home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Who Is The One I Love?

Who Is The One I Love?

Share:
Published : 30 Aug 2013, Updated : 06 Jan 2014
Cast : Hoya ; Dongwoo ; Nam Soo-Jin
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |14149 Views |1 Loves
Who Is The One I Love?
CHAPTER 4 : Chapter 4

Fourth Chapter

Ia tertegun, ia tidak tahu harus berbuat apa. Hanya menatap kopi panasnya yang perlahan-lahan menjadi dingin.
“Soo-Jin, kau ini kenapa?” tanyanya pada diri sendiri.
“Nam-ssi?” panggil sebuah suara yang cukup familiar di telinganya.
Soo-Jin perlahan mendongak dan menatap orang tersebut.
“Oh, Dongwoo-nim,” sahutnya lirih.
“Kau tidak apa-apa, Nam-ssi?” tanya Dongwoo dengan nada khawatir seraya duduk di depannya.
“Tidak, aku baik-baik saja,” ia berusaha tersenyum, entah senyum itu terlihat bagaimana sedihnya tetapi yang pasti ia berusaha tersenyum.
“Baiklah. Kalau terjadi sesuatu, pastikan kau cerita padaku,”  Dongwoo mengedipkan sebelah matanya.
“Haha, kau ini lucu sekali,” Soo-Jin tertawa kecil.
“Tunggu…kau ketawa, Soo-Jin? Karna Dongwoo?” batinnya sambil terdiam.
“Yay! Kau berhutang padaku, Nam-ssi,” Dongwoo tersenyum.
“Berhutang apanya?” tanyanya bingung.
“Karna aku berhasil membuatmu tertawa. Ingatlah itu,”
“Bagaimana aku harus membayarmu? Ah, tunggu gaji pertamaku deh. Pasti aku bayar,” ia tertawa kecil.
     “Kau kemana saja tadi?” tanya Hoya ketus.
“Menurutmu?”
“Karna aku tidak tahu makanya bertanya, idiot!”
“Ya, terserahlah. Bukan urusanmu, yang penting aku tidak telat kan? Jangan banyak tanya,” jawab Soo-Jin kesal.
“Aish. Kau ini, benar-benar menyebalkan.”
“Dan kau, orang yang selalu mau tau. Cih, lebih menyebalkan,” Soo-Jin mencibir Hoya.
“errrr!” Hoya membuat kepalan tangan.
“Apa? Mau memukulku? Cih, tidak gentle sekali jadi pria,” ia melirik kepalan tangan itu yang perlahan melemas.
“Kalau kau bukan wanita, sudah habis, tau?”
“Karena itulah aku yang menjadi manajermu, kalau tidak kau akan menerima tuntutan dari ibu manajermu, tau itu? Bersyukurlah.”
“Terserah!”
“Tentu, ini adalah hidupku. Bukan hidupmu.,”
Soo-Jin membalikkan badan dan berjalan menjauh.
“Hei, mau kemana?”
Ia menghentikan langkahnya dan mendengus kesal.
“Kemana saja, bukan urusanmu. Lagian tidak ada jadwal lagi.” Soo-Jin kembali melangkah.
      “Hei! Kau anak keras kepala, sudah menjadi manusia seperti apa dirimu di sana?” teriak ibu Soo-Jin
“Aku baik-baik saja. Dan sekarang bekerja menjadi manajer artis, ibu sendiri?”
“Eih. Pulanglah sebentar, bantulah ibumu ini, daripada membantu artis-artis itu. Ibumu baik-baik saja. Oh, kau sedang kena angin apa menanyakan kabar ibumu? Biasanya kau tidak pernah menelpon,” oceh ibunya.
“Ya, maafkan aku,bu. Aku mungkin akan berlibur ke Daegu selama 2 minggu. Tapi, tergantung keadaan disini. Aku akan mengabarimu lagi,” Soo-Jin menghela napas pelan.
“Soo-Jin, apakah ada yang salah denganmu? Kau tidak terdengar baik-baik saja,” ibunya bertanya dengan nada khawatir.
Soo-Jin…sudah lama sekali ibunya tidak pernah memanggilnya seperti itu, panggilan yang ia terima hanyalah ‘Hei’ ‘anak kurang ajar’ ‘anak keras kepala’ dan kali ini suara ibunya terdengar khawatir, tidak seperti biasanya. Soo-Jin melamun dan lupa menjawab ibunya.
“Soo-Jin?”
“Oh, iya, eh maksudku tidak. Aku benar baik-baik saja. Aku tutup dulu, akan segera kuhubungi. Jagalah dirimu baik-baik,” Soo-Jin memutuskan sambungan telpon dan menghela napas.
“Mengapa aku merasa  bersalah pada ibu? Dongwoo-nim, Hoya, Taewoon-ssi dan bahkan diriku sendiri?” ia hanya bisa menghela napas, lagi dan lagi.šššš

Hoya memesan makanan kesukaannya, chicken chop di café faforitnya dekat daerah Myeong-dong.
Ia memotong chicken chopnya dengan pisau dan memasukkan potongan kecil tersebut kedalam mulutnya. “Hm, aneh. Rasanya tidak seenak biasanya. Makanannya yang salah atau mulutku yang salah?” tanyanya pada diri sendiri sambil memiringkan kepalanya.
Ia menghela napas pelan dan mendecakkan lidahnya. Sedang apa ya Dongwoo hyung?
“Halo?” terdengar suara di sebrang sana.
“Oh, hyung. Kau ada di rumah?”
“Ya, tentu. Kenapa?”
“Aku akan pergi kesana, tunggulah sebentar,” Hoya memutuskan sambungan telepon dan segera beranjak pergi.
    “Kau bawa banyak sekali, seperti mau barbeque saja,” sindir Dongwoo saat melihat dirinya yang membawa banyak kantong plastik berisi soju dan ddeokbokki.
Ia mengeluarkan satu botol soju dan gelas plastiknya, lalu ia menuangkan soju ke gelas Dongwoo dan dirinya sendiri. Mereka meneguk soju masing-masing kemudian meletakkan gelasnya.
“Hyung, kau sibuk apa saja setelah vakum?” tanya Hoya.
“Ya, hanya syuting, pemotretan. Itu saja. Aku juga tidak ingin menerima terlalu banyak pekerjaan. Aku ingin beristirahat sejenak,”
“Aku iri padamu. Maafkan aku, kau tidak pernah mendapat istirahat yang cukup karena mengurusku. Aku minta maaf,” ia mengatakan dengan nada menyesal.
“Hahaha, seorang Hoya minta maaf? Sudahlah, itu bukan karena kau kok. Aku memang hanya sedang banyak pikiran ditambah dirimu yang selalu meminta ini dan itu. Tapi sebenarnya aku senang membantu. Percayalah padaku,” Dongwoo mengelus bahu Hoya dengan lembut.
“Hyung, apa yang membuatmu tidak pernah benci padaku sementara aku telah berbuat begitu banyak hal jahat kepadamu?” tanya Hoya sambil menunduk dan seraya meneguk sojunya.
“Kau tidak berbuat apa-apa. Ini semua hanya salah paham. Mungkin, kau sudah mengetahuinya, makanya kau datang kesini. Atau, kau memang merindukanku?”
“Tentu. Di rumah jarang ada suara tawa, yang ada hanya suara teriakkan yang diproduksi oleh Nam-ssi dan diriku sendiri. Kepala rasanya mau pecah tanpa dirimu,”
“Kau ini, berpura-pura manis. Sudahlah, dia melakukan semua itu ada alasannya. Dan kau jangan terus menyalahkan dia. Dia tidak salah apa-apa, yang salah itu dirimu, selalu membuat orang marah,” Dongwoo tertawa kecil.
     Hoya terbangun akibat sinar matahari yang menyilaukan matanya. “Ah, kepalaku,” Hoya memegang kepalanya yang sakit.
“Bagaimana aku bisa sampai di rumah? Aneh. Aku tidak ingat apa-apa. Kepalaku berat sekali,” Hoya kembali berbaring sambil memijat-mijat kepalanya.
“Nam-ssi!!!” jeritnya
“Ya?” jawab Soo-Jin yang satu detik kemudian muncul di ambang pintu kamarnya.
“Cepat sekali…” gumam Hoya pelan,sedikit terkejut. “Siapkan sarapan yang hangat. Kepalaku sedikit berat,” perintahnya.
“Ya, baiklah.,” Soo-Jin meninggalkannya dan ia pun perlahan mencoba untuk berdiri dari ranjangnya
     Hoya duduk di meja makan. “Sudah siap?” Hoya bertanya dengan lembut, tidak seperti biasanya.
“Menurutmu?” Soo-Jin kembali bertanya dengan ketus.
“Belum,”
“Yasudah. Diam dan tunggulah. Tapi, kau aneh hari ini. Kalau mabuk bisa mengubah orang, brarti kau diubah oleh soju. Tidak biasanya tidak teriak-teriak. Hmm..” gumam Soo-Jin.
“Aku sedang tidak mood untuk teriak hari ini. Jadi, jangan menyebalkan,” tegas Hoya.
“Eung. Baiklah.” Kata Soo-Jin sambil menaruh bubur ayam di meja. “Makanlah,”  kata Soo-Jin yang duduk di depannya.
Hoya menatap di depan Soo-Jin yang kosong, dan tidak ada makanan apa-apa.
“Kau tidak makan?” tanyanya sambil meniup buburnya yang masih panas.
“Aku sudah makan, jika kau merasa terganggu..aku akan pergi,” Soo-Jin berdiri dari kursinya.
“Eh, tidak. Aku hanya bertanya, jangan sensitif seperti itu,” Hoya lanjut memakan bubur ayamnya.
   Setelah semuanya selesai, Hoya kembali ke kamarnya dan beristirahat. Kepalanya terasa berat dan pusing hebat, sangat sakit. Ia tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya berbaring. Untung hari ini tidak ada jadwal apapun, jadi ia bisa istirahat sepuasnya.

šššš

“Hei,” panggil Taewoon yang sedang berbicara tetapi tidak ditanggapi Dongwoo.
“Oh, hyung,” jawab Dongwoo sambil melihat ke arah Taewoon.
“Hyung lagi! Aish, anak ini! Benar-benar keras kepala, aku benci pada mu,” kata Taewoon yang kesal.
“Aku ini kan anak yang sopan, haha,” Dongwoo tertawa sendiri mendengar pujiannya pada diri sendiri.
“Tapi ini aku yang memintanya, Dongwoo-nim.”
“Ya! hyung, jangan seperti itu. Aku mau muntah.”
“BERHENTI MEMANGGILKU HYUNG!!!!!”
“Baiklah, Taewoon-ssi.” Kata Dongwoo terpaksa.
“Ya, terdengar lebih baik. Oh ya, kau ini kenapa sih? Tidak, maksudku kalian berdua, bukan, bertiga,”
“Siapa?”
“Kau, Nam-ssi dan Hoya,” jawab Taewoon.
“Apa yang salah denganku dan mereka?” tanya Dongwoo bingung.
“Tidak mengerti. Pokoknya kalian bertiga sangatlah aneh. Tidak seperti biasa. Kau tidak ceria, Nam-ssi juga, Hoya juga. Yang pasti, kalian sangat sangat aneh. Jangan-jangan….”
“Hei! Hyung, jangan berpikir macam-macam. Mungkin hanya ada masalah di pikiran masing-masing. Jadi biarkan kami sendiri,” cegah Dongwoo sebelum Taewoon menduga yang tidak-tidak.
“Hm, baiklah. Dan juga, besok adalah hari pembagian gaji. Kabarilah Nam-ssi, aku sibuk hari ini. Jaga dirimu,” Taewoon mengelus punggung Dongwoo dan berjalan pergi.
Dongwoo hanya tertegun, haruskah ia merasa senang karena hutangnya akan dibayar besok oleh Soo-Jin atau ia harus merasa sedih mendengar Soo-Jin dan Hoya juga sedang merasa tidak baik.
   “Halo?” terdengar suara Soo-Jin yang tidak seperti biasanya.
“Nam-ssi, besok datanglah ke kantor karena besok adalah hari gajian. Ingat pada hutangmu, ya!”
“Haha, baiklah. Aku pasti ingat kok, Dongwoo-nim. Kau tidak perlu khawatir, aku tidak mungkin lupa,” Soo-Jin yang tertawa lepas membuat Dongwoo sedikit lega.
“Besok, bersiaplah, aku akan membawamu ke sebuah tempat, jam 7 tepat!”
“Lho, bukannya biasanya penraktir yang membawa orang ke suatu tempat?” terdengar suara Soo-Jin yang bingung.
“Tentu, tapi aku tidak mau. Kau mungkin akan membawaku berbelanja atau menraktirku makan, aku bosan dengan pembayaran hutang yang seperti itu,” canda Dongwoo.
“Ah, baiklah. Kau ini memang lucu, aneh dan menyenangkan. Aku tutup dulu ya, sampai ketemu besok,” suara sambungan telepon yang terputus pun terdengar.
Mungkin, Dongwoo harus merasa bahagia karena bisa membawa Soo-Jin ke tempat itu besok, ia sangat ingin membawa orang yang disayanginya kesana, orang pertama yang ia bawa kesana adalah ibunya sendiri. Ibunya yang paling disayangi Dongwoo, yang tidak pernah Dongwoo lupakan dalam keadaan apapun. Malaikat pertama yang ia jumpai setelah ia lahir ke dunia.
    “Dongwoo, bangunlah!” panggil Taewoon.
Dongwoo mengerang dan bersih keras masih tidak mau bangun dari tempat tidurnya yang nyaman.
“Hei, cepat bangun! Atau kau tidak dapat bertemu Nam-ssi!” ancam Taewoon tetapi Dongwoo tidak perduli karena walaupun ia tidak dapat bertemu dengan Soo-Jin di kantor, ia masih dapat bertemu dengan Soo-Jin nanti malam.
“Aish,baiklah. Kalau itu kemauanmu, siap-siap saja Nam-ssi di jahili oleh Hoya,” ancaman Taewoon yang kedua ini terpaksa membuat Dongwoo bangun.
“Hyung, kau memang orang yang paling bisa membuatku bangun. Jangan membuat ancaman yang tidak-tidak, aku melepasmu kali ini karena aku masih baik. Uh!” Dongwoo mendengus kesal dan pergi bersiap-siap.
    “Dongwoo-nim! Taewoon-ssi!” panggil Soo-Jin yang berdiri di belakang Hoya sehingga Hoya yang tadi melihat ke tempat lain memutar kepalanya kearah kami.
“Oh, Nam-ssi!” Dongwoo dan Taewoon berjalan ke arah Soo-Jin dan Hoya.
Hoya membungkuk ke arah Dongwoo dan Taewoon lalu pergi menuju ruangan Presdir Lee.
“Bagaimana kalau kita minum kopi bertiga?” tawar Taewoon.
“Hoya?” tanya Soo-Jin yang memandang punggung Hoya yang telah menghilang itu.
“Biarkan saja, ia sepertinya tidak suka bergabung dengan kami. Toh, ia meninggalkan kami. Tadinya sih aku ingin mengajaknya, Cuma ia pergi. Lain kali, mungkin,”  Taewoon mengangkat bahunya.
“Baiklah,” kata Dongwoo dan Soo-Jin bersamaan.
Mereka bertiga berjalan ke café yang jaraknya tidak jauh dari kantor dan saat memasuki café tersebut, seseorang menabrak bahu Soo-Jin dan ternyata orang itu adalah Yoona, Kim Yoona. Partner kerja Dongwoo.
“Maafkan aku,” Yoona membungkuk dan pergi, tetapi sebelum Yoona melangkah, Dongwoo menarik lengannya.
“Gabunglah bersama kami,” tawar Dongwoo.
“Maaf, aku baru saja keluar dari sana, mungkin lain kali,”
“Ya, kalau begitu, kenalkan, ini manajer baru Infinite H, Nam Soo-Jin. Dan Nam-ssi, ini partner kerja ku, Kim Yoona. Kau pasti sering melihatnya karena dia bermain di berbagai drama,”
“Oh, ya. senang bertemu dengan mu, Soo-Jin. Kita mengobrol lain waktu, aku sedang buru-buru. Maafkan aku,” Yoona membungkuk sekali lagi dan berjalan pergi.
“Ia memang orangnya seperti itu,” jelas Taewoon mungkin takut Soo-Jin sakit hati.
“Tidak apa-apa. Mungkin ia memang sedang sibuk. Ayo masuk,” Soo-Jin mendorong punggung Dongwoo dan Taewoon memasuki café.

šššš

“Baju apa yang harus kupakai hari ini? Gaun atau celana? Kalau gaun, bagaimana jika Dongwoo-nim membawa ku ke taman dan mengendarai sepeda? Hm, lebih baik celana,” Soo-Jin mengeluarkan kemeja putihnya dan celana panjang berwarna biru tua dan mengucir kuda rambutnya.
Soo-Jin berjalan ke bawah dan berpapasan dengan Hoya, “mau kemana?” tanya Hoya.
“Ke suatu tempat, jaga dirimu,” Soo-Jin kembali berjalan keluar.
Soo-Jin berdiri di depan pintu dan melihat Dongwoo yang berpakaian santai tanpa kacamata hitam maupun rayban. “Dongwoo-nim!” Soo-Jin mengibaskan tangannya ke arah Dongwoo.
“Nam-ssi! Kemarilah,” kata Dongwoo.
Soo-Jin berjalan ke arah Dongwoo dan bertanya, “Kau mau pergi dengan pakaian seperti ini?”
“Ya tentu, ke tempat itu harus menunjukkan diri sendiri. Dan aku senang melihatmu menjadi Soo-Jin yang biasa,” Dongwoo tertawa kecil.
Soo-Jin merasa pipinya memanas dan mungkin memerah.  “Tetap jadilah Soo-Jin yang aku kenal, eo?”
Soo-Jin hanya tersenyum dan masuk ke dalam mobil Dongwoo.
   Sampailah di tempat yang dimaksud Dongwoo. Tempat yang bersih, luas, segar, surga di Seoul. Sebenarnya, tempat seperti ini sering ditemukan di daerah Daegu, tetapi baru kali ini ia melihat surga di Seoul. “Dongwoo-nim, mengapa kau membawaku ke tempat ini?” tanya Soo-Jin yang terpesona pada pemandangan taman itu.
“Aku hanya ingin kau menenangkan dirimu disini. Tempat ini aku kunjungi pertama sekali dengan ibuku. Kita berdua sering kesini, bermain untuk melupakan masalah dunia sebentar dan hanya menikmati surga kecil ini. Kau suka?”
Soo-Jin mengangguk kecil. Karena memang ia merasa lebih tenang, tenang dari kekhawatiran kehilangan sosok Dongwoo yang selalu berhasi membuatnya tersenyum meskipun Dongwoo sendiri sedang tidak tenang.
“Nam-ssi, bagaimana kalau untuk malam ini saja aku memanggilmu Soo-Jin?”  tanya Dongwoo.
“Eo? Oh, tentu. Soo-Jin untuk malam ini,” ia mengedipkan matanya dan mereka berdua tertawa kecil.
“Baiklah, Soo-Jin, apa yang mau kau lakukan. Lakukanlah,”
“Uhm, tidak tahu. Terserah padamu, atau mungkin mengendarai sepeda juga menyenangkan,”
“Kalau begitu, ayo!” Dongwoo memegang tangan Soo-Jin dan berjalan menuju tempat penyewaan sepeda. Soo-Jin melirik ke tangannya yang berada di dekapan tangan Dongwoo yang hangat. Ia merasa dingin tadi, tapi setelah Dongwoo menggenggam tangannya, seluruh badannya terasa hangat.
Mereka menghampiri ajhussi (paman) yang menyewakan sepeda tersebut.
“Permisi, ajhussi, kami mau menyewa 2 sepeda single,”  kata Dongwoo kepada ajhussi tersebut.
“Sebentar,” ajhussi tersebut masuk kedalam gudang sepedanya dan keluar dengan wajah yang kurang memuaskan, “Uh, maaf. Yang tersisa hanya 1 sepeda single,” kata ajhussi itu dengan nada menyesal.
“Oh, kalau begitu tidak apa-apa, terima kasih,” Dongwoo membungkuk dan hendak pergi. Tetapi Soo-Jin tetap tinggal di sana dan berkata, “Ajhussi, aku menyewa sepeda itu ya,”
Dongwoo membalikkan badannya dan memiringkan kepalanya, “Eh?”
Soo-Jin mendorong sepeda tersebut ke arah Dongwoo, “Ada 2 tempat duduk. Tidak apa-apa kan kalau kau memboncengku, Dongwoo-nim?” katanya sambil tersenyum lembut.
“Oh, tidak kok. Kalau begitu naiklah,” Dongwoo mengambil alih setir sepeda tersebut dari Soo-Jin dan menaikki tempat duduk yang berada di depan. Soo-Jin pun duduk di bagian belakang, dan memegang erat pada tempat duduknya.
Dongwoo mulai mengayuh sepedanya dan angin malam menerpa badan Soo-Jin, Soo-Jin melirik sedikit ke depan agar dapat melihat wajah Dongwoo. Dan ia….terpesona. Wajah Dongwoo yang sangat bersinar seperti rembulan diatas sana ditambah dengan rambutnya yang berterbangan ditiup angin malam, saat ia memelankan kayuhannya, rambut itu jatuh dan menutupi wajahnya yang halus. Betapa Soo-Jin ingin menyingkirkan rambut itu dan menggantikan rambut tersebut membelai pipi Dongwoo.
“Soo-Jin?” panggil Dongwoo dan menyadarkan Soo-Jin dari lamunannya.
“Oh, maafkan aku,”
“Aku kira kau tertidur, baiklah akan ku lanjutkan,” Dongwoo kembali mengayuh sepedanya.
Bukan tertidur, hanya terpesona. Soo-Jin tersenyum sendiri dan menatap langit yang begitu ramai akan bintang-bintang kecil.
Tiba-tiba, Dongwoo mengencangkan kayuhan sepedanya dan dengan spontan Soo-Jin memeluk pinggang Dongwoo. Terdengar suara  tawa puas Dongwoo dan Dongwoo pun kembali memelankan kayuhannya.
    “Terima kasih, Dongwoo-nim. Berjanjilah kau akan membawaku ke tempat itu lagi. Selamat malam dan sampai jumpa! Hati-hati di jalan,” kata Soo-Jin membungkuk dan membalikkan badannya.
Tetapi Dongwoo menarik lengannya secara tiba-tiba dan memeluk pinggang Soo-Jin dan mengecup dahi Soo-Jin lembut lalu berkata, “Selamat malam, Soo-Jin,”

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK