“Kau mau popcorn, Ji Eun-ah?” Tawar Jong Jin setelah melihat sebuah stand popcorn tidak jauh dari mereka.
“Boleh.” Jawab Ji Eun.
“Kalau begitu, tunggu di sini sebentar. Aku akan membelikan satu untukmu.” Lalu Jong Jin meninggalkan Ji Eun di salah satu bangku taman.
Tidak berapa lama kemudian, Jong Jin datang dengan dua bungkusan popcorn berwarna kuning di kedua tangannya. Ia menyerahkan salah satu bungkusan pada Ji Eun sambil mengatakan “Sweet Marshmellow” untuk memberitahu rasa popcorn milik Ji Eun itu.
“Gomawo.” Ucap Ji Eun rendah setelah menerima bungkusan popcornnya. Ia mulai membuka dan memakan popcornnya saat Jong Jin duduk di sampingnya, juga membuka bungkusan popcorn miliknya.
“Ji Eun, tentang yang tadi, aku ingin mengatakan kalau sebenarnya kau ini,” Kembali kalimat Jong Jin mengambang di udara saat sebuah bunyi lagu metal melantun dari tiang speaker dekat mereka.
“Ah, oppa! Sepertinya kau tidak diijinkan untuk mengatakan hal yang dari tadi ingin kau katakan itu padaku. Buktinya dari tadi ada saja yang mengganggumu. Jadi, tunggulah sampai kau boleh mengatakannya padaku.” Kata Ji Eun bijak dengan suara keras, berusaha mengalahkan musik metal dari speaker taman itu.
“Sepertinya kau benar, Ji Eun-ah. Tapi, aku rasa seseorang atau ada dua orang yang ada di balik semua ini. Ah, sunguh menyebalkan mereka.” Erang Jong Jin rendah, suaranya tertelan lantunan musik metal yang sedang melantun keras di udara.
“Oppa, bagaimana kalau naik bianglala? Ini sudah sore, aku ingin naik bianglala sebelum pulang. Tidak, sebelum kembali ke universitas jelekmu itu.” Pinta Ji Eun sambil menarik lengan Jong Jin.
“Kau mau kembali ke kampus? Untuk apa?” Tuntut Jong Jin meminta penjelasan dari rencana Ji Eun, masih dalam keadaan ditarik Ji Eun. Tapi, bukannya menjawab, JI Eun mengeluarkan jurus wajah melasnya. “Ya, baiklah. Terserah kau, anak kecil.” Jong Jin pun mengikuti langkah Ji Eun yang sangat antusias.
***
Kyuhyun dan Henry berjalan cepat di tengah keramaian orang yang juga menuju bianglala. Mereka terpisah sekitar lima belas meter di belakang Ji Eun dan Jong Jin, jarak yang cukup jauh untuk memata-matai. Masing-masing dari mereka meninggikan leher untuk memastikan tidak kehilangan jejak. Sampai, seorang badut berpakaian beruang menghadang langkah mereka dan berdiri dengan berkacak pinggang di hadapan mereka.
“Kyuhyun oppa! Henry oppa!” Pekik beruang itu dengan nada seorang wanita genit. Lalu, sang beruang memeluk mereka satu persatu. Tentunya kejadian ini mengundang perhatian orang-orang di sekitar mereka. Dalam hitungan detik, teriakan orang-orang membahana, mengelukan nama mereka berdua. Sedangkan sang beruang pembuat masalah sudah menghilang entah kemana. Dia meninggalkan mereka berdua yang kewalahan dengan permintaan tanda tangan dan foto bersama dari banyak orang yang sudah mengerubungi mereka.
***
“Apa itu?” Tanya Ji Eun membalikkan badan mendengar teriakan riuh di belakangnya.
“Entahlah, mungkin mereka sedang mengerubungi badut taman.” Jawab Jong Jin enteng masih memandang ke arah bianglala di depannya, tidak ikut membalikkan badan seperti yang Ji Eun lakukan.
“Ah, ya kau benar, oppa. Aku melihat seorang badut keluar dari keramaian.”
“Ji Eun, ayo naik.” Ajak Jong Jin sambil meletakkan tangannya ke bahu Ji Eun dengan sikap protektif. Ia membimbing Ji Eun masuk ke dalam kereta bianglalanya. Untuk setengah putaran, mereka hanya duduk dalam diam menikmati popcorn dan pemandangan dari ketinggian bianglala. Sampai Jong Jin berdeham dan mengeluarkan ponselnya.
“Kau mengagetkanku, oppa.” Kata Ji Eun setelah mendengar dehaman Jong Jin.
“Mianhae. Aku ingin menunjukkanmu sesuatu dari tadi.” Ucap Jong Jin meminta maaf sambil sibuk mengutak-atik ponselnya. “Ini.” Jong Jin menyodorkan ponselnya tepat di depan wajah Ji Eun. Begitu dekat dengan mata Ji Eun.
“Apa ini? Oppa, kau menyodorkannya terlalu dekat!” Seru Ji Eun sebal dan merampas ponsel di depannya itu dengan sedikit kasar. Jong Jin tersenyum melihat kelakuan Ji Eun itu.
“Hei, anak kecil! Lama sekali kau berpikir! Tidak bisakah kau membaca tulisan yang tertera itu?” Tanya Jong Jin setelah beberapa detik mendapati kesunyian Ji Eun.
“Aah, oppa.” Ji Eun menurunkan ponsel Jong Jin dari depan wajahnya. Di wajah Ji Eun sekarang sudah mengembang sebuah senyuman lebar, bahagia sekali. “Oppa!” Seru Ji Eun. “Kau jahat!” Lalu Ji Eun mulai memukul-mukul lengan Jong Jin.
“Benarkah ini?” Tanya Ji Eun tidak percaya melihat pengumuman online dari handphone Jong Jin itu. Yang ditanya hanya mengangguk.
“Ah, aku, aku bahagia sekali! Rasanya senang! Senang sekali!” Seru Ji Eun tidak henti-hentinya, matanya mulai berkaca-kaca saking senangnya dan ia sendiri mengibas-ngibaskan tangannya ke depan muka, memberi udara lebih pada wajahnya yang panas saking girangnya.
“Dasar, anak kecil! Makanya telitilah! Bagaimana kau bisa melewatkan sepuluh besar nama siswa?” Tanya Jong Jin masih dengan senyuman gelinya melihat tingkah Ji Eun di depannya. Tapi, bukannya menjawab atau mengelak godaan Jong Jin, Ji Eun malah maju mendekati Jong Jin dan memeluknya erat.
“Gomawo, oppa. Gomawo! Aku menyayangimu, benar-benar menyayangimu.” Seru Ji Eun di telinga Jong Jin. Untuk sesaat Jong Jin berpikir untuk terbang tapi ia patahkan sayapnya keras-keras.
“Aku juga menyangimu, Ji Eun-ah.” Jawab Jong Jin. “Tapi, jangan berikan aku harapan palsu dengan mengtakan hal berlebihan seperti ini. Kau bisa membuatku salah paham.” Lanjut Jong Jin melonggarkan pelukan Ji Eun.
“Ah, oppa! Bagaimana kau bisa salah paham? Aku, benar-benar mencintaimu!” Ji Eun mengeja kalimat terakhirnya.
“Ji Eun-ah.” Panggil Jong Jin serius sambil memegang kedua lengan Ji Eun keras yang membuatnya kembali terduduk di tempat duduknya. “Aku serius. Jangan berikan aku harapan kosong. Aku menyukaimu, benar-benar menyayangimu dan sungguh mencintaimu. Jadi, jangan membuatku salah paham dengan kata-katamu barusan. Kau mengerti?” Tanya Jong Jin keras.
“Oppa.” Panggil Ji Eun rendah. Jong Jin membuang mukanya dan melihat pemandangan di bawahnya. “Sejak kapan?” Tanya Ji Eun penasaran.
“Entahlah.” Jawab Jong Jin pendek masih memalingkan wajahnya. “Aku hanya merasakannya.”
“Tapi, bagiamana dnegan Suzi? Eun Jae? Kata kau, kau menyukai mereka?”
“Bohong, itu semua bohong. Aku hanya ingin menipu diriku.”
“Oppa! Tatap wajahku, jangan seperti ini. Kalau kau menyukaiku, katakanlah!”
“Ya, aku menyukaimu. Tapi untuk apa? Kau hanya akan selalu melihat punggung hyung. Yang kau suka itu Yesung, seorang Kim Jong Woon, dia yang kau suka, kakakku! Kau tahu?” Suara Jong Jin mengeras.
“Mianhae. Aku tidak terlalu sensitif untuk merasakannya.” Ji Eun menunduk, mulai mempermainkan jari-jari tangannya di atas pangkuannya.
“Bukan kesalahanmu, ini salahku yang hanya bisa membiarkanmu menelan harapan memimpikan kakakku.” Jong Jin menarik napas panjang. “Mianhae Ji Eun-ah.”
***
Akhirnya setelah sekitar setengah jam lebih terkurung oleh penggemar di tengah-tengah taman hiburan, Kyuhyun dan Henry berhasil diamankan oleh para petugas yang datang melihat keributan terjadi. Kyuhyun dan Henry dibawa ke taman belakang wahana bianglala yang cukup sepi. Mereka duduk di salah satu bangku taman panjang di bawah pohon yang cukup rindang. Keduanya mengatur napas yang memburu saat seorang badut duduk di tengah-tengah mereka, menggeser posisi duduk mereka ke tepi. Henry yang pertama kali mengenali badut beruang di tengah mereka itu.
“Kau! Kau guma yang tadi! Siapa kau?!” Seru Henry sambil menunjuk pada badut yang sedang mengipas-ngipaskan tangannya yang cokelat besar di depan wajah. Kyuhyun yang ada di tepi bangku satunya langsung membalikkan badannya mendengar seruan Henry yang heboh.
“Ya! Kau guma! Mau apa kau?” Tanya Kyuhyun setelah mengenali kostum beruang yang dikenakan badut di sebelahnya itu, juga dengan acungan telunjuknya. Tapi, dalam satu gerakan badut beruang ini sudah memeluk bahu Kyuhyun dan Henry, mereka berdua didekap erat oleh badut beruang. Keduanya meronta dan berteriak-teriak cukup kencang. Sampai akhirnya, Kyuhyun berhasil melepaskan dekapan tangan badut itu yang besar dan membantu Henry menjatuhkan si badut ke tanah. Baru saja mereka hendak melangkah maju untuk melepaskan kostum kepala badut beruang saat dua orang wanita berbandana telinga kelinci datang dan menangkap lengan mereka.
“Nuna!” seru Kyuhyun dan Henry bersamaan saat melihat wanita yang sedang menahan ayunan lengan mereka. Lengan Kyuhyun ditahan Ara yang berbandana pink dan lengan Henry ditahan oleh Ji Na.
“Huh! Apa yang kalian lakukan? Kalian tidak boleh mengganggu adikku!” Ujar badut beruang tadi yang sedang kesusahan untuk bangkit berdiri karena berat kostum beruang yang ia kenakan. Untuk sedetik Kyuhyun dan Henry saling berpandangan saat mendengar kata adik yang diucapkan sang badut dengan tatapan bertanya. Tapi, detik berikutnya si badut sudah berhasil bangkit berdiri dan melepaskan kostum kepala beruangnya, menjawab tatapan bertanya mereka beberapa detik sebelumnya.
“Hyung!” Seru Kyuhyun dan Henry bersamaan untuk kedua kalinya saat mendapati laki-laki di depan mereka yang mengenakan kostum beruang tak lain ialah Yesung.
***
“Tapi, oppa, aku tidak bisa mengatakan hal yang sama. Aku hanya mengharapkanmu menjadi kakak laki-lakiku bukan, bukan sebagai kekasih.” Ucap Ji Eun masih menunduk setelah keheningan yang cukup lama.
“Hahaha,” tiba-tiba Jong Jin tertawa keras, keras sekali tapi tidak menunjukkan kegembiraan melainkan tawa kesedihan, ia tertawa sambil menutup mulutnya dengan sebelah punggung tangannya, “kau tidak bisa menjadikanku seorang laki-laki. Ya, ya kau benar Ji Eun.” Ucapnya serak, lalu ia berhenti sebentar dan menatap wajah Ji Eun dengan serius. “Kau tidak bisa menjadikanku laki-laki dan menganggapku seorang kakak. Kau suka pada kakakku dan menganggapku seorang kakak.” Terusnya dengan meninggikan nada di kalimat terakhirnya. Hening lama. “Sudahlah, lupakan saja. Aku tahu akan begini.”
***
“Nuna! Apa yang kau lakukan di sini?” Tanya Kyuhyun pada Ara saat mereka berlima sudah duduk di tepi kolam air mancur tengah taman yang sepi. Hari sudah gelap dan pengunjung sudah mulai sepi saat itu.
“Aku?” Tanya ulang Ara kebingungan mendengar pertanyaan adiknya itu. Sambil menunjuk dirinya sendiri, ia berpikir keras. “Aku, aku membuntuti Yesung-oppa.” Jawabnya jujur pada akhirnya.
“Hyung-ah? Untuk apa? Bagaimana dengan kuliahmu? Kau cuti lagi?” Tanya Kyuhyun berbondong.
“Hei kau! Kau pikir buat apa aku kembali ke Korea, hah?” Tanya Ara sambil memukul kepala adiknya itu.
“Kenapa kau memukulku, Nuna? Aku hanya bertanya, aku mengkhawatirkan kuliahmu! Bahkan aku saja sudah lulus!” Seru Kyuhyun pada kakaknya, tidak terima pukulan kakaknya itu yang ia rasa tak beralasan.
“Ya, aku tahu kau pintar. Tapi, apa kau juga lupa kalau aku ini pintar? Dan kau tanya, buat apa aku ke sini? Aku mengkhawatirkan kau, adikku, gosipmu bahkan sudah sampai ke negara aku belajar selama ini! Apa yang kau sudah kau lakukan, hah?” Tanya Ara emosi, kali ini ia sudah bangkit dari duduknya.
“Hyung! Daritadi kau mengawasi kami?” Tanya Henry pada Yesung yang duduk di sebelahnya dengan pandangan bertanya. Mendengar pertanyaan Henry ini, Kyuhyun menghentikan pertengkaran mulut dengan kakaknya dan menunggu jawaban dari Yesung. Padahal sebelumnya ia ingin membalas perkataan kakaknya. Selama mereka menunggu, Yesung menyesap minumannya dengan pelan, menikmati perhatian kedua dongsaengnya itu yang menanti jawabannya dengan setia.
“Ya.” Jawab Yesung pendek akhirnya setelah lama menyesap kopinya. “Aku tidak mau kalian mengganggu kencan adikku.”
***
“Apa sih yang kalian pikirkan? Cho Kyuhyun? Henry Lau?” Tanya Manager Park menghakimi Kyuhyun dan Henry yang duduk di seberang mejanya dengan wajah tertunduk. “Kyuhyun dan Henry Super Junior M berlomba menggagalkan kencan Ji Eun di tengah taman hiburan? Apa-apaan ini?” Tanya Manajer Park lagi, kali ini tabloid yang sedari tadi ia pegang ia banting ke atas meja, menimbulkan bunyi yang cukup keras. “Coba jelaskan! Kenapa hanya diam saja, hah? Tidak punya mulutkah? Kalian berani menyukai gadis kecil ini dan tidak berani bertanggung jawab sekarang? Apa ini!” Seru Manajer Park geram dengan keadaan kantornya yang sunyi.
“Mianhae.” Ucap Kyuhyun dan Henry bersamaan masih menunduk.
“Mianhae? Kalian hanya bisa mengucapkan mianhae? Apa mianhae bisa membuat berita-berita heboh ini ditarik dari publik? Bisa?” Ditanya seperti itu, keduanya hanya menggeleng pelan.
“Manajer, mianhae. Tapi, aku tidak bisa berhenti menyukai Ji Eun.” Ucap Kyuhyun pada akhirnya setelah keheningan lama, ia mengangkat wajahnya dan menatap mata merah Manajer Park di depannya lurus. Di sampingnya Henry menoleh kaget dengan kelakuan seniornya itu. Tapi, ia pun ikut mengangkat wajahnya.
“Manajer, aku bukannya ingin memperbesar masalah dan kontroversi. Aku juga tidak memiliki keinginan untuk bersaing dengan seniorku, tapi aku hanya merasakan perasaan nyata ini. Aku juga menyukai Ji Eun.”
“Aigoo, kalian anak muda. Ucapkan itu pada media, aku pusing dengan kelakuan kalian!” Seru Manajer Park menyerah dengan keadaan. Tubuhnya merosot turun ke kursi kerjanya yang empuk. “Aku perlu solusi!”
***
“Jong Jin-ah!” Seru Ji Na dari seberang trotoar saat ekor matanya mendapati sosok Jong Jin yang baru saja keluar dari salah satu toserba di pinggir jalan.
“Ah?” Gumam Jong Jin yang sedikit kaget dengan seruan Ji Na yang keras. “Oh, kau Ji Na nuna. Ada apa?” Tanyanya dengan sedikit ragu, dari dulu ia paling tidak suka berhadapan dengan Lee Ji Na, kakak dari perempuan yang ia suka. Lee Ji Na itu meskipun hanya berbeda satu tahun darinya tapi selalu saja senang mengatur semua hal, termasuk dirinya. Dulu, Ji Na sering memukulnya dan memerintahkan dirinya seperti seorang pelayan bersama JI Eun. Pokoknya, bagi Jong Jin, Ji Na itu menyeramkan.
“Baguslah aku bertemu denganmu! Kau mau kemana? Ada kerjaankah?” Tanya Ji Na berbondong.
“Ah, anniyo. Aku haya ingin pulang ke rumah.” Jawab Jong Jin jujur.
“Sudah kuduga ini pertanda bagus, rumahmu searah dengan tokoku kan? Antar aku ke toko!” Pinta Ji Na yang lebih mirip dengan perintah. Lalu, tanpa aba-aba, Ji Na sudah naik ke belakang motor Jong Jin. Padahal Jong Jin sendiri masih terpaku di tempat, belum sempat memberi jawaban. Ia merutuk dalam hati.
“Ah ya, ppali! Kalau kau suka adikku, kau harus baik-baik denganku!” Serunya lantang membuat beberapa orang yang sedang melintasi jalan menoleh dan menatapanya dengan senyuman tersembunyi. Jong Jin menggigit bawah bibirnya kesal, menahan teriakannya.
to be cont...