Aku meremas jari-jariku sendiri membuatnya menjadi tampak keputihan. Sejak kami kembali ke Heks Verden aku hanya diam dan duduk di sofa tidak berbuat apapun. Aku bukannya takut dengan apa yang akan terjadi besok, tapi takut aku tidak bisa mempercayai siapa pun lagi. Bayangan Taemin yang terduduk memanggil namaku terus terbayang.
"Ana" sentuhan hangat menyentuh bahuku. Aku menoleh dan mendapati Bibi Younji yang duduk disebelahku "kau harus istirahat, aku sudah siapkan kamar untukmu" ucapnya lembut.
"Ahjuma, aku harus kembali ke rumah, ada adikku di rumah aku takut terjadi sesuatu padanya" aku menyentuh tangannya memohon. Younji Ahjuma hanya diam mendunduk kemudian Lu Han, Kangta dan Victoria ikut duduk di ruang tengah. Mereka menatapku dengan pandangan yang berbeda.
"Saat ini kau tidak bisa kembali Ana" Lu Han memandangku dengan sungkan "maaf" ucapnya.
"Ada beberapa penyihir penjaga berada di rumahmu dan memastikan semuanya aman" kini Victoria yang menjelaskan. Kalau begitu aku sedikit lega, aku tidak bisa membiarkan Juno bertemu dengan Taemin untuk sementara ini.
"Hanya saja.." Victoria kembali bersuara tapi terlihat ragu mengatakannya dan melemparkan pandangannya pada Lu Han dan Kangta.
"Kenapa eonnie?" Desakku.
"Beberapa Imortal akan tetap datang ke rumahmu" aku membelalakan mataku dan berdiri dengan cepat ketika Victoria melanjutkan.
"Apa?" Seruku "kalian membiarkan mereka masuk ke dalam rumahku? Aku tidak akan membiarkannya" aku bergegas pergi tapi Lu Han langsung menarik tanganku.
"Ana, kau tidak bisa pergi sekarang" cegahnya aku tetap memberontak dan mencoba melepaskan tangan Lu Han yang kini menahan bahuku "ini semua harus dilakukan" lanjutnya. Apa yang harus mereka lakukan? Satu satunya yang aku tahu anak Imortal itu hanya untuk mencelakakan orang dan kami harus mencegahnya.
"Lepaskan aku!" Seruku lagi tapi Lu Han tidak kunjung melepaskan tanganya. Sekarang Kangta bangkit dan berdiri dihadapanku, aku melihat matanya dan aku merasa mataku sangat perih seperti orang yang menahan kantuk, tidak lama kemudian mataku tertutup rapat dan akhirnya aku tidak memiliki kekuatan selain bernapas.
-
Aku bermimpi duduk dipangkuan Ayahku. Ia sedang bercerita tentang negara-negara yang pernah dikunjunginya, lalu ia bercerita bahwa ia mempercayai sihir. Tiba-tiba Ibuku datang dari dalam rumah dan menarikku kasar, Ibu berteriak pada Ayah dan memakinya. Aku menutup telingaku rapat lalu meringkup bersama boneka beruang yang sering menemaniku tidur. Tidak lama kemudian sesuatu menghantam mereka, sebuah cahaya besar yang membuat mereka terpental kemudian beberapa orang datang dengan jubah yang panjang dan mencabik tubuh Ayah dan Ibuku.
Aku terbangun.
Pertama kali yang ku lihat saat aku membuka mata adalah sebuah gaun hitam yang menjulang sampai kelantai, digantung disebuah pintu lemari yang besar. Aku menoleh kearah lain, hanya ada lampu-lampu berwarna orange dan wangi buku yang lapuk, ruangan ini masih sedikit gelap karena tidak terdapat jendela. This is not my room.
Bunyi cangkir dan sendok mengaggetkanku. Aku menoleh kebelakang dan mendapati Lu Han berdiri membelakangiku, tangannya sedang memutar sendok, mengaduk air didalam cangkir. Aku tidak memanggilnya dan hanya memandangnya dalam diam. Ia meletakan sendoknya dan terlihat sekali bahunya yang naik turun seperti menarik napas panjang, lalu menoleh.
"Sudah bangun?" Senyuman hangat itu ikut menyapaku. Aku tidak menjawab, aku hanya berpikir bagaimana aku mempercayai orang-orang disekitarku, dan dalam hati aku mulai mencatat orang-orang yang harus aku percayai. Aku akan mulai dari hari ini, dengan pria yang sudah duduk dihadapanku ini.
"Bagaimana tidurmu?" Tanyanya sambil menyentuh lututku yang masih tertutup selimut.
"Menyeramkan seperti biasa" jawabku tidak bersemangat, Lu Han menarik bibirnya lagi sejenak kemudiam Ia membetulkan posisi duduknya dan tidak menghadapku. Tidak ada yang keluar dari mulutnya. Lu Han hanya diam menangkupkan kedua telapak tangannya seperti sedang berpikir.
"Kenapa kalian tidak membiarkanku pulang?" tanyaku ketika Lu Han tidak kunjung bicara.
"Itu akan sangat berbahaya" jawabnya singkat.
"Berbahaya? Ada anak sembilan tahun di rumahku sendirian dan dia dihampiri anak-anak Imortal pencuri darah" nada suaraku meninggi.
"Maaf kami tidak menjelaskan secara jelas kemarin, kau terlanjur tidak bisa dikendalikan, jadi kami memutuskan untuk menunggumu tenang" Lu Han menoleh kearahku yang masih duduk dan tidak membiarkan selimut ditubuhku pergi. Rasanya aku sangat takut menerima penjelasan Lu Han selanjutnya, karena biasanya penjelasan yang keluar dari mulutnya akan berisi cerita yang menyeramkan.
"jadi, adik tiriku baik-baik saja, kan?" Itulah pertanyaan terpenting dari segala pertanyaan yang harusnya aku lontarkan lebih dulu, seperti 'untuk apa gaun dipintu lemari itu' lalu 'apa para imortal akan mencuri sebagian darahku untuk mereka minum' atau 'bagaimana aku menjalani upacara penyerahan itu' semua aku tampik dengan bertanya keselamatan Juno. Aku tidak mungkin membiarkan Juno celaka karenaku untuk kedua kalinya.
"Adikmu baik-baik saja, hanya saja adikmu, Ayah tirimu dan Ibumu akan melupakanmu sementara waktu" jawabnya. Aku menyipitkan mataku seolah memberitahu padanya kalau aku tidak mengerti apa yang dikatakannya.
"Luna, anak Imortal yang waktu itu menghilangkan ingatanmu pergi ke rumahmu untuk menghilangkan semua ingatan keluargamu tentang adanya dirimu, hanya untuk sementara sampai upacara penyerahan selesai dan mereka tidak curiga kemana kau pergi selama dua hari ini"
Aku menyenderkan bahuku dan menatap lurus kedepan, bahuku terasa lemas karena baru saja satu bebanku terlepas. Mereka baik-baik saja, keluarga Ibuku. Aku membayangkan bagaimana kehidupan Ibu jika tidak ada aku didalamnya, aku ingin tahu itu. Jika hal itu mebuatnya bahagia dengan keluarga barunya, aku tidak masalah jika ingatan mereka tentangku tidak kembali.
Sentuhan tangan Lu Han menyadarkanku "aku sudah bawakan sarapan untukmu setelah itu bersiaplah, kami menunggumu dibawah, banyak yang harus kita persiapkan untuk upacara nanti malam" Lu Han bangkit setelah aku mebalasnya dengan anggukan.
Aku memandang gaun di pintu lemari Lu Han lagi. Aku tahu, gaun itu bukan milik Lu Han, lalu siapa yang akan memakainya nanti? Itu seperti gaun kematian bagiku.
-
"Jadi begini Ana," Younji Ahjuma sudah bangkit dari kursinya dan mulai memainkan tangannya untuk memberiku gambaran. Ia mulai menjelaskan bagaimana aku harus bertidak sedangkan Victoria duduk disampingku sambil sesekali melihat ekspresiku, mungkin ia takut kalau aku tidak sadarkan diri mendengar penjelasan mengejutkan yang tidak logis dari bibinya. Victoria memang bukan saudara kandung dari Lu Han mereka hanya berteman, mungkin termasuk si Kangta ini yang masih menundukkan kepalanya seolah sedang tertidur. Victoria merupakan salah satu wakil sekertaris di kerajaan Penyihir di Korea Selatan, tepatnya bagian Seoul. Tugasnya adalah memberi laporan tentang apa yang di lakukan vampir dan mengatur pertemuan beberapa dewan kerajaan. Mungkin sekarang tugasnya jadi berubah yaitu untuk ikut mengawasiku.
"Kau akan ikut upacara itu sampai selesai, karena setelah itu kau akan diberikan kesempatan untuk bicara didepan mereka" Younji Ahjuma memberi jeda untuk aku berpikir, atau untuk yang lain menyela.
"Berbicaralah dengan normal atau kau akan terlihat seperti mangsa bagi mereka" Xiumin memberi saran, aku memgangguk berterima kasih.
"Raja vampir akan mengumumkan beberapa perjanjian yang telah di sepakati oleh raja penyihir dan setelah upacara mereka akan mendengar apa keinginanmu, tapi meski kau akan jadi pemilik Golden Compass itu tidak semua keinginanmu akan mereka penuhi, turuti saja apa yang mereka mau, tugasmu hanya mejaga dirimu sendiri"
"Lalu dimana kalian akan berada?" Younji Ahjuma melirik yang lain sebelum menjawab pertanyaanku.
"Karena ini pertama kalinya terjadi maka kami akan beridiri dibeberapa sudut ruangan untuk menjagamu, kami hanya sebagai tamu disana, setelah itu kami tidak tahu apa yang bisa dan tidak bisa kami lakukan, karena akupun belum tahu apa keputusan kedua raja untuk situasi ini"
Aku kira Younji Ahjuma hanya seorang wanita paruh baya yang suka membuat roti. Tapi kali ini ia terlihat berbeda, seperti orang lain, terlihat lebih berwibawa. Atau mungkin dulu Younji Ahjuma bagian dari pengurus kerajaan? Entahlah aku belum tahu cerita mengenai dirinya.
"Acaranya akan dimulai malam ini, aku ingin kalian kembali ke rumah untuk bersiap-siap setelah itu menjemput Ana disini" titah Younji Ahjuma pada keempat keponakannya dan Victoria karena Lu Han dan Kangta tinggal di rumah ini. Mereka terlihat mulai bangkit dan pergi dengan diam, aku bahkan tidak mendengar banyak kata-kata keluar dari saudara-saudara Lu Han yang selalu berisik.
"Apa Ahjuma ikut?" Tanyaku saat semua mulai meninggalkan tempat.
"Maaf Ana, tapi aku sudah berjanji untuk tidak menginjakan kakiku di tempat mereka" jawabnya dengan senyum. Aku tidak sempat tanyakan kenapa karena Younji Ahjuma segera pergi seperti menghindar.
"Ayo, aku akan membantumu bersiap" Victoria mengampit dan menarik tanganku lembut. Jadi ini tugas mereka sebelum menyerahkanku, merapikanku dan mendandaniku agar terlihat seperti tumbal yang pantas. Aku bahkan bergidik mendengar ucapanku sendiri, tapi sekarang aku seperti akan di korbankan.
Victoria merapihkan rambutku, menatanya, membersihkan dan memotong kuku-kuku jariku, ia terlihat sangat telaten melakukannya.
"Bagaimana menurut eonnie, tentang semua situasi ini?" Tanyaku dengan pasti. Ia terlihat berpikir, kemudian kembali sibuk dengan kuku-kukuku.
"Aku menyukai sebagian dari situasi ini, ini pertama kalinya antara para penyihir bekerjasama dan raja ikut terlibat didalamnya, ini juga pertama kalinya aku melihat para vampir ketakutan"
Aku menatapnya heran dan Victoria melirik sejenak kemudian tertawa "kenapa? Kau terkejut? Makhkuk seperti mereka masih punya rasa takut, mereka takut jika kekuasaan pindah ketangan lain, mereka takut tidak dipercayai lagi untuk memerintah. Ini baru pertama kalinya vampir Korea mendapat Golden Compass setelah Amerika dan Rusia, mereka tidak akan membiarkan kekuasaan jatuh ke wilayah lain, terlebih berita ini belum sampai di London, atau kau akan.." ia melirik sejenak "..kau tahu" ucapnya dan kembali menunduk, ya aku tahu mereka akan membunuhku. Mungkin benar, ada alasannya kenapa aku masih diberi kesempatan untuk hidup malah mereka menginginkan aku menjadi bagian dari semua hal ini. Kalau tebakkanku benar, para penyihir memanfaatkan ini untuk menyelamatkanku.
"Apa kau takut?" Taya Victoria yang selesai membersihkan kukuku. Kini dia duduk lurus menghadapku.
"Eonnie, kalau kau mau tahu aku seperti sudah mati dua kali sejak aku menemukan Golden Compass itu" aku mejawabnya dengan senyum masam. Dia mengangguk mengerti.
"Aku yakin raja-ku akan terkesan denganmu" Victoria bangkit dan mengambil sesuatu yang menggantung di pintu lemari. Aku mohon, jangan gaun itu.
"Kau banyak sekali tahu tentang vampir" kataku melanjutkan obrolan. Aku melihat Victoria membalikkan badan sambil membawa gaun itu. Oh tidak.
Victoria meringis "aku wakil sekertaris kerajaan yang malang, hampir semua pekerjaan aku yang lakukan, kau tahu? Seperti jadi mata-mata, penjaga rahasia dan hal mengerikan lainnya, intinya aku lebih senang disini bersamamu" Victoria tersenyum senang sambil menaruh gaun itu di atas tempat tidur.
Tapi ada satu hal yang Victoria sebutkan dan membuatku penasaran "Apa maksudmu tentang menjaga rahasia?"
Tanganya terlihat berhenti diudara dan matanya tidak berkedip "hanya sesuatu yang akan membuatmu lebih takut" dia memandangku khawatir.
"Jika itu adalah hal yang harus aku tahu, katakan saja, orang-orang bilang kenyataan memang menyakitkan tapi aku hanya tau mimpi-mimpi burukku selama inilah yang terasa sangat menyakitkan, jadi berikan saja aku kesakitan yang nyata" aku membahasahi tenggorokkanku yang mulai terasa serak, tapi mataku tetap normal tidak terlihat buram, aku juga tidak merasa pipiku memerah dan tidak ada rasa menyekat di tenggorkanku seperti biasa orang menahan tangis. Atau ini yang disebut mati rasa.
Victoria terlihat tidak yakin dengan memainkan jarinya, napasnya juga jadi tidak beraturan ia terlihat berpikir sejenak kemudian berjalan kearah pintu. Ia mengunci pintu kamar dengan rapat dan mengucapkan beberapa mantra untuk penghalang pada pintu itu.
Dengan ragu ia berjalan kearahku dan kembali duduk didepanku "dengar Ana" ucapnya dengan sedikit rasa takut "aku tahu kau tidak seharusnya mendengar ini, tapi aku akan menceritakan beberapa hal yang tidak aka pernah dikatakan Younji Ahjuma atau pun Lu Han" ia menyentuh bahuku, dan sedikit menekannya "dengar ini baik-baik, ini akan sedikit mengejutkanmu"
"mungkin kau selama ini berpikir kalau kami para penyihir berada dipihakmu, benar, tidak semua. Bahkan kerajaan sendiripun memiliki keraguan untuk menyelamatkanmu, tapi Ana apakah kau pernah dengar? dibalik hal benar yang kau lakukan terselip rahasia yang besar dan dibalik kejahatan yang kau lakukan terselip rahaisa yang besar pula" aku menggeleng merasa tidak pernah mendengar hal itu "dibalik semua keterbukaan dan kebaikan penyihir ada sesuatu yang mereka senyumbunyikan, yang mereka rencanakan, dan dibalik kejahatan yang vampir lakukan ada satu rahasia besar yang harus mereka lakukan demi satu tujuan juga" Victoria menggenggam tanganku dengn erat.
"Aku masih tidak mengerti" ucapku menggeleng.
"Itu artinya tidak ada seorangpun yang bisa kau percayai" aku sangat terkejut mendengarnya, hal itu yang paling aku takutkan. Aku tidak bisa mempercayai siapapun, aku tidak bisa berlindung dimanapun.
"Bahkan denganku, mungkin suatu saat aku akan berubah pikiran entah bagaimana untuk mencelakakanmu, kehidupan penyihir dan vampir tidak sebaik dan seburuk yang kau lihat" lanjutnya lagi.
"Lalu apa yang harus kau lakukan?" tanyaku dengan suara parau.
"Jujur" suara Victoria juga sama paraunya "aku tidak tahu" aku menarik tanganku dari genggamannya dan merepas bangku yang kududuki dengan keras. Aku kembali merasa takut. Pernyataan Victoria seolah menyuruhku untuk pasrah. Hal paling mengerikan yang dilakukan manusia adalah pasrah pada keadaan. Seolah tanganmu terikat dan digantung diatas jurang.
Victoria bangkit dan segera pergi, tapi langkahnya tertahan "aku hanya punya saran" ia kembali bersuara dan berbalik menatapku yang masih duduk dengan kaku "bertahanlah" aku menoleh kearahnya, apa yang dikatakannya? Bertahan? "Karena untuk alasan tertentu kau adalah harapan kami, harapan dari semua rahasia yang tidak bisa kami ungkapkan" aku melihat matanya yang sudah berkaca-kaca "kau akan melihat harapan itu saat kau keluar dari rumah ini nanti"
Victoria berjalan keluar meninggalkan aku yang kebingungan. Yang lebih parahnya aku ditinggal bersama gaun ini. Aku tahu harus memakainya tapi gaun ini menyeramkan, warnanya hitam kelam tidak ada satupun hiasan di gaunnya. Aku bangkit untuk menyentuhnya, gaun itu terbuat dari bahan beludru, saat aku memakainya langkahku seperti sangat berat, bahuku juga seperti menegak. Aku lebih suka gaunku saat aku ulang tahun yang ke-enam. Berwarna putih dengan beberapa tali merah dipinggangnya, aku ingat ada kupu-kupu berwarna merah dibagian dadanya.
Aku berjalan memutari kamar dan mulai tidak tenang karena semenjak Victoria keluar dari kamar ini belum ada satu pun yang datang dan upacara penyerahan sebentar lagi berlangsung. Aku duduk diatas tempat tidur, memainkan kukuku yang sudah rapi. Rasanya ingin kembali tidur karena aku mulai merasa pening di kepalaku.
Baru niat itu muncul, seseorang sudah mengetuk pintu dan membukanya. Ternyata itu Younji Ahjuma yang kali ini tidak memakai celemeknya "saatnya turun sayang, yang lainnya sudah menunggu" ia tersenyum dan mengulurkan tangannya. Aku meraih tangannya untuk membantuku berdiri, disisa-sisa tenagaku ini aku harus tetap berhati-hati. Dia merangkul bahuku, sebisa mungkin untuk mebantuku berjalan. Aku menolaknya dengan menggeleng, ku ambil tangannya dan kurangkul lengannya.
"Ahjuma, aku baik-baik saja" ucapku yakin. Ia hanya mengangguk dan kami keluar kamar. Hari ini terlihat sekali Younji Ahjuma tidak banyak bicara setelah penjelasannya pagi tadi.
"Katakan satu hal padaku Bi, berapa persen kemungkinan tidak ada vampir yang akan membunuhku setibaku disana" dia menoleh kearahku dan aku tersenyum. Semoga ini jadi candaan yang berarti baginya.
"Lima persen, itu menurutku karena 2% sudah merencanakan akan membunuhmu setelah keluar dari Heks Verden, 2% saat kau diperjalanan dan 1% saat kau baru berada di depan gerbang Sekolahmu dan sisanya pasti memperispakannya saat kau sampai disana" ucapnya yakin dengan wajahnya yang seperti biasa. "Aku berharap kau masih punya cadangan nyawa" candanya lagi. Aku hampir tertawa.
Kami berjalan menuruni tangga di lantai satu. Disana sudah ada beberapa orang yang aku kenal seperti Kangta, Victoria, Lu Han dan beberapa saudaranya, sebenarnya ada beberapa orang asing lagi yang tidak pernah aku temui sebelumnya. Mereka semua memakai setelan yang tidak pernah kulihat. Seperti setelah coklat yang dipakai Lu Han yang tengah menatapku menuruni tangga. Ia memakai kemeja coklat yang sedikit lebih besar dari ukuran badannya, celannya berwarna merah marun dengan jubah berwarna senada dengan kemejanya. Jubah itu disertai tudung, aku seperti tidak melihat Lu Han yang aku kenal, ia seperti seorang pangeran yang ingin berburu dihutan.
"Jadi hanya aku yang memakai pakaian hitam?" Tanyaku pada Lu Han setibanya di bawah.
"Itu akan membantumu, setidaknya kau akan dikira bagian dari mereka saat berada disana nanti" jawabnya dengan bijak. Jadi itu fungsi gaun ini.
"Tapi masih ada yang kurang, dimana Victoria?" Younji Ahjuma mengedarkan pandangannya kemudian pergi meninggalkan kami berdua.
"Aku kira para Vampir itu yang menyuruhku menggunakan pakaian ini"
"Memang, gaun ini pemberian mereka" senyumku menghilang "tapi tidak untuk jubahnya, ah itu dia" Lu Han menunjuk kearah Victoria yang berjalan kearah kami. Pakaiannya tidak terlalu berbeda dengan Lu Han. Gaun coklat muda dengan jubah merah marun yang terkesan luntur menjulang sampai ke lantai dan aku melihat salah satu anting panjang dengan bulu burung merak bergantung ditelinganya. Victoria juga datang dengan sebuah jubah hitam ditangannya.
Dia menghela napas setelah berada didekat kami, "kalian tahu? Aku senang sekali bisa pakai baju ini lagi, kita jarang mengenakan pakaian adat penyihir kan" Victoria terlihat ceria mengatakannya "baiklah, satu sentuhan terakhir" Victoria maju selangkah untuk memakaikanku jubah kebesaran itu. Seluruh tubuhku hampir tertutup olehnya, kecuali jika sisi jubah itu aku lipat kebelakang bahuku. Victoria mengancingkan jubah itu tapi pandangannya tertuju pada kalung pemberian Lu Han, "aku tidak heran kenapa kau masih hidup sampai sekarang" bisik Victoria.
"Selesai" senyum Victoria merekah. Ia menjauh agar Lu Han bisa melihatku. Apa benar, kalung yang diberikan Lu Han sangat berpengaruh dengan keselamatanku?
"Aku harap kau nyaman memakainya" ucap Lu Han.
"Jubah ini cukup membuatku hangat" kataku meyakinkan. Lu Han mengangguk
"Ana," suara Kangta yang dingin memanggil "pekenalkan ini, Hoo Jae Young Ahjussi, pedana menteri penyihir Korea" Kangta memperkenalkan seseorang yang berbadan besar dengan rambut orange. Kenapa kebanyakan penyihir memiliki rambut yang berwarna? Pertanyaan baru bagiku.
Aku membungkuk hormat "senang bertemu denganmu Ana, dari awal aku ingin sekali bertemu denganmu" ungkapnya dengan wajah senang. Aku melirik kearah Victoria sekilas, ia tersenyum singkat dan kembali mengalihkan wajah.
"Aku salah satu orang yang akan mengantarmu ke tempat mereka dan mewakilkan raja" ada beberapa penekanan dikalimatnya, seolah ada sesuatu yang harus orang-orang dengar. Aku menarik bibirku ragu "sebentar lagi kita akan berangkat, ingat! Keselamatannya sangat penting" lanjutnya lagi sambil menepuk bahu Kangta. Kami semua membungkuk hormat.
"Aku tidak tahu mengapa keselamatanku sangat berharga untuk kalian" tiba-tiba kalimat ini terucap membuat pedana menteri menghentikan langkahnya untuk pergi "tapi aku merasa sangat terhormat untuk itu" entah apa orang-orang disini sudah pergi, tapi aku tidak mendengar satu orangpun yang bicara. Apa suaraku terlalu keras? Atau memang aku yang sedang jadi pusat perhatian.
Pedana mentri Hoo Jae Young tersenyum kaku, seolah salah tingkah. Aku tidak tahu apa yang membuatnya terlihat gusar setelah aku bicara seperti itu. Tapi Victoria dan Kangta mulai memperkenalkanku pada beberapa orang. Tidak tahu apa maksudnya, aku hanya mencari keberadaan Lu Han yang menghilang diantara tamu-tamu yang datang.
Menuju tengah malam akhirnya kami bersiap pergi, para tamu melepas kami. Aku bersama bersama Lu Han dan saudara-saudaranya, Kangta dan Pedana Mentri memimpin jalan kami sedangkan Victoria berjalan disampingku. Kami keluar dari rumah Lu Han dan betapa terkejutnya aku dengan beberapa orang yang berkumpul diluar.
"Tenang saja, mereka hanya penghuni sekitar" jelas Victoria yang melihat kebingunganku. Aku merasa seseorang menepuk bahuku, ternyata Lu Han yang memberiku senyum penyemangat seolah kata-kata itu terualang 'jangan takut'. Aku menangguk dan kembali berjalan bersama mereka.
Orang-orang itu menatapku penasaran, benerapa diantara mereka terselip anak-anak. Bahkan mereka mengikuti kami berjalan dan sayup-sayup terdengar orang berkata 'jaga gadis itu', 'biarkan kami menyentuh tangannya', 'aku ingin melihatnya'. Aku melirik Victoria dan Lu Han yang berjalan dengan santai. Tidak lama kemudian orang-orang itu mengangkat tangan mereka dan mengarahkannya padaku, seketika itu sebuah cahaya kecil muncul dibalik tangan mereka dan cahaya itu melompat kearah kami, menyentuh kepala kami dan aku merasa sesuatu yang dingin menyentuh rambutku.
"Apa yang mereka lakukan?" Bisikku pada Victoria.
"Itu seperti yang aku katakan, memberikan harapan mereka. Kekuatan yang mereka keluarkan seperti doa, untuk melindungi kita" penjelasan Victoria membuatku terharu. Aku sangat terkejut dengan semua ini. Ini juga seperti memberiku kekuatan. Akhirnya kami sampai pada sebuah gang yang akan menunjukan kami pada jalan keluar Heks Verden. Tapi sebelum kami keluar lampion-lampion kecil menghiasi langit, sangat indah. Aku yakin tidak ada diantara kami yang tidak tersenyum melihat ini, setidaknya takjub dan mengagguminya.
"Sekarang aku tahu apa yang harus aku lakukan" aku kembali berbisik pada Victoria dan dia menoleh kearahku.
"Apa?"
"Mengumpulkan semua rahasia dengan tanganku sendiri" ucapku yakin. Victoria terlihat khawatir tapi akhirnya ia mengangguk menyetujui.
Kami sampai di cafe milik Carl. Tempat keluar masuk Heks Verden, selain dengan menghilang mungkin. Cafe-nya gelap tidak seperti biasa, Carl menyambut dan memeluk Kangta. Tidak lupa ia juga membungkuk hormat kepada Pedana Menteri. Mereka terlihat mengobrol serius, aku melihat Lu Han bergerak dan berdiri didepanku. Lu Han menatap mataku dalam, kemudian akan menutup kepalaku dengan jubah.
Aku mencegah tangannya "ini seperti ucapan perpisahan" kataku. Lu Han masih terlihat tenang "beri tahu aku lagi satu hal" kata-kata ini sering muncul ketika aku merasa Lu Han menyembunyikam sesuatu dan selalu berhasil. Mungkin kata-kata ini akan membantuku menguak rahasia satu persatu.
Lu Han menghela napas dan melihat kerah yang lainnya yang pura-pura sibuk merapikan pakaian "ini salah satu perjanjiannya, kami harus mengantarmu dengan rute jalan yang mereka pilih" Lu Han mengungkapkan "untuk menetukan apakah kau masih bisa mereka berikan kesampatan untuk datang diacara penyematan itu" terangnya lagi.
Aku membuka mulutku tidak percaya, jadi kami akan melewati jalanan yang sepi dan berbahaya terlebih dahulu sebelum menuju tempat mereka? ini tidak adil. Mereka bisa terbunuh untuk melindungiku. This is not worth it.
"Tidak" ucapku.
"Tenang saja, kami akan melindungimu" Lu Han mulai menenangkanku.
"Tapi kalian bisa terluka"
"aku meragukannya" Lu Han mengatakannya dengan yakin "yang harus kau lakukan adalah melindungi dirimu sendiri" wajah Lu Han berubah menjadi sangat serius dan menyeramkan dibalik cahaya-cahaya bulan yang masuk di cafe ini.
"Anak-anak, waktunya pergi" ucap Perdana Menteri dengan suara beratnya. Semuanya berjalan menghampiri sedangkan aku dan Lu Han masih saling menatap.
"Waktunya pergi" Lu Han memakaikan tudung yang menutup sebagian wajahku "pastikan mereka tidak menyentuhmu" aku mengangguk samar. Lu Han ikut memakai tudungnya, begitu juga yang lain. Carl membukakan pintu dan kami pergi keluar, keduniaku duniaku yang sebenarnya.
Daddy, aku tidak tahu alasan apa yang dipakai Tuhan untuk membuatku berada disituasi ini. I miss you. Aku tidak tahu apa setelah ini aku masih bisa kembali ke San Fransisco untuk bertemu denganmu. Aku tidak ingin keluarga Mommy terluka karenaku, aku harus melakukan ini demi mendapatkan waktu tambahan lagi untuk bisa bersama dengan Mommy, mungkin sepuluh tahun tidaklah cukup, tapi tidak apa, aku akan berjuang merebut kembali waktu.
Kakiku melangkah dengan yakin, kami berjalan dengan langkah yang cepat. Aku yakin mereka semua ingin sampai dengan cepat. Ketika kami sedang sibuk berjalan seseorang berlari kearah kami dengan gigi dan kuku tajam. Aku melebarkan mataku dan mundur selangkah, kemudian perdana menteri menyibakkan tangannya, pria itu terhempas begitu saja.
"Terus jalan" Pedana Menteri mengingatkan. Kami kembali berjalan dan aku masih mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Apalagi ada beberapa orang asing yang tiba-tiba muncul diatap rumah-rumah yang kami lewati. Victoria mengawasi atap-atap itu sedangkan Lu Han dan saudara-saudaranya sibuk memainkan tangan mereka untuk menghempas siapa saja yang datang mendekat.
Perjalanan ini sungguh menegangkan. Sekolahku masih sangat jauh dan banyak makhluk ganas yang akan menyerang kami.
"Lewat sini" Kangta memberi tahu. Sepertinya kami akan lewat jalan pintas. Atau mungkin bukan, karena ini jalan menuju Museum, bukan Sekolahku.
"Lebih baik kita lari" usul Chen yang berdiri di belakangku.
"Tidak, itu akan membuat kita tidak konsentrasi" jawab perdana menteri. "Kita harus ikuti peraturan, setelah kita sampai di Peru baru kita bisa berlari" lanjutnya. Aku tidak tahu apa itu Peru, aku hanya diam mengatur kakiku agar tidak gemetar.
Tidak lama kemudian kami sampai di Museum, memang jarak tempat ini dan Cafe Carl lebih dekat, tapi tujuan kami itu Shinwa, bukan Museum.
"Kenapa kita ke Museum?" Tanyaku pemasaran.
"Kita akan lewat Peru, tempat seperti Heks Verden hanya orang-orang didalamnya berbeda" Lu Han menjawab. Tempat seperti Heks verden tetapi milik para vampir, berarti orang-orang idalamnya adalah vampir dan anak-anak mereka. Berarti kami akan melawan lebih banyak vampire? tentu saja neraka selalu punya gerbang untuk dilewati.
Kami berjalan menuju sisi Museum, disana ada terowongan yang baru aku lihat. Sebelum kami masuk kedalam seorang vampir jatuh dari langit dan menimpa tubuhku. Ia meraung dan mencari leherku untuk digigit atau mungkin tanganku untuk di robek. Tapi sebelum itu terjadi ia sudah terhempas jauh menghantam pohon. Lu Han yang melakukannya, Victoria membantuku berdiri dan kami sudah berada di terowongan itu. Tempatnya sangat gelap tapi terowongan itu tidak panjang.
Akhirnya kami tiba di sebuah tempat bernama Peru. Kami mulai berjalan dengan hati-hati tapi tetap saja menarik perhatian. Beberapa orang keluar dari rumah dengan kain hangat menutup tubuh mereka. Wajah-wajah menyeramkan itu memperhatikan kami dan mulai berjalan mendekat.
"Bisakah kita lari sekarang?" Tanya Xiumin yang memandang mereka khawatir.
"Raja menginginkan kita untuk menyapa mereka tapi sepertinya itu bukan perintah, jadi setelah aku perintahkan aku minta kalian berlari tanpa berheti, mereka tidak akan menyakitiki kita kecuali kita berhenti karena panggilan mereka" Aku refleks menggenggam tangan Lu Han. Aku tidak tahu apa aku masih kuat untuk berlari. Lu Han menoleh kearahku dan menggenggam balik tanganku.
"Sekarang!" Aku mendengar perintahnya dan ikut berlari. Kami menabarak tubuh-tubuh layu yang terhempas ke lantai begitu saja. Dan kami mulai mendengar suara-suara aneh.
"Aku bisa mendengar suara Ibuku memanggil" ucap Xiumin.
"Terus berlari anak-anak!!" seru Perdana Menteri mengingatkan.
"Jangan dengarkan panggilan mereka, jangan menoleh" seru kangta yang ikut memperingati kami.
Sayup-sayup terdengar suara Ibuku. Lalu mulai bayak yang memanggil namaku sambil menangis ataupun tertawa. Ada suara Ayahku juga, rasanya aku ingin menangis dan jika ia benar Ayahku, aku ingin berbalik dan memeluknya. Tapi genggaman tangan Lu Han menyadarkanku bahwa aku masih harus berlari, bukannya berbalik dan menjadi santapan mereka.
Akhirnya kami keluar dari Peru dan tiba di sebuah taman. Taman yang aku kenali sebagai pembatas antara sekolah dan kampus Shinwa. Kami menarik napas panjang dan mulai mengaturnya.
"Wah, tadi seru sekali" ucap Lay dengan napas yang beraturan.
Aku mendengar Victoria bicara disela batuknya "aku hampir ditarik vampir tua, bisa-bisa aku dijadikan istrinya" katanya yang kembali batuk. Dan aku bersumpah melihat Kangta tersenyum saat itu.
"Begitulah nasib sukarelawan" aku mendengar suara Tao yang baru bicara, ia berjalan lebih dulu didepan kami dengan wajah sinisnya. Satu-persatu dari kami mulai ikut berjalan.
"Ana" Lu Han memanggil "Aku harap kau mempersiapkan diri, disana mungkin kau akan bertemu beberapa teman sekolahmu yang kemungkinan adalah Immortal atau alret -penjaga vampir-" Lu Han mencoba tersenyum.
Aku menghela napasku "aku harap bukan salah satu dari teman dekatku di Sekolah" aku meluruskan pandanganku dan berjalan dengan tenang.
"Apapun yang kau temui aku harap kau benar-benar siap dan menahan emosimu" aku mengangguk mendengar saran Lu Han. Aku sudah berpengalaman menghadapi Taemin, semoga itu berpengaruh terhadap sikapku didalam nanti.
"Tetap siaga anak-anak, didalam masih banyak bahaya dan Ana setelah kita sampai di Aula, aku harap kau langsung bergabung dengan beberapa Anak Immortal dan jangan begitu terlihat mencolok" Pedana Menteri membalikkan badan. Aku membuka sedikit tudungku dan mendongak melihatnya.
"Beranilah, jangan takut kami akan mengawasimu disana. Yang jelas hanya kami yang tahu dimana kau berdiri" ia menjelaskan lagi. Aku mengangguk "baiklah, gunakan tudung itu dengan baik" aku kembali menutup sebagian wajahku dan kami mulai masuk. Mereka juga memakai tudung dan berjalan dibelakangku. Aku melihat beberapa Anak Immortal, vampir dan mungkin Alert memasuki Aula sambil mengobrol seolah mereka akan memulai upacara biasa di Sekolah. Aku mengedarkan pandanganku berharap tidak menemukan Hanyoung, Hana atau pun Seungjae karena aku tidak bisa menerima kalau selama ini mereka hanya musuh bagiku.
Saat aku berjalan beberapa orang mulai melihat kearahku, aku mulai panik sampai Perdana Menteri dan yang lain melewatiku dan berjalan lebih dulu. Pandangan itu tiba-tiba hilang, mungkin mereka memang tidak memandang kearahku, tapi memandang kearah sekelompok penyihir yang berjalan diantara mereka. Victoria berjalan ditengah, Lu Han dan Saudara-saudaranya berjalan disisinya.
"Apa yang ditengah itu Ana?" Terdengar sayup-sayup murid yang bicara. Mereka membicarakanku, tapi bukan aku yang berjalan sendirian ini, tapi menujuk kearah Victoria yang berjalan seolah aku yang sedang mereka bawa. Mungkin ini salah satu rencana mereka untuk menjaga keselamatanku. Aku berhutang nyawa pada mereka sekarang.
Hampir semua murid dan mahasiswa sudah berkumpul disini. Aku mencari posisi yang pas diantara Anak Immortal dan aku berdiri diasamping pria yang sepertinya mahasiswa.
"Apa wanita yang ditengah itu yang bernama Ana?" Suara pria itu mengejutkanku.
"Aku kira bukan, aku pernah melihatnya sekali rambutnya berwarna coklat gelap, bukan pirang" jawab teman wanita yang berdiri disebelahnya. Aku melihat kearah Kangta dan yang lain sedang menghadap raja dan membuka tudung mereka.
"Kalau begitu dimana dia? Bukan seharusnya dia disini?" Tanya pria itu lagi. Ya aku memang disini. Tepat disebelahmu.
"Bisa saja dia sudah mati saat perjalanan kemari, lagi pula apa yang mau kau lakukan?" Gadis itu bertanya balik. Dan dengan bangga ia menunjuka pisau lipat ditangannya.
"Hanya bersiap-siap siapa tahu aku mendapat hadiah besar dari raja karena membunuhnya" aku terkesiap mendengar perkataanya. Raja mereka mempersiapkan hadiah jika ada yang bisa membunuhku?, mungkin salah satunya hadiah darahku untuk orangtua mereka. Aku mulai merasakan kaku dibadanku. Rasanya aku ingin menjauh darinya tapi ia pasti curiga, terlebih upacaranya segera dimulai dan orang-orang telah memakai tudung mereka dan aku juga mendengar suara Raja yang menggema "sembunyikan wajah kalian didepan leluhur" seketika itu sebuah cahaya masuk kedalam aula yang lampunya sudah padam. Cahaya itu merupakan cahaya bulan. Orang-orang mulai merapatkan barisan dan bahu pria itu merapat kebahuku. Aku bahkan masih melihat pisau lipat yang disembunyikan dibalik tangannya. Aku bersusaha menyamarkan gerakan kakiku yang mulai kembali gemetar kalau tidak mereka bisa curiga. Perdana Menteri dan saudara-saudara Lu Han berdiri di sudut dekat tahta Raja vampir itu.
Aku menarik napas panjang dan menegakkan kepalaku. Dan persis di depanku seorang wanita baru saja bergeser dan memakai tudungnya. Aku menahan napasku, aku mengenalnya. Gadis dengan kaca mata putih miliknya itu, persis teman dekatku di Sekolah, yang selama ini duduk disampingku. Salah satu murid teladan itu, yang setiap bulan membantu mengatur kepergian ke Museum, dan yang membiarkanku tertidur di Museum. Aku tidak mengira sebelumnya hal itu akan berhubungan. Mataku kembali terasa perih dan tenggorokanku terasa sakit. Aku harus menahan tangisku, aku harus meredam emosiku. Kuatlah Ana, kuatlah.
-
Thanks to all readers that always reading this FF. Big Hug form me. Keep Reading!!
and don't forget to leave your comment <3