Manajer Park murka melihat tampang Henry saat ia berdua dengan Henry sudah ada di ruang belakang tempat konferensi tadi diadakan. Mata manajer Park sedari tadi tidak lepas melotot pada Henry dan dalam satu gerakan tangannya yang memegang setumpuk kertas menampar wajah Henry keras.
“Apa yang kau lakukan hah?!” Mencuri sedikit sensasi dari hyungmu? Satu masalah sudah cukup bagiku, kenapa kau tambah menjadi dua?!” Seru Manajer Park marah pada Henry.
“Maaf, tapi aku tidak bisa tidak melakukan apa-apa.” Jawab Henry tertunduk karena merasa bersalah juga menahan rasa sakit yang menjalar di pipi sebelah kirinya yang baru saja ditampar Manajer Park.
“Apa hubunganmu dengan masalah ini? Kau suka pada gadis itu? Gadis bernama Lee Ji Eun itu?” Tanya Manajer Park masih geram tapi sudah mulai menurunkan nada suaranya.
“Ya, aku suka padanya.”
“Tapi tidak begini, Henry! Kau membuatku gila dengan melakukan ini padaku!”
***
“Apa itu benar?” Tanya Kyuhyun dengan penasaran pada Ji Eun yang memasang wajah muram.
“Mwo?” Tanya Ji Eun balik tanpa mimik.
“Kau dan Henry?”
“Bukan, itu bohong.”
“Jadi, apa yang ia ceritakan tadi juga bohong. Tentang pertemuanmu, ikan-ikan dan semuanya itu?”
“Ikan-ikan? Ushiro dan Mae? Ya, itu benar.”
“Benar? Tadi kau bilang bohong. Bisakah kau menceritakanku dengan benar, Ji Eun-ah?” Tanya Kyuhyun gemas dengan sikap Ji Eun itu.
“Dia hanya menitipkan mereka padaku untuk sebulan. Tokoku kan juga menerima penitipan hewan.”
“Aigoo, Henry!” Seru Kyuhyun sambil mengacak-acak rambutnya tidak karuan mengetahui kenyataan juniornya itu sangat menyebalkan, menggagalkan konferensi pers dan pernyataan terbuka yang sebelumnya sudah ia persiapkan baik-baik.
***
Yesung baru saja membaca sebuah tabloid berjudul, “Lee Ji Eun Diperebutkan Kyuhyun dan Henry”. Seperti yang sudah diramalkan Leeteuk malam sebelumnya setelah pulang dari konferensi persnya Kyuhyun, berita-berita elektronik dan cetak pasti berlomba memasang foto Kyuhyun, Ji Eun dan Henry di halaman judul mereka sebagai hot news. Yesung mendesah pelan. Hari ini ia tidak memiliki kegiatana apa-apa, tapi ia merasa harinya akan menjadi panjang sekali. Pikirannya dipenuhi dengan wajah adiknya, memusingkan bagaimana nasip adiknya, Jong Jin kalau melihat berita ini.
***
“Secantik apakah seorang Lee Ji Eun yang menarik hati dua pangeran Super Junior?” Ibu Jong Jin menggumamkan judul tabloid yang ia pegang. “Jong Jin, Lee Ji Eun ini, Lee Ji Eun kita? Ji Eun kecilku?” Tanya ibunya di meja makan. Mereka bertiga, bersama ayah Jong Jin sedang menikmati sarapan saat tabloid langganan ibunya sampai. Jong Jin yang ditanya hanya mengangguk kecil dan meneruskan makannya.
***
Kyuhyun baru saja selesai mandi saat mendapati Henry yang masih mengenakan piyama sedang membaca tabloid sambil senyum-senyum sendiri di ruang nonton. “Kau gila? Begitu senangnyakah merebut sensasi hyungmu?” Tanya Kyuhyun sedikit sinis melihat tingkah junior satu-satunya itu.
“Bukan, aku senang sekali bisa berlomba denganmu, hyung!” Jawabnya tanpa perasaan bersalah bahkan ia masih memamerkan senyum lebarnya.
“Ini bukan sebuah permainan, adik kecil!”
“Aku kira kau suka dengan permainan, hyung.” Timpal Henry. Semua yang ada di sana, Ryeowook dan Shindong yang ada di dapur, sebelah ruang nonton, dan Sungmin yang berdiri di belakang Kyuhyun hendak masuk kamar mandi diam mematung saat mendengar kata-kata Henry barusan. Mereka bisa merasakan ketegangan antara Kyuhyun dan Henry.
“Paling tidak aku ini laki-laki sejati yang sudah dewasa, yang tidak akan mempermainkan perasaan seorang perempuan!” Seru Kyuhyun membara.
“Kalau begitu, ayo kita lihat siapa yang bisa mendapatkan Lee Ji Eun,” Henry berdiri dari duduknya, “karena aku juga tidak main-main!”
***
Ji Eun sudah bertekad untuk melihat keadaan tokonya pagi-pagi. Karena masalahnya dengan Kyuhyun dan Henry hari-hari ini, tokonya masih diambil alih oleh orang-orang suruhan Kyuhyun. Tapi, Ji Eun benar-benar rindu dengan hewan-hewan di tokonya. Dengan Jibang, dengan Yume cs, hamster-hamsternya itu dan juga dengan Gomo, kucingnya yang berwarna kelabu juga hewan-hewan lainnya. Ia benar-benar merindukan tokonya. Ditambah dengan kenyataan bahwa libur masuk universitasnya hanya tinggal kurang dari tujuh minggu lagi, yang artinya ia hanya memiliki sedikit sisa waktu untuk menjalankan tokonya itu kembali.
Ji Eun menggunakan blus berwarna biru gelap dengan tudung kepala sewarna, ditambah dengan kacamata ungunya juga topi bisbol. Ia benar-benar terlihat seperti pertama kali melihat Yesung menyamar dan bertemu dengannya di depan toko. Ia menuruni tangga rumahnya dan berdiri mematung di depan pagarnya saat melihat seseorang berpakaian hitam dan bertopi sedang berdiri di depan rumahnya.
“Oppa.” Sapa Ji Eun yang lebih mirip dengan gumaman kecil kepada dirinya sendiri setelah mengenali laki-laki berpakaian hitam itu. Laki-laki itu menoleh padanya dan tersenyum manis.
“Akhirnya kau keluar juga, aku kira hari ini kau masih akan mengurung dirimu di dalam.” Ujar Yesung setelah Ji Eun sudah berdiri di hadapannya.
***
Dari kejauhan, Ji Eun melihat banyak orang berjalan menanjak menuju tokonya berada. Ia baru saja akan mengatakan kebahagiaannya pada Yesung melihat tokonya dipenuhi pengunjung dan dalam keadaan sangat baik, tapi apa yang dipikirkannya langsung ia buang jauh-jauh saat melihat apa yang orang-orang itu lakukan pada tokonya. Di masing-masing tangan mereka, mereka membawa papan besar yang isinya menjelek-jelekkan namanya, lalu ada beberapa yang melemparkan tokonya dengan telur, terigu ataupun tomat. Ji Eun merasa sakit hati saat melihat semua itu. Ia baru saja akan maju untuk membela tokonya, supaya tokonya tidak rusak lebih parah lagi sebelum dua orang wanita keluar dari tokonya dan berteriak marah pada mereka. Kedua wanita itu adalah Cho Ara dan Lee Ji Na, kakaknya!
“Unnie?” Gumam Ji Eun bingung melihat kakaknya yang sedang berteriak marah di samping Ara.
“Ji Na?” Yesung yang di sebelahnya juga ikut bergumam. Tapi, belum sempat Ji Eun menoleh pada Yesung, kaget dengan kenyataan Yesung mengenal kakaknya, Yesung sudah berteriak memanggil Lee Ji Na.
“Jong Woon? Jong Woon-ah!” Balas Ji Na setelah melihat Yesung di ujung jalan bersama adiknya. Ia berlari menuju Yesung dan langsung memeluknya.
“Ji Na! Kapan kau datang?” Tanya Yesung setelah melepaskan pelukan Ji Na.
“Baru saja.” Jawab Lee Ji Na. “Kau, oppa! Apa yang membawamu ke sini?” Tanya Ji Na. Sebagai jawabannya Yesung menoleh pada Ji Eun yang masih memasang wajah bingungnya. Sedangkan, di depan Betty Pet Hotel Shop, Ara berdiri mematung masih dikerumuni penggemar-penggemar rusuh yang berbisik satu sama lain melihat kejadian tadi.
“Ah, aku mau melihat kondisi toko, unnie.” Jawab Ji Eun kikuk saat kakaknya menatapnya galak.
***
“Jadi, Ji Eun-ah, bisakah kau jelaskan padaku apa yang terjadi dengan tokoku ini?” Tanya Ji Na menghakimi saat mereka berempat sudah duduk mengelilingi meja segi empat di tengah showroom toko. Keadaan sudah tenang karena sebelumnya Yesung turun tangan membubarkan penggemar-penggemar rusuh itu dan mengatakan ia tidak menyukai mereka yang melakukan hal buruk dan mereka pun bubar dengan cepat.
“Ah, begini unnie,” kalimat Ji Eun mengambang sebentar, ia berpikir keras bagaimana sebaiknya mulai menjelaskan duduk persoalan yang ia alami pada kakaknya, “ada kesalahpahaman dan…”
“Aku menanyakan tokoku, bukan kau, Lee Ji Eun. Tatap mataku!” Seru Ji Na pada adiknya sambil melayangkan kipas lipat miliknya ke atas kepala Ji Eun, tapi sebelum kipas itu berhasil mendarat, kipas itu ditahan oleh tangan Ara.
“Ini bukan salah Ji Eun, ini semua salah adikku.” Ara angkat bicara membela Ji Eun, ia berdiri dengan sikap melindungi Ji Eun.
“Baiklah, aku akan mendengarkan dari awal.” Kata Ji Na akhirnya dan kembali duduk tenang di kursinya. “Apa yang sebenarnya terjadi?” Tanyanya.
Setengah jam kemudian, Ji Eun sudah menceritakan semua kejadian yang ia alami beberapa minggu lalu bergantian dengan Ara. Dimulai dari pertemuannya dengan Kyuhyun, gossip yang beredar sampai insiden konferensi pers dan Henry. Ji Na memenuhi janjinya dengan mendengarkan penjelasan teman dan adiknya itu dengan tenang dan seksama.
“Aku tidak tahu drama apa yang sedang kau mainkan, Ji Eun. Tapi, besok kalau masih ada yang menimpuki tokoku dengan telur dan tepung, aku tidak terima. Aku akan turun tangan.” Putus Ji Na.
***
“Unnie, bagaimana kau bisa mengenal kakakku?” Tanya Ji Eun saat berjalan bersama Ara di trotoar jalan. Mereka hendak membeli alat-alat pembersih, sebenarnya bukan kemauan mereka sendiri tetapi paksaan Ji Na.
“Lee Ji Na. Sulit untuk tidak mengenalnya, dia sangat terkenal di kampus. Meskipun fakultasku dengannya berbeda tapi dia begitu terkenal. Dan begitulah, tiba-tiba aku mengenalnya dan kami berteman.” Jawab Ara.
“Terkenal ya? Kakakku memang sangat berbeda denganku.” Ji Eun mendesah pelan dan langsung menarik napasnya dalam hingga dagunya terangkat.
“Kau? Jangan katakan kau ingin menjadi seorang dokter juga karena kakakmu?” Tanya Ara penuh selidik, ia berbalik sehingga dapat melihat keseluruhan wajah Ji Eun yang mungil. Perlahan Ji Eun menganggukan kepalanya lemah.
“Begitulah, dia begitu bersinar bagiku. Sulit untuk tidak menjadi pengikutnya padahal ia orang yang menyeramkan.” Ujar Ji Eun dengan lemah.
“Itulah kelebihannya, ia begitu menyeramkan.” Timpal Ara membenarkan. Ji Eun menoleh sebentar padanya dan tersenyum mendengar ucapan Ara.
“Tapi, bagaimana kau tahu aku ingin menjadi seorang dokter?”
“Hm, sebenarnya aku menyilidiki semua tentang dirimu dan ya, begitulah.”
“Begitulah apa?”
“Aku berpikir akan sangat bahagia kalau kau benaran menjadi kekasih Hyunie.”
“Apa-apaan kau, unnie.” Ji Eun mendorong bahu Ara yang sedang tertawa geli. “Sudah berapa lama kau mengenal kakakku, unnie?” Tanya Ji Eun setelah hening lama sejak tawa mereka.
“Berapa ya? Mungkin satu atau dua tahun. Entahlah.” Jawab Ara. Dan mereka pun meneruskan perjalanan mereka dengan menggosipkan Ji Na.
***
“Haachi!” Ji Na bersin dengan keras di depan Yesung saat mereka sedang memindahkan kandang-kandang hewan ke sebuah mobil pick up. Rencananya, mereka akan memindahkan hewan-hewan itu untuk sementara agar menghindarkan mereka dari stress atau depresi karena kejadian-kejadian sebelumnya. “Haachi!” untuk kesekian kalinya Ji Na bersin di depan Yesung. “Ah, mianhae, oppa. Aku rasa ada yang sedang membicarakanku, dan sepertinya aku tahu siapa mereka.”
“Mwo?” Tanya Yesung tidak mengerti.
“Ah, anniyo. Bukan apa-apa.” Kata Ji Na sambil mengibaskan salah satu tangannya ke depan.
“Jerry!” Teriak Ji Na memanggil slaah satu karyawan bayaran dari Kyuhyun, “ambilkan air, cepat! Siram jendela depan ini! Baunya sangat menyengat!” Teriaknya lagi.
***
“Hyung! Kau ke rumah Ji Eun hari ini kah?” Tanya Jong Jin dengan napas memburu setelah baru saja masuk ke dalam kamar Yesung tanpa ijin. Yang ditanya hanya mengangguk tanpa membuka matanya, tidak mempedulikan adiknya yang sengaja berlari menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya untuk marah-marah. Yesung masih di atas ranjangnya menyenandungkan lagu theme songnya film kartun terkenal Korea.
“Hei, hyung! Lihat aku! Apa yang kau lakukan? Ingin menyakiti hatinya lagikah?” Tanya Jong Jin menggebu-gebu. Yesung pun mau tidak mau membuka matanya dengan enggan untuk melihat adiknya yang rewel itu.
“Anniyo, aku hanya mengantarkannya ke toko.” Jawab Yesung sambil mengubah posisinya menjadi duduk dan melepaskan headsetnya. “Kau tahu? Lee Ji Na, kakak Ji Eun sudah kembali?” Tanya Yesung mengubah topik sesukanya.
“Jangan mengubah arah pembicaraan, hyung!”
“Aku bukannya berkelit, aku hanya ingin memberitahumu. Apa kau lupa dengan Ji Na?” Tanya Yesung pada adiknya itu yang sedang berusaha mengingat Ji Na.
“Ji Na?” Tanya Jong Jin ulang, ia berpikir sebentar sebelum berteriak kaget. “Ah! Ji Na yang itu? Yang sering memukulku itu?” Yesung mengangguk bahagia lalu kembali tiduran dan memasang headsetnya kembali. “Hyung! Lalu kenapa kalau dia sudah kembali, bukankah itu kabar buruk? Lagipula, kenapa juga kau mengingatnya? Kau mengingatnya sedangkan melupakan Ji Eun waktu itu?”
***
Kyuhyun tersandung sesuatu saat masuk ke dalam kamarnya dan berterika kaget. Seseorang yang terinjak oleh Kyuhyun juga ikut berteriak.
“Ah!Nuna! Apa yang kau lakukan di sini?” Teriak Kyuhyun kesal setelah menyalakan lampu kamarnya dan mendapati kakaknya sedang duduk di samping pintu masuk dengan kedua kaki yang diluruskan. Kaki kakaknyalah yang tadi membuatnya tersandung. Tapi, bukannya menjawab, kakaknya itu malah menenggelamkan wajahnya di lutut yang kini kedua kakinya ia lipat dan peluk erat. Ara mulai terisak.
“Nuna! Separah itukah aku menginjakmu? Sakitkah? Dimana? Nuna, mianhae, aku tidak tahu kau di sana. Mianhae, nuna, sudahlah jangan menangis lagi. Katakan dimana sakitnya?” Tanya Kyuhyun panik mendengar tangisan kakaknya yang tidak berhenti juga. Ia memeluk kakaknya dengan hati-hati dan mengusap kaki kakaknya sambil berujar maaf berulang kali. Padahal bukan kesalahannyalah yang membuat kakaknya menangis.
***
“Unnie, bagaimana kau mengenal Yesung oppa?” Tanya Ji Eun setelah menghempaskan badannya di samping kakaknya yang duduk di ujung ranjang.
“Yesung? Maksudmu Jong Woon? Kau lupa? Dia kan tetangga kita saat di Inchon. Kau sendiri kalau lupa kenapa bisa diantarkan Jong Woon ke toko?” Tanya Ji Na sambil berbalik pada Ji Eun dengan tatapan penuh keingintahuan.
“Ah, aku ingat dia tetangga kita, bahkan bibi pun masih mengingatku, tapi dia sulit mengingatku.” Jawab Ji Eun jujur.
“Dia lupa? Ah, aku percaya itu. Kau lupa dulu kau segemuk apakah?” Ujar ji Na sambil kembali menyisir rambutnya yang panjang. Ujarannya itu dibenarkan oleh Ji Eun yang langsung menoleh pada fotonya ketika kecil di atas meja samping ranjangnya. Gemuk, sangat gemuk, mirip sekali dengan Jibang.
“Ji Eun-ah, manis sekali ikan-ikan ini. Punyamu? Aku baru tahu kalau kau suka juga dengan ikan.” Celoteh Ji Na sambil menghampiri akuarium kecil di kamar Ji Eun itu. Kata-kata Ji Na menyadarkan Ji Eun kembali ke kenyataan.
“Ah, itu. Itu bukan milikku, seseorang menitipkannya.” Jawab Ji Eun seadanya. “Ah, unnie, aku baru ingat!” Tiba-tiba Ji Eun langsung panik mencari ponselnya dan keluar kamar. Ji Na hanya bisa melihat dengan tatapan bingung kelakuan adiknya yang aneh itu.
***
“Henry-ssi! Kapan kau akan mengambil Mae dan Ushiro, hah? Kau kan sudah di Korea!” Seru Ji Eun setelah telepon di seberang diangkat.
“Ah, ya. Aku lupa.”
“Bagaimana bisa kau melupakan peliharaanmu sendiri?” Desak Ji Eun menyalahkan Henry.
“Memang apa yang mereka lakukan padamu, sampai-sampai kau begitu ingin memulangkannya padaku?” Tanya Henry tenang.
“Anniyo, bukan kesalahan mereka, tapi kesalahan tuannya yang membuatku kesal. Lagipula, bukankah lebih baik hewan peliharaan dekat dengan tuannya? Bahkan Mae belum pernah bermalam di rumahmu kan?”
“Iya, iya. Besok aku akan mengambil mereka. Sudah, ya, Ji Eun kecil jangan mengambek lagi.” Ucap Henry mengakhiri pembicaraan. Lalu, hubungan telepon pun terputus.
“APA! Dia memanggilku Ji Eun kecil? Hah, yang benar saja!” Ji Eun berseru-seru sendirian di balkon atas. Tiga anjing keilnya, Guma, Husag dan Waita hanya bisa menatap heran majikannya yang berteriak-teriak sendirian di tengah malam.
***
“Ini!” Ji Eun menyerahkan sebuah akuarium kecil pada Henry yang berdiri di depannya dengan bingung. Ji Eun mengatakannya dengan nada seru.
“Hah? Apa yang kau lakukan?” Tanya Henry bingung. Bagaimana tidak, ia baru saja sampai di depan rumah Ji Eun, memencet belnya dan tiba-tiba Ji Eun keluar dan langsung menyerahkan sebuah akuarium kecil di depan matanya tanpa mempersilahkan masuk atau sekedar basa-basi. Padahal dia baru saja turun dari mobil dan belum sempat melepaskan kacamatanya.
“Ini, ikan-ikanmu!” Jelas Ji Eun.
“Hei, kau jahat sekali, Lee Ji Eun. Bahkan, kau belum mempersilahkan aku untuk masuk.” Protes Henry tidak terima dengan perlakuan Ji Eun yang baginya sangat kejam. Ia baru saja menempuh perjalanan yang mengharuskannya menyetir satu jam penuh untuk sampai ke rumah Ji Eun dari apartemennya di pusat kota Seoul.
“Aku? Jahat sekali? Lalu kau apa? Kau yang jahat! Kau beraninya menggagalkan konferensi pers dan membuatku harus menanggung semua ulahmu ini!” Teriak Ji Eun memperjelas kesalahan Henry.
“Kau, kau ini. Memangnya kau begitu rela untuk menjadi wanita Kyu-hyung?”
“Tidak, tapi kau membuat ini menjadi semakin sulit. Kau tahu itu, hah, Henry-ssi?!”
“Tidak, aku tidak tahu. Aku hanya ingin menyelamatkanmu dari Kyuhyun, harusnya kau berterimakasih padaku!”
“Kalau itu yang kau sebut menyelamatkan, lebih baik kau bukan seorang penyelamat!”
“Hei, hei, Lee Ji Eun. Apa aku mengajarkanmu untuk berteriak-teriak pada tamu di depan rumah?” Tanya sebuah suara yang baru saja menuruni tangga pagar rumahnya. Ji Na sudah berdiri di depan pagar dan melihat pertengkaran adiknya itu dengan seorang laki-laki yang ia tahu bernama Henry dari ucapan adiknya. “Henry-ssi, masuklah.”