“Kau percaya mitos tentang kuci dan gembok disini?!” Hyukjae menyilangkan tangannya di depan dada dan mengernyit menatapku aneh.
“Iya. Memangnya kenapa? Para malaikat cinta itu baik sehingga mereka pasti membaca setiap nama dan permohonan disini. Lagi pula kau juga tidak akan rugi jika mitos itu benar karena nama laki-laki yang aku tulis di sebelah namaku di gembok tadi itu namamu kan?”
“Oh Tuhan! Kau sebut apa tadi? Malaikat cinta? Kau percaya akan adanya mereka? Yang benar saja!” Aku menangguk semangat dan teringat bahwa para malaikat cinta di kerajaan langit memang sangat baik hati dan romantis. Entah kenapa aku menyukai pendapat kedua itu.
“Tapi tanpa harus menaruh namaku disitu pun aku pasti sudah bersedia untuk menjadi milikmu, Eunah-ya~”
“Yasudahlah. Kau itu kenapa sih? Aku kan hanya iseng!” Lagi-lagi aku melangkah kesal meninggalkannya di belakangku dengan bibir mengerucut. Dia itu laki-laki tapi cerewet sekali!
Aku bertambah kesal ketika melihat bahwa gondola yang biasa mengantar ke bawah ternyata sudah tutup karena sudah terlalu malam untuk jam berkunjung. Itu berarti aku harus berjalan kaki lagi sampai bawah dan mendapati kakiku yang sudah pasti bengkak besok pagi! Aku memang tidak terbiasa berjalan. Seorang malaikat itu biasanya terbang, bukan? Tsk!
“Aku bisa meminjamkan pundakku jika kau tidak kuat berjalan.” Ucap Hyukjae santai sambil berjalan melewatiku dengan tangan yang dia simpan di dalam saku celana jeansnya.
“Hei! Tunggu aku! Jalanmu itu cepat sekali!”
“Kau yang terlalu lambat! Salah sendiri punya kaki pendek.”
“M...mwoya? YAK!” Aku berlari ke arahnya dan menjitak kepalanya cukup keras.
“Sakit! Kau ini kenapa hah?”
“Kau yang kenapa?!” Kali ini aku benar-benar kesal dan berjalan dengan sangat cepat tanpa meoleh ke arah Hyukjae yang jauh tertinggal di belakangku. Terserah dia saja, aku tidak peduli!
Tapi aku merasa sedikit khawatir ketika ada satu tetes air jatuh di ujung hidungku. Aku berhenti sesaat dan melihat langit gelap di atasku. Mataku bergerak liar mencari tempat yang bisa digunakan untuk berteduh, tapi sia-sia saja karena aku tidak dapat menemukan apapun di sekitar sini.
Tiba-tiba dari arah belakang tanganku di tarik oleh seseorang yang membuatku berteriak cukup kencang.
“Kalau kau diam saja, kau malah akan kehujanan bodoh!”
Hyukjae berlari pelan menyeimbangkan dengan langkahku sambil tetap menggenggam tanganku dan dan memastikan bahwa aku tidak akan tertinggal di belakangnya.
“Hyukjae-ah~ berhenti sebentar! Kakiku terasa seperti mau patah!”
Setelah berlari cukup jauh, aku menghentikan kakiku dan berhenti untuk mencari oksigen yang bisa masuk ke rongga dadaku. Sebelah tanganku yang bebas memegang dadaku yang terasa sesak karena tidak pernah berlari sebelumnya. Aku terbatuk-batuk seperti orang pesakitan yang kehabisan nafas. Kalian pasti baru melihat ada malaikat seperti ini bukan? Memalukan sekali.
“Eunah-ya~ hujannya semakin deras, kita harus segera berteduh.” Hyukjae menarikku menyingkir dan berteduh di bawah warung kecil penjual air mineral yang sudah tutup.
“Ini karena kau yang terlalu lama menulis di gembokmu tadi!” Aku mendelik ke arahnya dan sebisa mungkin melemparkan tatapan membunuhku walaupun aku tahu itu tidak akan berhasil.
“Cih! Kau menyalahkanku lagi. Harusnya kau salahkan saja para malaikat atau dewa pengatur cuaca kenapa mereka menurunkan hujan di saat seperti ini!”
“Mana ada hal seperti itu?! Kenapa kau percaya sekali akan hal-hal yang tidak jelas keberadaannya begitu hah?!”
“Tapi... bagaimana kalau mereka memang benar-benar ada? Kau akan di hukum karena telah meremehkan mereka.”
“Jangan karena aku menganggapmu malaikatku kau jadi berpikiran seperti itu Eunah-ya.” Ucapnya dingin dan melirikku dengan tatapan aneh. Yah, setidaknya aku dapat memutuskan bahwa aku benar-benar tidak bisa memberitahukan identitas asliku setidaknya dalam waktu 3 hari kedepan.
“Ya, lebih baik aku diam.”
Gumamku pelan dan menunduk menatap sepatu ketsku lalu menyadari bahwa tangannya masih menggenggam tanganku. Dia langsung melepaskan genggamannya dengan salah tingkah dan membuatku kecewa karena sebenarnya aku berharap dia tidak akan pernah melepaskannya.
“Lain kali kita harus membawa payung saat pergi.”
Hujan semakin deras dan membuat sepatu dan celana jeansku basah. Atapnya ternyata tidak terlalu besar untuk dijadikan perlindungan, hanya sekitar setengah meter. Semakin lama bukan hanya sepatu dan jeansku saja yang basah, tapi hoodieku juga. Dengan gerakan tiba-tiba, Hyukjae berdiri di depanku dan membuat tubuhku lebih terlindungi dari hujan.
“Kalau begitu, nanti bajumu yang basah, bodoh.” Ucapku pelan. Saat aku mengangkat wajahku, ternyata Hyukjae berdiri dengan jarak yang sangat dekat denganku sehingga ujung hidung kami nyaris bersentuhan.
Aku hampir saja tidak bisa menahan kakiku untuk berdiri lebih lama karena terlalu kaget dengan apa yang aku lihat di depan mataku. Entah dorongan dari mana, kedua tanganku yang sejak tadi bebas sudah memegang ujung jaketnya dan menggenggamnya erat.
Saat menatap matanya, aku sama sekali tidak dapat mengartikan tatapan yang diberikannya padaku saat ini. Dia hanya menatap wajahku intens dengan rahang yang tertutup rapat. Aku terkesiap ketika tangan kirinya bergerak melingkari pinggangku dan memeluknya ringan.
Perlahan, aku dapat merasakan wajahnya semakin mendekat dan bibirnya menempel di bibirku. Bahkan aku belum sempat untuk berpikir apapun! Aku merasakan bibir dinginnya hanya menempel di bibirku selama 5 detik sebelum dia melepaskannya kembali. Kini matanya menatap mataku dalam dam otakku terasa mati saat itu juga.
“Kau pikir, aku akan bertahan berapa lama lagi jika aku terus dihadapkan dengan perempuan sepertimu?”
***
Hampir tengah malam saat mereka tiba di apartemen dengan keadaan baju yang basah. Yah, Setidaknya keadaan baju Eunah lebih baik dibandingkan dengan baju Hyukjae yang sudah benar-benar basah.
“Cepat ganti bajumu lalu tidurlah. Aku tidak akan memaafkanmu kalau aku mendapatimu meringkuk di bawah selimut dengan suhu tinggi besok.” Perintah Hyukjae dengan nada yang tidak dapat diganggu gugat.
“Tidak akan! Harusnya kau mengkhawatirkan keadaanmu sendiri yang sudah basah kuyup seperti itu.”
“Jadi kau tidak mengkhawatirkan keadaanku?”
“Oh demi Tuhan! Kau Lee Hyukjae! Cepat masuk kamarmu dan gantilah bajumu! Selimutmu sudah sejak tadi menunggumu untuk kau sentuh!” Eunah masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintunya cukup keras.
“YAK! Kau Kim Eunah! Kau bahkan tidak mengucapkan selamat malam untukku?!” teriak Hyukjae tepat di depan pintu kamar Eun Ah.
“Selamat malam cerewet!”
Eunah bahkan tidak pernah terpikir bagaimana bisa dia begitu mencintai laki-laki seperti Hyukjae? dia merasa dirinya benar-benar sudah gila sepertinya!
***
Aku menatap nasi omlet yang sudah mendingin karena sudah disiapkan hampir 3 jam yang lalu. Aku bahkan sudah bersiap untuk pergi dan menjalani hari kedua untuk memulai tipuan pencarian sayapku lagi. Tapi aku tidak tahu dengan laki-laki cerewet itu karena Hyukjae belum menunjukkan tanda-tandanya bahwa dia sudah terbangun dari mimpinya atau belum. Jujur saja aku... tidak tega untuk membangunkannya. Tapi ini sudah jam 10 dan aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi.
Aku melangkah menuju ke depan kamarnya dan mengetuk pintunya pelan. Tidak ada suara apapun dari dalam sana. Aku mengetuknya lagi tiga kali dan hanya mendapat balasan gumaman pelan dari dalam. Saat aku membukanya, aku mendapati Hyukjae masih meringkuk di bawah selimutnya.
“Hyukjae-ah, ini sudah jam 10. Kau tidak ingin mengantarku pergi?” Aku duduk di tepi tempat tidurnya saat mendapati ada yang tidak beres. Aku memegang keningnya dan dengan cepat dapat merasakan rasa panas dari keningnya menjalar berpindah ke tubuhku.
“Hei, kau sakit? Suhu tubuhmu tinggi sekali.” Dia hanya mengangguk dengan mata yang masih terpejam.
“Kenapa kau tidak mencoba memanggilku sejak pagi? Tunggu sebentar. Aku akan menyiapkan air untuk mengompresmu.” Aku berdiri saat berniat melangkah keluar ketika merasakan tangan hangat Hyukjae menggapai tanganku lemas.
“Tidak perlu Eunah-ya. Aku merasa lebih baik setelah melihatmu.” Ujarnya lemah dengan suara hampir tidak terdengar.
“Lalu aku harus bagaimana? Aku khawatir panasmu akan semakin tinggi. Aku panggilkan dokter ya?”
“Tidak, tidak perlu. Berbaringlah disini.” mataku membesar saat melihatnya menepuk-nepuk bagian kosong tempat tidur di hadapannya.
“Aku mohon jangan protes. Aku hanya membutuhkanmu.” Dia menarik tanganku yang masih berada dalam genggamannya dengan cukup keras sehingga membuatku terjungkal di atas tempat tidurnya. Lagi-lagi entah untuk yang keberapa kalinya, jantungku kembali berdetak sangat cepat.
Aku berbaring di sebelahnya membelakangi tubuhnya. Tangannya yang masih menggenggam tanganku melingkari pinggangku dan memeluknya ringan.
“Aku merasa jauh lebih baik seperti ini.” Aku membiarkannya memendamkan kepalanya di antara sela-sela rambutku dan menghirup udara disana. “Bagaimana mungkin aroma vanilla menyatu dengan wangi ambrosia dan menciptakan bau seindah ini?”
“Sepertinya panas membuatmu tidak waras, Hyukjae.” Tanganku yang bebas balas menggenggam tangannya yang melingkar di pinggangku.
“Bukan panasnya yang membuatku tidak waras Eunah-ya, tapi kau.” Aku mencoba menarik nafas dengan susah payah dan berharap dia tidak dapat mendengar suara gemuruh jantungku yang bergerak semakin cepat setiap detiknya.
Hyukjae makin merapatkan pelukannya dan mengarahkan kepalanya di sela-sela leherku dan aku dapat merasakan nafas hangatnya disana. Aku membiarkannya melakukan ini bukan karena aku menginginkannya. Kedudukanku sekarang adalah masih menjadi malaikat pelindungnya. Dengan cara dia menyentuhkan tubuhnya ke tubuhku, aku bisa menyerap seluruh panasnya dan membuatnya sehat seperti sedia kala.
Aku juga sering melakukannya saat aku masih berwujud malaikat. Hanya saja bedanya, saat aku berwujud malaikat dia tidak dapat menyadari keberadaanku. Tapi jika aku berubah menjadi manusia nanti, aku tidak akan bisa melakukannya lagi karena seluruh kekuatanku akan menghilang dengan sendirinya beriringan dengan perubahanku menjadi manusia normal.
“Hyukjae-ah, apa akan baik-baik saja jika kita seperti ini? Maksudku... aku tidak dapat menjanjikan bahwa aku akan selalu ada untukmu. Kau harus tahu bahwa... hubungan kita... tidak akan berjalan semudah seperti yang kau kira. Kau mengerti maksudku?”
“Aku tidak peduli. Untuk saat ini, biarlah untuk tetap seperti ini. Haruskah aku memohon terlebih dulu agar aku dapat selalu berada di dekatmu, Eunah-ya?”
Jika aku diberi kesempatan kedua,
Aku berharap Tuhan akan menghidupkanku kembali..
Dan berharap kita ditakdirkan untuk hidup di dunia,
Menatap langit dan menghirup oksigen yang sama...
***