"Kamu sudah pulang sayang. Gimana tadi sekolahnya?"
Tanya ibu Tami ketika melihat anaknya masuk.
"You know about that already." Jawab Tami lesu.
"I mean, how about friends?"
"Uhm, well, yeah."
"Uh baby, tell me. What's wrong?"
"I'm tired mom." Tami melangkah masuk ke kamarnya.
Dikamarnya Tami melemparkan tasnya ke lantai dan menghempaskan tubuhnya di kasur.
"Sungguh hari yang begitu menyenangkan." Ucap Tami pelan kemudian menangis.
"I wanna go home." Pekiknya dalam hati sambil menghapus air matanya kemudian tertidur.
***
"Tami-a, bangun sayang. Ada temanmu datang. Woaaaahh anak ibu genit yaa baru beberapa hari sekolah sudah ada namja yang datang ke rumah. Harus ibu apakan namja itu?"
Tami langsung bangun ketika mendengar ibunya berbicara seperti itu.
"Siapa yang datang bu?"
"Heol, denger kata namja aja langsung bangun. Entahlah, ibu tidak kenal dengannya. Dia bilang namanya Boby."
"Boby? Siapa dia?"
"Kalau kamu ga tahu trus kenapa dia datang ke sini? Dia bilang dia temanmu. Apa dia maling dengan modus baru? Eotteoke?"
"Ibuuuuu please jangan mikir yang aneh-aneh deh."
Tami berjalan menuju ruang Tamu. Disana dia menemukan namja yang tadi bertemu di jalan.
"Ooh, jadi kau namanya Boby? Mau minum apa?" Tanya Tami santai.
"Astaga, namja ini lagi! Ya Tuhan tahu darimana dia rumahku? Apa yang dia inginkan. Aduh, tenang Tami tenang. Ada ibu disini."
Tami menenangkan dirinya sendiri dalam hati. Tami mencoba terlihat santai dan biasa saja padahal dia ketakutan setengah mati.
"Tidak usah repot-repot. Aku kesini hanya untuk mengembalikan handphone yang tadi terjatuh ketika bertemu denganku. Dan juga sepatumu."
Ucap Boby sambil mengeluarkan handphone Tami dari saku jaketnya kemudian mengeluarkan sepatu Tami dari tasnya dan memberikannya kepada Tami.
"Thank you. Aku sendiri baru sadar kalau handphoneku terjatuh." Tami berjalan menuju dapur.
Boby mengikuti Tami berjalan ke dapur sambil komat-kamit "Baru sadar? Aneh sekali yeoja ini."
"Hey hey, aku mendengarnya! Lagipula bagaimana kau tahu rumahku?"
"Aku mengikutimu."
"Ohya? Kau memang penguntit yang luar biasa. Bahkan aku pergi ke dapur untuk membawa air untukmu kau mengikutiku"
Boby yang secara tidak sadar mengikuti Tami ke dapur terkejut.
"Uh oh sorry." Ucap Boby sambil berjalan kembali ke ruang tamu.
"Ini minum dulu." Tami menyimpan segelas jus jeruk di meja tepat di depan Boby.
"Thank you."
"Jadi tadi kau mengikutiku?" Tanya Tami penasaran.
"Yup! Kau sudah kupanggil beberapa kali tapi tidak menengok juga. Jadi kuputuskan untuk mengikutimu."
"Ohya? Benarkah? Thank you by the way." Tami memandangi handphonenya yang ternyata layarnya retak.
"Sama-sama. Tapi handphone mu sepertinya rusak. Kau tidak merasa was-was denganku. Hanya bertemu dua kali dijalan dan kau sekarang seperti ini? Padahal ketika bertemu dijalan kau seperti ketakutan setengah mati."
"Seharusnya kau yang was-was. Aku menaruh racun tikus di jus itu."
"Benarkah? Untung aku belum meminumnya."
"Minum saja, kau pasti haus. Soal racun tikus itu aku hanya bercanda."
"Aku kira betulan." Boby lalu meminum jus jeruk yang diberikan Tami. Tami tersenyum.
"Aku hanya memasukan obat tidur, bukan racun tikus."
"Mworagoooooo!!!" Boby terkejut karena sudah setengah gelas jus jeruk masuk ke tenggorokannya.
"Bercanda."
Boby langsung menyimpan jus jeruk di meja. Mengurungkan niat untuk menghabiskannya. Mereka berdua kemudian berbincang-bincang. Awalnya Tami tampak terkejut mendengarkan cerita Boby, tampak juga raut kesedihan di muka Tami. Tapi lama-kelamaan malah tampak menjadi semakin akrab. Mereka berdua bahkan tertawa bersama. Ibu Tami yang sedari tadi diam dan penasaran dikamar Tami kemudian keluar menuju dapur mengambil beberapa cemilan dan menyapa teman baru Tami.
"Hallo Boby, aku ibunya Tami." Ibu Tami langsung mengenalkan dirinya sendiri dan menyimpan cemilan yang dia bawa di atas meja.
"Ohiya Bob, ini ibu aku."
"Hallo selamat sore ibunya Tami. Senang bertemu dengan anda."
"Ibu masih ingat cerita tentang seorang namja yang aku lempar pakai sepatuku?"
Ibu Tami mengangguk tanda mengingatnya.
"Boby kah orangnya?"
"Bukan, tapi Boby lah yang membantu namja itu bangun dan membawanya ke rumah sakit."
"Loh sebenarnya kamu apakan namja itu sampai Boby membawanya ke rumah sakit?"
"Jadi namja itu ceritanya kakaknya Boby. Dan Boby sekarang kesini itu untuk meminta pertanggung jawaban dan akan balas dendam."
"Are you serious?" Tanya ibu Tami menatap wajah Boby dengan muka terkejut. Boby sendiri kaget dengan pernyataan Tami, lebih kaget lagi melihat muka ibunya Tami yang tadinya cantik menjadi tampak mengerikan.
"Tentu saja aku bercanda. Boby mengembalikan sepatu yang kulempar."
"Hah, ibu kaget sekali. Dikira benar mau balas dendam." Ibu Tami mengusap-ngusap dadanya. Tami dan Boby tertawa.
"Baiklah, saya pamit dulu Tante. Ada yang harus saya kerjakan."
"Loh mau kemana, ini cemilannya belum kamu sentuh sedikit pun." Ucap ibu Tami.
"Kau pulanglah, temani kakakmu. Aku juga sebentar lagi ada janji. Terima kasih sudah mengantarkan sepatu dan handphone ku. Sampaikan salamku untuk kakakmu." Ucap Tami sambil tersenyum.
Bobi tersenyum lalu membungkukkan badannya dan pulang.
"Ayo kita siap-siap bu. Bukankah sebentar lagi ayah akan menjemput untuk makan malam."
"Ohiya kau benar sayang."
Mereka berdua pun siap-siap untuk pergi makan malam.
***
"Ayah besok pergi jam berapa?" Tanya Tami kepada ayahnya.
"Ayah berangkat sore."
"Bolehkah besok aku bolos sekolah?" Tanya Tami memelas.
"Tentu saja, TIDAK BOLEH!" Jawab ayah Tami tegas.
"Ayolah ayah. Sehari besok saja. Aku sudah lama tidak bertemu dengan ayah. Tak bisakah kita berkencan walaupun hanya setengah hari? Hari ini meskipun kau ada di korea denganku tapi tetap saja sibuk bertemu dengan rekan kerja. Bertemu denganku hanya sekarang ketika makan malam." Rengek Tami.
"Izinkan saja Tami untuk bolos dan kalian pergilah berkencan." Ucap ibu Tami tersenyum, mengerti keinginan Tami.
"Baiklah. Besok kau boleh membolos dan berkencan denganku. Tapi jangan pernah membolos lagi!" Ayah Tami menyetujui.
"Hihihi terima kasih ayah." Tami menyuapi ayahnya makan.
"Ibu juga ingin disuapi." Rengek ibu Tami. Tami tersenyum kemudian menyuapi ibunya.
"Ibu, kau ikut berkencan dengan kami kan?" Tanya Tami.
"Tidak, kalian berkencanlah berdua. Ibu hanya akan membereskan baju-baju untuk pulang. Bersenang-senanglah." Jawab ibu Tami sambil tersenyum.
"Yakin? Kau tak cemburu padaku?" Canda Tami.
Ayah dan Ibu Tami tertawa mendengar candaan Tami. Mereka menyelesaikan makan malam mereka dengan gembira.
***