Tangannya menyentuh tanganku, tangan milik Kai. Aku kira hanya tangan milik penyihir yang bisa menimbulkan rasa hangat, tapi ternyata anak Immortal ini juga. Kai menatap tanganku yang diraihnya dan aku masih fokus menatap wajahnya. Bayangannya saat menolongku terlintas, lalu bayangan saat ia menyetir mobilnya dalam diam juga terlintas. Yang jelas saat itu wajahnya lebih terlihat menyeramkan dibandingkan sekarang. Aku mencoba bersuara tapi ia meletakan jari telunjuknya di bibir. Aku diam. Ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya, sebuah kalung, itu adalah kalung milikku, kalung pemberian Lu Han.
"Kau menjatuhkannya" katanya dingin. Aku mencoba mengerjapkan mata beberapa kali untuk menyakinkan diriku bahwa pria didepanku adalah Kai yang aku lihat saat itu. Saat menolongku, saat mengantarku ke Jeonju.
"Gomawo" kataku.
Akhirnya ia menatapku, menatap tepat dimataku. Entah apa yang membuatku berpikir kalau pria dihadapanku bukan pria kejam yang selama ini aku pikirkan, karena tatapannya tidak setajam tadi. Matanya tidak lepas memandangku seperti mempelajari sesuatu dalam diriku.
"Jangan berharap aku sedang berbuat baik kepadamu, aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan. Kehilangan kalung itu sama saja kau menghilangkan satu harapan seseorang untukmu" ungkapnya.
Aku tahu maksud dari perkataannya, itu harapan milik Lu Han yang ia letakan dikalung ini untukku. Tapi apa pedulinya? Haruskah dia memperdulikannya?
"Jadi kau masih peduli dengan orang lain?" sindirku.
Ia memundurkan langkahnya dan tertawa "peduli?"
Sebelumnya aku tidak pernah mendengar anak Immortal tertawa, seperti ada rasa sakit dibalik tawa itu. Aku bahkan seperti mendengar rintihan, bukan tawaan. Apa semua anak Immortal tertawa seperti itu? Aku mulai berpikir.
"Kau tidak memberitahunya kan?" Kai menyandar pada salah satu sudut tempat tidur.
"Tentang kau yang menyelamatkanku dan mengantarkanku ke Jeonju? Tidak satu pun" jawabku.
Ia menangguk "bagus" ucapnya.
"Kenapa?" Kataku menimpali "kenapa kau tidak ingin Lu Han tahu kalau kau orang yang menjagaku sampai kesana?"
"Tidak hanya Lu Han kau juga harus menyembunyikan hal itu dari saudara-saudaranya dan teman-temanku"
"Apa?" Aku cukup terkejut "Kenapa?" Kemudian memandangnya heran. Kai ditugaskan untuk menjagaku pasti kerajaan dan anak Immortal lain tahu akan hal itu. Lalu kenapa ia harus menyembunyikannya?
Aku melihat senyum masam diwajahnya kemudian ia menegakan tubuhnya dan berjalan kearahku. Aku memperhatikannya dan dia memutar kebelakangku. Satu-satunya yang aku rasakan adalah hembusan napasnya yang berada di telingaku.
"Pekerjaan rahasia"
Aku membasahi tenggorokanku, bisikannya membuatku jantungku berdegup kencang. Pekerjaan rahasia berarti tidak banyak yang tahu tentang hal itu. Tentang Kai yang mulai sejak saat itu menjagaku. Dan napasnya yang hangat masih terasa di telingaku.
"Apa khm.." Aku mencoba menormalkan suaraku "Apa pekerjaan itu salah satunya memberiku saran tentang apa yang harus aku minta besok?" Tanyaku lagi.
Kai masih terus berjalan sampai ke pintu dan ia menggeleng "bayangkan saja jika kau diminta untuk memilih menyelamatkan keluargamu atau menyelamatkan dunia mana yang akan kau pilih?" Aku terdiam tidak bisa membayangkannya. Tentu aku tahu maksud dari menyelamatkan keluargaku tapi aku tidak mengerti tentang menyelamatkan dunia. Apa peranku dalam hal itu?
Tanpa ekspresi yang bersahabat Kai menutup pintu dan pergi meninggalkan pertanyaan. Tapi bisa saja ia mencoba memberitahuku sesuatu. Ternyata semua ini jadi makin sulit. Awalnya aku mengira setelah mendapat Golden Compass ini setidaknya bebanku sudah berkurang satu. Aku tidak akan meninggalkan Ibu secepat yang aku pikirkan, namun bebanku seperti kembali datang dan malah bertambah. Andai saja aku diberi kesempatan pulang malam ini, rasanya aku ingin memeluk Ibuku. Memberitahunya kalau aku hampir saja kehilangannya untuk yang kedua kalinya.
Akhirnya aku menghempaskan tubuhku di atas tempat tidur. Tempat tidur yang sangat nyaman, hangat dan aku seperti mencium bunga mawar diselimutnya. Tanganku meraba selimut yang terasa sangat halus dimana aku masih berbaring diatasnya, hal itu membuat kantukku tiba-tiba datang dan aku mulai tertidur dengan pulas. Aku harap mimpi burukku berakhir hari ini.
-
Aku membuka mata, seperti hitungan detik. Aku terbangun seperti tidak melewati malam. Aku benar-benar tertidur pulas sampai aku merasa kalau aku tidak merubah posisi tidurku seperti semalam.
Masih dengan pakaian yang sama. Aku turun dari tempat tidur dan mengusap wajah hingga rambutku. Aku masih berusaha menyadarkan diriku bahwa yang aku alami semalam bukanlah mimpi.
Tapi mengenai mimipi, semalam aku tidak bermimpi sama sekali. Bahkan aku hampir melupakan mimpi-mimpi seramku dulu. Aku menoleh kearah tempat tidur dan benda itu disana. Golden Compass dan kalung milik Lu Han. Benda itu membuatku sadar kalau kejadian semalam benar-benar terjadi. Upacara itu, vampir yang memburuku, dan sentuhan tangan Kai. Aku menyentuh punggung tanganku, aku yakin ini bukan sihir tapi sampai sekarang aku tidak bisa menghilangkan Kai dari pikiranku. Aku sedang sangat penasaran dengan pekerjaan rahasia yang dia lakukan, itu berarti pihak kerajaan tidak tahu. Apa aku sedang dimanfaatkan disini? Selain itu ada sesuatu didiriku yang menganggu, aku merasakan detak jantungku berdegup kencang saat berada didekatnya ada sesuatu yang mengganggu pikiranku, rasanya aku ingin mengetahui semua tentang Kai, apa yang ia rasakan saat didekatku, apa yang ia rencanakan untuk membuatku lebih penasaran lagi.
Aku memejamkan mata sebentar lalu mengingat sesuatu yang sepertinya aku lupakan, hari ini aku akan bertemu dengan raja vampir. Seketika aku langsung membuka mataku, aku harus membuat keputusan segera dan memberikan dua permintaanku pada raja.
Aku membuka lemari disudut kamar. Disana hanya ada beberapa gaun berdasar warna hitam. Ada gaun panjang dan pendek. Beberapa diantaranya hanya berpadu dengan warna merah atau putih, tidak ada warna lain. Dengan terpaksa aku menggunakan gaun hitam yang sedikit longgar ditubuhku. Gaun polos dengan hiasan bordir di bagian roknya, lalu aku memilih mantel hitam dengan kancing berwarna perak.
Setelah aku membersihkan tubuhku dan berganti pakaian, aku segera keluar dari kamar dan menuju ruangan dimana semalam aku berkumpul dengan Serketaris Lee dan anak Immortal. Namun, aku tidak menemukan siapapun disana. Ruangan itu masih kosong dan aku tidak menemukan Serkertaris Lee dan Kim Sa Eun. Aku menuju ruangan lain dengan melewati beberapa lorong kemudian menuruni beberapa anak tangga.
"Ana" seorang wanita memanggiku, aku menoleh dan mendapati Kim Sa Eun yang sedang melepas tali celemek dilehernya "kau sudah bangun rupanya"
"Ne, bisa kita bertemu raja sekarang?"
"Oh semangat sekali, tapi sebaiknya kita sarapan dulu" aku hampir melihat Kim Sa Eun tertawa.
Aku mengikutinya menuju dapur yang lagi-lagi harus melewati lorong dan ruangan yang dikunci rapat. Aku melihat Kim Sa Eun yang melangkah dengan stabil meski memakai sepatu yang cukup tinggi. Pakaiannya juga sudah rapi dan aku juga tidak tahu kalau ternyata ia juga yang mengurus semuanya, seperti memasak contohnya. Aku melihatnya bukan seperti Wakil Sekretaris Kerajaan, melainkan istri sekretaris kerajaan.
Kami masuk ke ruang makan. Disana sudah ada Sekretaris Lee yang duduk di kursi utama sambil membaca koran. Aku memperlambat langkahku menunggu ia menyadari kehadiranku.
"Oh, Ana sudah bangun ruapanya?" Ia menatapku heran setelah menyadari aku yang berdiri di ambang pintu. Aku mengangguk saja.
"Duduklah kita sarapan bersama" Sekretaris Lee melipat korannya dengan cepat dan aku duduk disalah satu meja menatap makanan yang sudah tertata rapi. Aku melirik kearah Kim Sa Eun yang mengambil piring lalu membawakan segelas susu untukku dan secangkir kopi untuk sekretaris Lee.
"Terima kasih" ucapku kaku. Kemudian ia duduk diseberangku mulai mengambil roti dan mengoleskannya. Sekretaris Lee mengesap kopinya dengan nikmat. Aku merasa keadaan disini cukup tenang, kami sarapan seolah ini sudah sering terjadi. Mereka mengobrol seperti biasa menanyakan kabar masing-masing bahkan aku hampir mengira mereka adalah pasangan dan aku salah satu dari keluarga mereka yang tengah berkunjung. Ketika mereka bertanya sesuatu padaku aku hanya mengangguk dan menggeleng, aku belum terlalu nyaman bicara terlalu banyak dengan mereka.
"Bagaimana tidurmu Ana?" Sekretaris Lee bertanya.
Aku sempat bingung mengungkapkannya, rasa senang luar biasa saat tahu mimpi-mimpi menyeramkan tidak lagi menggerogoti tidurku. Tapi ternyata saat terbangun mimpi itu telah berubah jadi nyata dan aku tidak mungkin menceritakan itu padanya.
"Sangat nyaman, terima kasih" aku kembali menunduk dan melahap makan pagiku itu. Rasanya sudah lama perutku tidak makan secara normal dengan porsi yang normal pula.
"Kau bisa mengambil beberapa barang dan pakaian untuk dibawa kesini, anggap saja ini rumah keduamu karena kau akan belajar semuanya mulai dari sini"
Aku menatap Kim Sa Eun yang mulai kembali tersenyum ramah. Aku mengangguk samar. Sedikit takut rasanya untuk kembali sendiri, apalagi menganggap rumah ini menjadi rumah keduaku, aku tidak akan membayangkannya dan lagi pula aku tidak akan mengakuinya. Menurutku tempat ini sama saja seperti neraka. Tidak ada orang yang ingin menjadikan neraka sebagai rumah. Tapi melihat wajah Sekretaris Lee dan Kim Sa Eun dan sikap mereka yang seperti ini rasanya kurang pantas aku menganggap rumah ini sebagai neraka. Ini adalah satu-satunya tempat di Peru yang paling aman dan nyaman.
Aku menghabiskan sarapanku dalam diam. Kehidupan baruku di mulai hari ini. Tidak hanya menjadi Anabelle Walker, tapi menjadi Ana, seorang anak yang baru saja genap berumur tujuh belas tahun, memiliki benda paling berharga diantara dua dunia yang berbeda. Dunia penyihir dan vampir.
"Baiklah Ana, kau sudah siap?" Tanya Sekretaris Lee beberapa menit kemudian setelah kami menyelesaikan sarapan. Aku mengangguk mantap dan ikut berdiri dari kursi. Aku memakai mantelku dan bersiap. Sesekali aku melihat kearah Kim Sa Eun yang tiba-tiba merubah raut wajahnya. Seperti ada rasa khawatir atau ia hanya sedang lelah, aku tidak tahu pasti.
Kami berjalan menuju pintu utama. Kim Sa Eun menemani kami hingga pintu rumah ini kembali tertutup.
"Aku percaya padamu" Ucapnya saat sebelum kami melangkah keluar rumah dan menutup pintu dengan senyuman. Aku kembali melihat kedepan. Apa maksudnya dengan percaya padaku? Apa ia tahu apa yang akan ku minta pada raja? Apa tebakanku benar mengenai Kim Sa Eun kalau ia bisa membaca pikiranku.
Aku mengikuti Sekretaris Lee dari belakang. Ia berjalan tenang dan terlihat berwibawa seperti biasa. Setelan Jasnya juga sudah cukup formal untuk bertemu raja, yang aku pikirkan adalah sebuah tas yang ia bawa. Sekretaris Lee bukan ingin pergi bekerja seperti biasa, kan? Ia hanya akan menemaniku menemui raja. Atau mungkin setelah ini ia akan kembali mengajar di Universitas Shinwa. Aku heran, bagaiamana kehidupan para Immortal bisa tertata serapi ini. Mereka memiliki pekerjaan, rumah dan aktivitas seperti manusia biasa. Apa mereka tidak pernah merasa terbebani dengan pekerjaan mereka yang sebenarnya? Yaitu mencari darah manusia untuk orangtua mereka. Apa mereka tidak ingin menjadi manusia normal saja?
"Tuan" aku berjalan cepat agar dapat berjalan di sampingnya, ia menoleh "apa Tuan masih punya orangtua?" Ia tersenyum, apa ada yang salah dengan pertanyaanku?
"Masih, aku masih punya satu orangtua yang harus aku hidupi"
"Ayah, atau Ibu?" Tanyaku penasaran.
"Ibu, Ayahku meninggal beberapa tahun yang lalu, ia meninggal karena eksperimen yang ia buat, itu sebutan untuk penyihir gagal katanya"
"Oh, aku turut berduka" aku baru mendengar tentang penyihir gagal itu.
"Aku tidak pernah sedih sebenarnya, karena aku tidak begitu mengenalinya, aku hanya sesekali mencari tahu tentang dirinya" ucap sekretaris Lee jujur.
Aku menangguk mengerti, "berarti setelah Ibu Tuan menikah dengan Ayah Tuan, mereka berpisah?" Aku kembali bertanya.
Dengan anggukan Sekretaris Lee menjawab "tidak ada satu alasan pun yang mengijinkan Immortal dan penyihir bersatu"
Aku tidak setuju dengan pandangan itu. Siapapun pantas untuk bersanding, pantas untuk saling jatuh cinta dan tidak ada satu hal pun yang bisa mengubah itu. Selama ini para vampir berkuasa dan memanfaatkan penyihir untuk dicampakan, untuk melahirkan anak-anak dengan kemampuan luar biasa, untuk menjaga kelompok mereka. Tapi dengan kehadiran aku diantara mereka semoga akan memberi pengaruh yang berbeda.
"Lalu Tuan setuju dengan hal itu?"
Kami masih berjalan di Peru, suasana disini tidak jauh berbeda dengan semalam. Lembab, sunyi dan sedikit cahaya. Aku tidak melihat satu gerakan pun didalam rumah yang berbaris rapi di sudut jalan.
Aku kembali menaruh perhatianku pada Sekretaris Lee yang terlihat cukup lama berpikir.
"Aku.. sejujurnya, aku tidak setuju. Dan aku salah satu orang yang tidak bisa diperintah, aku akan jatuh cinta dengan siapapun, aku tidak seperti Immortal yang lain yang sedang sibuk memburu gadis penyihir cantik dan berbakat, karena aku sudah jatuh cinta pada wanita lain" Tuan Lee menghembuskan napas "wanita yang pantas aku pilih"
Aku mencoba menebak "Apa wanita itu.." ia menatapku dengan senyum lebar.
"Kau benar" jawabnya bahkan ketika aku belum sempat melanjutkannya. Kemudian ia berjalan mendahuluiku dengan langkah yang lebih cepat.
Benar, Kim Sa Eun bukanlah sekedar rekan kerja untuknya. Ia adalah wanita yang Sekretaris Lee cintai. Tapi aku rasa kisah cinta mereka terlihat sulit untuk dijalani, Kim Sa Eun bukan penyihir, dia hanya alret biasa yang diangkat jadi wakil sekretaris kerajaan. Lalu kenapa aku sempat berpikir ia bisa membaca pikiranku? Ia tidak mungkin punya kekuatan bukan?
Sekretaris Lee kembali memulai obrolan "Kau tahu Ana, kau adalah gadis pemberani, aku tidak tahu jika orang lain yang mengambil Golden Kompas itu"
Sayangnya, Sekretaris Lee tidak mengetahui betapa seringnya aku berharap bukan aku yang menemukan benda itu.
"Oh ya, mulai sekarang jangan panggil aku Tuan, panggil aku seperti anak Immortal yang lain memanggilku" ucapnya dengan senyum.
Oppa maksudnya? Tanyaku dalam hati.
-
Langkahku terhenti ketika kami tiba-tiba memasuki ruangan bagian dari museum. Ternyata Peru terhubung langsung dengan kerajaan mereka ini.
Sekretaris Lee menoleh "apa ada masalah?" Tanyanya.
Aku menggeleng dan meredam rasa takjubku. Setelah kembali berjalan kami kembali menemui pintu-pintu besar yang di buka oleh para penjaga. Rasa dingin itu kembali menyerang. Sekretari Lee menyadarkanku dari lamunan dan memberitahuku untuk memakai Golden Compass di leherku. Setelah itu kami berdua masuk dan raja menyambut kami dengan senyumannya, senyuman palsu.
Ia membuka tangannya Selamat datang disertai tatapan tajam beberapa orang di ruangan itu. Ketika aku berjalan kearah raja dengan melewati karpet berwarna merah, aku melihat para anak Immortal berdiri berbaris seperti para penjaga Raja. Tatapa mereka juga tidak kalah dinginnya. Aku meremas mantelku dalam diam, walau hal ini sudah tidak membuatku takut tapi masih ada sejuta kegugupan yang pasti muncul ketika aku berada diantara mereka, terlebih tidak ada Lu Han atau para penyihir yang menjagaku.
Meski begitu entah mengapa aku percaya pada Lee Sungmin, pria yang menjadi sekretaris kerajaan ini, yang membuat rumahnya seperti rumahku ini. Aku merasa ada yang salah kalau menganggapnya sebagai salah satu musuhku.
Kami membungkuk hormat pada raja. Wajahnya terlihat senang mendapat salam hormat dari kami. Kulitnya tidak lebih baik dari kemarin, rambutnya juga tidak lebih menyeramkan dari kemarin, mereka semua, para vampir itu seperti mayat hidup yang masih mencoba bernapas. Bahkan jika aku mau aku bisa mendorong mereka terjatuh dengan mudahnya kemudian mereka hanya akan menjadi butiran debu setelah itu. Tapi sayangnya mereka punya penjaga yang tidak akan membiarkan hal itu terjadi, yaitu para Immortal.
Sekretaris Lee mengambil sesuatu dari dalam tasnya, beberapa kertas yang dililit tali merah, kemudian ia menaiki tangga dan memberikannya pada raja.
"Ini adalah jadwal milik Ana" ucapnya. Entah jadwal untuk apa, mungkin seperti yang mereka katakan sebelumnya, aku punya pelajaran tambahan.
"Aku rasa jadwal ini sudah cukup baik, yang paling penting jangan sampai menganggu jadwal sekolahnya" Ucap raja dengan bijak. Aku memperhatikan mereka berbicara mengenai jadwal dan buku panduan kemudian Sekretaris Lee berpindah tempat kesamping raja dan perhatian raja mulai kembali padaku.
"Ana," ucapnya dengan suara serak "seperti yang kau ketahui kemarin malam, kami semua, hari ini akan mendengar permintaanmu" raja kembali duduk di tahtanya dan Sekretaris Lee berdiri tegap disampingnya meninggalkan aku yang berdiri sendiri menahan dinginnya ruangan.
Kini semuanya menunggu aku bicara, jantungku berdegup kencang, dan aku berucap dalam hati "I Love you Mom" semoga permintaan ini tidak menjadi permintaan terakhirku sebelum mereka membunuhku, terlebih karena permintaanku ini sedikit berani dan apapun yang terjadi nanti, aku mencintai kedua orangtuaku, dan aku selalu ingin memperbaiki hubunganku dengan Ibuku. Selalu.
"Permintaanku.." kemudian menarik napas sejenak, aku sedikit mendengar suara tawa diantara anak Immortal yang sepertinya mentertawakan kegugupanku.
Aku menoleh dan menatap mereka sinis. Diantara mereka, yang berdiri paling depan adalah Kai menatapku dengan wajahnya yang juga terlihat meremehkanku. Tunggu sampai mereka mendengar dua permintaanku yang akan membuat mereka berhenti tersenyum seperti itu.
"Pertama, seluruh Vampir dan Immortal wajib meminum ramuan Calmant" semua orang mulai terlihat terkejut dan saling menatap "kedua, Immortal tidak diperkenankan menikahi penyihir tanpa alasan yang kuat"
Beberapa Vampir terlihat mengamuk, dan semua dewan berdiri dari tempat duduknya dengan rapuh. Para anak Immortal saling memandang dengan bingung.
"Aku sudah bilang dia itu mata-mata penyihir, dia bukan menemukan Golden Compass dia mencurinya!" Seru salah satu penyihir.
"Permintaan macam apa itu!"
"Dari mana ia tahu ramuan itu?"
Para vampir saling meneriaki satu sama lain, para Immortal dibuat bingung dengan ramuan Calmant yang baru mereka dengar. Ramuan yang membuat para Vampir menahan hasrat mereka meminum darah manusia.
"Tuan Han, kau harus membunuhnya, ia seorang mata-mata!!" ucap salah satu vampir yang memiliki rambut kemerahan.
"Diam semua!" Seru sang raja. Beberapa vampir mulai terdiam "Ana, apa kau yakin dengan ucapanmu? Kau tahu apa yang baru saja kau minta?"
"Tentu saja, bila vampir tidak menikahi penyihir mereka tidak akan mendapat anak Immortal untuk mencari darah, tapi ada ramuan Calmant yang bisa dibuat penyihir, kan? Dengan itu kalian tidak perlu takut untuk..."
"Kau!" Sebelum aku menyelesaikan kalimatku seseorang datang dengan telunjuknya yang mengarah kepadaku "tidak tahu rasa ramuan busuk itu!"
"Byun!!" Raja berseru kepadanya, kepada vampir berambut kemerahan yang kini sudah membuatku mundur beberapa langkah.
Vampir itu memberhentikan langkahnya dan menatapku marah "tidakkah kalian lihat?" Ia membalikan badanya dan masih terlihat marah "gadis ini" ia kembali menunjukan jarinya kearahku lagi "akan menghancurkan kerajaan kita!"
"Aku hanya diberi dua permintaan sedangkan kalian memberiku satu buku aturan" aku menimpali.
"Hey!" Pria itu menghampiriku dan hampir mencekiku. Aku berusaha menghindar tapi tangannya mencengkram bahuku dan tangan kanannya berusaha mencekik leherku. Tetapi, sebelum semua itu terjadi seseorang datang dengan cepat dan melepaskan tangannya dari bahuku satu lagi melindungiku dibalik bahunya. Sementara aku memegang leherku dengan kedua tangan, mimpi buruk itu seperti nyata, pria itu seperti vampir-vampir yang mencekik leherku didalam mimpi.
Waktu seperti terhenti, raja melihat kami dengan wajah khawatir. Para Immortal menatap kami dengan wajah terkejut, sementara aku mencoba menyadarkan diriku. Seseorang yang tengah melindungiku adalah Lee Sungmin, sekertaris kerajaan, yang memperlakukanku seperti adiknya, yang bercerita mengenai Ibunya ketika di perjalanan tadi. Kemudian pandanganku beralih kepada orang yang mencengkaram tangan Vampir bernama Byun itu. Ternyata Kai, pria yang masuk kedalam kamarku tadi malam, yang menyentuh tanganku dan mengembalikan kalung milik Lu Han. Mereka berdua melindungiku.
"Kai?" Ucap Vampir Byun tidak percaya karena ia menolongku.
"Peraturan kerajaan, tidak seorangpun dapat menyakiti orang yang memegang Golden Compass, jika kau menyakitinya kau juga menyakiti raja"
Ternyata, alasan Kai menolongku karena peraturan kerajaan saja. Sama seperti ia menolongku saat perjalanan ke Jeonju, itu demi pekerjaan rahasianya. Harusnya aku tidak berharap Kai menolongku karena dia memang memiliki hati nurani untuk menolongku.
"Kai benar" Sekretaris Lee sependapat. Ia masih berdiri tegak didepanku. Bahunya masih melindungiku untuk mencegah serangan berikutnya, mungkin.
"Byun, kau harus menjaga emosimu" raja berusah bijak "terima kasih, Kai sudah mengingatkan" raja tersenyum dan kembali ke tahtanya, ia mulai terlihat lelah dan napasnya mulai terdengar berisik.
"Tentu saja raja, semua peraturan wajib dipatuhi, oleh wakil raja sekalipun" jawab Kai dengan tegas. Vampir bernama Byun itu menatap Kai dengan sinis dan kembali ketempat duduknya disamping raja. Ternyata pria itu wakil raja.
Kai kembali ketempat dimana ia berdiri dan Sekretaris Lee mendorong dengan lembut punggungku untuk kembalin berjalan kedepan. Kini ia berdiri disampingku tanpa satu langkahpun menjauh. Aku melihatnya sejenak dan ia tersenyum singkat. Senyumannya menjawab pertanyaanku apa dia akan kembali berdiri disamping raja? Dan jawabannya adalah tidak, sekretaris Lee berdiri tegak disampingku untuk menemaniku.
"Baiklah Ana," aku kembali mendengar napas raja yang semakin berat "kami akan mempertimbangkan permintaanmu tapi.."
"Satu lagi" ucapku memotong, semua orang kembali melihat kearahku, termasuk sekertaris Lee yang mentapku terkejut, aku membalas tatapannya sejenak "semua itu dilakukan dengan syarat jika kalian melanggar salah satu diantara permintaanku maka permintaanku akan bertambah satu lagi dan peraturanku harus disetujui oleh seluruh kerjaan Vampir, di dunia ini" lanjutku.
"Beraninya kau" suara vampir Byun terdengar meski dengan nada pelan.
"Anda harus menyetujuinya sekarang, maka aku berjanji akan menuruti semua apa yang dikatakan buku itu" ujarku lagi.
Raja terlihat berpikir. Seperti yang aku katakan sebelumnya, ini adalah permintaan yang paling berani, dengan meminta ini aku akan bertaruh nyawa. Sudah terlihat dari beberapa vampir terlihat ingin menerkamku, para Immortal juga terlihat makin tidak menyukaiku. Tapi jika hal ini akan menyelamatkan banyak orang aku tidak keberatan, dan hal ini juga dapat menghentikan penyihir untuk mejadi korban para calon vampir.
"Ana, sesungguhnya kau mengingatkan kami pada seseorang tapi aku harap semua orang disini tidak mengkaitkan dengan ramalan tempo dulu, aku yakin Ana hanya gadis biasa yang berhati mulia dan ingin melindungi keluarganya, bukan?" Raja menatapku dengan pandangan merendahkan. Aku hanya membasahi tenggorokanku, ia sudah menyebut keluargaku dalam masalah ini, berarti mereka akan terlibat, keselamatan mereka akan terlibat.
"Kau tahu Ana, kami adalah makhluk abadi, seperti mereka.." raja menunjuk kearah anak Immortal "..yang suatu saat nanti menjadi seperti kami, meminta vampir meminum ramuan Calmant itu seperti kau mengurung sebuah harimau tanpa makan dan minum yang ketika harimau itu berhasil melepaskan diri maka ia tidak akan berhenti makan karena kelaparan, kau siap jika suatu saat kami akan seperti harimau itu?" Raja menatap tepat dimataku.
"Para penyihir akan membatu menangani hal itu" jawabku, raja tertawa.
"Hahaha, baiklah tampaknya kau lebih mempercayai mereka dibandingkan kami, Anabelle" sindirnya.
"Dan tentang Immortal yang tidak diperkenankan menikahi penyihir, aku yakin sekali kau sudah mengetahui sejarah mengenai kami dengan baik" raja terlihat senang mengatakannya ia seperti meledekku, membalas perkataanku yang membuat aku tidak dapat berkata apa-apa "tapi itu akan membuat kami kehilangan keturunan Ana, itu berarti kau menginginkan kami meruntuhkan kerajaan kami"
"aku tidak bilang seperti itu"
"Sekarang kau harusnya berada dipihak kami, tapi sikapmu seperti mata-mata penyihir"
"Aku bukan mata-mata mereka"
"Lalu apa tujuanmu meminta itu semua?"
Aku terdiam.
Raja benar, apa tujuanku dengan meminta hal itu tidak membuat keluargaku aman, tidak membuat teman-temanku selamat. Aku sadar permintaan itu keluar begitu saja dari mulutku, aku hanya membayangkan bagaiaman mereka merebut nyawa orang-orang tidak bersalah, bagaimana mereka memisahkan orangtua dari anak-anak Immortal mereka. Penyihir ataupun manusia biasa sudah menjadi korban mereka selama ini, itu tujuanku untuk menghentikan itu semua bukan?
Tapi apa urusannya denganku?
Apa pentingnya untukku?
Aku menyentuh Golden Compass yang menganggantung di leherku. Permintaan itu sesungguhnya bukan muncuk dari keinginanku.
"Kompas ini yang memberitahuku" jawabku sambil mendongak kearah raja. Mereka terdiam, begitu juga aku yang tiba-tiba berpikir apa yang sudah aku lakukan sejak tadi disini, berbicara dengan berani, membalas perkataan raja dengan nada angkuh. Itu bukan aku.
"Apa kalian melihatnya?" Seseorang bicara tapi entah siapa, aku masih sibuk memikirkan ada apa dengan diriku.
"Kalian pasti melihat itu, cahaya itu kan? Cahaya itu muncul di gadis itu!" Seseorang dengan wajah lebih tua berseru, menunjuk-nunjuk diriku yang masih kebingungan "Aku tidak pernah melihat cahaya itu sebelumnya pada seorang anak manusia" lanjutnya lagi.
"Tenanglah Perdan Menteri Jung" keadaan mulai ribut dan seseorang yang aku tahu sebagai penasehat kerajaan yang juga merupakan Ayah Luna angkat bicara untuk menenangkan Perdana Menteri yang terlihat tidak waras itu.
"Kau lihat bayangan itu?!" Seru Perdana Menteri Jung lagi dengan wajah takut "Cahaya itu, bayangan itu seperti Rose.."
"Hentikan Jung Woo!" Seru raja padanya sebelum ia melanjutkan kalimatnya. Raja sampai berdiri untuk menghentikan suara berisik di tempat ini.
"Ampun Tuanku" ia menunduk dengan badan gemetar.
"Kita akan membicarakan ini lagi, bawa Ana pulang dan panggil seluruh Menteri perwakilan setiap negara" raja memerintah, memandangi seluruh orang yang ada di ruangan ini "karena kita, akan bersama-sama menyetujui permintaan Ana" Raja kembali duduk di tahtanya dengan wajah yang lebih lelah dari sebelumnya. Seperti suara yang ia keluarkan memerlukan banyak tenaga.
Sekretaris Lee mengantarku keluar dari tempat ini, dari kerajaan Vampir ini. Aku menuruti arah tangannya dan aku menoleh kearah Kai, dia menatapku dengan pandangan muram namun tidak lama kemudian ia terlihat tersenyum puas. Aku tidak tahu apa arti senyuman itu yang jelas ia tidak henti menatapku sampai aku benar-benar meninggalkan ruangan itu. Apa menatapku seperti itu merupakan pekerjaan rahasia juga untuknya?
--
Haiiii readers, seperti yang kalian tahu kalau FF ini yang buat aku bisa jadi writer of the month bulan januari, maka dari itu aku mau ucapin terimakasih buat semua readers yang setia baca FF ini. Nah untuk itu aku mau libatin beberapa readers jadi cameo dan salah satu yang beruntung akan jadi co-star (perempuan) yang bakal jadi rivalnya si Ana. Kalau kamu berminat kamu bisa tulis data dibawah ini.
Nama Pengguna :
Nama Korea Lengkap : *aku akan masukan nama Korea ke dalam cerita
Ciri-ciri khusus (Seperti bentuk rambut, bentuk wajah, karakter) : *untuk yang ini kamu bisa mengarang atau bisa sesuai ciri khas kamu
PS : Co-star akan menjadi rival dari cinta segitiga Ana dan salah satu pemeran.
Nah, ayo yang berminat kirim data tersebut lewat komentar di FF ini yaa. Aku tunggu loh...
Jangan lupa aku masih butuh kritik dan saran kalian. Gamsahamnidaaa^^