home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > ANABELLE

ANABELLE

Share:
Author : Rezkyka
Published : 23 Apr 2014, Updated : 24 Oct 2017
Cast : Anabelle Walker as OC, Kim Jongin, Xi Lu Han, Kim Myungsoo , Lee Taemin and many
Tags :
Status : Ongoing
6 Subscribes |44964 Views |15 Loves
ANABELLE
CHAPTER 21 : MONSTER

Kami duduk di tangga, sama-sama terdiam, sama-sama memandang ke depan. Aku melihat gerbang rumah ini yang tertutup dengan pengait rantai yang sudah berkarat, sedangkan dia entah apa yang dilihatnya. Napasnya juga sekarang teratur, tidak seperti tadi, mungkin ia sudah cukup mengambil napas panjang setelah mengangkat air-air itu.

"Bagaimana kabar Ayahmu?" Taecyon berhasil mengambil alih topik terlebih dahulu.

"Dia baik" jawabku. Hal itu yang terakhir aku ingat ketika aku menanyakan kabar Ayah di telepon.

"Dia tidak ikut kesini?" Tanyanya lagi.

"Tidak, sekarang aku tinggal disini bersama Ibuku, juga Ayah tiriku" Taecyon membulatkan sedikit mulutnya sambil mengangguk. Tampaknya ia sedikit terkejut. Sepertinya orang-orang disini tidak tahu bagaimana kelanjutan keluarga yang pindah dari rumah ini.

"Apa kau dan Nenek itu yang menjaga rumah ini sekarang?" Tanyaku padanya.

Aku melihat alisnya sedikit berkerut "kau tidak mengenalnya?" Dia bertanya balik, aku hanya mengangkat alis "Nenek itu?" Dia memastikan dan aku menggeleng.

"Dia Nenek Han, dia yang menjagamu sewaktu kecil membantu Ibumu ketika kau masih bayi, kau sering memberinya kue saat musim dingin" Taecyon menatapku penuh harap tapi aku benar-benar tidak ingat. Jadi aku kembali menggeleng. Beberapa tahun sudah berlalu, tidak banyak kenangan yang aku ingat, mungkim aku terlalu membeci keadaan sampai melupakan kenangan.

"Sepertinya banyak hal yang sudah aku lupakan, selama ini aku hanya sibuk mencari cara agar bisa memaafkan Ibuku" Aku merapatkan kakiku dan memeluk lututku erat. Aku merindukan tempat ini tapi aku bahkan tidak ingat bagian yang aku rindukan "Mianhe" lanjutku.

"Kalau begitu aku akan membantumu mengingat semuanya, bagaimana?" Tawarnya.

Aku tersenyum, ini adalah senyuman tulusku. Aku kira ia akan tersinggung karena aku juga tidak mengingatnya, meski aku tahu dia juga menjadi bagian dari masa kecilku.

"Terima kasih" senyumku lagi.

"Kalau begitu ayo pergi" ia beranjak berdiri dan menatapku dengan antusias.

"Kemana?" Tanya aku bingung. Aku kira Taecyon akan bercerita tentang hal-hal keluargaku lakukan dulu tapi dia memulainya dengan mengajakku pergi.

"Ke rumahku" dengan ragu aku berdiri, kenapa aku harus mulai dari rumahnya? Kenapa tidak mulai dengan sekolahku dulu atau tempat yang lain "Kau harus bertemu Ayahku dia pasti senang kau datang" ucapnya sambil menunjukan jalan.

Aku kembali menurunkan lengan bajuku. Merapikan rambut yang tadi terikat asal, aku hanya tidak ingin terlihat seperti anak yang tidak terurus. Tidak ada salahnya bertemu dengan Ayahnya lebih dulu, seingatku keluarganya berteman baik dengan keluargaku.

"Ayahku pasti berteman baik dengan Ayahmu, kan?" Tanyaku ketika kami berjalan berdampingan.

"Tentu saja, mereka berteman baik, begitu juga kau dan aku" jawabannya membuat aku terdiam, membenarkan ingatanku. Meski umurnya terlihat beberapa tahun lebih tua dariku tapi aku percaya dulu kami berteman, karena aku sama sekali tidak terganggu dengan kehadirannya yang tidak terasa asing.

Kami sampai di sebuah rumah kecil, tidak lebih kecil dari rumahku. Didepannya terdapat buah-buah yang ditatarapi dan beberapa pembeli yang melihat-lihat. "Dulu kami satu-satunya penjual buah disini, tapi sekarang sudah banyak sekali yang berdagang buah, kau sering ikut kami ke kebun untuk memetiknya" Taecyon menoleh padaku sebentar. Apa raut wajahku mudah dibaca? Taecyon selalu berbicara tanpa menungguku bertanya.

Aku melepas alas kakiku dan mengikuti Taecyon masuk kedalam. Rumahnya terlihat lebih modern dibanding rumahku meski tetap bekesan Hanok.

"Appa!, kita kedatangan tamu" seru Taecyon. Tidak lama seorang pria dengan ikat kepala keluar dengan wajah bingung. Aku melihat Taecyon mengambil beberapa buah dari suatu ruangan dan Ayahnya menghampiriku.

"Nuguseyo?" Tanya kearahku.

"Annyeonghaseyo, Ana-imnida" jawabku sambil membungkuk.

"Dia anaknya Mark Ahjussi" ucap Taecyon yang sudah berdiri disampingku. Aku tersenyum saat dia kembali menatapku.

"Kau, Ana?" Dia menghampiriku dan memegang kedua bahuku "kau sudah sangat besar" ucapnya lagi, aku masih berdiri dengan senyumanku. "Ayo duduk, Taecyon tolong kau lihat pembeli didepan"

Kami berdua duduk di ruang tamu, Ayah Taecyon masih menatapku dengan sedikit haru  "Ayahmu sempat meneleponku sebelum kau kembali ke Korea" dia menjelaskan.

"Iya Paman, Ayahku juga memberitahuku"

"Aku sudah lama menunggumu, sayang kau datang tidak dengan Ibumu"

"Ibuku tidak tahu aku kemari" ucapku jujur. Aku tidak sempat memberitahunya, aku terlanjur putus asa. Memang harusnya aku kemari dengan Ibuku, sebagai salah satu kegiatan dari 'kembalinya hubungan baik Ibu dan anak' tapi aku malah pergi sendiri, kabur dari rumah untuk mendapat kekuatan batin yang aku harap bersumber di kota ini.

"Kenapa kau tidak memberitahunya? Apa kalian bertengkar?" Tanyanya dengan jujur. Mungkin Ayahku sudah banyak memberitahunya tentang keadaan kami, khususnya aku dan Ibu. Ayahku dan Paman ini sudah berteman cukup lama jadi aku tidak heran ia mengetahui hal-hal pribadi tentang keluargaku.

Aku menggeleng.

"Kalau begitu kau harus segera menghubungi Ibumu bukan? dia pasti sangat khawatir"

"Tentu saja paman"

Dia mengangguk dan kembali memperhatikanku "mengapa sekarang kau begitu kurus? Apa kau sedang sakit Nak?" Ia menepuk bahuku, tangannya terasa hangat, dan aku merasakan perhatiannya yang tulus.

"Ya, sedikit tidak enak badan Paman, tapi tidak apa-apa" kataku berbohong. Aku tidak ingat sedekat apa keluargaku degan keluarga ini, mereka menyambutku begitu hangat dan ramah.

"Aku baru saja menyiapkan sarapan, apa kau sudah makan?" Aku menggeleng "Taecyon!! Panggil nenek Han bilang kita sarapan bersama" serunya dan aku dapat mendengar seruan Taecyon yang meng'iya'kan.

Kami semua berada di meja makan setelahnya. Aku, Taecyon, Ayahnya dan Nenek Han. Mereka semua adalah orang-orang yang menjaga rumahku dengan baik dan menyambutku dengan baik pula.

"Aku tidak tahu kapan aku akan kembali lagi" ucapku ketika kami hampir menyelesaikan makan. "Aku berharap rumah itu akan baik-baik saja setelah aku pergi" aku menatap mereka satu persatu "aku tahu terima kasih saja tidak cukup, tapi aku benar - benar bertermakasih" aku merapatkan kedua kakiku kebelakang dan duduk diatasnya "gomapseumnida" aku membungkuk dalam. Harusnya aku memutar memori yang membuatku bahagia bersama mereka, hanya sedikit yang aku ingat, bahkan aku tidak membawa apa-apa sebagai bingkisan. Mungkin bagi mereka kedatanganku sudah cukup, tapi bagiku tidak. Aku membutuhkan Ibu dan Ayah yang meredam kecanggungan disini, aku butuh mereka untuk mengingat kenangan yang dulu mereka bangun disini.

Selesai sarapan aku berniat untuk segera pulang sebelum Ibuku mencari. Ponselku sudah mati dan aku tidak berniat mengaktifkannya. Sebelum aku pulang Ayah Taecyon memintaku untuk berjalan-jalan mengitari seperempat dari kota ini dengan sepeda Taecyon. Dulu aku dan Taecyon berangakat sekolah bersama dan dia memboncengku. Aku mulai ingat itu.

Setelah menaiki sepeda aku bersiap-siap, aku kembali ke rumahku dan membawa satu bingkai fotoku ketika masih balita bersama Ibu dan Ayahku untuk aku letakan di kamarku. Sembari bersiap aku melirik Nenek Han yang berdiri di sudut ruangan sambil menatapku, wajahnya terlihat sedih. Aku memakai tasku dan berjalan kearahnya. "Semoga Tuhan memberiku kesempatan untuk datang berkunjung lagi, dan aku janji akan membuatkan kue untuk Nenek" aku langsung memeluknya dan ia mengusap rambutku lembut. Hanya itu yang bisa aku ucapkan dan tidak bisa berjanji apa-apa termasuk membuat Ayah dan Ibuku ikut berkunjung.

Aku berjalan keluar dan disana sudah ada Taecyon dan Ayahnya yang menunggu di luar.

"Taecyon akan mengantarmu sampai ke bus" Ayahnya memberi tahu. Aku menangangguk dan berterimakasih lagi, sebenarnya tidak ada niatan sama sekali untuk meninggalkan rumah ini, tapi masih ada proses menuju kematian, setelah mengenang masa lalu entah apa yang bisa aku lakukan setelah ini. Aku yakin para vampir dan anaknya sudah menungguku di Seoul untuk memburuku. Mencari gadis yang berani- benarinya meminta Golden Compass mereka.

"Kau harus jaga dirimu dan kembali kemari" ucap Taecyon sebelum aku naik ke bus yang akan mengantarkanku ke Seoul. Taecyon memberitahu apa yang harus aku lakukan setelah ini, yaitu menjaga diriku agar kembali berkunjung. Aku seperti diberi tugas yang tidak bisa aku kerjakan. Aku diam tidak mengangguk.

Betapa bersalahnya aku yang tidak begitu bersikap baik terhadap orang-orang yang menjaga rumahku. Harusnya aku datang dengan berlari memeluk mereka dan pulang dengan tangisan berisik. Seperti anak kecil yang sedang bekunjung ke rumah nenek dan tidak ingin pulang. Aku tahu mereka juga berpikir begitu. Akhirnya aku membungkuk dan pamit pulang.

Sepanjang perjalanan aku memikirkan  apa yang akan Ibu tanyakan, apa yang harus aku jawab, bagaimana jika ia tanyakan keadaanku dan bagaimana cara menjawabnya. Pemikiran itu berkelibat dan bercampur dengan aku yang memikirkan Kai, yang tiba-tiba menghilang dan tidak meninggalkan satu pesanpun. Ah, aku lupa dia hanya orang asing yang kebetulan mendapat tugas penting untuk memastikan keselamatanku, tapi tugasnya tidak seberat tugasku yang baru saja diberikan Taecyon. Dimana aku akan memiliki kesulitan untuk menjaga kesehatanku dan memiliki sedikit kemungkinan untuk kembali.

Ramuan yang diberikan Lu Han aku habiskan untuk membuatku dapat berjalan sampai ke rumah setelah turun dari bus. Uangku banyak di bank, tapi tidak sebanyak di kantong. Aku harus menghemat dan berjalan kaki masuk kedalam rumah Ibuku yang letaknya cukup jauh dari jalan dan tidak berniat memenggunakan taksi.

Dan, ya aku berhasil sampai di depan rumahku. Aku sempat melewati rumah Taemin yang kebali kosong bahkan tirai- tirainya pun tertutup. Aku masuk kedalam rumah dengan tarikan napas panjang. Bersiap menerima amarah Ibuku.

"Nona" seorang pelayan menyambut lebih dulu.

"Ibu mencariku?" Tebakku.

"Nyonya sedang tidak ada di rumah Nona, sudah dua hari Nyonya ke Daegu untuk bertemu klien" terangnya. Entah memang Ibuku yang memberitahu atau memang pelayan ini sudah hafal, cara bicaranya bukan seperti asisten rumah tangga biasa. Aku lupa kalau pelayan disini dilatih lebih dulu sebelum bekerja.

"Baiklah, dan yang lain?"

"Tuan sudah berangkat ke kantor sejak tadi pagi dan tidak sempat sarapan, sedangkan Tuan muda Juno bermain di ruang tengah seperti biasa" terangnya lagi. Aku mengangguk, sambil menyadarkan diriku bahwa memang tidak ada yang mencariku, tidak ada yang mencoba perduli atau memang perduli padaku, atau bahkan pada Juno. Anak sembilan tahun yang menghabiskan waktu sepulang sekolahnya dengan bermain games sepanjang hari diruang tengah yang begitu besar, dan menyembunyikan rasa kesepiannya disana.

Aku sempat menengok Juno yang baru pulang sekolah itu. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena dia membelakangiku tapi aku yakin dia sehat-sehat saja. Lantas aku pergi ke kamarku, kamarku yang asing, bukan beralas kayu, tidak memiliki meja belajar, tidak ada boneka dan memiliki jendela yang besar. Aku membuka tasku dan mengambil sebuah figura kecil yang aku bawa dari rumah lamaku. Aku letakan di meja rias dibawah cermin yang akan berpapasan denganku ketika aku duduk diatas tempat tidurku.

Mungkin ada baiknya begini, Ibu tidak tahu bagaimana kegiatanku dan apa yang aku lakukan. Apalagi ketika aku akan berurusan dengan raja-raja dari dunia berbeda itu. Setidaknya jika aku mati nanti Ibu tidak terlalu merasa kehilanganku. Semua anak selalu berharap demikian bukan?

Aku membersihkan tubuhku, berganti pakaian dan tidur di ranjangku setelah melihat ponselku kembali menyala. Aku membuka ada pesan disana.

Jika mereka datang jangan beritahu tentang aku yang menjagamu kemarin.

seseorang, entah siapa membuatku tidak mengerti dengan apa yang diucapkannya. Ia tidak menyebutkan nama dan siapa dirinya. Tidak lama kemudian ponselku bergetar dan kali ini terdapat nama Lu Han disana.

"Hi, Ana cepat turun kami menunggumu diluar" Kata Lu Han di telepon. Aku langsung beranjak bangun dan melihat ke jendela. Ia tidak sendiri ia bersama saudara-saudaranya. Matanya melihat kearah jendela dan melambaikan tangan, ia tahu aku sedang tersenyum dan memandang mereka dari atas "Ayo kita pergi" lanjutnya seolah berbicara padaku langsung. Aku bergegas mengambil mantelku dan berlari menuruni tangga. Aku sangat senang mereka datang, para penolongku yang akan melindungiku. Aku akan mengikuti mereka dimanapun mereka membawaku.

"Hi!" seruku ketika sampai didepan rumah, aku tidak bisa menahan rasa senangku saat bertemu mereka.

"Waah Ana!" Seru mereka yang mendekat. Wajah mereka juga terlihat senang "sepertinya ramuan itu sangat ampuh, kau bahkan bisa berteriak sekarang" goda chen dan menepuk nepuk bahuku.

"Ya, ramuan itu menolong sekali" jawabku sambil tesenyum kali ini dengan nada lebih tinggi, aku dapat merasakan tangan Lay mengusap kepalaku dan yang lain tertawa "jadi kita mau kemana?" Tanyaku antusias. Mereka saling memandang, tapi tidak dengan Lu Han yang terlihat tenang memandangku.

"Kita akan pergi ke museum" jawaban Lu Han membuatku terdiam "tenang Ana kita akan melindungimu" kata Lay yang masih berdiri disampingku seolah tahu apa yang aku pikirkan.

"Untuk apa kita kesana?" Aku menoleh kearah Luhan. Tadinya aku berharap tidak kembali ketempat itu selamanya, tapi takdir tidak sejalan dengan harapanku.

"Kedua raja telah memutuskan untuk memberimu kesempatan, karena Golden Compass itu berada di tangan raja vampir maka kau akan menjadi bagin dari mereka dan raja vampir itu ingin menemuimu dan mengumumkan sesuatu" aku menangguk, persis apa yang di katakan Kai. Mungkin sebelum Golden Compass itu aku temukan dan dimiliki oleh raja penyihir, mungkin Lu Han yang kemarin menolongku bukan Kai.

"Sepertinya kau terlihat tidak terkejut Ana" sahut Tao yang berdiri sedikit jauh dariku. Matanya sangat tajam, seolah dapat melihat isi kepalaku. Aku jadi teringat dengan pesan misterius yang aku terima tadi, mungkin dari Kai. Kai tidak ingin mereka tahu tentang ia yang menyelamatkanku kemarin.

"A.. aku hanya tidak mengerti maksudnya bagian dari mereka" jawabku seolah-olah aku merasa bingung.

"Baiklah kita jelaskan sambil berjalan saja, jangan sampai kita terlambat" ucap Lu Han bijak tapi disertai senyuman yang dibalas anggukan oleh Lay. Kami mulai berjalan menjauhi rumahku, maksudku rumah Ibuku. Beberapa diantara mereka sempat melihat kearah rumah Taemin dengan pandangan yang aneh. Tunggu, bukan beberapa tapi semua. Aku mengedarkan pandanganku dan mereka terlihat tidak meyadarinya.

"Kalian kenapa?" Tanyaku saat kami sudah mulai mejauh dari rumah Taemin.

"Ruma itu aneh" jawab chen " iya, auranya sangat hitam" xiumin melanjutkan "pasti pemilik rumah itu baru meninggal dan arwahnya gentayangan didalam sana" tebak Tao.

Aku tertawa, "pemilik rumah itu teman baikku, umurnya hanya beberapa tahun lebih tua dariku, rumahnya sangat bagus dan halamannya penuh dengan tumbuhan, kalau kau masuk ke rumahnya seperi masuk keperkebunan, sangat sejuk" aku memandangi mereka "dan dia masih hidup" lanjutku lagi yang membuat Tao membuang muka. Aku kembali tertawa dan mereka malah memandangku heran.

"Jadi bagaimana aku menjadi bagian dari mereka?" Aku mengalihkan topik dan berjalan sejajar dengan Lu Han, sedangkan saudara-saudaranya berjalan mengelilingi kami. Mereka menyerahkan kepada Lu Han untuk menjelaskan.

"Golden Compass akan berada ditanganmu lagi, artinya akan ada penyerahan tahta, tapi mereka ingin benda itu tetap menjadi milik mereka jadi kau akan terus dikaitkan dengan mereka. Jika kau penyihir kau akan di nikahkan dengan vampir agar mereka memiliki tambahan anak imortal"

"Apa?" Sergahku. Aku menatap wajah Lu Han tidak percaya dan mendengar beberapa suara tawa.

"Sayangnya kau bukan penyihir, kau manusia biasa" lanjut Lu Han dengan senyumannya yang lebar, aku mengalihkan wajahku yang memerah. Tidak, aku tidak akan menikah vampir. Huh, ya Tuhan "maka dari itu para penyihir memiliki tanggung jawab untuk melindungimu" aku mengangguk, jika memang para penyihir yang akan melindungiku lalu kenapa Kai memiliki tugas yang sama? Aku kira jika terjadi sesuatu padaku justru akan membuat para vampir senang, kan?

"Kita sudah sampai!" Seru Lay yang tiba- tiba merangkulku. Aku terlonjak karena terkejut dan mendapati kami sudah berada didepan Musium. Bagaimana bisa? Kami baru berjalan beberapa menit dan Musium yang jaraknya sangat jauh dari rumahku sudah berada di depan kami.

"Aku rasa harusnya kita masih berada di komplek rumahku" mereka memandangiku dengan mengangkat bahu seolah-olah mereka baru menyelesaikan sulap paling mudah di dunia dan aku tidak menyadarinya sama sekali. Mereka berjalan mendahului sambil saling menepukan tangan satu sama lain. Aku tertawa sambil berlari menghampiri mereka. Aku ingin sekali bisa seperti mereka yang dapat menggunakan sihir seperti itu, setidaknya aku tidak perlu naik kendaraan saat berangkat ke sekolah.

"Sepertinya ada yang menganggap ini sebagai kunjungan menyenangkan" kami disambut dengan ucapan pedas seorang anak imortal yang memiliki rambut lurus berwarna orange, aku tidak tahu namanya yang jelas ia salah satu dari teman Kai. Lalu gadis disampingnya tersenyum sinis menanggapi. Gadis dengan mata sedikit lebih sipit dengan rambut ikal yang ujung rambutnya dicat berwarn kuning.

"Tunjukan saja kami jalannya" Lu Ha menimpali dengan wajah yang sama sinisnya. Mereka jalan lebih dulu dan kami mengikuti dari belakang. Ini sudah lewat dari jam lima, museum sudah ditutup dan tidak ada yang akan melihat kami.

Sampai di lift kami semua terdiam, aku bahkan dapat mendengar suara napasku sendiri. Seperti hanya aku yang bernapas. Kami keluar dari lift dan entah sejak kapan jumlah kami bertambah banyak karena orang-orang dengan jubah dan tudung hitam ikut mengawal kami.

"Jagan takut Ana" bisik Lu Han.

"Aku tidak takut" balasku yakin. Aku tidak tahu bagian mana yang harus aku takuti, apa orang-orang berjubah ini? Para anak imortal? atau sesuatu yang berada didalam ruangan yang dijaga oleh dua orang yang juga berjubah dihadapan kami ini. Aku pernah hampir mati disini harusnya tidak ada yang lebih aku takutkan lagi. Lu Han tesenyum mendengar jawabanku.

Pintu itu terbuka, rasanya seperti membuka lemari es raksasa. Sesuatu yang sangat dingin menyentuh pipiku yang tidak terhalang oleh bahu anak imortal didepanku. Kami masuk beberapa langkah dan Lu Han dan saudara-saudaranya berjalan meninggalkanku yang dikawal dengan orang-orang berjubah kecuali dua anak imortal yang masih berdiri didepanku. Aku melihat kearah Lu Han yang menoleh kearahku.

"Jangan takut" ucapnya lagi tanpa suara dan kembali berjalan lalu berdiri bersama beberapa orang yang aku tidak kenal. Orang-orang itu berpakaian lebih manusiawi, tidak memakai jubah dan tidak berwajah pucat aku rasa mereka juga penyihir. Rata-rata orang-orang di ruanga ini berpakian warna hitam. Kecuali aku yang bermantel coklat gelap. Kedua anak Imortal ini bergerak dan kini mengawalku dari belakang sedangkan ada dua orang datang dari arah yang berlawanan.

Satu seorang pria, yang aku kenal bernama Kangta dengan wajah kakunya seperti biasa dan satu lagi seorang wanita berponi dengan rambut yang dicat pirang. Mereka berdua yang sekarang mengawalku berjalan menuju beberapa orang didepan. Dari bahu Kangta aku dapat melihat raja Vampir yang beberapa waktu lalu aku temui serta beberapa orang dengan jubah lebih tebal yang duduk memandangku tajam. Aku melihat kesekeliling, mendapati beberapa anak imortal dan vampir yang meringkup dibalik jubah mereka. Yang berdiri sangat rapuh kecuali para anak imortal yang beridiri tegak seolah akan melahapku sekali tangkap. Aku dapat melihat Kai yang berdiri diantara Raja yang duduk dengan santai. Aku mengalihkan pandanganku kesamping dan berusaha terlihat senormal mungkin. Beberapa makhluk menyeramkan dan penyihir asing sedang menatapku sekarang seolah menimbang apa aku ini ancaman, musuh atau seorang anak yang harusnya dilindungi.

Tapi ada satu yang menatapku berbeda. Aku menangkap pandangnya diantara mata - mata yang menatapku tajam. Mata teduh itu milik seorang temanku yang baik hati, yang suka menolong, yang selalu hadir diantara keluarga kecil Ibuku. Taemin, berdiri disana dengan setelan  mantel hitamnya yang menjulang kebawah, ia memakai sarung tangan hitam tanpa jubah dan tudung. Aku memalingkan wajahku lagi dan menutup bibirku sambil menahan air mata. Aku baru ingat tentang dia yang membuatku masuk sekolah Shinwa, lalu tiba-tiba menghilang dan kejadian paseien di rumah sakit, mungkin itu semua ada hubungannya dengan ini. Ternyata Taemin dibalik semua ini. Selama ini ia hanya berkedok berbuat baik kepada keluarga Ibuku dan mungkin suatu saat nanti Taemin akan mencelakai mereka.

"Kami mewakili raja kami untuk membawanya kemari" terdengar suara Kangta yang mebuatku sadar bahwa kami sudah didepan raja "Dan kami.."

"Senang bertemu denganmu lagi, Ana" ucapan Kangta terpotong oleh suara serak raja. Aku mendongakkan wajah untuk menatapnya yang juga menatapku "kemarilah" tanganya terjulur kedepan, tangan yang dulu meminta benda keemasan yang sekarang berada di lehernya itu. Kangta dan wanita disampingnya memberiku jalan. Aku melangkah hati-hati "kita belum sempat berkenalan secara resmi" aku dapat melihat senyum kaku di wajahnya, ia berdiri dan berjalan sampai di depan tiga anak tangga yang memisahkan kami dengan tahtanya. Tangannya terjulur lagi "Aku raja Hang"

Yang ada dipirkanku sekarang adalah jangan buat mereka berpikir kalau aku takut. Aku harus melawan semua rasa takut disekujur tubuhku yang mulai bergetar ini, seperti kata Lu Han 'jangan takut' ada beberapa penyihir hebat dibelakangku yang akan melindungiku. Jadi aku berjalan dan naik satu anak tangga untuk meraih tangannya. Tangannya yang dingin dan kasar, aku melihat kukunya yang panjang dan menghitam, serta kulit-kulitnya yang membiru.

"Senang bertemu denganmu lagi yang mulia" senyumnya makin lebar, aku balas tersenyum tapi hanya sedikit. Aku tidak perduli seberapa besar kemungkinan ia membunuhku sekarang, aku harus terlihat lebih arogan darinya. Itu yang biasa dilakukan orang yang sebentar lagi terbunuh di film.

"Aku senang kau masih mengingatku setelah apa yang terjadi" ia menoleh kearah seorang anak Imortal yang bertugas menghilangkan ingatanku. Luna, dia terlihat menunduk tidak berani menatap.

Aku turun dari tangga setelah kami bersalaman dan berlindung di balik punggung Kangta lagi. Badan raja Hang menegak. "Aku umumkan, besok akan diadakan penyerahan Golden Compass kepada gadis ini" suara seraknya menggema "aku harap semua vampir dan imortal berkumpul" lanjutnya lagi. "Gadis ini, akan berada didaerah penyihir sampai hari penyerahan setelah itu ia akan menjadi bagian dari kami"  sepertinya ini pertanyataan yang baru diumumkan karena beberapa orang terlihat terkejut dan berbisik. Mungkin mereka mengira akan melihat eksekusi hari ini "Dan sampaikan pada raja kalian para penyihir, bahwa perjanjian sudah disetujui dan akan diumumkan bersamaan dihari penyerahan" lanjutnya dengan senyuman lebar yang menambah kerutan di wajahnya.

Raja itu turun satu anak tangga dan menundukan punggungnya "sebaiknya kalian membawa gadis ini pergi, sebelum rakyatku kepalaran" entah kenapa bisikannya seperti sura besi yang digesekkan pada kaca. Dan aku tidak menyukai suara itu karena membuat telingaku sakit.

Tangan wanita berambut pirang itu menyentuh bahuku dan kami keluar ruangan diikuti Kangta lalu penyihir yang lain ikut meninggalkan ruangan itu.

"Kau sangat berani tadi" ucap wanita itu saat kami berada di luar ruangan, para penyihir mulai pergi dan menghilang misterius kecuali Lu Han dan saudara-saudaranya.

"Terimakasih" kataku pada wanita itu.

"Perkenalkan aku Victoria" dia mengangkat tangannya dan aku menjabatnya "Sayang sekali  kita baru berkenalan setelah bertemu raja menyebalkan itu"

"Hati-hati, kita masih di istananya" Kangta memperingati.

"Kita harus bersiap untuk besok" Lu Han datang mendekat.

"Jadi besok kita harus datang lagi kesini? Aku-"

"Tidak" Kangta memotong ucapan Victoria yang sebentar lagi mengeluh. Memang, tidak ada yang ingin datang ketempat ini lagi "besok penyerahan diadankan di Shinwa" Kangta memberitahu. Aku menoleh cepat, bahkan sekolah itu, aku juga tidak ingin datang kesana.

"Malam ini kau harus menginap ditempat kami, bahaya kalau kau pulang ke rumah bisa saja beberapa imortal mengincarmu" aku tidak tahu orang seperti Kangta memiliki kepedulian juga.

"Aku akan menghubungi orang di rumah" jawabku sambil meraih ponsel di kantungku. Belum sempat aku meraih ponselku tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka dan seseorang berlari kearahku, itu Taemin. Aku segera berlindung dibalik tubuh Lu Han dan Victoria tiba-tiba mengangkat tangannya yang membuat Taemin sedikit terpental. Beberapa orang yang tidak aku kenal ikut keluar ruangan dan membantu Taemin berdiri. Taemin kembali berjalan mendekat tapi Kangta menghalanginya dan mengikat kaki Taemin dengan rantai yang tiba-tiba muncul. Beberapa anak imortal datang membantu dan mencoba menyentuh lengan Kangta yang di dahulu Victoria dan mendorong anak imortal itu jatuh sampai menghantam tembok.

"Tidak! Tunggu!" Seru Taemin sebelum anak Imortal lain berlari menghampiri kami "aku hanya ingin minta maaf" ucap Taemin yang masih terikat di lantai "Ana.." ia memanggil namaku, dengan begitu lembut tapi juga penuh kepalsuan kemudian salah satu anak Imortal menyentuh rantai yang mengikat Taemin dan merubahnya menjadi debu. Dio, kalau tidak salah nama anak imortal itu "kau bilang akan memaafkanku" lanjunt Taemin.

"Menjauh dariku" kataku yang menatapnya dengan tajam, aku tidak dapat melihatnya dengan jelas karena air mata yang menumpuk dimataku.

"Kau bilang setiap orang memiliki kesempatan untuk dimaafkan, kau bilang aku bisa dimaafkan" dia mendekat dan aku tidak lagi besembunyi di balik tubuh Lu Han.

"Kau yang membuatku berada disituasi ini, kau ingin membunuhku Taemin" ucapku lagi dan kali ini air mataku sudah jatuh.

"Dengar penjelasanku Ana, aku tidak akan pernah membunuhmu" Taemin semakin dekat, aku dapat melihat mata teduhnya. Tidak, aku tidak akan terpengaruh dengan matanya. Dia tahu saat aku sekarat, dia melihatku saat aku kesakitan, dia tahu aku pergi ke museum. Taemin pasti ingin mencelakakanku. Apalagi ia sangat dekat dengan keluargaku dia pasti tahu segala kegiatan kami dan bisa mencelakakan kami kapan saja.

"Jangan pernah mendekati keluarga Ibuku lagi, jangan pernah kau sentuh Juno!" Jika aku punya kekuatan akan ku dorong Taemin agar aku tidak bisa melihat wajahnya lagi.

"Ana.." panggilnya lagi. Apa dia tidak punya hati? kenapa ia lakukan ini padaku sementara ia sangat dekat dengan keluarga Ibuku. Jika ia tidak ingin mencelakaiku kenapa ia menyarankanku masuk ke Shinwa? kenapa ia tidak menyelamatkanku? Taemin sama saja dengan teman-temannya. Aku bahkan lebih membencinya dibanding vampir-vampir di ruangan itu, Taemin lebih kejam.

"Kau monster Taemin, KAU MONSTER!" seruku yang membuat kaki Taemin berhenti melangkah, air mataku jatuh begitu saja. Tetangga baik hati yang selalu menyapaku di pagi hari, teman baru yang membantuku beradaptasi, sahabat baik adik tiriku yang selalu dianggap jadi bagian keluarga, ternyata hanya seorang monster.

Aku menarik tangan Lu Han untuk keluar dari tempat itu secepatnya. Aku menggenggam tangan Lu Han sampai langkahku terhenti karena Tiba-tiba Kai berada di depan kami.

"Jangan lupa untuk membawanya kembali" ucap Kai pada Lu Han yang kemudian menatapku dengan tatapannya yang tajam seperti biasa. Kali ini Lu Han yang menarik tanganku untuk pergi, sementara aku masih ingin ditempat. Masih ingin meluapkan emosiku termasuk padanya juga. Kenapa ia meninggalkanku di Jeonju? Kenapa ia tidak memberi kabar? Kenapa ia tidak ingin Lu Han dan saudara -saudaranya tahu kalau ia menjagaku sepanjang perjalanan kami menuju Jeonju. Masih banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan. Kecuali Taemin, I'm done with him. Aku akan menjauhkannya keluarga Ibuku, aku tidak akan membiarkankanya memcelakakan Juno dan aku tidak akan membiarkannya masuk kedalam rumah Ibuku satu jengkal saja.

-

 

 

Halloo, selamat tahun baru readres! semoga di tahun baru ini menjadi tahun yang lebih baik dari tahun sebelumya yaa. Dan gak nyangka FF ini udah hampir dua tahun, haha aku telat banget nyelesain FF ini :( semoga tahun ini selesai ya FFnya atau kita jadiin novel aja? haha amin ya semoga Author lelet ini bisa jadi penulis suatu saat nanti. Nah aku mau ingetin yang belum ngelove FF ini sama yang belum komen ayo dong sempetin. Nambah love atau komen satu aja udah buat aku seneng dan kembali lanjutin FF ini. OK? sekali lagi selamat tahun baru Readers!!

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK