“Namanya Su Ho.” So Hee menahan nafasnya sesaat. Sangat sulit baginya meskipun hanya menyebutkan dua kata kata itu. Su Ho atau penjaga. Hanya kata itu yang terlintas di kepalanya. Seseorang yang selalu menjaganya.
Joon Myun menatap wajah adiknya dengan seksama. Ia tidak pernah melihat wajah adiknya begitu dekat seperti ini. Ia tidak menyangka bahwa adiknya sudah berubah menjadi gadis dewasa. Meskipun hanya terpaut satu tahun tapi Joon Myun selalu mengganggap So Hee anak kecil. Joon Myun tidak pernah ingin So Hee menjadi dewasa dan meninggalkannya.
“Ey Oppa… dungdamia.” Aku hanya bercanda goda So Hee dengan senyum yang lebar, “Jika aku mempunyai kekasih aku akan mengenalkannya padamu.”
“Ya! Kau hampir membuat jantungku copot.” Joon Myun mengacak-acak rambut So Hee gemas. Melimpakhan semua kekesalan karena tipuan kecil adiknya.
Frame yang sama terlihat di waktu yang berbeda. Pria misterius itu tersenyum puas ketika melihat sebuah buku dengan gambar yang bergerak di tangannya dan pemandang di hadapannya memperlihatkan hal yang sama.
Pria dan wanita yang tersenyum dengan sederhana, hatinya bergembira dan tidak ada beban. Pemandangan damai yang hanya bisa di lihat di Planet EXO. Tapi di planetnya pemandangan itu tidak pernah lebih dari itu, dan tidak pernah kurang dari itu. Sehingga kadang membuat mereka bertanya-tanya, apa yang membuat manusia lemah itu begitu kuat.
Tao, pria dengan model rambut shitake itu menghampir So Hee dan Joon Myun yang diam tidak bergerak. Keahlian Tao adalah memajukan dan memundurkan waktu dan menghentikan waktu. Ia senang sekali memperhatikan objeknya saat waktu berhenti. Menurutnya hal itu lebih objektif dari pada melihat saat waktu berjalan. Terutama objeknya adalah manusia yang moodnya bisa berubah dalam sepersekian detik.
Meskipun dilahirkan berulang kali, dilahirkan di tempat berbeda. Mungkin hanya nama dan wajah yang berbeda. Isi hati mereka tetap sama. Tao membuka buku yang tadi di bawanya. Buku itu tampak So Hee dan Chan Yeol berdiri dalam posisi yang sama, senyum yang sama dan binar mata yang sama.
Kau sudah melanggar batas. Kris membuyarkan lamunan Tao sehingga So Hee dan Joon Myun kembali bergerak dan melewati dirinya begitu saja. Kau tidak bisa merubah takdir seseorang. Kau bisa merusak keseimbangan alam.
Kita mempunyai Luhan yang bisa mengembalikan semua yang rusak.
Tetap saja. Dibandingkan jagad raya ini, kita ini makhluk yang kecil.
Tao menggeram kecil tapi kekuatan kecilnya mampu membuat angin berhembus kencang. Semua benda di sekitar mereka berterbangan seperti terkena puting beliung. Manusia lebih kecil dari kita.
Kris menyunggingkan senyumannya. Ia mundur perlahan. Kita tidak bisa selama hidup di bumi. Waktumu terbatas dan jika kau terus menggunakan kekuatanmu kau tidak bisa kembali.
Tao memperhatikan Kris yang berjalan menjauhinya. Ia dengan sengaja melewati So Hee dan Joon Myun, tidak hanya itu ia juga menoleh dan memberikan senyumannya pada So Hee.
“Kau mengenalnya?” Tanya Joon Myun saat melihat gelagat aneh Kris
So Hee menggeleng ragu. Ia kemudian melihat arah tatapan pria berambut putih itu ke arah belakang mereka. Spontan So Hee menoleh ke belakang. Untuk sepersekian detik, So Hee melihat pria itu lagi. Pria yang di gambarnya di sketbook.
Pria itu menghilang begitu saja sebelum So Hee melihat dengan jelas. So Hee tidak tahu apakah pria itu malaikat atau bukan. Tapi ia merasa bahwa ia pernah berbincang dengan pria itu. Meski bukan perbincangan yang sebenarnya.
“Wae?”
“Ani.” So Hee mengedarkan padangannya ke depan mencari pria berambut putih yang tadi melewatinya. Tapi pria itu ikut raib tidak terlihat lagi. Padahal ia hanya menoleh untuk beberapa detik.
>>deson<<
“Ya!” Jong In berteriak pada So Hee yang diikuti tatapan tajam ibu mereka, “Noona!” Ralat Jong In dengan cepat sambil mengambil tempat di sebelah So Hee.
So Hee segera memberikat tatapan peringatan pada Jong In. Ia sudah tahu apa yang akan di ucapkan oleh adik satu-satunya itu. Ucapan itu akan jadi boom yang meledak di tengah meja makan itu.
“Wae?” Tanya Min Suk yang curiga dengan sikap Jong In dan So Hee.
“Noona sudah membelikan apa yang inginkan.” So Hee menarik senyum diam-atau-permintanmu-tidak-akan-ku-kabulkan.
“Apa?” Jong In mengerutkan keningnya tidak mengerti apa yang di bicarakan oleh kakak perempuannya itu.
“Bukankah kau ingin sepatu basket baru?” ucap So Hee dengan nada penuh penyesalan. Ia tidak mungkin membelikan Jong In sepatu yang harganya seluas langit.
Berbeda dengan So Hee, wajah Jong In menjadi berbinar seketika. Ia ingin berteriak untuk menunjukan rasa gembiranya tapi sesuatu menganjal perasaannya. Sesuatu yang ingin ia tanyakan pada kakak perempuannya itu, “Apakah kau tadi di bully?”
“YA! KIM JONG IN!!” So Hee membanting sendoknya langsung menarik kepala Jong In dan meremasnya dengan gemas.s
“Bully?” ucap Min Suk dan ibu mereka bersamaan.
“Aniya.” So Hee menggeleng keras. Ia menanatap Joon Myun dengan tatapan penuh permohonan. Ia tidak ingin ibunya memberitahukan hal ini pada ayah mereka. Meskipun ia seorang anak perempuan tapi tidak ingin melihat ayahnya datang ke kampus dan memarahi beberapa anak karena masalah kecil seperti ini.
“Aniya Eomma.” Joon Myun memberikan senyum hangatnya, “So Hee seharian bersamaku. Ku rasa itu So Hee yang lain.”
“Jinjja?” tanya Min Suk diikuti anggukan So Hee dan Joon Myun
Jong In menatap So Hee dan Joon Myun bergantian, “Tapi noon—“
So Hee menarik Jong In dari meja makan dengan cepat, “Bukankah kau sedang mencari sepatu basket baru, Jong In-ah.” Ia menyeret Jong In yang lebih besar darinya ke kamarnya dan menguncinya.
Ingin sekali ia memukul Jong In hingga babak belur tapi Jong In yang lebih besar mungkin hanya akan merasa seperti di pijit. Belum lagi jika Jong In membalas menyerangnya.
“Wae?” tanya Jong In kesal karena rambutnya di acak-acak.
“Aku tidak ingin melihat kalian makan siang di departemenku.”
“Wae?”
So Hee menyilangkan tangannya, karena aku tidak ingin diganggu oleh fans kalian yang gila, aku tidak ingin mencari perhatian atau mencari musuh. Cukup menjadi saudara kalian selama dirumah, “Karena kalian mengganggu pemandanganku.” So Hee memberikan jawaban yang menurutnya paling bagus.
Jong In memicingkan matanya memperhatikan kakaknya dengan baik, “Kau sedang berkencan?”
“Tidak.”
“Kau menyukai seseorang?”
“Tidak.”
“Kalau begitu tidak masalah.” Jong In berbaring di kasur So Hee dengan bebasnya.
“Ya!” So Hee mendecak kesal dan menarik adiknya agar kembali duduk, “Aku menyukai seseorang tapi—“
Jong In menatap wajah So Hee dengan serius.
“Aku hanya merasa. Sudah pergi sana.” So Hee menarik adiknya keluar dari kamarnya dengan sekuat tenaga.
“Arraseo.” Jong In bangkit dari kasur So Hee. Ia merapihkan rambutnya yang berantakan sambil memperhatikan So Hee yang sedang memandangnya dengan penuh ancaman. Setelah mengambil ancang-ancang Jong In segera berlari keluar sambil berteriak, “Aku akan memberitahu Hyung-deul!”
“YA!”
>>deson<<
Gerakan tangan So Hee berhenti ketika ia melihat gambar setengah jadi miliknya. Ia yakin pernah menggambar pria itu sebelumnya. Bukan saat di kelasnya kemarin tapi di suatu tempat. Bersama seseorang. Seorang laki-laki.
So Hee kemudian membuka kotak besar di bawah lemari bajunya. Ia selalu ingat apa yang ia gambar, dimana dan bagaimana. Ia selalu menyimpan gambarnya dengan rapih, sejak pertama kali ia bisa menggambar.
Ia membuka kotaknya perlahan. Tumpukan buku gambar yang sudah seperti diary-nya. Ia menggambar banyak hal. Mulai dari apa yang ia lihat, ia rasakan dan ia khayalkan. Kebanyakan dari gambar itu adalah gambar dirinya bersama Joon Myun.
Bukan Joon Myun. So Hee tidak pernah bisa menggambar Joon Myun dengan benar, ah lebih tepatnya ia tidak bisa menggambar jawah seseorang dengan tepat. Selalu saja berbeda dengan aslinya. Itulah alasan ia jarang sekali mengambar potrait seseorang.
“So Hee-ya.” Min Suk melengangkan kakinya menyusuri kamar So Hee. Ia duduk di atas kasur sambil memperhatikan So Hee melihat-lihat gambarnya.
“Wae?”
“Kau tahu, Byun Baek Hyun bukan? Apa kau mau kencan buta dengannya?”
So Hee terdiam mendengar kata-kata Min Suk ia pernah mendengar, “Oppa kenapa kau melakukan itu?”
“Karena kau adalah adikku. Aku ingin kau mendapatkan pria yang baik dan ku rasa Baek Hyun sangat cocok untukmu.”
“Kemanhae.”
“Hee-ya!”
So Hee yakin ia pernah mengalami hal ini sebelumnya, dengan perasaan yang sama. Hanya sesuatu yang terasa berbeda. So Hee memilih untuk mengikuti persaannya, “Oppa kau bukan Eonni-ku. Kau tidak akan pernah mengerti perasaanku.”
Mata So Hee tertuju pada sketsbook berwarna hitam. Buku itu masih memiliki banyak halaman yang kosong. Hanya satu gambar di buku itu. Gambar pria yang sama dengan yang ia gambar sebelumnya.
So Hee mencocokan gambar itu dengan gambar miliknya. Gambar itu sama hanya dengan posisi yang berbeda. Di buku gambar itu, pria itu sedang bersandar pada nakas dan tersenyum menggoda sedangkan di gambar yang ia gambar pria itu sedang berdiri menadangnya dengan tubuh yang hampir menghilang.
“Oppa apa kau percaya dengan reinkarnasi?” tanya So Hee dengan kening berkerut.
“Wae?”
“Aniya… aku hanya bertanya.”
“Entahlah, aku tidak pernah memikirkan hal itu.” Jawab Min Suk seadanya. Pria itu kemudian pergi keluar dari kamar So Hee tanpa bicara tentang apapun.
So Hee ingat ia pernah menggambar gambar itu sebelumnya. Tapi jika ia bereinkarnasipun ia tidak mungkin merasa baru menggambarnya terlebih latarbelakang yang ia gambar tidak menunjukan bahwa itu adalah beberapa tahun yang lalu.
Jika pun ia hal itu de javu, tidak mungkin semua ini nyata. Hal itu bisa ingatan-ingatan kosong.
“Apa aku sudah gila?” tanya So Hee pada dirinya sendiri.
>>deson<<
Untuk menghilangkan rasa penasarannya So Hee memilih untuk berkeliling kampus. Ia yakin bahwa ia dapat menemukan sesuatu. Minimal menemukan tempat ia menggambar gambar pria misterius itu. Dengan begitu ia bisa memecahkan teka-teki ini segera.
Selebaran tentang The Kim Brothers menarik perhatiannya. Selebaran itu berisi tentang perayaan masuknya Jong In kedalam The Kim Brothers. Tidak hanya itu Min Suk, Joon Myun dan Jong In akan tampil bertiga di depan umum untuk pertama kalinya.
“Kau tidak iri?” tiba-tiba Joon Myun melingkarkan tangannya ke bahu So Hee, “Dulu eomma selalu bilang, jika kau laki-laki ia ingin kita membentuk band seperti Jonas Brothers. Tapi sayangnya kau tidak suka bernyanyi di depan panggung.”
“Itu karena kalian lebih hebat dari pada aku.” So Hee menatap mata kakaknya dengan tajam, “Oppa?”
“Hmmm…”
“Penyanyi siapa yang kau sukai?”
Joon Myun mengerutkan keningnya. So Hee. Aku menyukai suara So Hee. Aku menyukai semua lagu yang di nyanyikan oleh So Hee. Aku suka melihat So Hee tampil bersama kakaknya dan aku ingin melihat dia bernyanyi bersama dengan adik dan kakaknya. Pasti akan sangat bagus.
“Min Suk Hyung.” Kata yang keluar dari bibir Joon Myun berbeda dengan apa yang ada di hatinya.
“Jinjja?”
“Hmm…” Joon Myun mengangguk dengan penuh percaya diri, “Min Suk Hyung, Min Suk Hyung dan Min Suk Hyung.”
“Min Suk Oppa semua?” tanya So Hee tidak percaya, terbesit sedikit iri kepada kakak tertuanya itu. “Daebak!”
“Jong In-ie!” Tambah Joon Myun lagi, “Aku pikir dia juga sangat berbakat.”
So Hee menatap Joon Myun dengan kesal tapi ekor matanya kemudian tertarik ke sebuah tempat. Sebuah bangku menghadap ke gedung jurusan musik.
Bangku itu sering ia gunakan jika ia bosan dengan suasana jurusannya. Ia sering duduk berdua dengan Min Suk ataupun Joon Myun tapi pria yang ada di kepalanya jelas bukan Min Suk ataupun Joon Myun. Pria itu lebih cheerfull dan lebih tinggi badannya lebih kurus tapi kuat. Wajahnya lebih lonjong dari pada Joon Myun dan lebih tirus dari Min Suk.
Kehadiran pria itu sangat nyata di benak So Hee. Ia yakin ia sangat mengenal pria itu begitupun pria itu. Bahasa tubuh mereka terlihat bahwa mereka saling mengenal hanya saja So Hee tidak ingat siapa pria itu.
“Wae?” Tanya Joon Myun melihat So Hee melamun
“Aniya.” So Hee menggeleng dengan keras, “Oppa ayo kita pulang.”
>>deson<<
So Hee menutup matanya dan membiarkan nafasnya berjalan dengan teratur. Ia menyilangkan kedua kakinya dan menaruh kedua tangannya di atas pahanya. Memfokuskan pikirannya pada satu sosok. Ia harus mengingat.
Ia langsung menyambar pensil yang tergeletak di meja di hadapannya begitu sebuah bayangan terlintas di pikriannya. Begitu bayangan itu hilang ia kembali menyilangkan tangannya dan kembali berkonsentrasi.
“Ada apa dengannya?” tanya ayahnya ketika melihat putrinya sedang berkonsentrasi tingkat tinggi.
“Kau tidak melihat tulisan di keningnya? Jangan di ganggu.” Ucap ibunya dari meja makan.
Ayahnya mendekatkan diri pada kening putrinya. Benar saja saking tidak ingin di ganggunya So Hee menempelkan tulisan jangan diganggu di keningnya.
“Kenapa dia tidak melakukannya di kamar jika tidak ingin di ganggu, oh?”
“Ah Appa…!” So Hee menatap ayahnya dengan frustasi, “kenapa kalian tidak bisa membiarkan aku berkonsentrasi, o?”
“Dia sedang bertapa di kamarnya dan Jong In menghancurkannya. Ia pergi ke kamar mandi dan Min Suk mengagalkannya. Dia pergi ke taman belakang dan Joon Myun membuat gaduh. Entah dia mau pergi kemana lagi.” Ucap ibunya yang miris melihat tampang acak-acakan putrinya
Ayahnya menatap gambar setengah jadi putrinya, “Kau memang tidak berbakat membuat gambar. Kenapa kau tidak bernyanyi saja seperti saudara-saudaramu. Aku akan menciptakan kalian lagu jika kau mau.”
So Hee mengerucutkan bibirnya, “Appa~~~~~~”
“Baiklah! Lakukan apapun yang kau mau.”
So Hee menarik senyumnya kemudian mengambil posisi kaki menyilang lagi. Ia memfokuskan pikirkannya, mencari kilasan-kilasan yang menghantuinya beberapa hari belakangan.
“Ku kira aku tidak bisa menda—“
“Ssst…” Min Suk menaruh telunjuknya di depan mulut memberi kode pada Jong In untuk menutup mulutnya.
“Kupikir dia sudah berhenti melakukan hal bodoh itu.” Joon Myun melihat So Hee sedang melakukan ritualnya di depan TV.
“Ah~ dia hanya menyiksa dirinya sendiri.” Ucap Jong In saat melihat wajah So Hee yang semakin berkerut.
“Kita pindah pergi saja dari pada dia menga—“ belum selesai mengucapkan kalimat itu, Min Suk melihat So Hee ambruk dengan wajah meringis, “Ya!”
“YA!” teriak So Hee lebih kencang ketika saudara-saudaranya berniat membantunya berdiri, “APPO.”
“Kenapa?” tanya Ayah dan ibunya ikut penasaran
“Kakiku kesemutan.” Ucapnya sambil meringis kesakitan.
>>deson<<
Suara riuh tepuk tangan memenuhi café kecil itu. Min Suk, Joon Myun dan Jong In melambai pada So Hee yang duduk tidak jauh dari panggung. Semua mata kini tertuju pada So Hee, sontak gadis itu menundukan kepala pura-pura tidak terjadi apa-apa.
Min Suk dan Jong In turun dari panggung dan duduk di sebelah So Hee sementara Joon Myun mengambil microphone dan gitar akustik dan memainkannya dengan perlahan.
“Aku mempunyai adik perempuan yang sangat lucu.” Ucap Joon Myun sambil memetik gitarnya perlahan, “tapi sayangnya di tidak suka menjadi pusat perhatian. Ku mohon untuk tidak terlalu menatapnya. Tatap saja kami yang ada di panggung. Terimakasih.”
Ucapan Joon Myun membuat So Hee menatap kakaknya. Ia tidak percaya bahwa Joon Myun akan melakukan seperti itu. Itu sedikit membuatnya tersanjung dan malu.
Nada-nada yang di mainkan oleh Joon Myun terasa tidak asing di telinga So Hee. Ia pernah mendengar nada itu sebelumnya tapi di suatu tempat. Tempat yang tidak asing dan ia tidak dapat mengingatnya dengan jelas.
언제부터 어디부터
Eonje buteo eodi buteo
I don’t know when, I don’t know where
외면해도 뒷걸음질쳐도
Oemyeon haedo dwit georeum jilchyeodo
I turn away and take a step back but
그대의 얼굴은 하얗게 아름답지만
Geudaeui eolgureun hayahge aleumdabjiman
I suddenly think of your face
들리나요? 보이나요?
Deullinayo? Boinayo?
Can you hear it? Can you see it?
하루종일 널 찾아다닌다
Harujongil neol chajadaninda
All day, I look for you
나 살아 있는건 너야 바로 너야
Na sara itneun geon neoya baro noya
The reason I live is you, only you
My Love
Dengan Versi yang sedikit berbeda. So Hee pernah mendengar versi rapp dari lagu itu. Seseorang memainkannya untuknya. Seseorang itu yang wajahnya kini memenuhi So Hee. Gadis itu bisa mengingat pria itu dengan jelas. Teman terbaiknya.
>>deson<<
Joon Myun kaget saat melihat So Hee tiba-tiba pergi saat ia bernyanyi. Ia merasa bersalah karena telah menyebutkan So Hee sebagai adiknya saat pertunjukannya. Ia tidak berekspetasi bahwa So Hee akan marah dan meninggalkan café begitu saja.
Ttook ttook ttook... Joon Myun membuka pintu kamar So Hee dengan perlahan. Ia melihat adiknya itu sedang sibuk menggambar sesuatu.
“So Hee-ya.”
“Hmm...”
Joon Myun melihat kertas-kertas berserakan di lantai kamar So Hee. Kertas itu hanya bergambarkan wajah seseorang dengan bermacam-macam ekspresi. Joon Myun merasa sangat familiar dengan wajah itu tapi tidak mengingatnya.
“Nugu?” tanya Joon Myun penasaran
So Hee membalikkan badannya dan menatap Joon Myun dengan lekat. Gadis itu kemudian menganggkat selembar kertas kehadapan Joon Myun dan menatap kertas itu dan Joon Myun bergantian.
“Ada apa denganmu?”
“Ada seseorang yang aku sukai.” Ucap So Hee dengan pandangan menerawang.
“Siapa? Orang ini?” Joon Myun merebut kertas di tangan So Hee dan melihatnya dengan lekat.
“Aku pikir semua itu adalah khayalanku saja. Tapi semakin hari aku semakin sadar bahwa dia adalah nyata. Aku menyukainya Oppa. Aku sangat menyukainya.” So Hee menatap Joon Myun dengan tatapan pilu. Matanya berbinar tapi raut wajahnya terlihat sedih, “dan setelah aku pikir orang itu adalah kau.”
“Kim So Hee.” Bentak Joon Myun dengan keras.
“Oppa kau bisa anggap aku gila. Tapi aku tidak gila. Aku seperti menjalani dua dimensi yang berbeda. Aku seperti melihat bayangan seseorang padamu. Orang itu sama sekali berbeda denganmu tapi aku bisa merasakan bahwa kalian itu sama.”
“So Hee-ya.”
“Apa kau tidak bisa melihat bayangan itu, oppa?”
TBC
==============================================================================================================================================================================