"Dasar tidak berguna!! Kau hanya bisa melahirkan anak anak tidak berguna seperti ini. Yang satu cacat dan satu lagi sakit dari lahir. Dasar tidak berguna!!!" suara teriakkan seorang lekaki memecahkan kesunyian malam. Suara beratnya itu terdengar begitu emosi.
"Kau tidak boleh berkata seperti itu!" lengking suara wanita dengan isakkan disela sela ucapannya.
"Brengseeeeeek!! Kau berani melawanku???"
Bugh!!!
Plaaakkk!!!
"Oppaaaaaaaa... Hiks... Oppaaaaaaa...."
Hosh.. Hosh... Hosh...
Malam ini lagi lagi Jonghyun terbangun dari tidurnya. Tubuhnya gemetar hebat, napasnya tercekal dan peluh membasahi seluruh tubuhnya. Mimpi itu lagi. Mimpi yang sama yang hadir hampir di setiap malamnya selama 4 tahun terakhir. Ia mengusap wajahnya pelan. Mencoba mengatur deru napasnya yang tidak beraturan. Mimpi itu bagaikan film yang terus menerus diputar ulang di dalam otaknya dan ia tidak pernah bisa menghentikannya walau sekeras apapun ia mencoba.
Jonghyun pun menyandarkan tubuh. Ia tidak mau melanjutkan tidurnya lagi. Ia takut jika mimpi itu kembali terulang jika ia mencoba menutup matanya. Ia takut. Teramat takut. Karena mimpi yang acap kali datang di tiap tidurnya itu, Jonghyun sering kali menahan rasa kantuknya. Ia lebih memilih untuk tetap terjaga selama bermalam malam dari pada harus kembali melihat mimpi itu.
Jam masih menunjukkan pukul 3 pagi. Masih terlalu dini untuk memulai aktivitasnya. Hari ini ia hanya tidur 4 jam. Padahal sudah 3 hari ini ia tidak tidur. Perasaan takut akan mimpi itu membuatnya mengalami insomnia akut.
Jonghyun beranjak dari tempat tidur. Ia berjalan gontai kearah dapur. Mungkin secangkir kopi bisa membuatnya lebih baik.
-ooo-
Amore Cafe, Gangnam-gu, Seoul
Pukul 08.30 KST
"Cliiingg.." terdengar suara pintu yang kembali dibuka.
"Selamat pagi semuaaaaa..." sapa Yoona riang saat melangkahkan kaki ke dalam cafe. Pagi ini Yoona mengenakan dress selutut berwarna kuning gading dipadukan dengan bolero warna senada. Rambut ikalnya sepanjang bahu ia biarkan tergerai begitu saja, membuat penampilan Yoona terlihat begitu mempesona.
Ia melangkahkan kaki ringan memasuki cafe dengan senyum yang mengembang di bibir mungilnya. Im Yoona memang dikenal teman temannya sebagai pribadi yang hangat dan periang. Wajah polosnya yang cantik tanpa make up membuat banyak lelaki mengaguminya.
Yoona segera menghampiri teman temannya yang sedang menyeruput morning tea yang disajikan Kim Ahjuma setiap harinya.
"Pagi Yoonie" sapa Jessica setelah Yoona berdiri tepat di sampingnya.
"Duduklah" lanjut Jessica sembari menepuk kursi kosong di antara dirinya dan Minhyuk. Yoona segera duduk di kursi yang ditunjuk oleh Jessica.
Setiap pagi sebelum memulai pekerjaan, para pegawai di Amore Cafe memang biasa menikmati morning tea yang dibuatkan oleh Kim ahjuma dan Hongki oppa. Menurut Kim ahjuma, meminum teh di pagi hari selain baik bagi kesehatan juga dapat meningkatkan energi untuk memulai aktivitas karena teh memiliki kadar glukosa dan antioksidan yang baik bagi tubuh.
Yoona sangat menikmati saat saat morning tea bersama teman temannya seperti pagi ini. Baginya duduk di satu meja makan bersama orang orang yang sangat ia sayangi merupakan moment langka dalam hidupnya. Terlebih sejak 4 tahun yang lalu ia tidak pernah lagi makan dalam satu meja makan bersama keluarganya.
"Yoon-ah"
"De, Minhyuk-ah?" Yoona memutar kepalanya ke kiri untuk melihat lelaki yang tiba-tiba memanggilnya.
"Ini apa?" tanya Minhyuk sembari menyentuh sudut bibir Yoona yang robek karena kejadian tadi malam.
"A-Aniyo... Ini bukan apa apa. Hanya terbentur" ucap Yoona sambil menarik tangan Minhyuk menjauhi lukanya. "Gwenchana" tambahnya cepat.
"Tapi bukankah ini sudah pernah terjadi juga beberapa waktu yang lalu?". Minhyuk menatap miris luka di sudut bibirnya.
Yoona yang tidak ingin teman temannya curiga, menjawab pertanyaan Minhyuk sembari terkekeh kecil. "Hahaha. Minhyuk-ah, kau kan tau sendiri kalau aku ini orang yang ceroboh. Luka seperti ini sudah sering aku dapatkan. Jadi jangan khawatir" jawab Yoona santai sambil menyeruput teh hangatnya.
Amore Cafe pagi ini banyak dikunjungi pelanggang. Terlihat dengan terisinya semua meja di cafe ini. Yoona bersyukur karena mulai hari ini dirinya bisa fokus bekerja sebagai maid kembali. Tidak terpikir olehnya jika ia masih harus menangani dua pekerjaan sekaligus dengan pelanggang sebanyak ini.
Ia melirik ke arah meja kasir. Di sana berdiri Jonghyun yang tengah sibuk melayani pelanggan. Ternyata Jonghyun dapat diandalkan. Ia cukup cekatan melayani pelanggan walau hanya menggunakan satu tangan. Yoona tersenyum melihatnya. Entah mengapa ia begitu tertarik memperhatikan setiap gerak gerik lelaki berkulit putih tersebut. Entah sudah berapa kali semenjak tadi pagi ia terus mencuri pandang hanya untuk melihat Jonghyun. Terlebih hari ini Jonghyun telah memakai seragam kerjanya. Kemeja putih dengan lengan yang digulung sampai siku, rompi hitam, ditambah dengan dasi kupu kupu hitam yang terbalut pas di tubuhnya. Melihat penampilan Jonghyun yang seperti itu membuat Yoona makin terpesona padanya.
Drrrt... Drrrrt...
Getaran pada ponsel genggam Yoona membuyarkan konsentrasinya dari wajah sempurna lelaki di meja kasir itu. Dilihatnya ponsel layar sentuh berwarna pink miliknya. Yoona terpekik kecil begitu melihat sesuatu di ponselnya tersebut. Sejurus kemudian, garis senyum terkembang dari bibirnya. "Oppa..." gumamnya sambil terus menatap layar ponsel tidak percaya.
-ooo-
"Mianhe.." Yoona membungkuk kilat dan segera kembali berlari sekuat tenaga. Entah sudah berapa banyak orang yang ditabrak setibanya ia di tempat ini. Yoona tidak peduli. Yang ada dipikirannya adalah hanya dapat segera sampai di tempat itu. Napasnya terasa sesak, degup jantungnya juga memacu tiga kali lipat lebih cepat dari kondisi normalnya.
Yoona berhenti. Ia mengedarkan pandangannya mengelilingi tempat tersebut. Banyaknya orang yang lalu lalang membuat Yoona kesulitan mencari sosok yang sangat ingin ia temui saat ini.
Yoona baru saja tiba di terminal kedatangan luar negeri Incheon Airport. Setelah mendapatkan pesan di ponselnya yang membuatnya terkejut tadi, ia segera meminta izin kepada Kim ahjuma untuk pergi menemui seseorang. Seseorang yang sudah lama tidak ia temui, seseorang yang sangat berarti baginya dan seseorang yang pastinya sangat ia rindukan.
Yoona masih memandang sekeliling, memperhatian dengan seksama setiap orang yang berada di tempat ini. Suasana di Incheon Airport hari ini sungguh ramai. Cukup membuat Yoona kesulitan menangkap sosok yang ia cari sedari tadi.
Ketemu.
Sosok itu. Sosok yang sedang berdiri di sudut ruangan dengan sebuah koper hitam yang ia pegang di tangan kanannya. Yoona berjalan cepat ke arah orang itu tanpa sedetikpun mengalihkan pandangannya.
"Oppaaaaa!" teriak Yoona setelah jarak di antara mereka hanya terpisah beberapa meter.
Lelaki itupun menoleh ke arah sumber suara yg tertangkap oleh pendengarannya. Senyum terkembang ketika indra penglihatannya menangkap sosok yang begitu ia rindukan selama 3 tahun terakhir.
Yoona mempercepat langkahnya. Ia dapat merasakan matanya mulai memanas. Sejurus kemudian, ia sudah berada dalam pelukan lelaki itu. Yoona dapat merasakkan aroma khas dari lelaki itu memenuhi penciumannya, dadanya yang bidang membuat Yoona merasakan kenyamanan yang sudah lama hilang dari kehidupannya. Ia mengeratkan pelukannya pada lelaki itu hanya untuk memastikan bahwa lelaki itu tidak akan pernah lagi pergi meninggalkannya.
"Nomu bogoshipposo, oppa..." ucap Yoona lirih di dalam pelukan lelaki itu.
Lelaki itupun pelepaskan pelukan Yoona. Ia menunduk menyamakan tingginya dengan Yoona agar dapat menatap mata gadis di hadapannya itu. Senyum hangatpun kembali terkembang di bibirnya. Ia pun mencubit ujung hidung Yoona gemas.
"Oppa juga merindukanmu, Yoon-ah"
Ia pun kembali memeluk Yoona. Menopangkan dagunya pada puncak kepala Yoona. Ah... Akhirnya ia dapat bertemu dengan gadis ini lagi setelah sekian lama.
"Sepertinya kamu makin gemuk" ucap lelaki itu tiba tiba.
Yoona segera melepaskan pelukannya dari lelaki itu dengan tatapan sebal. Iapun memukul lengan lelaki di depannya itu tanpa ampun.
"Ya!! Im Yonghwa!!"
Yonghwa-pun terkekeh melihat reaksi lucu Yoona yang sudah lama tidak ia lihat.
Lelaki itu, Im Yonghwa. Ia adalah kakak kandung dari Im Yoona dan merupakan anak pertama dari Im Seolong. Yonghwa baru saja menyelesaikan studi Bahcelor-nya pada jurusan bisnis di Harvard University selama 3 tahun. Lelaki itu menyelesaikan studinya jauh lebih cepat dari waktu yang semestinya ia tempuh dengan predikat Cumlaude. Tentu ini merupakan prestasi cemerlang mengingat ia menempuh studinya di salah satu universitas terbaik di dunia. Ia melakukan hal itu bukan tanpa alasan. Sebelum berangkat ke Amerika, Yonghwa telah berjanji kepada Yoona untuk kembali dalam waktu 3 tahun. Tidak lebih. Dan Yoona memegang janji Yonghwa itu.
"Gomawo oppa" ucap Yoona memecahkan keheningan ketika mereka dalam perjalanan pulang di dalam taxi.
"Untuk?"
"Untuk janji yang telah kau penuhi. Gomawo" Yoona menatap kakaknya. Ada rasa sedih bercampur senang yang ia rasakan saat ini. Rasanya bagaikan mimpi. Sekarang ia tidak sendiri lagi, sudah ada kakaknya yang siap menguatkannya kapanpun Yoona membutuhkan. Kakaknya merupakan orang satu satunya yang paling mengerti Yoona. Ia pula satu satunya keluarga -yang masih Yoona anggap ada- untuk selalu berdiri di pihaknya dan selalu menyayanginya.
Yoona merebahkan kepalanya pada pundak Yonghwa. Kembali merasakan kenyamanan yang telah lama hilang dari hidupnya. Ia mengamit lengan kakaknya itu untuk meyakinkan bahwa lelaki di sampingnya ini benar benar nyata. Yonghwa yang melihat tingkah Yoona hanya dapat tersenyum. Ia pun mengecup singkat puncak kepala adik satu satunya itu dengan sayang.
-ooo-
“Benar oppa tidak mau mampir dulu?”
Yoona dan Yonghwa sudah sampai di depan Amore Cafe tempat Yoona bekerja. Yoona harus kembali bekerja lagi karena dia hanya meminta izin keluar sebentar kepada Kim Ahjuma. Yoona sebenarnya sangat ingin bersama kakaknya sepanjang hari, mengingat ini pertama kalinya semenjak 3 tahun mereka bertemu. Banyak hal yang ingin ia lakukan dengan kakaknya. Namun ia tidak boleh egois. Ia masih punya rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya itu.
“Lain kali saja. Oppa mau merapihkan barang barang oppa dulu” jawab Yonghwa sambil menatap Yoona. Ia yang baru saja mendapatkan cerita dari Yoona di dalam perjalanan pulang tadi cukup kaget mengetahui bahwa Yoona sudah bekerja di sebuah Cafe. Yonghwa senang mengetahui adiknya sudah cukup dewasa untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Yoona yang dari kecil selalu bergantung padanya, selalu meminta pendapat mengenai segala hal kepadanya, selalu berdiri di belakangnya, sekarang telah menjelma menjadi pribadi yang lebih matang dan lebih dewasa. Kepergiannya selama 3 tahun tidak ia sesali sepenuhnya. “Oppa janji akan datang ke sini suatu hari nanti” lanjut Yonghwa meyakinkan adiknya itu.
“Padahal aku ingin mengenalkan oppa pada teman temanku” gumam Yoona sembari mengerucutkan bibirnya.
Yonghwa terkekeh melihat ekspresi Yoona. “Lain kali. Oppa janji, sweety. Oke?”
Yoona menganggukkan kepala mengerti. Ia juga tahu bahwa kakaknya pasti sangat letih menempuh perjalanan jauh tadi.
“Nice girl” Yonghwa terekeh sembari mengusap puncak kepala Yoona.
Yoona pun keluar dari taksi yang ditumpanginya. Sebelum menutup pintu taksi, Yoona melambaikan tangan kepada Yonghwa. “Sampai jumpa di rumah, oppa” ucapnya sembari tersenyum lalu menutup pintu taksi tersebut. Ditatapnya taksi yang ditumpangi kakaknya itu berjalan menjauh kemudian ia segera kembali ke Cafe untuk melanjutkan pekerjaannya.
-ooo-
Keesokkan hari
Kediaman Keluarga Im, Cheongdam-dong, Seoul
Pukul 7.00 KST
Bip... bip... bip... bip...
“Nnnnngggg....”
Suara beker di meja samping tempat tidur Yoona terus berbunyi berusaha untuk membangunkan gadis yang masih menggeliat malas di kasurnya tersebut. Yoona yang masih dalam keadaan setengah sadar, berusaha menggapai sumber timbulnya suara berisik yang membuat tidurnya terganggu dengan mata yang masih tertutup.
Setelah berhasil membungkam suara berisik tadi, Yoona masih berusaha menenggelamkan kepala di balik selimut tebalnya. Mencoba kembali memejamkan mata dan melanjutkan kembali aktivitasnya yang sempat terganggu. Namun sinar matahari pagi yang tanpa izin menerobos masuk kamarnya membuat kenyamanannya sedikit terusik.
“Siapa sih yang membuka tirai?” gumam Yoona kesal. Ia sudah berkali kali mengatakan kepada kepala pelayan Choi agar tidak ada seorangpun yang sembarangan masuk ke kamarnya apalagi membangunkannya dengan cara membuka tirai seperti ini.
Kamar Yoona memang cukup luas untuk ukuran kamar yang dihuni oleh satu orang. Warna peach yang merupakan warna kesukaan Yoona hampir mendominasi ruangan tersebut. Tidak banyak furniture di dalam kamarnya memang. Hanya terdapat satu tempat tidur king size, satu lemari baju lima pintu, dan sebuah meja rias di sudut ruangan. Kamar Yoona juga memiliki balkon yang mengarah ke taman samping rumah. Balkon dan kamarnya hanya dibatasi oleh pintu kaca berukuran hampir satu sisi kamarnya. Dan pintu kaca itulah yang sekarang terbuka sehingga hampir seluruh kamarnya diterangi sinar matahari pagi.
Yoona menggeliat lagi. Berusaha mengumpulkan seluruh kesadarannya. Ia menguap tanpa berusaha menutupi mulutnya yang terbuka lebar. Diliriknya jam beker di samping tempat tidurnya itu. Sudah jam 7 pagi. Ia harus bergegas pergi kerja. Yoona pun turun dari tempat tidurnya yang nyaman itu dan bergegas ke kamar mandi.
-ooo-
Yoona turun dari kamarnya yang berada di lantai dua. Ia akan langsung berangkat kerja tanpa berniat untuk sarapan di rumah. Itu sudah menjadi kebiasaannya. Ia lebih senang sarapan di Cafe bersama teman temannya ketimbang sarapan di rumah sendirian. Hal itu juga sudah diketahui seluruh pelayan di rumahnya sehingga setiap pagi mereka sengaja tidak menyiapkan sarapan untuk majikannya tersebut.
Namun hari ini berbeda. Yoona mencium wangi roti bakar dari arah meja makan. “Siapa yang membuat sarapan?” batin Yoona. Yoona yang penasaranpun menghampiri ruang makan yang berada tidak jauh dari tempatnya berdiri.
“Morning, sweety...” sapa lelaki yang sedang sibuk menata meja makan di hadapan Yoona. Lelaki itu tersenyum dan menghampirinya. Kemudian mengecup singkat dahinya.
“Oppa..?” Yoona menatap lekat lelaki di hadapannya itu bingung. Ia mengejapkan matanya beberapa kali untuk meyakinkan diri akan pemandangan di hadapannya. Ya Tuhan. Ia hampir lupa bahwa oppanya, Im Yonghwa sudah pulang dari Amerika kemarin. Diam diam ia mengerutuki dirinya sendiri. Bodoh. Benar benar bodoh.
“Oppa sudah membuatkan roti bakar dan susu coklat kesukaanmu. Ayo kita sarapan dulu sebelum kau berangkat kerja”. Yonghwa menarik tangan Yoona dan menuntunnya ke arah meja makan yang kini sudah terisi menu sarapan sederhana ala Yonghwa.
Pagi ini benar benar pagi paling bahagia bagi Yoona setelah 3 tahun terakhir. Ia begitu senang bisa sarapan bersama oppanya. Terlebih lagi, oppanya dengan khusus membuatkan makanan kesukaannya. Yoona menatap Yonghwa yang tengah meninum Hot Americano kesukaannya. Masih tidak percaya bahwa oppanya kini berada di sini, di rumahnya, di meja makannya.
“Wae? Apa ada sesuatu di wajahku?” Yonghwa pun membuka suara setelah menyadari tatapan Yoona sedari tadi yang tertuju pada dirinya.
“A-ani” Yoona yang malu kedapatan memperhatikan kakaknya itu segera menyibukkan diri menyantap kembali sarapannya. “Oppa” ucap Yoona kemudian ketika ia teringat sesuatu.
“Hmmm?” jawab Yonghwa tanpa melepas pandangannya pada koran yang sedang ia baca pagi ini.
“Apa oppa yang membuka tirai di kamarku pagi tadi?”
“Iya” jawab Yonghwa tanpa nada bersalah sedikitpun. “Kau tidur seperti orang mati” lanjut Yonghwa sambil terkekeh pelan.
“Mwo?” Yoona memutar matanya ke arah Yonghwa. Menatap tajam kakaknya itu. Ia memang tau kakaknya itu orang yang suka bercanda. Terlebih terhadap dirinya. Ia hanya bisa mencibir kesal dengan kelakuan kakaknya. Namun di satu sisi ia senang, kakaknya masih ingat ritual pagi hari untuk membangunkan dirinya.
Setelah menghabiskan sarapan yang Yonghwa buatkan untuknya, Yoona bersiap untuk berangkat kerja. Yonghwa yang melihat Yoona telah bersiap berangkat, segera berdiri dan mengambil kunci mobilnya yang diletakkan di atas lemari tidak jauh dari meja makan. “Ayo, oppa antar”. Yoona tidak dapat menahan rasa senangnya. Iapun segera menyetujui tawaran Yonghwa dengan menggangguk secepat yang ia bisa.
-ooo-
Amore Cafe, Gangnam-gu, Seoul
Pukul 13.00 KST
“Ini pesanan anda. Selamat dinikmati, Tuan”
Hari sudah menunjukkan pukul 1 siang. Seluruh pegawai Amore Cafe juga sedang disibukkan oleh banyaknya pelanggan yang datang untuk menikmati makan siang mereka. Terlebih lagi hari ini Jessica eonni tidak masuk kerja dikarenakan ada urusan mendadak yang harus segera ia selesaikan, membuat seluruh pegawai benar benar merasa kualahan menghadapi pesanan pelanggan. Namun semangat Yoona dari tadi pagi tidak pernah kendur. Rasanya ia siap melayani seribu pesanan pun hari ini. Mungkin karena roti bakar dan susu coklat yang oppanya buatkan tadi pagi. Energinya menjadi berpuluh puluh kali lipat dari biasanya.
“Praaaaaaangggg!”
Yoona tersentak mendengar suara keras tersebut. Ia segera menghampiri asal suara yang sempat mengejutkannya dan seluruh pengunjung cafe. Ternyata sebuah gelas yang secara tidak sengaja tersenggol oleh anak kecil jatuh dari meja. Anak kecil itu menangis mungkin karena terkejut, sedangkan orang tuanya berusaha menenangkan anak kecil tersebut.
“Mianhe...” sesal wanita yang sedang mengendong anak kecil yang sedang menangis. Sepertinya ia merupakan ibu dari anak ini.
“Aniyo. Gwenchanna” Yoona mencoba bersikap ramah agar pelanggannya tidak merasa bersalah. Ia segera membersihkan pecahan kaca yang berserakan di lantai.
“Aw!” Yoona segera menarik tangannya yang terkena pecahan kaca. Darah segar langsung menetes dari ujung jarinya. Ia berusaha untuk tidak menghiraukan lukanya dan segera melanjutkan membersihkan pecahan kaca di lantai. Bisa gawat kalau sampai ada pelanggan yang terkena pecahan kaca ini.
Namun secara tiba tiba tangannya ditarik. Ia segera dibawa ke ruang istirahat yang berada di belakang cafe di dekat dapur. “Aku tidak apa apa, Minhyuk-ah” ucap Yoona segera setelah ia memasuki ruangan istirahat.
“Obati dulu lukamu. Pecahan tadi sudah ku minta Hongki hyung untuk mengurusnya” ucap Minhyuk sambil berjalan mengambil kotak obat di sudut ruangan.
Minhyuk dengan segera membersihkan luka Yoona dan membalurkan obat luka pada jarinya. “Gomawo” gumam Yoona. Minhyuk hanya tersenyum mendengar ucapan Yoona sambil terus mengobati lukanya.
“Kenapa kau masuk hari ini? Bukankah seharusnya kau kuliah?” Yoona mencoba membuka topik pembicaraan dengan Minhyuk.
Yoona memang mengenal Minhyuk sudah cukup lama. Minhyuk adalah teman satu sekolahnya saat dibangku High School. Ia pernah juga satu kelas dengan Minhyuk saat kelas 2. Namun hubungannya dengan Minhyuk bisa dibilang tidak dekat. Ia hanya sebatas mengenal Minhyuk, tidak lebih. Yoona justru merasa makin akrab dengan Minhyuk semenjak dirinya bekerja di Cafe ini sebulan yang lalu.
“Aku menggantikkan Jessica noona. Lagipula hari ini aku memang sedang tidak ada kelas”
Yoona dan Minhyuk sama sama lulus High School tahun ini. Minhyuk segera melanjutkan studinya di Seoul University jurusan Management begitu ia lulus. Sedangkan Yoona, ia tidak melanjutkkan studinya. Bukannya ia tidak ingin. Ia sangat ingin melanjutkan study pada jurusan Fashion Design. Namun ayahnya menentang keras niatnya tersebut. Ia menyuruh Yoona meneruskan studinya pada jurusan bisnis –sama seperti kakaknya- dengan alasan agar Yoona dapat meneruskan perusahaan ayahnya kelak. Tentu saja Yoona tidak mau. Ia tidak tertarik dan tidak pernah mau tau mengenai bisnis, perusahaan dan segala macam urusan di dalamnya. Namun ia sangat paham, bahwa apapun yang ayahnya perintahkan sudah pasti harus dilaksanakannya. Yoona yang tau usahanya menolak permintaan ayahnya akan sia sia, hanya dapat mengajukan syarat. Ia meminta agar ayahnya tidak mencampuri kehidupannya selama setahun ini, maka ia akan setuju untuk mengikuti kemauan ayahnya.
Dan inilah kehidupannya sekarang. Bekerja di sebuah Cafe kecil yang baru buka 1 bulan yang lalu. Ayahnya yang setuju dengan syarat yang Yoona ajukan hanya bisa menunggu sampai waktu perjanjian ini selesai untuk dapat menyeret Yoona ke dalam kuasa perintahnya.
“Selesai” ucapan Minhyuk membuat Yoona tersadar dari lamunan singkatnya.
“Gomawo, Minhyuk-ah” Yoona kembali berterimakasih kepada Minhyuk. Minhyuk hanya tersenyum. Senyumnya begitu tulus sepenglihatan Yoona. Minhyuk benar benar memiliki senyum yang indah. Saat tersenyum kedua sudut bibirnya terangkat ke atas dan kedua mata sipitnya tertutup oleh pipinya yang juga terangkat ke atas. Memperlihatkan eyes smile-nya yang sungguh lucu.
Yoona tersenyum melihat Minhyuk. Lelaki di depannya ini memang orang yang sangat perhatian dengan orang orang di sekitarnya. Ia dengan senang hati membantu semua orang dan sangat memperhatikan hal hal detail yang terkadang membuat orang merasa berarti di dekatnya. Dan Yoona yakin, Minhyuk melakukan semua itu dengan tulus. Kalau saja dulu ia seakrab ini dengan Minhyuk, pasti akan menyenangkan.
-ooo-
Keesokkan hari
Kediaman Lee Jonghyun, Yongsan-gu, Seoul
Pukul 08.00 KST
“Halo. Apakah ini Tuan Lee Jonghyun?”
“Ya. Saya Lee Jonghyun. Ada apa?”
“Kami dari kepolisian kota Seoul. Kami hanya ingin memberitahukan kepada anda bahwa kasus 4 tahun yang lalu secara resmi ditutup hari ini”
“Mwo???”
“Saksi dan bukti dalam kasus ini masih belum jelas. Dan sesuai hukum yang berlaku di negara ini, bahwa kasus yang tidak menemui perkembangan selama 4 tahun akan ditutup oleh pengadilan dan diarsipkan di kantor pusat kepolisian di Seoul”
“Tunggu dulu!! Kalian tidak bisa menutup kasus itu begitu saja!!!”
“Maaf Tuan Lee, namun ini semua berdasarkan peraturan yang berlaku di negara ini. Terimakasih atas kerjasama anda”
Tut-tut-tut-tut
“Brengsek!!!!!!” Jonghyun melempar dengan kuat ponsel genggamnya ke sembarang arah hingga ponsel itu hancur. Ia begitu kesal. Sangat kesal. Amarahnya belum cukup dengan hanya melampiaskannya kepada ponsel, ia segera meninju dinding terdekat dari tempatnya berdiri berkali kali hingga darah segar mengalir dari jari-jari tangan kanannya. Napasnya memburu dan terasa sesak. Rasanya ia ingin berteriak sekeras kerasnya. Ia sangat tidak rela si brengsek itu lepas dari jeratan hukumnya begitu saja. Ia harus melakukan sesuatu. Apapun itu. Ia berjanji tidak akan membuat orang itu hidup dengan tenang didunia ini.
Ia segera mengambil tas ranselnya dan bergegas keluar rumah. Ia harus melakukan sesuatu. Sekecil apapun itu. Ia akan mencoba menemukan petunjuk mulai dari tempat itu. Tempat di mana dimulainya lembaran lembaran hitam dalam hidupnya.
-ooo-