinasi. Jika ia tidak menemukannya —ia harus menemukannya.
>>deson<<
Joon Myun melihat So Hee keluar masuk gedung jurusan musik. Beberapa kali gadis itu berpapasan dengan Min Suk dan Jong In namun segera kabur. Gadis itu mencari bahkan bertanya pada semua mahasiswa bahkan dosen jurusan musik. Seseorang yang tidak pernah ada.
“Eonni, apa kau pernah melihat pria ini sebelumnya?” So Hee menunjukan gambarnya pada mahasiwa-mahasiswi yang di temuinya, “aku rasa dia mahasiswa jurusan musik juga.”
Semua orang yang ditanyanya menggelengkan kepala tidak tahu, “Apakah kau adik Kim Min Suk?”
So Hee tidak membalas pertanyaan itu malah tersenyum, “Jika kau melihatnya, apa kau bisa memberitahu aku.”
“Tentu saja.”
Tapi tidak ada satu orang pun yang menghubungi gadis itu. Tidak ada satu orang pun yang mengenal pria yang dicari gadis itu. Pria itu seperti hanya hidup dalam kenangan So Hee.
“Mungkin bukan mahasiwa jurusan musik.” So Hee menghela nafas panjang sambil memperhatikan gambarnya. Ia yakin sudah menggambar
“Mungkin juga bukan mahasiswa di kampus ini.” Joon Myun yang khawatir dengan adiknya mendekati So Hee.
So Hee tersenyum melihat Joon Myun. Sejak So Hee mengatkan bahwa ia menyukai Joon Myun. Joon Myun sedikit menghindar. So Hee tahu bahwa ia seharusnya tidak melakukan hal itu tapi setelah melakukan hal itu hati So Hee menjadi lebih tenang.
“Apa kau harus menemukan dia?” Joon Myun menunjuk gambar So Hee.
So Hee mengangguk,”Setidaknya dengan begitu aku bisa lebih tenang.”
“Kenapa kau tidak meminta bantuan Oppa?” Joon Myun mengambil salah satu gambar So Hee. Ia akui bahwa gambar So Hee mendekati Sempurna.
“Kau tidak akan menyebutku gila kan?”
Joon Myun tersenyum, “underestimate adalah sesuatu yang menyakitkan. Lebih baik kita berpikir seperti ini.” Joon Myun memandang So Hee sejenak. Ia menarik nafas panjang lalu menghembuskan perlahan, “Seperti ada ikatan batin yang kuat antara kau dan dia. Seperti yang mereka katakan tentang takdir atau semacamnya.”
“Oppa kau percaya pada takdir?”
Joon Myun mengangguk, “Aku percaya pada adikku.”
Joon Myun tidak hanya percaya pada So Hee tapi tidak ingin So Hee terluka. Ia ingin mengambil sebagian penderitaan So Hee mencoba mengobati sebelum terlambat.
>>deson<<
“Annyeong.” Sebuah suara terdengar berasal dari udara yang berhembus. Sesosok tubuh mulai menampakan tubuhnya di antara dahan-dahan yang bergoyang. Tubuh itu bersandar pada batang yang tinggi menatap sosok lainnya yang sedang fokus pada dua objek penelitiannya.
Kau sudah terbiasa disini rupanya. Tao menarik ujung bibirnya kemudian berteleportasi hingga terduduk di sebelah pria yang baru datang itu.
“Aku selalu cepat belajar tentang semua ini.”
Tao tidak melepaskan pandangannya pada dua objeknya. Ia tidak pernah satu detikpun membiarkan objeknya sendirian. Ia selalu mempunyai cara untuk selalu dekat dengan mereka meskipun keduanya terpisah jauh.
“Orang-orang seperti kita, mempunyai kemampuan yang sama. Tapi ada satu kemampuan yang diatas rata-rata.” Pria itu lebih mungil dari dari Tao. Potongan rambut mereka sama hanya saja rambut pria itu berwarna hitam pekat sedangkan Tao berwarna kemerahan. “Aku tahu Kris tidak mau membantu.”
Aku sudah memprediksikannya. Tidak usah khawatir.
“Bagaimana dengan rencana B?”
Hanya orang bumi yang mempunyai rencana berlapis-lapis.
“Kita berenam di sini untuk mempelajari bumi bukan? Mempelajari tidak ada gunanya jika tidak di buktikan.”
Dio. Sebuah angin besar berhembus mengenai wajah pria mungil itu. Tao menatapnya dengan tajam. Untuk pertama kalinya setelah berhari-hari Tao terus menatap ke arah selain So Hee dan Joon Myun.
Dio menepuk bahu Tao perlahan, meredamkan sedikit amarah pria itu, “Planet kita sangat berbeda dengan bumi. Jika kau terluka disana kau bisa sembuh dengan cepat. Tapi ini di bumi dengan jarak ribuan kilometer cahaya ke sana. Bahkan dengan kekualatan teleportasi Kai juga tidak bisa sampai dalam waktu yang cepat.”
“Aku...” Tao mencoba untuk mengeluarkan suaranya sama seperti Dio. Ia tahu bahwa terus mengunakan telepati untuk berkomunikasi bisa menguras tenaganya. Waktunya di bumi semakin sedikit dan pekerjaannya masih belum selesai. “Saat aku mengetahui bahwa ini adalah kekuatan terbesar dalam hidupku. Aku mengambil sesuatu yang tidak bisa aku bayangkan.”
“Mengunakan kekuatan sebesar ini jauh dari planet kita. Kau tahu kau bisa kehilangan seluruh kekuatanmu ini.” Dio mencoba memperingatkan temannya itu lagi.
“Tidak apa-apa toh kita juga tidak membutuhkan kekuatan seperti ini disana.” Tao menarik ujung bibirnya. Tersenyum.
Di planetnya di planet EXO, sangat jauh sekali dengan bumi. Sangat tenang, sangat nyaman dan indah. Tidak ada peperangan, tidak ada permusuhan dan tidak ada cinta. Semuanya berjalan seperti itu selama ribuan tahun.
Mungkin dengan perjalan Tao dan teman-teman ke bumi ini bisa menghasilkan sesuatu untuk kehidupan planetnya. Semoga.
>>deson<<
“Apakah disini?” Joon Myun mengedarkan pandangannya ke sekitar Hongdae tempat musisi jalanan mengelar pertunjukannya. Sebagai mahasiswa jurusan musik ia juga sering mengadakan pertunjukan di daerah ini. Tidak hanya untuk bermain tapi untuk mencari uang juga.
So Hee memperlihatkan gambar seorang pria yang sedang bermain gitar, “aku benar-benar melihatnya.”
Joon Myun menaruh gitar yang dari tadi disampirkan di bahunya. Ia mengamati gambar yang dibuat oleh So Hee. So Hee menggambarnya dengan sangat rapih bahkan detailnya sangat mirip dengan yang ada disekitar mereka.
Ini pertama kalinya So Hee bersedia ikut tanpa paksaan bahkan inisiatif untuk ikut ke tempat bermainnya ketika libur. So Hee tidak menyukai tempat ramai seperti ini. Ia lebih menyukai perpustakaan yang sepi dan hening.
“Tanyakanlah pada orang-orang disini. Oppa akan menunggumu.” Joon Myun mengeluarkan gitarnya dari sarungnya dan mulain mengecek suaranya perlahan, “Jika tidak ada yang mengetahuinya. Kau harus melupakan dia. Selamanya. Arrachi?”
So Hee mengangguk setuju. Ia mengambil gambar-gambarnya dari tas dan membelai kepala adikknya Jong In yang baru datang bersama temannya Oh Se Hoon sebelum memulai pencariannya.
“Melupakan apa?” Jong In yang baru tidak sengaja mendengar percakapan kedua kakaknya itu mengerutkan keningnya heran.
“Dia sedang mencari seseroang.” Ucap Joon Myun seadanya
“Siapa? pria?” Tanya Se Hoon yang lebih penasaran dari pada Jong In. “So Hee noona sedang mencari apa?”
“Wae?” Jong In mengeluarkan tatapan tajamnya pada Se Hoon.
Se Hoon mendorong pipi Jong In ke arah lain, “Aku hanya bertanya.”
Jong In mendengus kecil, “Aishhh kenapa semua orang peduli dengan kakak-kakakku.”
“Aku mendengarnya.” Ledek Joon Myun dengan nada bicara seperti anak kecil
“Tunggu saja hyung, aku akan mendapatkan banyak fans lebih banyak darimu, jreeng.” Jong In memetik gitarnya dengan kencang.
Joon Myun tersenyum melihat tingkah Jong In yang masih kekanak-kanakan. Jong In bukan ancaman baginya. Meskipun nanti adiknya akan mempunyai fans lebih banyak darinya, ia tidak peduli. Yang ia khawatirkan adalah Oh Se Hoon yang terus menatap ke arah So Hee.
Tatapan Se Hoon bukan sekedar tatapan ke arah kakak teman tapi tatapan dari pria ke wanita. Tatapan yang sangat menggangu Joon Myun. Sejujurnya Joon Myun tidak suka Se Hoon menatap So Hee seperti itu.
>>deson<<
Kekuatanmu semakin melemah bukan?
Tao menoleh ke sisi kiri melihat Kris mulai menampakan dirinya perlahan. Sejenak ia iri pada Kris yang masih menyimpan banyak kekuatan. Ah! Tidak. Semakin hari kekuatan Kris malah semakin bertambah.
“Bagaimana ada perubahan?” Kris dengan nada sedikit menyindir.
Tao hanya menarik kedua ujung bibirnya memilih mengamati kedua objeknya daripada menjawab pertanyaan Kris.
“Kekuatanmu semakin lemah atau kau mulai tidak bisa mengalahkan kekuatan—“ cinta. Kris mengucapkan kata terakhir dengan mengunakan telepati.
Kris. Dio dan ketiga temannya mendekati Kris dan Tao. Nada dan raut wajah Dio penuh dengan peringatan menandakan bahwa pria mungil itu siap untuk menyerang Kris kapan saja.
Kris segera menarik senyumnya. Ia tidak akan sanggup melawan Dio sendirian. Ia tidak akan mampu mengalahkan Dio meskipun tubuhnya lebih besar. Belum lagi ketiga teman mereka.
Pemberontak bukanlah sifat asli Kris. Tidak ada istilah itu di dalam dirinya atau di dalam kamus bangsanya. Hanya saja. Ia ingin segera ke planetnya. Tugasnya di bumi sudah selesai tapi ke lima temannya sepertinya masih memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan tugas mereka. Dan hal itu membuat firasatnya menjadi tidak enak.
Aku mempunyai firasat yang buruk tentang hal ini.
Kau bukan seseorang yang bisa meramalkan sesuatu yang tepat. Dio sedikit mengeram menahan ggi-giginya agar tidak keluar. Sangat mencurigakan bila 6 orang pria yang saling terdiam tiba-tiba salah satunya mengeluarkan gerangan dan memulai pertengkaran.
Tidak ada ramalah yang 100% tepat.
“Sttt…” Tao menaruh telunjuknya di depan bibir. Matanya mengisyaratkan kepada teman-temannya untuk menatap apa yang sedang ia tatap.
Joon Myun sedang menatap marah pada Se Hoon. Dari mata ke enamnya —yang bisa mendeteksi aura panas dalam tubuh manusia terlihat panas keluar dari seluruh tubuhnya. Pria itu sedang mengalami fase yang sering di sebut oleh manusia sebagai perasaan cemburu.
Satu titik yang sangat fluktuatif tergantung dari suasana yang di rasakan oleh manusia yang bersangkutan. Titik itu bisa mengeluarkan aura yang sangat tinggi dan bisa di hilang begitu saja. Manusia sendiri sulit untuk mengendalikan aura yang satu itu.
“Ya! Jangan menatap So Hee terlalu lama, “Jong In menyenggol lengan Se Hoon membuat pria itu kembali fokus pada pekerjaannya, “Kau tidak boleh jatuh cinta padanya, arra!”
Berbeda dengan Joon Myun, aura dalam tubuh Jong In terlihat lebih kebiruan dimana Jong In masih mengutamakan logikanya. Aura Jong In terlihat lebih stabil. Tidak ada penekanan yang luar biasa atau penurunan yang drastis. Sejak mereka bertemu sampai detik saat ini, aura itu yang selalu di pancarkan oleh Jong In, merah kebiruan.
“Cinta?” Tao bergumam, “Apa itu?”
“Apakah kita harus melakukan penelitian lebih dalam pada So Hee?” tanya Dio penasaran, “Wanita lebih rumit dari pada pria.”
Apa kau butuh bantuanku? Kris menaikan sebelah alisnya.
>>deson<<
So Hee menggembungkan pipinya kesal. Tidak ada satupun dari mereka yang mengetahui keberadaan pria yang digambarnya. Ia semakin kesal karena udara semakin panas dan membuat otaknya mendidih.
“Siapa orang yang kau cari?” Jong In menghisap es krim hadiah dari seorang gadis.
Ketiganya —Jong In, Joon Myun dan Se Hoon sedang beristirahat sambil menikmati eskrim yang di sediakan untuk mereka saja. So Hee menatap ketiganya dengan tatapan tajam.
“Kau mau?”
So Hee menoleh dan mendapati Min Suk mengulurkan sebuah es krim vanilla kesuakaan So Hee, “Waaah!”
“Kenapa kau kesini?” tanya Min Suk lalu duduk di sebelah So Hee.
Orang-orang yang tadi melihat So Hee dengan tatapan mengejek kini menatapnya dengan tatapan heran. So Hee lebih mirip dengan Min Suk dari pada dengan Jong In atau Joon Myun. Mungkin orang-orang itu berpikiran yang sama. Tapi menurut So Hee ia merasa lebih mirip dengan Jong In dari pada Min Suk. Sifat mereka yang sama.
“Inilah alasan kenapa aku menyukai Min Suk Oppa.” So Hee menyandarkan kepalanya ke bahu Min Suk.
“Kau tahu bahwa wajah Min Suk Hyung tampan makanya kau mengcopy-nya.” Jong In melemparkan stik esk krimnya ke arah So Hee dengan kesal.
So Hee hanya tertawa mengejek. Jong In 100% mirip dengan ayah mereka sedangkan Joon Myun 100% mirip dengan ibu mereka. So Hee dan Min Suk merupakan perpaduan yang sempurna dari ibu dan ayah mereka.
“Aigoo…” So Hee menggelengkan kepalanya, “Kau masih kecil. Masiiiiih kecil. Pergilah ke selolah dan kembali ke mari dua tahun lagi.” Cibir So Hee diikuti oleh jitakan dari Joon Myun.
“Oppa~~” So Hee merajuk manja pada Min Suk atas perlakukan Joon Myun.
“Hentikan.” Ucap Min Suk dan Joon Myun bersamaan. Keduanya terkadang pusing dengan tingkah So Hee dan Jong In yang selalu mengadu pada kakaknya untuk mendapatkan perlindungan. Jika tidak di hentikan sekarang mereka mungkin akan menghancurkan Hongdae.
“Kenapa kau ada disini? Bisanya kau tidak mau ikut kalau tidak di paksa.” Tanya Min Suk untuk kesekian kalinya.
“Sepertinya noona mempunyai kekasih.” Ucap Se Hoon yang dari tadi hanya melongo melihat tingkah aneh Jong In dan So Hee.
“Mwo?” Min Suk langsung menatap So Hee, “Siapa? Baek Hyun?”
So Hee mendengus kesal, “Bukan. Aku hanya berteman dengan Baek Hyun.”
“Aku setuju jika kau menjalin hubungan yang lebih dengannya.”
“Oppa!!” So Hee menatap Joon Myun untuk meminta bantuan tapi kakak keduanya itu malah mengalihkan pandangannya ke segerombolan gadis yang dari tadi memperhatikan mereka dan tersenyum separuh.
So Hee mendecak kesal saat Joon Myun tidak membelanya. Ia ikut mengalihkan pandangannya ke sisi bersebrangan dengan Joon Myun.
Matanya menatap sosok yang tidak asing. Seorang pria yang sedang menatapnya. Tatapan itu seperti kosong karena ia merasa bahwa pria itu tidak sedang menatapnya tapi dari raut wajahnya ia yakin bahwa pria itu sedang menatapnya. Pria itu sedang menatapnya dengan cara yang aneh.
Pria itu menyunggingkan senyumnya mengingatkan So Hee pada seseorang. So Hee tidak ingat bahwa mereka pernah bertemu sebelumnya tapi sorot mata itu terasa sangat familiar. Pria berambut merah dengan potongan rambut seperti jamur Shitake.
Jamur shitake!
So Hee mengingat sesuatu tapi sebelum ingatnya kembali 100%, pria itu kembali menghilang dari kedua matanya. Bersama dengan pria-pria di sekitarnya. Hanya ada satu pria dengan rambut putih mengacungkan gelas sebelum meminumnya dan menghilang perlahan.
Gadis itu yakin bahwa ia melihat pria-pria itu dengan kedua matanya. Pria itu sangat nyata.
“Wae?” Tanya Min Suk melihat wajah So Hee yang mengeras.
“Aniya.” So Hee menggeleng keras kemudian berlari ke kafe tempat pria itu berada sebelumnya.
>>deson<<
Joon Myun menatap sedih adiknya yang sedang mengobrak-abrik kamarnya. Mencari sesuatu. Mencari gambar yang pernah ia gambar sebelumnya.
Sikap So Hee kembali berubah. Ia tiba-tiba saja marah-marah pada seorang pelayan café. Gadis itu yakin bahwa ia melihat seseorang tapi tidak ada seorangpun yang melihat pria itu. Bahkan pelayan itu sudah menunjukan gambar CCTV tapi So Hee tetap bersi keras.
Selama dua jam So Hee mengacak-acak kamarnya, bahkan Min Suk dan Jong In sudah menyerah dengan sikap So Hee. Hanya Joon Myun yang menemani So Hee dalam diam.
“Aku pernah menggambarnya. Aku pernah menunjukannya padamu.” So Hee mengulangi perkataannya lagi dan lagi.
“So Hee-ya.” Panggil Joon Myun perlahan. Ia lalu berjongkok di depan So Hee dan menghentikan gerakan tangan So Hee, “Kau bilang pria itu memaninkan lagu di Honghae dan Pria itu jurusan Musik. Apa kau tidak merasakan hal yang aneh?”
So Hee menatap kakaknya tidak mengerti.
“Pria itu seorang penyanyi dan sangat menyukai kakakmu. Pria itu mengenalmu sejak kecil. Dia suka menggodamu. Dia satu SD, SMP dan SMA yang sama denganmu. Bahkan satu universitas denganmu. Pria itu…”
“Oppa kau mengenalnya?” Senyum cerah mengembang di wajah So Hee. Ia segera melepaskan kertas-kertasnya kemudian menatap kakaknya dengan penuh antusias.
“Tidak kau pikir bahwa pria itu adalah aku.” Joon Myun menggengam tangan So Hee dengan keras, “Aku mengenalmu sejak kau lahir. Kita Satu SD, SMP, SMA meski kau membencinya dan kita Satu universitas meski jurusan kita berbeda. Aku mengambil jurusan musik. Sering bermain dengan bandku di Honghae dan Min Suk hyung adalah penyanyi favoritku.”
So Hee terdiam mendengar ucapan Joon Myun. Joon Myun benar. Tapi So Hee merasa bahwa dirinya juga benar.
“So Hee-ya!” Joon Myun mengengengam tangan So Hee perlahan, “harusnya aku tahu jika pria itu ada. Harusnya aku juga mengenalnya, tapi hanya kau yang mengenalnya. Apa kau tidak ingat? Mungkin yang kau gambar itu bukan pria itu tapi aku. Kau terlarut dalam gambarmu sendiri.
So Hee menepis tangan Joon Myun dengan kasar, “Tidak. Aku yakin aku benar. Dengan jelas aku mengingatnya meskipun hanya kenangan yang samar. Aku mengingatnya.”
“So Hee-ya!”
“Oppa.”
“Aku yang selalu mengajakmu ke SM café untuk melihat pertunjukan Min Suk Hyung. Aku yang selalu memaksaku untuk pergi ke Hongdae melihat pertunjukanku. Kau tidak pernah ada disana jika bukan karena aku. Bukan karena pria itu.”
Joon Myun benar. So Hee selalu berada disana bersama Joon Myun. Tapi…
So Hee memejamkan matanya mencoba mengingat apapun yang bisa di ingat. Mengingat apa yang telah ia gambar. Mengingat apa yang telah ia lakukan dan mengingat apapun yang telah berlalu.
“Wae? Kau cemburu?”
“Apa kita sepasang kekasih?”
“Aku juga ingin mempunyai banyak saudara. Menjadi anak tunggal sangat tidak menyenangkan.
“Hee-ya!”
“Chan Yeol-ah.”
Chan Yeol.
Park Chan Yeol.
Sebuah senyum menghiasi wajah mungil So Hee. Ia meraba wajah kakanya yang bulat telur. Alis matanya yang tebal dan hidungnya hingga ke bibirnya. Ia bisa ingat seseorang dengan wajah yang lebih bulat dengan alis yang lebih panjang tapi mempunyai bibir yang lebih lebal.
“Bukan pria itu.” So Hee menangkupkan kedua tanganya di pipi Joon Myun, “Orang itu… Chan Yeol. Park Chan Yeol.”
TBC
=======================================================================
=========================================