Hyukjae menggeliat dan menyibakkan selimutnya saat mencium wangi roti bakar yang menelisik melalui rongga hidungnya dan membuat perutnya mendadak berteriak kelaparan. Sedetik dia berpikir siapa yang pagi-pagi begini dengan rajin membuat sarapan di dapur? Kalau noona nya sangat tidak mungkin! Tapi sedetik kemudian dia tersenyum dan berdiri menuju pintu kamarnya walaupun dengan mata setengah terbuka. Hanya membayangkan melihat Eunah membuatkan sarapan untuknya saja dia sudah semangat dan energi untuk seharian ini tiba-tiba terisi penuh.
Dia duduk di meja makan sambil menopangkan dagunya di tangan kirinya, sibuk memperhatikan Eunah yang sedang menyiapkan selai dan susu stroberi dari lemari pendingin dan menikmati wajah terkejut Eunah saat berbalik dan mendapati bahwa Hyukjae sudah siap menyantap sarapannya.
“Sejak kapan kau ada disitu?” Ucap Eunah dengan mata membesar.
“Sudahlah~ ayo cepat bawa selai dan susunya! Aku sudah lapar!” Rengek Hyukjae yang lebih terdengar seperti anak kecil yang minta dibelikan balon oleh ibunya.
“Yaissh! Cuci mukamu dulu sana! Kau tega membuat nafsu makanku hilang karena melihat wajah penuh air liur-mu itu?” wajah Eun Ah mengernyit melihat rambut bahkan wajah Hyukjae yang berantakan.
“YAK! Sejak kapan kau berani berkata seperti itu Kim Eunah?!”
“Sejak kau berkata bahwa aku ini malaikat mu. Kenapa? Kau tidak suka? Mudah saja, kau tinggal mencabut ucapan mu semalam dan aku akan berhenti menjadi malaikatmu.” Ucap Eunah lalu menarik piring yang sudah berisi roti bakar di atas meja dan menjulurkan lidahnya untuk mengejek Hyukjae.
“Aisshh ya ya terserah kau sajalah! Asal jangan kau ambil lagi roti bakar dan susu stroberi ku!” Hyukjae melangkah berat menuju kamar mandi sambil mengacak-acak rambutnya frustasi. Namun diam-diam dia mengakui yang sebenarnya dalam hatinya. Bahwa bukan karena roti bakar dan susu stroberi nya dia mengalah pada Eunah, melainkan karena dia tidak bisa membayangkan harus berada jauh darinya. Dia pun tidak pernah membayangkan bagaimana bisa dia jatuh cinta pada seorang gadis secepat ini.
***
Hyukjae duduk di ruang tamu dengan mata yang fokus menghadap televisi yang sedang menyiarkan pertandingan ulang sepak bola kemarin malam tanpa berkedip. Dia sudah siap dengan kaos abu-abu, jeans hitam, jaket hitam & topi hitam nya dan sedang menunggu Eunah bersiap-siap untuk mencari sayapnya yang hilang.
Bukan hilang sebenarnya, tetapi Eunah menunggu saatnya untuk menjelaskan semuanya pada Hyukjae tentang siapa dia sebenarnya. Eunah hanya tidak mau kalau Hyukjae menganggap dia gadis aneh nan sinting yang tiba-tiba datang meminta sayapnya di kembalikan tanpa Hyukjae mengerti apa-apa.
Eunah sengaja memanfaatkan waktu seminggu ini untuk menikmati masa-masa selama dia menjadi manusia dan bisa bebas melakukan apa saja tanpa terikat peraturan sebagai seorang malaikat pelindung. Eunah bahkan harus menyingkirkan perasaan bersalah karena telah mengkhianati tugasnya.
Tidak berapa lama kemudian Eunah keluar dari kamarnya dan berjalan kearah belakang Hyukjae yang masih fokus melihat pertandingan ulang sepak bola. Biarkan dia disini dulu dan menunggu kapan Hyukjae menyadari kehadirannya. Namun Eunah terkejut ketika tiba-tiba Hyukjae menyadari bahwa dia sudah berdiri dibelakangnya walaupun belum lebih dari 3 detik.
“Kau sudah siap?” Tanya Hyukjae dengan mata yang masih fokus ke arah televisi.
“Iya. Kita berangkat sekarang?”
“Iya. Tapi tidak apa-apa kan kalau kita hanya berjalan kaki? Aku belum sempat membeli mobil yang baru lagi setelah keadaan audi lamaku sudah tak berbentuk.”
“Iya tenang saja. Aku tidak masalah walaupun hanya berjalan kaki.”
“Baiklah. Ayo!” Hyukjae mengambil remot televisi lalu mematikannya. Namun bodoh sekali dia tidak menyiapkan jantungnya untuk menghadapi apa yang akan dilihatnya berikutnya. Harusnya setelah mencium wangi vanilla yang bercampur dengan harum bunga ambrosia, dia sudah menyadari bahwa penampilan Eunah akan membuatnya nyaris mati akibat terlalu lama menahan napas.
Hyukjae diam sangat lama saat melihat Eunah memakai Hoodie putih longgar kebesarannya, jeans biasa, scarve coklat tebal yg dililitkan di lehernya dan tas selempang senada dengan warna scarvenya. Sangat biasa memang. Tapi entah kenapa, dimatanya semuanya terlihat begitu....menyilaukan. Bahkan rambut coklat kemerahan ikal panjangnya pun hanya digerai begitu saja.
“Ayo, tunggu apa lagi?” ucap Eunah mengulurkan tangan kanannya siap untuk Hyukjae genggam.
***
“Hah aku lelah!” Eunah duduk di salah satu kursi taman di pinggir sungai han ketika sudah tidak kuat berjalan lagi. Bibirnya mengerucut dan tangannya memijit-mijit kakinya yang sudah kelelahan.
“Kau tunggu disini, aku akan mencari mesin penjual minuman.” Tidak lama kemudian Hyukjae kembali dengan membawa 2 botol minuman ringan dan memberikan salah satunya kepada Eunah.
“Hyukjae-ah, aku tidak tahu harus mencarinya kemana lagi.” Wajahnya lagi-lagi terlihat murung dan membuat Hyukjae --entah kenapa-- merasa bersalah.
“Kau benar-benar tidak memiliki petunjuk dimana hilangnya? Coba kau ingat-ingat dimana terakhir kali kau melihatnya.” Eunah tampak berpikir dan membuang pandangannya ke hadapan sungai han di depannya.
“Terakhir kali aku melihatnya.... aku tidak begitu ingat. Seingatku aku sempat menitipkannya pada seseorang, tapi ternyata dia malah membawanya pergi dan aku tidak tahu bagaimana mengambilnya kembali.”
“Seseorang? Kau mengenalnya?”
“iya, aku mengenalnya”
“Kau tidak punya nomor handphone, alamat rumahnya atau apapun yang bisa dihubungi?” Eunah hanya menggeleng lemah. Dia harus menahannya untuk beberapa hari kedepan sampai waktunya tepat untuk menceritakan semuanya pada Hyukjae.
“Bagaimana kalau setelah ini gantian kau yang menemaniku?”
“Kemana?”
“Membeli mobil baru, hanya untuk membuatmu lebih nyaman. Aku tidak akan pernah mengijinkanmu untuk berjalan jauh dan berdesak-desakkan di dalam bus dengan para laki-laki dan orang-orang yang tidak dikenal lagi seperti tadi”
***
“Semudah itukah kau membeli sebuah mobil, huh? Porsche Cayman S Black Edition? Tsk! Yang benar saja kau Hyukjae.” Aku menatap Porsche hitam di hadapanku yang sudah siap di antarkan ke apartemen Hyukjae setelah semua surat-suratnya selesai di urus.
Setelah mengatakan bahwa dia ingin membeli sebuah mobil, dia langsung mengajakku ke sebuah dealer yang menjual mobil-mobil mewah seperti Porsche, Audi, BMW, Ferrari, bahkan Limosin. Tapi dia mengatakan dia tidak mungkin membeli sebuah limo walaupun sebenarnya mampu. Sombong sekali dia itu.
Dia pun tidak membeli Audi karena dia masih trauma dengan kecelakaan yang menewaskan mobil Audi keasayangannya itu. Sempat terjadi pemilihan yang ketat antara Porsche atau Ferarri.
“menurutmu mana yang lebih bagus?”
“keduanya terlihat bagus” aku menyilangkan kedua tanganku di depan dada dan menatap kedua mobil di hadapanku.
“aku meminta pendapatmu, Eunah-ya~”
“Porsche.” Ucapku asal tanpa berpikir terlebih dulu sebelumnya.
“Hitam atau silver?”
“Aku lebih suka hitam.”
“Baiklah! Aku ikut apa katamu.”
Dan detik itu juga dia langsung memutuskan untuk membelinya. Tsk! Mungkin dia sudah gila karena terlalu lama tidak mendapatkan kasih sayang orang tuanya.
“Bukankah kau yang memutuskan untuk memilih Porsche?” Hyukjae menyipitkan matanya menatapku kesal.
“Tapi kan.... ah sudahlah lupakan!” Aku mengibaskan sebelah tanganku dan melangkah meninggalkan Hyukjae yang masih terpaku di tempatnya. Tapi lalu dia membalas seakan-akan dia bisa membaca pikiranku.
“Eunah-ya~, kalau kau berpikir aku sudah keterlaluan karena begitu mudahnya membeli sebuah Porsche, kau tidak perlu khawatir. Orang tuaku mengijinkanku membeli apa saja yang aku mau. Mereka mungkin bahkan tidak keberatan jika aku harus membelimu juga.”
Dia tertawa dibelakangku sedangkan aku berusaha menyembunyikan wajahku yang memerah karena menahan malu dan kesal sekaligus menahan jantungku yang mendadak memompa darah lebih cepat dari biasanya.
“Tidak lucu, bodoh! Kau bisa membeli apapun tapi tidak denganku. Aku bukan barang ataupun perempuan murahan yang bisa dibeli begitu saja.” Aku memberengut dan berjalan lebih cepat meninggalkan Hyukjae yang masih tertawa di belakangku.
“Yak! Sudahlah, aku hanya bercanda! Sekarang kau mau kemana?”
“Tidak tahu. Barang milikku itu bisa berada dimana saja. Diseluruh Seoul, Korea, atau bahkan di seluruh bumi.”
Hyukjae sudah menjajari langkahnya dan berjalan di sebelah kiriku. Kedua tangannya berada dalam sakunya sedangkan tatapannya mengarah lurus ke arah jalanan kota seoul di depan. Aku menoleh menatapnya sekilas dan sedetik kemudian mengalihkan tatapanku ke depan ketika dengan tiba-tiba aku merasakan wajahku memanas. Aku dapat melihat aura cerahnya yang berpendar begitu menyilaukan dari sini. Kami terdiam cukup lama saat aku menyadari kami mulai berjalan tak tentu arah sejak tadi.
“Antarkan aku ke Namsan Tower.”
“Hei! Aku tidak salah dengar kan? Kenapa tiba-tiba suaramu terdengar manja begitu?” Hyukjae tertawa puas dan mambuat wajahku lagi-lagi memerah padam.
“Lihat! Bahkan wajahmu sekarang memerah begitu! Ckckck setidaknya aku tahu bahwa diam-diam kau juga menyukaiku kan?”
“Hah? Apa kau bilang? Percaya diri sekali kau!”
Dia hanya tersenyum –senyum yang belum pernah aku lihat seumur hidupnya- dan merangkul pundakku ringan. Aku pun bingung kenapa aku tidak merasa risih sama sekali di perlakukan seperti itu. Aku bukan perempuan bodoh kan?
Bulu kudukku agak sedikit meremang ketika dia mendekatkan wajahnya ke telingaku dan membisikkan sesuatu.
“Kau sadar tidak? Sejak kita keluar dari apartemenku tadi pagi sampai sekarang, banyak sekali mata laki-laki yang terus mengikutimu seakan-akan kau ini daging terempuk dan terenak yang pernah ada. Lain kali buatlah wajahmu itu terlihat lebih jelek! Aku tidak akan terima kau menjadi tontonan publik seperti ini lagi. Mulai saat ini, sampai kapanpun hanya aku yang boleh menatapmu seperti itu. Kau mengerti?”
***