# Di rumah sakit
Kama hanya menangis dan menangis. Jejoong di sebelahnya juga ikut menangis. Jejoong mencoba menguatkan Kama. Beberapa menit kemudian, datang seorang laki-laki yang mirip dengan Changmin. Orang itu menghampiri Kama dan Jejoong. Di belakang orang itu adalah Kevin. Kevin langsung memeluk Kama. Dan Changmin pergi.
Kama : “Vin......” (sambil menangis)
Kevin : “Gue tahu ini berat, Kam. Lo harus kuat.”
Kama : “Mungkinkah dia yang melakukan ini ke gue ? Salah gue apa ? Gue gak melukai hatinya sebanyak ini.”
Kevin : “Bukan dia, Kam. Akhir-akhir ini gue gak masuk karena gue bertemu dengan Sinta. Sinta hampir membunuh gue tapi Changmin menyelamatkan gue.”
Kama : “Terus siapa ????? Gue takut vin. Gue gak mau kehilangan abang gue, ditambah bokap gue yang masih kritis.”
Jejoong : “Lihat disana. Ada orang yang melihat ke arah kita.”
Kama melepaskan pelukan Kevin. Dia melihat kearah dimana Jejoong beritahu orang itu. Dan Kama melihat wajah itu dengan jelas. Dia bukan Changmin. Seorang laki-laki yang sudah terlihat seperti usia ayahnya. Laki-laki itu tersenyum melihat Kama. Dan pergi. Kama tak menerima dia diperlakukan seperti ini. Kama mengejar orang itu dan dia tertinggal. Kama kembali ke tempat dimana abangnya sedang berbaring sekarang. Waktu berlalu, Jejoong pulang kerumah. Dia harus menjaga ibunya. Hanya ada Kevin disebelahnya. Kepala Kama bersandar dibahunya Kevin. “Aku hidup begitu sial, vin.” ucapnya
***
Pagi hari, Kama terbangun dari tidurnya. Dia tak melihat Kevin di sebelahnya. Namun, Kama tak memikirkan itu. Dia pergi ke toilet untuk membasuh wajahnya lalu dia melihat seorang wanita berdiri di belakangnya. Dia tak menoleh kebelakang, karena dia tak mau wanita itu menghilang lagi. Kama bertanya, “Seberapa banyak lo benci gue ? Sampai lo melakukan hal sejauh ini. Gue gak suka sama Changmin. Dan seharusnya lo pergi dari hidup gue! Jangan sakitin keluarga gue, yang tersisa tinggal nyokap gue. Sekali lagi lo berani sentuh keluarga gue, gue bersumpah sampai mati bahkan jika harus masuk neraka gue gak sudi lihat lo!” ucapnya pada Sinta. Dan Sinta hanya membalas senyuman di cermin itu. Kama kembali memukul cermin hingga tangannya berdarah. Lalu, Kama pergi ke ruangan ayahnya. Dia menangis di balik jendela. “Sampai kapan ini berakhir ? Akankah gue kuat ? Tidak. Papa terbaring disana, Haris juga. Hanya tinggal mama yang gue punya. Jika mama juga terluka, masih perlukah gue hidup ? Udah terlalu lama gue gak melihat senyuman bahagia papa, mama dan abang gue. Jika hidup seperti ini, bukankah lebih baik gue mati ?” ucapnya dalam hati sambil menangis. Dia pergi meninggalkan ruangan itu, dia kembali ke ruang abangnya.
Dia melihat Kevin memegang tangan Haris dari jendela. Kevin terlihat menangis sangat banyak mengeluarkan air mata. Tangan Kama seperti di pegang seseorang dan ketika melihat ke arah kanan, Jejoong tersenyum padanya. “Gue yakin, lo kuat.” ucapnya. Tak lama, Jejoong mengajak Kama untuk makan. Selesai makan, mereka kembali ke ruangan Haris. Kama melihat dokter sedang berjuang untuk menghidupkan Haris. Buku yang dia pegang, jatuh ke lantai. Dia membuka pintu kamar yang tak seharusnya dia buka. Kama menangis, berharap Tuhan memberikan kesempatan Haris. Tapi kenyataannya tidak. Haris tak dapat diselamatkan. Kama menangis dan berteriak, “Tuhannn. Mengapa kau jahat ? Tanpa Haris, tanpa abangku siapa yang akan menjaga keluargaku ? Kau tak boleh mengambilnya!!” teriaknya sambil menangis. Kama mendekati abangnya, dia membisikkan hal yang sama seperti abangnya dulu. Tapi usahanya sia-sia. Haris tetap diam dan benar-benar meninggal. Harapan Kama pun pupus, dia tak tahu lagi harus seperti apa jika ayahnya juga ikut menyusul kematian Haris.
***
# Pemakaman Haris
Langit tampak mendung seakan-akan bumi juga turut berduka atas meninggalnya Haris. Kama tetap melihat ke peti itu. Dia tetap menangisi abangnya. “Bang, lo udah gak ada sekarang terus gue harus gimana ? Gue harus gimana buat lindungi mama papa ? Gue takut, bang.” ucapnya dalam hati sambil tetap menangis. Ibu Kama juga menangis, lebih banyak mengeluarkan air mata dari Kama. Ibu Jejoong menguatkan Ibu Kama. Dia merangkul Ibu Kama sedangkan Jejoong hanya melihat Kama dari kejauhan. Jejoong tak ingin melihat Kama sedih. Meskipun dia tahu, Kama saat ini sangat membutuhkan dia. Di akhir pemakaman selesai, Ibu Kama pingsan. Semua berusaha menggotong Ibu Kama dan membawanya ke rumah. Kama semakin berair mata. Namun, air matanya berubah jadi kebencian ketika dia melihat orang itu laki-laki yang berusia seperti ayahnya ada di pemakaman. Dia berlari ke arah laki-laki itu, tapi dia tetap kehilangan orang itu. Dengan napas sesak, dia hampir saja pingsan. Untung, seseorang ada disebelahnya. Memeluk Kama dengan erat. Kama tak melihat siapakah yang memeluknya. Dia hanya menerima pelukan itu seakan – akan dia benar-benar membutuhkannya. Entah Changmin atau Jejoong yang memeluknya, dia tak peduli. Pelukan yang dia dapatkan semakin hangat, membuat hatinya tenang. Dia seperti berada dalam pelukan ayahnya. Kama tetap memeluk laki-laki ini, tanpa peduli siapa dia. Cuaca yang mendung, mulai gerimis kemudian hujan lebat. Kama berlari ke posko dekat pemakaman, menarik tangan laki-laki itu tanpa melihat wajahnya. Sesampai di posko, Kama terkejut. Ternyata yang memeluknya bukan Changmin ataupun Jejoong tapi Kevin.
Kama : “Kevin. Makasih banyak ya, lo ada disaat gue lemah kayak gini.”
Kevin : “Gue selalu ada buat lo, Kam. Bahkan jika Tuhan mengambil gue terlebih dahulu. Gue akan berusaha menjaga lo, Kam.”
Kama : “Lo sahabat terbaik gue. Gue sayang banget sama lo. Lo teman baru gue kenal, tapi lo udah sebaik ini sama gue. Gak kayak Jejoong.” (sambil tersenyum)
Kevin : “Gue seneng bisa lihat lo senyum lagi. Gue bersumpah, gue gak akan biarin lo menangis dan terluka lebih dari ini Kam.”
Kama : (tersenyum dan kembali memeluk Kevin)
Setelah hujan reda, Kama dan Kevin kembali kerumah. Belum sampai di mobil, Kama dan Kevin melihat Jejoong. Jejoong seperti memegang sesuatu di belakangnya.
Kama : “Je... Lo darimana ? Gue hampir pingsan tapi lo gak disini. Payah.” (memasang wajah cemberut)
Jejoong : “Lo ke mobil sekarang, Kam. Gue perlu bicara sama bajingan ini.”
Kama : “Je! Jaga omongan lo! Dia baik sama gue, lebih dari sahabat yang gue percaya.”
Jejoong : “Gue minta lo ke mobil sekarang!!” (sambil teriak, menangis dan menatap Kama)
Kama pergi meninggalkan mereka berdua. Sampai di mobil, dia baru sadar dan melihat Jejoong memegang pisau di tangannya. Kama membanting pintu mobil dan berlari kencang ke arah Jejoong.
*sebelum Kama menyadari pisau ditangan Jejoong. Jejoong dan Kevin sempat berbicara
Kevin : “Lo ingin bunuh gue ? Silahkan. Kama akan benci lo sampai kapanpun.”
Jejoong : “Bajingan! Lo udah hancurin kehidupan Kama. Gue gak akan rela hidup lihat Kama dibodohi sama orang yang udah membunuh abangnya.”
Kevin : “Gue gak perlu banyak menjelaskan. Pergi lo sebelum Kama sadar apa yang lo pegang sekarang!”
*Kama berlari kearah Jejoong yang ingin menusuk Kevin. Dan Kama melindungi Kevin dari tusukan Jejoong. Yang di tusuknya adalah Kama, sahabatnya, bukan Kevin yang membunuh Haris.
Jejoong : “Kama!! Lo bodoh, bodoh!!” (sambil menangis)
Kama : “Jangan lakukan ini lagi, Je. Jangan kotori tangan lo untuk membunuh seseorang. Lo orang yang gue percaya, gue gak akan merusak kepercayaan gue. Dan juga karena Kevin baik sama gue, lo harus damai sama Kevin.” (memegang tangan Jejoong)
Tanpa kata sedikitpun, Kevin membawa Kama kerumah sakit. Sedangkan, Jejoong masih berdiri di pemakaman dan mengeluarkan banyak air mata.
***
# Di rumah sakit
Tusukan Jejoong tak terlalu dalam, tapi memberikan bekas di perut Kama. Kevin menangis di sampingnya, memegang tangan Kama. Dan Kama masih belum sadar. Kevin membisikkan sesuatu di telinganya, “Maafin gue, Kama. Gue benar-benar berdosa.” Jari Kama bergerak, Kevin langsung berlari untuk memanggil dokter. Dokter menyarankan Kevin agar menunggu sejam, agar Kama bisa beristirahat. Kevin menunggu sambil menangis di bangkunya. Di sudut tak jauh dari bangku yang dia duduki, dia melihat wanita itu lagi dan tersenyum pada Kevin. Dia mengepal tangannya, bertekad akan membunuh wanita itu ketika Kama sudah sadar. Sejam telah di lewatinya, Kevin masuk ke ruangan dan melihat Kama telah sadar. Kevin duduk dan memegang tangannya.
Kevin : “Kama, maafin gue.”
Kama : “Maaf untuk apa ?”
Kevin : “Kam, karena gue lo kehilangan semuanya. Karena ancaman wanita itu, gue jadi benar-benar takut sekarang. Gue bakalan bunuh dia.” (mengalihkan pembicaraan)
Kama : “Jangan kotorin tangan lo, vin. Membunuh bukan cara yang baik. Gue gak mau lihat orang yang gue percaya, mengotori tangan mereka. Dan juga lo jangan salah paham. Gue melakukan ini, karena gue gak mau Jejoongmengotori tangannya. Ini lebih baik jika yang ditusuk gue bukan lo.”
Mendengar semua itu, Kevin menangis dan terdiam. Dia melimat mata Kama dengan kekosongan. Mengerutkan wajahnya. Apa yang harus ia katakan pada Kama ? Haruskah dia jujur dengan ini semua ? Dia takut kehilangan Kama. Kevin sudah tak kuat lagi, dia memeluk Kama. Kevin membisikkan sesuatu di telinga Kama, “Mungkin ini perpisahan kita, Kam. Tolong, maafin gue. Gue sayang sama lo, Kama.” Kama sempat menahan Kevin pergi tapi Kevin melepaskan tangan Kama. Kevin keluar dari ruangan itu dan Kama hanya menangis melihat semua orang yang berarti untuknya pergi meninggalkan dia satu per satu.
***