home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > ANABELLE

ANABELLE

Share:
Author : Rezkyka
Published : 23 Apr 2014, Updated : 24 Oct 2017
Cast : Anabelle Walker as OC, Kim Jongin, Xi Lu Han, Kim Myungsoo , Lee Taemin and many
Tags :
Status : Ongoing
6 Subscribes |44968 Views |15 Loves
ANABELLE
CHAPTER 26 : SEKARANGLAH WAKTUNYA

Aku mendongak ketika suara pintu terbuka. Taemin muncul dengan kaus lusuh dan celana pendek selutut, wajahnya terlihat was was saat aku berdiri dan melepaskan lutut dari dekapan tanganku. Aku menatap Taemin dengan garang berharap dia melihat ancaman dari mataku.

Tapi wajahnya terlihat biasa saja, ramah seperti biasa, menyejukan seperti biasa. Oh tidak Ana, tidak! Tidak! Jangan lihat matanya.

"Hi Ana" sapanya, suaranya benar-benar enak didengar, ya Tuhan. Bagaimana aku bisa sanggup menghadapi Taemin?

"Dimana-Juno?" aku berbicara penuh penakanan sembari menyadarkan diri untuk tidak menurunkan nada suaraku dan untuk tidak bersikap ramah pada Taemin.

"Di... di dalam" Taemin menyadari wajahku yang penuh amarah. Wajah polosnya terlihat begitu mempesona, seolah membuat amarahku memudar meski aku masih terus membentengi diri untuk tidak bersikap ramah padanya.

Aku mendorongnya dengan tenaga yang cukup kuat, ia terlihat seperti mengalah dan pura-pura terhuyung padahal dia bisa saja menahan dorongan tanganku.

"Juno!" Panggilku keras. Sekali panggil Juno berlari kecil keluar dari sebuah ruangan. Dia menatapku dengan penuh penasaran dari jauh. Wajahnya terlihat tidak pucat, ia juga masih bisa berlari tadi.

Lega melihat Juno masih baik-baik saja tapi aku tetap harus menanyakan keadaannya nanti. Dan yang terpenting sekarang adalah aku harus membawanya keluar dari rumah ini. Segera.

Aku menghampiri Juno dan menarik lengannya "Ayo pulang!" ucapku sedikit membetak, Juno terlihat terkejut tapi tidak lebih terkejut dari pada aku tadi. Mengetahui Juno disini bersama Taemin membut jantungku hampir lepas.

"Noona, ada apa?"

"Aku sudah memperingatkanmu, kan? Jangan bermain dengannya"

"Tapi Taemin hyung temanku" wajahnya terlihat sedih, berbeda saat aku memperingatkannya tadi pagi, Juno lebih terlihat memohon dibanding membantah.

"Kau bisa cari teman yang lain" aku kembali menarik tangannya.

"Ana" aku bergeming, panggilan itu membuat kakiku tiba-tiba berhenti.

"Jangan seperti ini kasihan Juno" suara Taemin benar-benar lembut, seperti suara malaikat. Aku bahkan ingin sekali menatap wajahnya tapi segera aku urungkan.

"Aku tidak akan pernah menyakitinya" suaranya meyakinkanku. Ya, aku tahu bodohnya aku mengakui itu, aku tidak pernah merasakan bahaya jika bersama Taemin. Tapi ada sesuatu dihatiku yang terasa sakit saat melihat Taemin. Mungkin rasa amarah yang belum hilang, mungkin rasa kecewa yang tidak akan pernah sembuh. Harusnya dari awal aku tidak berteman dengan Taemin, setidaknya ketika semua ini terjadi aku tidak bisa menyalahkannya.

Juno menatapku dan Taemin bingung. Bagaimanapun juga aku tidak bisa menceritakannya pada Juno, aku tidak akan melibatkannya dalam masalah ini.

"Noona?" Panggilan Juno membuatku sadar bahwa aku masih harus mebawanya pergi dari rumah ini. Rumah yang memberi rasa nyaman sebagai perangkapnya.

"Akukan sudah bilang janga main disana lagi!" Bentakku ketika kami sudah sampai di rumah Ibuku.

"Kalau Noona sedang ada masalah dengannya kenapa aku juga ikut terbawa?" Keluh Juno dengan amarah.

Napas Juno terdengar tidak teratur, mungkin aku terlalu cepat berjalan sambil menarik tangannya.

"Noona hanya ingin melindungimu" suaraku merendah, dan aku tahu ada yang salah dari kata-kataku tadi.

"Noona ingin melindungiku dari orang yang selalu menyelamatkanku?" Wajah polos Juno berubah menjadi heran "padahal sebelum Noona datang, Taemin hyung yang selalu menjagaku" Juno memandangku dengan sangat bingung, alisnya mengkerut dan bibirnya terkantup. Aku terdiam memandang lurus kematanya, rasanya bukan seperti berbincang dengan anak sepuluh tahun.

Juno meninggalkanku lebih dulu dan berjalan menuju kamarnya. Juno benar, selama ini Taemin selalu bersikap baik, jika ia ingin mencelakakan keluargaku ia pasti sudah melakukannya sejak dulu.

Aku mulai merasa pusing memikirkannya, jadi aku memilih duduk di sofa tempat biasa Juno duduk ketika bermain Wii miliknya dan memikirkan semuanya. Semua yang sudah terjadi, dan mungkin akan terjadi. Taemin menjerumuskanku, Taemin menolong keluargaku, aku menemukan Golden Compass, hidupku terancam, aku marah pada Taemin, Juno marah padaku, akhirnya aku mengilang selamanya, dan keluargaku tetap aman mungkin itu adalah arusnya. Tidak ada pilihan lagi bagiku, jadi pasrah saja karena melawan arus akan sangat menyulitkan.

Aku memperhatikan ruang tengah ini, tempat Juno menghabiskan waktu. Sofa ini pas sekali dengan jendela besar yang terhubung dengan halaman luar, dengan duduk disini aku pasti tahu jika ada yang datang. Lalu disebelah kiriku juga terdapat jendela yang menghubungkan dengan halaman depan, aku bisa melihat kolam berenang dari sini.

Aku rasa ruangan ini juga akan menjadi tempat bersantaiku, semoga saja Juno tidak keberatan untuk berbagi tempat. Karena sepertinya hanya tempat ini yang benar-benar terasa nyaman meski suasananya sepi, aku tidak merasa kesepian, atau mungkin...

Atau mungkin ini cara Juno untuk menghilangkan kesepiannya selama ini.

Dan lama-lama duduk disini membuatku mengantuk, angin dari belakang halaman membuatku mengantuk. Mungkin istirahat disini sebentar tidak masalah.

-

"Dua pria bertubuh besar dengan satu anak perempuan dan dua anak laki-laki menyeberangi perbatasan, rencananya akan menyerang, kalau bisa mereka akan menyerangku juga, kemudian menembaki semua vampir di Korea atau mengebom museum"

"Bagaimana mereka melakukannya?"

"Mereka rela bunuh diri"

Aku mencubit kedua telapak tanganku bergantian menahan kantukku yang tidak kunjung hilang. Benda yang menggantung di leherku terasa semakin berat, meja dihadapanku seolah terlihat semakin mendeka, seperti menyarankan untuk membaringkan saja kepalaku diatasnya.

"Ana konsentrasilah" suara pria dihadapanku membuat aku terbangun bahkan disaat mataku belum sempat terpejam.

"Harusnya Anda membiarkan saya tidur sebentar, semua itu petunjuknya dari mimpi" keluhku.

Sudah hampir delapan jam aku disini dan aku yakin ini sudah lewat tengah malam. Aku sedang bersama salah satu vampir, vampir berbau mulut yang selalu membuatku mual setiap ia berusara. Bisa saja aku berkata jujur dengan berkata "hey vampir tua, sebaiknya tutup mulutmu aku tidak tahan baunya" bisa dipastikan hidupku hanya menghitung detik karena anak Immortal yang berdiri disampingnya akan langsung memenggal kepalaku. Anak Immortal ini anaknya, namanya Suho, katanya dia salah satu pemimpin remaja Immortal disini. Wajah sepolos dan semulus ini jadi pemimpin makhuk yang mengerikan, sayang sekali.

"Ana, cepat katakan apalagi yang dikatakan Golden Compass itu" si vampir tua yang sampai sekarang tidak kuingat namanya masih terus mengintrogasiku.

"Tuan, lihatlah aku!" Seruku padanya "aku belum berganti pakaian, belum makan malam dan baru saja tidur satu jam didalam 48 jam yang aku lewatkan dan sekarang aku disini harus menjelaskan mimpi yang sudah merenggut tidur nyenyak selama satu jam terakhirku" orang yang mengantuk memang seperti ini, aku selalu ingin marah marah sejak tadi.

"Baiklah Ana, aku tahu beberapa hari ini terasa sulit bagimu, aku akan minta tolong seseorang untuk mengambil ramuan-"

"Aku tidak mau minum ramuan lagi, aku-ingin-tidur-saja, apa kalian tidak mengerti?" Aku mencondongkan tubuhku kedepan dengan alis terangkat sebelah. Aku yakin ekspresiku ini sudah menggambarkan semuanya, lingkaran hitam dibawah mataku juga pasti bisa menjelaskan kepada mereka.

"Ayah, lebih baik kita biarkan dia istirahat di Peru, besok pagi ia akan bertemu dengan Raja, tidak baik jika penampilannya seperti ini" Suho melirikku dengan sedikit mengejek.

"Baiklah, aku akan membuat laporan, tolong antarkan dia ke Peru" vampir itu bangkit dengan tertatih, tubuhnya rapuh tapi matanya tetap tajam.

"Tentu Ayah" dan anak yang berkulit terlalu putih ini membungkuk sangat dalam dan bicara terlalu formal. Pria tua itu Ayahnya atau majikannya sih? Mereka bertingkah sangat formal.

Sekarang Vampir tua itu pergi, sepertinya setiap hari ketika aku memimpikan sesuatu yang aneh aku harus melaporkan semua padanya.

"Mari Ana, kita pergi" aku menurut dan membuntutinya dari belakang.

Suho berjalan seperti layaknya model, begitu tenang tapi elegan. Bicaranya saja masih kaku dan formal, bertanya padaku saja formal sekali. Untung saja Kai tidak seperti itu. Kenapa aku jadi memikirkan anak itu?

"Apa aku boleh bertanya?" Ucapku hati-hati saat kami berjalan keluar.

"Silakan"

"Siapa yang membawaku kesini? Dan bagaimana kalian tahu kalau Golden Compass memberitahuku sesuatu?"

"yang membawamu kesini tadi Kai"

"Kai?" Seruku terkejut "Mianhamnida, Kai-ssi?" Bodohnya aku kenapa aku jadi salah tingkah seperti ini.

"Iya dan Chanyeol"

"Oh"

"Katanya Kai terpaksa membopongmu ke mobil karena kau tidak kunjung bangun" aku melihat Suho menahan senyumnya saat membukakan pintu untukku.

"Apa?" Kataku terkejut.

"Mungkin karena Chanyeol terlalu memakai kekuatannya jadi tidak hanya keluargamu yang tidak menyadari kedatangan mereka, tapi kau juga"

Aku memangkat alisku, jadi mereka datang berdua. Chanyeol, aku harus mengingat nama pria tinggi itu, sepertinya aku juga akan sering bertemu dengannya, dia adalah orang yang akan mengambil dan mengembalikan ingatan keluargaku, jadi aku tidak boleh macam-macam dengannya.

"lalu bagaimana dengan petunjuk Golden Compass itu?"

"Ah, itu kau hanya perlu memberitahu setiap kau dapat petunjuk, biasanya dari mimpi, kami mengetahui karena setiap pergerakan asing para vampir dan Immortal akan langsung diketahui dan kami perlu gambaran jelas yanga diberikan Golden Compass itu" ia menjelaskan "tapi walaupun sedang tidak terjadi sesuatu kau harus tetap memberitahu kami jika Golden Compass memberitahumu sesuatu" lanjutnya dengan senyum seadanya. Aku mengangguk paham.

"Silakan masuk" Suho membuka pintu rumah Sekretaris Lee dengan gerakan luwes namun tetap menunjukan rasa hormatnya.

"Kau terlalu sopan" ucapku sedikit menyindir kemudian berjalan mendahuluinya "kau tidak perlu bersikap terlalu baik padaku, aku tahu setiap anak Immortal ingin menendangku setiap aku melewati mereka, jadi jangan sungkan kau boleh bersikap seperti anak yang lain"

"Untuk apa aku menendangmu aku tidak suka bersikap kasar terhadap wanita"

Aku menyipitkan mata, "jadi kau hanya memburu darah manusia yang berjenis kelamin laki-laki?"

Langkah Suho terhenti badannya jadi kaku dan menghadapku dengan sekali gerakan "kenapa kau berani sekali membahas buruan seorang Immortal?"

Aku sedikit merinding mendengar suara Suho yang berubah tidak ramah. Apa aku sudah menghinanya? Membuatnya marah?

"Anak-anak, kalian sudah datang?" Kedatangan Sekretaris Lee menyelamatkan hidupku. Kali ini aku hanya beruntung, aku harus lebih menjaga mulutku yang kelihatannya lebih ceroboh dari langkahku.

Aku membungkuk hormat sedangkan Suho sudah pergi menuju ruang kerja Sekretaris Lee, ruangan tempat aku pertama kali berkumpul dengan anak-anak Immortal.

"Bagaimana keadaanmu Ana?"

"Fantastic, Doctor" sahutku kesal, mungkin aku hanya terlalu lelah apa lagi untuk bilang aku baik-baik saja.

Sekretaris Lee menyentuh keningku "badanmu sedikit hangat, sepertinya kau benar-benar kurang tidur"

"Harusnya Tuan bilang hal itu didepan vampir yang mengintrogasiku tadi" keluhku.

"Kau masih saja memanggilku Tuan" Sekretaris Lee menarik ujung bibirnya "istirahatlah, Sa Eun sudah membersihkan kamarmu"

"Ya, baiklah" aku membungkuk sejenak dan pergi ke kamar yang katanya sudah jadi kamarku itu. Tapi sebelum aku melangkah mataku sengaja aku arahkan ke ruang kerja Sekretaris Lee, itu hanya berlangsung sebentar karena mataku langsung bertemu dengan mata Kai yang entah mengapa mengarah kearah pintu saat aku berjalan. Apa dia tahu aku yang datang? Apa yang dia lalukan disini?

Aku buru-buru mengalihkan pandanganku dan berjalan cepat, entah kenapa aku jadi merasa malu jika bertemu dengannya. Membayangkan dia masuk ke rumahku dan menemukan aku yang tertidur di ruangan tengah dengan mulut terbuka, air liur mengalir dan aku tidak bisa dibangunkan, dan dia mau tidak mau membopongku. Ah, aku pasti sudah jadi perbincangan anak-anak Immortal sekarang.

Bodohnya aku, tanpa kejadian itu sejak awal aku sudah jadi perbincangan seluruh anak Immortal, harga diriku sudah tidak ada didepan mereka.

Harusnya setibanya dikamar aku langsung merasa mengantuk dan tergoda untuk segera tidur, tapi selera tudurku jadi hilang. Aku jadi tidak mengantuk. Bisa saja besok hari terakhirku. Kalau Raja Yong itu tidak menyetujui permintaanku aku pasti akan segera mati, tapi jika Raja menyetujuinya berarti aku akan mati perlahan dengan penderitaan dan ancaman yang tidak akan bisa menyelamatkanku juga.

Apa bedanya? Akukan tetap akan mati, jadi 'menyerahlah pada takdirmu sendiri' adalah ungkapan yang tepat. Ikut arusnya saja.

Setelah menggantung seragamku di pintu lemari, aku menatap diriku dicermin panjang yang berdiri tegak. Memperlihatkan piyama yang lebih cocok jadi gaun pesta dansa. Atau aku saja yang kampungan.

Aku duduk di sudut tempat tidur dan menyenderkan kepalaku pada tiang tempat tidur yang terbuat dari kayu yang diukir.

"Kenapa aku tidak kunjung bisa membuka benda ini?" Keluhku sambil menatap benda keemasan di tanganku.

Sebenarnya aku tidak mau munafik, sejak aku menemukan Golden Compass hidupku berubah, jadi sedikit... menarik, tidak membosankan dan sangat menantang. Mungkin ini terjadi karena aku sempat berdoa agar aku diberi alasan untuk tetap tinggal di Korea, tapi yang aku maksudkan bukan seperti ini. Meski sebenarnya jika semua ini tidak melibatkan orang-orang yang aku sayangi, mungkin aku akan menganggap semua ini sangat seru dan menantang. Aku tidak ragu untuk bertindak, aku bisa berbuat semauku, memperalat Vampir dan belajar sihir. Tapi situasi disini berbeda, aku dalam bahaya, keluargaku dalam bahaya.

Aku jadi makin tidak bisa tidur memikirkannya. Mataku berusaha terpejam tapi tidak ada yang terjadi, sampai langkah kaki seseorang yang mendatangi kamarku terdengar. Aku langsung menegakan badanku dan mempertajam pendengarnku. Benar, ada yang datang.

Aku segera mengalungkan Golden Compass itu dan berjalan menuju pintu. Jangan Ana, jangan buka pintunya!

Tapi aku harus membuka pintunya!

Jangan bertingkah bodoh!

Aku memang sangat bodoh! Jika tidak aku pasti tidak akan berurusan dengan semua ini.

Akhirnya aku membuka pintu, dengan segenap keberanian aneh ini.

"Kai?" Ia berdiri disana hendak mengetuk pintu, matanya juga menatapku terkejut.

"Kau mengejutkanku!" serunya kesal.

"Kau yang berdiri didepan kamarku, harusnya aku yang bilang begitu" aku jadi terbawa emosi.

"Aku kira kau sudah tidur" nadanya seperti tidak mau disalahkan.

"Aku tidak bisa tidur" ucapku jujur mengikuti nada bicaranya.

Kami jadi mengobrol di depan pintu, aku tidak mempersilakannya masuk, karena aku rasa ini hanya kunjungan sementara.

"Aku sudah menduganya, ini" ia mengangkat sebuah kantong plastik ke depan wajahku.

"Apa ini?" Aku meraihnya dan mengintip isi didalam kantong plastik itu.

"Janjangmyeon, aku membelinya tadi diluar" aku meliriknya tidak percaya "diluar Peru maksudku, didekat museum ada tempat menjual Janjangmyeon"

"Gomapseumnida" aku menundukan kepalaku sejenak, kemudian disusul suara dari perutku. Ternyata aku memang sedang lapar, kenapa aku baru menyadarinya?

"Apa memberiku makan juga termasuk pekerjaan rahasia untukmu?"

Kai terlihat menahan tawanya, bahkan ia mengangkat tangannya untuk menyembunyikan bibirnya yang semakin mengembang. Apa aku baru saja menanyakan hal bodoh?

"Ini sih bukan rahasia namanya, semua orang yang melihat wajahmu juga tahu kau pasti sedang kepalaran, lagi pula Sunbae-nim yang menyuruhku membelinya" ia menggelengkan kepalanya. Sepertinya aku benar-benar terlihat payah dimatanya. Aku tidak bisa bohong kalau aku senang ada seseorang ditugaskan menjagaku secara rahasia, tapi rasa senangku jadi begitu terlihat. Rasanya murahan sekali aku ini.

"Ah, kalau begitu sampaikan rasa terimakasihku, selamat malam" aku berusaha tidak tersenyum.

Ia terlihat menangguk, setelah melihat responnya aku memundurkan langkah untuk menutup pintu, tapi tangan Kai lebih dulu mengenggam gagang pintu.

Ia memajukan tubuhnya dan berbisik padaku.

"Lain kali, aku akan memberitahumu apa saja pekerjaan rahasiaku" bisikannya begitu merdu tapi tetap tegas, membuatku merasa nyaman dan malu sekaligus. Kemudian ia menutup pintu dan aku bisa merasakan langkah kakinya menjauh.

-

Dini hari: Saat mata hari belum tampak, bahkan tidak akan pernah tampak di Peru.

Waktunya bertemu dengan sang Raja, waktunya menyelamatkan dunia. Haruskah aku berkata begitu? Apakah aku harus terlihat seperti itu untuk menenangkan hatiku? Pura-pura menjadi pahlawan yang akan menyelamatkan dunia. Dunia siapa? Penyihir? Vampir? Aku memang sudah tidak waras. Betapa percayanya aku dengan hal-hal rahasia yang mereka sembunyikan untuk memperalatku, seolah aku jawaban atas doa mereka.

Kejadian mimpiku semalam terputar kembali saat aku berada di tengah jalan yang mengarahkanku pada dua cahaya yang berbeda. Lalu ada suara yang mengatakan "kau adalah rahasia yang tidak bisa kami ungkapkan" lalu disusul dengan "Mereka memperalatmu" entah suara itu berasal dari mana kemudian suara ramai tedengar, suara orang berteriak, suara orang kesakitan dan suara pedang beradu juga, ternyata aku berdiri di tengah kerumunan pasukan yang sedang berperang. Mimpi yang sangat aneh.

Kim Sa Eun masih menyisir rambutku, menatanya dengan baik. Kemudian berjalan menuju lemari untuk mengambil seragamku. Aku memejamkan mata sebentar dan mendengar dengan seksama. Tapi aku tidak mendengar satu langkahpun milik Kim Sa Eun meski ia sedang berada didekatku padahal ketika Kai berjalan ke kamarku aku dapat mendengarkannya dengan baik.

"Kali ini kau harus pergi ke Sekolah dari sini, setelah bertemu yang mulia Raja, Sekretaris Lee akan mengantarmu ke sekolah"

Aku membuka mataku dan menoleh kearahnya, "baik" sahutku formal. Ia tersenyum ramah padaku seperti biasa.

"Apa aku boleh bertanya sesuatu?"

"Tentu saja" ia meletakan seragamku di tempat tidur.

Sebenarnya begitu banyak pertanyaan dibenakku, dan mungkin pertanyaan-pertanyaan itu tidak seharusnya aku limpahkan kepada Kim Sa Eun.

"Apa aku boleh memanggilmu Eonnie?" Dari seribu pertanyaan aku tiba-tiba memilih satu yang paling aman, satu yang mungkin tidak akan menyelamatkan hidupku tapi dapat membuatku menjalani semuanya dengan lebih nyaman yaitu dengan menjalin persahabatan dengan wanita dihadapanku ini.

"Tentu saja" Kim Sa Eun terlihat senang dan memelukku erat. Aku tahu pelukkannya sangat tulus, aku tahu ia orang baik. Hanya situasi yang membuatku hampir menganggapnya musuh, atau bisa saja suatu hari nanti kami akan benar-benar bermusuhan. Dan perasaan itu yang membuat aku merasa canggung.

"Gamsahamnida... Eonnie"

"Besiaplah, kami akan menunggu dibawah" Sa Eun Eonnie -begitulah sekarang aku memanggilnya- pergi dan menghilang dibalik pintu. Aku kembali ditinggal sendiri dikamar sebesar ini. Bahkan jendela disalah satu dinding terlihat tidak begitu berguna, karena tidak pernah ada cahaya yang dipantulkan kedalam kaca jendela itu.

Aku melihat jam ditanganku. Jam menunjukan pukul 04.30 pagi. Bagaimana aku dapat melanjutkan semua ini? Aku harus pulang larut, dipindahkan tengah malam, dan dibangunkan sebelum fajar. Bagaimana aku bisa tahan?

Tidak, demi Ayahku, demi Ibuku dan keluarganya aku harus bisa bertahan untuk dapat lebih lama bersama mereka. Meski waktu yang tersisa untukku tidak banyak setidaknya masih ada kesempatan, masih ada kemungkinan.

Semangatlah Ana, kau akan baik-baik saja.

Setelah sarapan, aku dan Sekertaris Lee kembali menelusuri Peru yang gelap dan lembab, dengan penerangan seadanya, dengan tatapan misterius dari balik jendela-jendela rumah yang berbaris menghadap jalan. Suasana ini jauh lebih seram dari film horor yang pernah ku tonton. Dan hidupku akan selalu jadi film horor yang akan terus diputar untuk menggantikan kehidupan bahagiaku.

Menyedihkan.

"Apa yang akan dibicarakan hari ini?" Aku mencoba memecahkan keheningan, sekaligus mencoba peruntunganku, siapa tahu aku punya rencana untuk benar-benar kabur jika pertemuan kali ini membahas eksekusiku "apa mereka akan mengabulkan permintaanku?"

"Kita lihat saja nanti, keputusan Raja bersifat rahasia"

"Hemm, rahasia"

"Ada apa Ana?"

"Oh tidak, aku hanya sedikit bosan mendengar kata itu"

Sekretaris Lee tersenyum seolah tahu maksudku "akan aku beritahu kata selanjutnya yang akan membuatmu bosan"

"Apa itu?"

"Gwenchanayo?"

Tanpa sengaja aku tertawa mendengarnya, tawaku terdengar sangat nyaring, bahkan aku sendiri merinding mendengar suaranya.

"Mianhamnida" ucapku sambil meredakan tawa.

"Gwenchanayo" jawabnya senang.

Dan aku tidak bisa menahan tawa lagi. Untung saja Sekretaris Lee ikut tertawa jadi aku tidak begitu merasa bersalah. Ah, benar-benar obrolan yang berguna.

Kami sampai di lobby museum, masih menyisakan tawa riang kami. Seandainya semua anak Immortal seramah Sekretaris Lee, aku pasti lebih tenang menjalani semua ini.

"Aku baru lihat ada yang berjalan menuju pintu kematian dengan begitu senang"

Aku hafal sekali suara itu, gadis yang selalu menyambut kami di lobby museum. Suaranya benar-benar membuatku merinding.

"Hya, Kang Seul Gi, jangan terlalu kejam padanya, arrachi?" Tegur Sekretaris Lee.

"Ne, Sunbaenim" ia membungkuk hormat kemudian berjalan menuju lift diikuti kami beserta beberapa anak Immortal yang terlihat lebih muda.

Kami masuki ruangan itu lagi, ruangan yang letaknya di lantai paling dasar museum, dimana tidak semua orang tahu keberadaannya. Lagi-lagi aku menginjak karpet merah, lagi-lagi aku melihat lukisan aneh menghiasi dinding dan lagi-lagi aku melihat tatapan membunuh ketika aku memasuki ruangan ini.

Hanya yang berbeda, ruangan ini terlihat lebih ramai. Sekelompok orang dengan jubah merah berbaris, jubah yang sama persis dipakai Taemin saat upacara penyerahan.

Kemudian beberapa kelompok dengan pakaian serba coklat juga ada disana, salah satu yang aku kenal wajahnya adalah Kangta. Ya, aku mengenali wajahnya dan Perdana Menteri juga ada disana. Aku tersenyum kearah mereka, tapi aku juga tidak bisa menyembunyikan kekhawatiranku. Apa akan terjadi sesuatu yang buruk jadi mereka disini untuk menjadi saksi kematianku atau sebaliknya, tapi aku benar-benar tidak memiliki firasat apa-apa. Setidaknya ada beberapa penyihir disini pasti untuk mencari tahu apa keputusan yang diambil dan sebagiannya untuk melindungiku, aku harap.

Aku dan Sekretaris Lee masih berjalan menelusuri karpet merah yang membawa kami kehadapan Raja. Aku berjalan dengan lebih berani dan mood-ku juga sedang bagus karena candaan Sekretaris Lee tadi.

"Selamat pagi" sapa Raja Yong entah pada kami atau pada benda keemasan yang bergantung di leherku.

"Aku sudah mendengar laporanmu Ana, dan para vampir serta Immortal yang menyusup ke Korea sudah kami tangani" raja tersenyum "kerja bagus"

"Gamsahamnida, yang mulia"

"Silakan tempati posisimu, kita akan mulai pertemuanya"

Aku berdiri tidak jauh dari tahta, menghadap para tamu yang terlihat lebih asing. Kecuali beberapa anak Immortal yang terlihat berpencar namun tetap membentuk berisan, seperti menjaga para tamu agar tetap tertib.

Keributan mulai menghilang dan ruangan terasa sedikit dingin. Sudah tidak terdengar suara orang bicara dan beberapa orang mengarahkan pandangannya kearah sang raja.

"Selamat datang, rekan-rekanku sekalian" kalimat itu membuka pertemuan hari ini. Dan karena pangilan 'rekan-rekanku' mengartikan bahwa mereka semua adalah tamu penting, bukan rakyat vampir biasa. Aku menajamkan penglihatanku dan melihat beberapa wajah warga asing dengan rambut pirang dan beberapa dengan alis dan kumis tebal.

"Hari ini aku akan mengumumkan sesuatu pada kalian, seperti yang kalian tahu" Sang Raja mulai terlihat berjalan tidak nenentu, mengambarkan kegusaran yang meragukan "situasi saat ini memang situasi sulit, selama seratus tahun terakhir semuanya berjalan lancar tapi kejadian ini harus kembali terjadi, tentunya kita harus belajar dari pengalaman masa lalu"

Jadi sebelumnya hal ini pernah terjadi? Seseorang, manusia biasa, pernah memiliki Golden Compass ini? Sepertinya aku belum dengar sejarah lengkapnya. Atau memang mereka sengaja menyebunyikannya. Aku melirik kearah Sekretaris Lee yang mengacuhkan pandangan penasaranku.

"Kita baru saja mendapatkan kembali kekuasan, aku tidak bisa melibatkan Vampir di luar negri, tapi aku telah mendapat kabar bahwa berita ini hampir menyebar keseluruh dunia dan tidak lama lagi Korea akan di datangi Vampir dan para Immortal asing yang siap menyerang dan memata-matai kami" Raja Yong terlihat lebih luwes menceritakannya, seolah penjelasannya tidak memperburuk perasaan tamunya yang mulai cemas.

Sekarang aku tahu apa yang dilakukan para anak Immortal, mereka menerjemahkan perkataan Raja pada kelompok disamping mereka.

"Maka untuk mencegah peperangan yang pernah terjadi, aku akan mengabulkan permintaan Anabelle" Raja Yong menoleh kearahku, diikuti pandangan orang-orang kecuali Sekretasi Lee.

"Tapi sebelum itu, dia harus mengucap sumpah dihadapanku, para penyihir dan tamu terhormat kami yang datang jauh-jauh dari luar negri dengan membawa beban begitu berat" Tangannya terulur kearah orang-orang berbadan tinggi yang berbaris gagah di samping raja, "untuk memastikan bahwa ia berada dipihak kami, untuk memastikan bahwa ia akan mentaati peraturan kami, dan kalian semua dapat merahasiakam informasi ini kecuali dengan raja kalian, seolah permintaan ini muncul dari peraturan baru vampir agar perang tidak akan terjadi kembali"

"Bagaimana Ana?" Pandangan Raja kembali kearahku. Aku terdiam dan napasku tercekat. Untuk apa aku melakukan semua ini, demi menolong keluargaku? Teman-temanku? Untuk apa untungnya untukku melakukan semua ini, bukannya tidak seharusnya aku peduli? Tapi bagaimana jika yang aku lakukan merubah semuanya menjadi lebih baik aku bisa membantu para penyihir, aku dapat mengurangi korban manusia, walau tetap saja aku akan mati setelahnya. Jangan ambil sumpah itu, aku harusnya lari saja dari sini dan membawa golden compass ini. Tidak, aku aka baik-baik saja, kau harus menolong mereka Ana.

"Ana? Kau mendengarku?" Raja kembali bersuara.

"Kau baik-baik saja, Ana?" Sekretaris Lee menyentuh pundakku.

Aku menggeleng cepat "Tidak, hanya suara-suara itu membuatku pusing"

"Suara?" Sekertaris Lee merasa tidak yakin dengan suara yang aku maksud.

"Iya, suara di kepalaku" aku mendongak dan menatapnya, berusaha meyakinkanku bahwa semua ini nyata.

"Baiklah" jawabku pada Raja Yong seolah tidak terjadi apa-apa.

"Aku baik-baik saja" bisikku pada sekretaris Lee.

Aku melirik kearah kelompok penyihir. Sangat merasa bersalah jika aku mengambil sumpah itu mereka sudah melindungiku selama ini, menyelamatkanku, dan sangat perhatian padaku. Bagaimana pun juga aku  harus melakukannya demi melindungi mereka.

"Tapi izinkan aku bertemu lebih dulu dengan mereka" pintaku pada sang Raja. Ekspresi 'sudahku duga' terpampang di wajahnya, membuatnya makin terlihat angkuh.

"Baiklah, berikan mereka waktu" Raja Yong berseru "5 menit Ana" lanjutnya padaku.

Aku berlari dan tidak perduli dengan tatapan orang-orang. Entah kenapa aku langsung memeluk Perdana Menteri yang seperti sudah meduga hal-hal emosional ini.

Perdana Menteri menepuk pundakku "Gwencanyo Ana, gwenchana" harusnya saat aku mendengar kata-kata itu, aku tertawa. Tapi sekarang air mengalir menelusuri hidungku.

"Kau akan tetap kami anggap sebagai keluarga, kami akan tetap melindungimu" Tangannya begitu hangat, seperti tangan seorang Ayah.

Aku melepas pelukanku "Terima kasih telah menjagaku selama ini, dan mau menolongku sampai sejauh ini, aku tidak bisa memberikan apa-apa, aku akan lakukan yang terbaik" aku membungkuk hormat.

"Kau sudah lakukan yang terbaik Ana, harusnya kami yang berterima kasih dan meminta maaf kau harus selamanya terjebak disini" Aku berusaha menahan air mata agar tidak mengalir lebih deras lagi. Tapi gagal.

"Kau sudah berusaha keras" tambahnya sambil mengguncangkan kedua bahuku dan tersenyum bangga, seolah aku sudah kalah dalam olimpiade dunia.

"Aku harap aku bisa bertemu Luhan dan Victoria Eonnie, tolong sampaikan salamku pada mereka" ucapku sambil menghapus air mata.

"Akan aku sampaikan salam darimu"

"Juga untuk yang lain" Perdana Menteri mengangguk dan aku kembali membungkuk.

"Gamsahamnida" jawabku, kemudian aku juga membungkuk kearah Kangta. Anehnya aku melihat tangannya yang terkepal kuat sampai membuat buku tangannya memutih.

Seteleh selesai aku kebambali berjalan kearah Raja sambil mengusap pipiku, memastikannya kering dari air mata.

"Aku siap" ujarku yakin.

"Aku harap setelah ini kau benar-benar berada di pihak kami" Raja Yong sepertinya terlihat sedikit tersinggung melihat kedekatanku dengan kelompok penyihir "Aku persilahkan kepada penasehat kerajaan untuk memulainya"

Sosok berjubah hitam dan membawa buku yang mirip seperti kitab, ia berjalan dengan tubuh renta namun berwajah tegas, kulitnya tidak begitu putih tapi rambut hitamnya membuatku teringat dengan anaknya, Luna.

"Anabelle Walker, Lahir di Jeonju, 28 Desember 1998 telah menemukan Golden Compass yang hilang pada tanggal 12 Februari 2015 dan hari ini akan bersumpah demi dua permintaan dan demi kehidupannya dimasa depan" Aku menarik napas, 'kehidupannya di masa depan' kata-kata itu membuatku semakin gugup.

"Anabelle Walker, ikuti perkataanku" ia menyebut namaku lagi "Saya Anabelle Walker"

"Saya Anabelle Walker"

"Bersumpah"

"Bersumpah" suaraku seperti bergema, orang sibuk mendengarkanku, mencari nada keseriusan dalam kata-kataku yang terdengar seperti robot yang hanya mengulang kalimat perintah.

"Bahwa saya bukan mata-mata yang diutus Penyihir"

Aku mengulanginya.

"Bahwa saya akan menjalankan semua peraturan" Aku mengikuti perkataannya.

"Bahwa saya tidak akan pernah berpihak pada kaum penyihir" tanganku mengepal.

"Bahwa saya akan terus berada dipihak kaum vampir dan mengabdi selamanya"

"Jika saya melanggar sumpah ini, maka jiwa saya akan dikorbankan demi kehormatan kaum vampir" aku rasa ini intinya, suatu hari nanti aku akan menjadi santapan mereka.

Akhirnya, aku mengucapkan sumpah itu dengan sempurna seperti yang di ucapkan Penasehat Kerajaan. Rasanya aneh mengucap sumpah itu, karena aku merasa senang sekaligus merasa sedih, merasa angkuh namun takut. Golden Compass ini sudah membuat perasaanku berkecamuk sehinga sulit mengetahui perasaanku yang sebenarnya.

Mendengar gemuruh tepuk tangan seperti mendengar seribu peluru yang diarahkan ke tubuhku dan sebentar lagi akan membuat tubuhku berdarah-darah dan mereka siap menghidangkanku sebagai makan malam.

"Para penyihir majulah" titah Raja ketika keadaan yang makin sunyi. Mereka maju berbarengan, masih menjaga langkah mereka dan waspada dengan pandangan mereka.

"Anabelle telah mengucapkan sumpahnya kini giliran kami yang mengabulkan permintaanya, siapkan Ramuan Calmant, kirimkan setiap tiga hari sebelum purnama, dan hubungan penyihir serta vampir akan berakhir sampai disini, tidak ada hubungan yang boleh terjalin kecuali dalam pengiriman Ramuan Calmant"

Perdana Menteri melangkah maju "kami akan sampaikan semua pada Raja, dan perlu diingat meski semua sumpah telah diucap, kami tidak akan berhenti melindungi Ana dan mengawasi para Vampir"

Raja mengagguk dengan senyum ceria, "Tentu saja, karena semua orang boleh berkorban, untuk melindungi atau mengakhiri sesuatu yang sangat kita dambakan dan semoga pengorbanan kita semua tidak sia-sia, benarkan Ana?" Pandangannya menginterupsiku.

"Benar Yang Mulia" jawabku dengan santai tidak memperdulikan apa maksudnya "tapi ada yang ingin kutanyakan, dalam sumpah tidak terdapat larangan untukku berhubungan dengan para penyihir bukan?"

"Tentu saja, hubungan yang terlarang hanyalah untuk Penyihir dan Vampir, sedangkan kau manusia, kau hanya perlu menjaga sumpahmu, karena hidupmu bergantung disana"

"Dengan segala hormat, tolong jangan menakutinya Tuan" Perdana Menteri terlihat geram namun Raja malah terlihat menahan tawanya.

"Baiklah, semuanya sudah selesai, aku persilakan bagi para penyihir untuk melaporkan kejadian hari ini pada kerajaan mereka dan semoga pengorbanan kita tidak sia-sia"

Perdana Menteri dan Kangta pergi, orang-orang dengan berpakian serba coklat mengikuti mereka. Para Immortal sudah meninggalkan tempat untuk mengantarkan para tamu asing yang datang. Kedatangan mereka sepertinya juga untuk menjadi saksi atas sumpah yang aku ucapkan, sebagai jaminan bahwa mereka tidak perlu menyerang para Vampir di Korea dan tidak perlu susah payah memulai perang untuk mendapatkan Golden Compass itu. Karena yang terpenting aku berada di pihak mereka dan siap menjadi suguhan lezat jika aku melanggar. Tapi tetap saja mereka akan tersiksa sepanjang waktu tanpa meminum darah, maka sudah pasti tidak semua vampir menyetujui peraturan baru itu meski aku akan 100% setia pada kaum mereka.

Aku sudah memikirkan semua dampaknya selama ini. Sekaranglah waktunya aku mempersiapkan diriku, untuk semua hal buruk yang akan terjadi. Dan akhirnya aku benar-benar menjadi bagian dari cerita horor ini.

 

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK