Tempat tidurku terasa sangat empuk ketika aku membanting tubuhku untuk duduk diatasnya. Tak lama kemudian suara ketukan pintu terdengar dan ternyata Ibu yang muncul dibalik pintu. Aku menoleh dan melihatnya berjalan mendekat.
“tadi Mark menelpon” ucapnya memberitahu “tapi tak sempat bicara padamu karena dia harus berangkat kerja, apa tadi kau kerumah Taemin?” tanyanya dan aku mengangguk tanpa ekspresi “baguslah, Ibu senang kau sudah punya teman baru” dia tersenyum sambil memegang erat sebuah telpon, aku tidak menjawab dan tetap diam sambil menatap karpet coklat dilantai “ketika Mark menelpon, Mom sempat memberitahunya tentang ponsel itu dan ternyata ponsel itu kau sendiri yang membelinya dengan uangmu, maafkan aku” Ibu terlihat menyesal dan aku hanya menghembuskan napas panjang sambil berdiri.
“tidak apa-apa, benda itu memang harusnya sudah ku buang” aku berusaha terlihat baik-baik saja dan mengulum bibirku, sebenarnya ini tidak baik dan aku tadinya masih sedikit merasa marah tapi karena efek rumah sejuk Taemin yang masih terasa, aku jadi merasa lebih baik. Sekarang Ibu terlihat menunduk.
“aku tahu harusnya kau dapat hari-hari yang menyenangkan disini, tapi hari pertama saja sudah seperti ini, Mom benar-benar menyesal kalau kau mau kau bisa-”
“tidak!” cegahku cepat aku tahu Ibu akan mengatakan kalau lebih baik aku kembali ke San Francisco, semudah itukah Ibuku menyerah? “aku tidak apa-apa, sungguh, lagi pula aku bukan bola yang harus Mom dan Dad lempar dari Korea ke San Francisco, So.. jangan menyuruhku untuk kembali kesana” aku menatapnya serius dengan pandangan memohon.
“baiklah, Ibu tidak akan banyak bicara lagi, nanti akan Ibu gantikan ponselmu” dia kembali menuju pintu tapi langkahnya segera ku hentikan.
“tidak” Ibu menoleh “maksudku tidak usah aku tidak begitu membutuhkannya” aku berusaha tersenyum dan Ibu memandangku heran. Mungkin kalau aku boleh menebak ia pasti bingung denganku, sifatku yang mungkin bukan seperti Ana yang dulu, yang manja, yang selalu bilang ya atau baiklah. Maaf bu, aku sudah berbeda.
Ibu masih terdiam memandangku “sekarang aku harus melihat beberapa profil sekolah” ucapku yang kemudian duduk didepan komputer, aku belum mendengar suara pintu yang tertutup sampai aku menyalakan komputer.
“Ana” panggil Ibu.
“ya?” aku menoleh dengan wajah cukup ramah.
“tidak, tidak jadi, kalau begitu Ibu keluar dulu” setelah itu Ibu sudah hilang dibalik pintu. apa kata-kataku tadi begitu kasar? Aku menghembuskan napas berat, ternyata begitu sulit memulai hidup baru.
Baiklah “SHINWA-senior-high-school” aku mengeja kata-kata itu sambil mengetikkan namanya. Setelah menekan tombol enter sebuah situs yang berhubungan langsung dengan sekolah itu langsung muncul di baris pertama. Aku menekan bagian kiri mouse, setelah itu gambar sebuah sekolah tertera pada header situs tersebut. Sekolahnya lebih terlihat seperti bangunan bersejarah yang antik, taman yang asri dan sekolahnya cukup besar karena terdapat universitas didalamnya.
Aku mulai menelusuri profil sekolah itu, mungkin sekolahnya tidak begitu buruk. Setelah aku lulus SMA aku juga tidak perlu susah-susah mencari tempat kuliah lagi kan?
Aku suka sekolahnya, setidaknya aku tidak akan bertemu artis yang bersekolah disana. Semuanya anak-anak biasa, anak yang manis dan baik hati. I like it.
Setelah mandi dan berganti pakaian aku turun ke lantai bawah untuk memberitahu Ibu kalau aku sudah mendapatkan sekolah yang aku mau. Aku mencarinya ke berbagai ruangan sampai tiba di halaman belakang dimana terdapat taman kecil beserta kolam renang yang berukuran sedang.
“Mom?” panggilku. Aku melihatnya tengah mengotak-ngatik ipad miliknya. Dia menoleh dan aku mendekat, “aku sudah tahu sekolah mana yang mau aku masuki” ucapku. Ibu mendengarnya senang, ia menurunkan kakinya yang mulanya ia baringkan di kursi panjang.
“benarkah? Dimana?” Ibu tersenyum padaku, seperti tersenyum pada seorang anak kecil yang akan memilih permen dari pada Ice Cream.
“di SHINWA” ucapku hati-hati.
“SHINWA?” Ibu terlihat berpikir, dia sepertinya agak asing dengan sekolah itu. “Ah! SHINWA! Sekolahnya tidak jauh dari sini, kan?” Ibu kembali mendongak untuk melihatku. “tapi, itu bukan sekolah International” sekarang wajah Ibuku berubah heran. Aku berjalan dan duduk disampingnya.
“memang” aku mengangguk.
“tapi tunggu, bukannya SHINWA itu Universitas?”
“Iya, didalamnya juga ada SMA, aku suka sekolahnya dan jaraknya kan jauh dari sini” aku memandang Ibuku dengan senyuman tipis.
“kenapa kau tidak memilih sekolah Internasional saja? Kau bisa leluasa berbicara bahasa Ingris disana dan kau bisa bergabung dengan beberapa teman dari luar negri” jadi ini alasan Ibu menatapku dengan heran?
“aku hanya ingin jadi murid Korea biasa, aku terlalu lama meninggalkan Korea jadi aku harap aku bisa kembali menjadi warga Korea yang baik” aku tersenyum mantap tapi mata Ibu menatapku berbeda. Ia terlihat menghela napas.
“kau tahu, kau memiliki semua yang ada pada Ayahmu, matamu, rambutmu” ia menyentuh rambutku lembut, pandangannya seperti mengharap sesuatu “sifatmu juga” ia mengakhiri ucapannya dan memandang lurus kedepan “kadang aku berharap kau juga mewariskan beberapa hal yang aku punya, tapi ternyata semua milik Mark dan aku tidak mendapat apapun”
Ibu sepeti ingin tertawa, tapi bukan tawa bahagia. Meski tak memandangku tapi aku tahu matanya sedang memancarkan satu keinginan. Ibu benar, aku mewarisi hampir seluruhnya dari Ayahku mungkin itu yang membuatku yaman dengan Ayah dan terasa asing bila bersama Ibu, meski aku belum menemukan kecocokanku dengan Ibu tapi aku tetaplah putrinya.
“Mom tetap Ibuku, apapun yang terjadi” ucapku menyemangati “Bagaimanapun aku dan sifatku, aku tetap lahir dari rahimmu, jadi Mom jangan bahas itu lagi, ok?” sekarang matanya mengarah padaku, mungkin ia sedang berucap rasa syukur karena aku sudah mulai bersikap baik sekarang.
Umurku sudah tujuh belas tahun dan aku harus mengerti kondisi sekarang ini. Meski aku tidak menyukai apapun yang terjadi sekarang, tapi tetap saja semuanya harus aku terima.
“baiklah, Ibu akan mengurus semua surat agar kau bisa Sekolah secepatnya mungkin besok atau lusa kau sudah bisa masuk”
Aku mengendus tak percaya “besok?”
“ya, besok, kenapa? Kau masih ingin menunggu?”
“tidak, maksudku cepat sekali kalau besok, aku rasa Mom perlu banyak waktu untuk mengurus Sekolahku” aku mengingatkan, karena terakhir aku ingat dulu Ayah perlu waktu yang banyak untuk mengurus sekolahku ketika pindah ke San Francisco dulu.
“Ana, dunia ini berputar begitu cepat, kita tidak punya waktu banyak, kalau kau tidak terbiasa dengan kecepatannya kau akan tertinggal, itulah sebabnya kata-kata lebih cepat lebih baik itu ada” aku mengerjap beberapa kali, aku rasa bukan Ibu saja yang berharap aku dapat mewarisi sifat Ibu, aku juga berharap demikian.
Baiklah waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam –lagi – dan aku menemukan beberapa kertas di atas meja belajarku ketika aku selesai mandi. Disana terdapat beberapa berkas sekolahku, dikertas-kertas itu tertera logo SHINWA juga. Ini gila! Ternyata besok aku benar-benar sudah bisa sekolah. Mungkin ada untungnya mempekerjakan banyak pelayan.
Ketika sedang asik tersenyum memandangi berkas-berkas itu aku terkejut mendengar pintu kamarku diketuk. Aku segera berjalan menuju pintu dan membukanya. Seorang pelayan wanita tua tersenyum kearahku.
“Nona, maaf mengganggu, tadi ada pesan dari Nyonya, beliau berpesan agar Nona menelpon Ayah Nona dan memberitahukan bahwa Nona akan bersekolah besok” ia memberitahu dengan senyuman yang tak luput dari wajahnya.
“oh, baiklah” aku mengangguk semangat.
“telponnya sudah disediakan dibawah Nona” dahiku berkerut, Ah iya long distance, aku lupa menelpon Ayah tidak seperti menelpon dengan tetangga sebelah. Ini telpon jarak jauh.
“baiklah aku akan segera turun” aku mengangguk pelan dan wanita paruh baya itu mulai berjalan menjauh.
Sesampainya dibawah aku duduk di sofa kuning. Memang, sofa itu terletak di ruang tengah dekat tangga lagi pula aku tidak mungkin duduk di sofa dekat Juno bermain Play Station, kan?
Aku mengambil gagang telpon yang sudah berada di meja kecil persis di samping sofa itu. Aku mulai menekan tombol, sambil menunggu panggilan itu tersambung aku melirik sebuah ruangan dimana Juno berada. Seperti biasa, ia bermain play station di ruang itu. Lampu ruangannya sangat terang berbeda sekali dengan beberapa tempat diluar ruangan yang hanya dihiasi lampu kecil berwarna kuning dan juga suara dari play stationnya tidak begitu terdengar, tidak seperti biasa anak-anak yang bermain. Juno tidak mengeluarkan suara yang berisik.
“Hallo” aku dapat mendengar suara Ayah disana.
“Dad? Ini aku” aku tersenyum ketika mengatakannya. Mungkin ini efek rindu.
“Ana? Hi” dari suaranya aku tahu ia sedang lelah dengan pekerjaanya.
“apa Dad baru pulang kerja?”
“eem, begitulah”
Aku mengangkat alis sepertinya aku sedang tidak bisa berbasa-basi dengan Ayah.
“aku ingin mengatakan kalau besok aku sudah masuk Sekolah baru”
“benarkah? Wow cepat sekali”
“begitulah, mungkin banyak yang membantu Ibu untuk mengurus berkasku” jawabku sambil melirik seorang pelayan yang berjalan melewatiku.
“Dad, apa L sering main ke rumah?”
“untuk apa? Kaukan sudah tak disini tidak ada alasan untuknya mampir ke rumah” ucapan Ayah itu membuatku memutarkan bola mata.
“Dad! Tidak bisakah kau bersikap baik dengan temanku?” suaraku meninggi dan Ayah tidak menjawab “baiklah besok malam aku akan menelpon lagi dan aku mau Ayah mengundang L kerumah, aku ingin bicara dengannya”
“apa?” Ayah terdengar terkejut “bagaimana bisa?”
“bisa saja, Ayah mungkin dapat mengajaknya makan malam atau alasan yang lain” aku sudah menggigit bawah bibirku, rasanya aku ingin tertawa.
“oh no no no!”
“oh mungkin Dad sudah ada janji makan malam dengan Stacy? Baiklah kalau begitu”
“tidak tidak” ia mengelak, Ayolah aku pasti dapat membujuk Ayah. Tak lama kemudian aku mendengar helaan napas.
“baiklah” jawabnya setuju. Aku tahu ia sangat frustasi, atau mungkin bingung. Tapi sungguh aku hanya ingin berbuat baik, Ayah harus punya hubungan baik dengan L, itu akan mempermudahku berteman dengannya, kan? “tapi Dad harap kau tidak lewat jam tujuh malam menelpon lagi karena Dad tidak jamin ia akan bertahan lama dirumah”
“Dad, come on!” tegurku, Ayahku memang terlalu jahil dan aku tidak ingin nanti L tidak mau berteman denganku lagi. “yausudah Dad, aku harus bangun pagi, bye Dad”
“ok, bye” balasnya dan aku memutuskan sambungan. Aku senang Ayah dalam keadaan baik-baik saja meski ia sepertinya sedikit lelah.
Saatnya kembali ke kamar. Aku bangkit dan mulai melangkahkan kaki menuju anak tangga. Tapi tunggu, aku kembali memutar tubuhku karena ruangan terang tempat Juno bermain menjadi perhatianku, aku berjalan kearah ruangan itu. Aku ingat ketika pertama kali aku ke ruangan itu dan aku malah termakan kekesalan diriku sendiri, menghadapi Anak kecil seperti Juno sangatlah sulit, tapi itu yang membuatku penasaran.
Aku mendekat dan melihat Juno yang sibuk menatap layar tanpa berkedip. Akhirnya aku menutuskan untuk duduk disalah satu sofa dan melihatnya bermain.
Juno ternyata sangat berbeda dengan kebayakan anak seumurnya. Matanya terus menatap layar tanpa memunculkan ekspresi yang berlebih, bahkan ia tidak mengeluarkan suara saat ia berhasil melumpuhkan lawan di permainannya atau saat ia dapat mencetak gol. Ok, ini aneh.
“Hi, apa yang sedang kau mainkan?” aku memberanikan diri untuk menyapa. Ia seperti baru menyadari keberadaanku dan melirikku sinis, aku tidak suka lirikannya. Ia tidak menjawab dan malah membuang muka.
“apa besok kau tidak sekolah?” aku masih berusaha bersikap baik dengan menglembutkan nada suaraku. Tapi ia tak kunjung membalas pertanyaanku dan tetap diam. Aku tidak habis pikir.
“terserah kau saja” aku langsung bangkit dan meninggalkan ruangan itu. Aku bersumpah tidak akan ke ruangan itu lagi jika tidak terpaksa.
Sampai di kamar aku langsung membanting tubuhku kesal. Dasar Teo Joong kecil, hanya bisa memperlakukan orang dengan tidak baik, pintar membuat orang tidak nyaman.
Sudah! Aku tidak ingin mengingat hal yang membuatku kesal. Besok hari pertamaku sekolah dan hari ini aku akan tidur cepat. Aku akan mulai hidupku sebagai siswa di Korea dan semoga besok jadi hari yang menyenangkan. Semoga.
-
NB: sebelumnya aku mau meingingatkan latar di FF ini fiksi, begitu juga sekolahnya. Dan nanti aku pakai cast itu tampilan atau sifatnya agak berbeda dari yang asli jadi jangan kaget ya, intinya ini semua serba fiksi, just for fun, semoga tetap suka sama cerita ini yaa^^ terima kasih sudah baca sampai chapter ini, jangan lupa love, comment dan sharenya :D