Udara pagi ini terasa dingin dan sedikit lembab. Mungkin karena hujan mengguyur Tokyo sejak semalam. Seorang gadis menggeliat diatas kasurnya dan menggulung kembali badannya dalam balutan selimut tebal. Mencari posisi yang nyaman dan kembali tertidur. Matanya yang sedikit terbuka mencoba melihat jam diatas meja, dan baru tersadar seutuhnya setelah satu menit menatap jam itu dengan wajah mengantuk.
“Jam 7? Astaga!!!”
Gadis itu melopat turun dari kasur dan membiarkan selimutnya yang malang terjatuh ke lantai. Segera ia menyalakan laptopnya yang ada diatas meja dan langsung membuka email. Ia sudah janji akan mengikuti ujian online dengan dosennya. Dengan mengandalkan surat sakit, ia berhasil meminta ijin untuk ujian akhir semester secara online. Dan sekarang dia hanya perlu menyelesaikan ujian satu mata kuliah terakhir. Waktu yang dimilikinya hanya sejam, tidak lebih. Dia diberi waktu untuk ujian duluan dari mahasiswa dikelasnya dengan alasan mencegah kebocoran soal.
Tak butuh waktu sejam untuknya menjawab semua soal itu, berhubung ingatannya begitu bagus. Setelah 30 menit mengetik jawabannya, gadis itu keluar dari apartemen satu kamarnya atau yang sering disebut flat untuk mengambil susu yang dipesannya secara langganan. Ia menikmati sarapan sederhananya sambil memperhatikan keadaan diluar dari balik kaca jendela. 15 menit kemudian, ia menekan tombol send. Kemudian jemarinya menggerakkan cursor untuk mengecek email lain. Gerakan tangannya berhenti saat melihat nama-nama orang yang mengiriminya email. Begitu banyak email yang hanya dibacanya saja dan tidak dibalas. Gadis itu menghela nafas dan memutuskan menutup laptopnya.
Kaki jenjangnya melangkah dan tangannya dengan sigap membuka pintu yang menuju beranda apartemen, dan tubuhnya langsung disambut oleh angin yang bertiup sedikit kencang. Ia membiarkan air hujan membasahi wajah dan tubuhnya. Sambil menikmati hujan dengan memejamkan mata, ia tersenyum simpul. Merasa sedikit lebih lega setelah kepalanya dingin.
“Ohayou... Tokyo...” sapanya kepada angin dan hujan.
~~~~~*~~~~~
Sementara itu di Seoul...
Taemin duduk dibangkunya dan menunggu teman yang didepannya mengoper kertas jawaban dan soal kepadanya. Kemudian kelas hening dan semuanya sibuk mengerjakan soal. Taemin menjawab soal dengan enggan dan kelihatan kehilangan semangat. Tidak jauh berbeda dengan Kai, Minho dan Gi Kwang. Sesekali mereka melirik ke bangku kosong yang ada dikelas itu. Sudah 3 minggu gadis itu menghilang dan tidak ada kabar. Bahkan untuk ujian akhir semester yang penting ini pun dia tidak menunjukkan batang hidungnya. Tidak ada tanda-tanda dimana gadis itu berada saat ini. Bahkan dia tidak mengabari ibunya sendiri. Sepertinya ia tidak tahu seberapa kalutnya wanita itu mencari putrinya kesana-kemari, bahkan butiknya terkadang terlantar dan hanya diurus oleh pegawai.
‘Ji Yoon-ah, bogoshipeo...’ Taemin menghela nafas dan menggelengkan kepalanya, mencoba konsentrasi pada kertas dihadapannya.
‘Ji Yoon-ah, kau dimana? Apa kau sehat? Lain kali jangan melarikan diri seperti ini. Aku khawatir denganmu.’ Kai mengetukkan pena miliknya kekeningnya dan berusaha fokus pada soal.
~~~~~*~~~~~
“Moshi-moshi....”
“Moshi-moshi... Maaf, apa saya sedang berbicara dengan Haru Kagami? Saya Ji Yoon, yang pernah anda hubungi.”
“Ah, Ji Yoon... Ya, benar. Saya masih ingat dengan mu.”
“Maaf baru bisa menelepon kembali saat ini. Saya sedang di Tokyo. Apa tawaran yang dulu masih berlaku?”
“Oh, tentu saja.. kita bisa bertemu sekarang. Datang saja langsung ke kantor saya. Masih punya kartu nama saya kan?”
“Ya, saya akan datang kesana hari ini. Arigatou gozaimasu....”
“Baik, saya tunggu...”
Gadis itu menutup teleponnya dan langsung tersenyum sumringah. Ia bisa bertahan hidup di negara orang lain dengan menguasai bahasanya. Tidak sia-sia ia belajar bahasa jepang sejak sekolah dasar. Gadis itu segera membenahi barang-barang penting yang harus dibawanya kedalam tas dan bergegas mandi. Tak lupa ia mengenakan pakaian hangatnya yang terbaik, berhubung kali ini dia akan bertemu desainer terkenal. Tentu saja dia tidak boleh kelihatan tidak mengerti fashion, sementara ia pernah ditawari jadi desainer diperusahaan milik Haru Kagami.
Ji Yoon meraih payung birunya yang tergantung dibalik pintu, dan mengunci pintu flatnya. Ia menuruni tangga flat dengan langkah hati-hati karena ada beberapa genangan air di tangga luar itu. Begitu banyak yang berubah dari penampilan Ji Yoon kali ini. Rambutnya yang biasa ditutupi topi atau di ikat, kali ini digulungnya keatas dan membiarkan sejumput rambutnya tergerai disamping telinganya. Baju hangatnya membungkus tubuhnya dan terlihat begitu pas dengan badannya yang lumayan tinggi. Ji Yoon memutuskan untuk menaiki taksi saja karena belum hapal dengan jalanan di tempat itu.
~~~~~~*~~~~~~
Ji Yoon sedang duduk santai di ruangan milik Haru Kagami sambil menikmati teh hijau yang di suguhkan padanya. Sementara si pemilik ruangan sedang keluar untuk menemui kliennya. Ji Yoon sudah berbincang hampir setengah jam dengannya, dan Kagami, ia sosok yang hangat dan selera fashionnya begitu membuat Ji Yoon mengagumi wanita itu. Karya-karyanya yang dilihat Ji Yoon di ruangan sebelumnya begitu membuatnya senang karena ditawari bekerja disana. Baru kali ini Ji Yoon merasa wajahnya kaku karena terus tersenyum bahagia melihat manekin dengan baju-baju cantik berjejer.
Di butik ibunya, ia tidak pernah merasa sebahagia ini. Karena hanya beberapa baju saja yang sesuai seleranya. Ji Yoon merasa sangat hidup saat melihat desainer-desainer yang terkumpul, berinteraksi dengan hangatnya dan memberi masukan satu dengan lainnya. Saat melihat setelan baju laki-laki yang terlihat dipersiapkan untuk acara khusus, Ji Yoon tidak bisa menahan rasa penasarannya.
“Itu untuk digunakan salah satu artis yang kami sponsori dalam waktu dekat...”
Ji Yoon langsung teringat dengan dua desain baju yang dibuatnya.
‘Seharusnya sekarang dua desain itu sudah menjadi pakaian asli, dan bisa kuhadiahkan pada Minho dan Gi Kwang’ pikir Ji Yoon.
Ji Yoon menoleh saat Kagami masuk keruangannya dan duduk di hadapannya.
“Jadi, kapan kamu bisa bekerja dengan desainer yang lainnya?”
“Tentu saja secepatnya...” mata Ji Yoon terlihat bersinar.
“Besok bagaimana?”
“Tentu saja, saya akan merasa terhormat sekali bisa bekerja ditempat ini.”
“Oke. Besok, jam 10 pagi. Kita semua baru akan memulia pekerjaan jam 10 pagi.”
Kagami berdiri dan menyalami Ji Yoon. Ji Yoon ikut berdiri dan membungkukkan badannya saat menjabat tangan wanita paruh baya itu.
~~~~~*~~~~~~
Kai bersandar di kaca jendela kamarnya yang memperlihatkan pekarangan rumahnya yang tertata rapi. Tapi pandangannya tidak fokus pada bebungaan disana. Yang ada dipikirannya sekarang adalah bagaimana caranya melacak keberadaan Ji Yoon. Akun media sosial yeoja itu tidak pernah di update. Dan itu tentu saja membuatnya semakin khawatir. Kai tiba-tiba merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya dari sana. Nama Taemin tertera di layar dan sedang menghubunginya.
“Waeyo?” jawabnya dingin tanpa mengucapkan salam.
“Kau dimana?”
“Untuk apa kau tahu?”
“Jawab saja, ada yang ingin kubicarakan.”
“Dirumah...”
“Oke, aku akan segera kesana...”
“Wae?”
“Aku tutup dulu...”
Kai langsung menatap kesal layar ponselnya yang sudah gelap kembali.
“Ck.. dia pikir dia siapa seenaknya menutup telepon?”
~~~~~*~~~~~
Minho dan Gi Kwang sedang duduk berdua di restoran pizza tempat mereka terakhir kali bertemu dengan Ji Yoon.
“Kau tidak dengar kabar apapun darinya?” Minho mengaduk coffe late nya.
“Tidak ada... dia benar-benar menghilang.”
“Kau pikir dia baik-baik saja?”
“Kurasa. Ji Yoon bukan yeoja yang lemah.”
“Dia terlalu banyak menyimpan sakitnya sendiri.” keluh Minho.
“Menurutmu kemana dia pergi?”
“Kemungkinannya begitu banyak. Apalagi kalau sudah keluar negeri..”
“Benar juga... ah, apa dia bisa berbahasa inggris dengan lancar?”
Mereka berdua mencoba mengingat hal-hal yang ada di diri Ji Yoon.
“Nilai matakuliah bahasa inggrisnya berapa? Aku tidak sekelas dengannya di mata kuliah itu.”
“Ah, aku ingat.. dia dapat A.”
“Bahasa Jepangnya juga kudengar dari orang-orang di kelas sebelah sangat bagus...”
“Benar, dia mengusai semua itu. Aaa.. Jepang.. apa kau berpikiran sama denganku?”
Gi Kwang terlonjak dari tempat duduknya begitu mendapat pemikiran itu.
“Jepang? Apa mungkin? Dia tidak punya siapa-siapa disitu.”
“Tapi dengan bahasa yang lancar, dia bisa mencari pekerjaan disana kan?”
“Benar, kau pintar juga. Apa kita perlu mengambil liburan di Jepang dan mencarinya?”
Minho memberi saran.
“Tentu saja, kita akan coba mencarinya dari sana...”
“Apa kau punya cukup uang?” ledek Minho.
“Yak! Harusnya aku yang menanyakan hal itu padamu...” protes Gi Kwang.
“Oke.. jadi kita bisa buat rencana yang bagus sebelum berangkat ke jepang.”
“Apa adikmu juga ikut?”
“Yak! Jangan kau pikir kau bisa mengulangi masa lalumu dengan dongsaeng kesayanganku.” Gertak Minho.
“Payah...” sela Gi Kwang.
“Dia sudah melupakanmu...” jelas Minho.
“Tentu saja, itu sudah 2 tahun yang lalu.” Jawab Gi Kwang dengan suara yang seperti datang dari kejauhan karena begitu pelan.
Keduanya kemudian beranjak dari restoran itu sambil memperbincangkan kapan mereka akan ke Jepang.
~~~~~*~~~~~
Kai turun dari kamarnya dan menemui Taemin yang sudah duduk di ruang tamu. Taemin sedang berbincang dengan hyungnya. Noonanya tidak ada dirumah sejak 3 minggu yang lalu, karena harus melanjutkan kuliahnya di Jerman.
“Wae?”
Kai langsung ke topik bahasan setelah ia duduk di sofa.
“Tanya saja hyung..” Taemin menjawabnya dengan malas.
“Ada apa hyung?”
“Soal Ji Yoon. Kurasa ia pergi karena kabar pertunangan itu.”
“Lalu? Hyung tidak akan membatalkannya kan?”
“Hyung sudah berbicara dengan ibunya Ji Yoon. Dia akan menanyakan kesediaan Ji Yoon sekali lagi. Kalau Ji Yoon tidak mau ditunangkan, maka hyung akan membatalkan pertunangan itu dan mencari yeoja lain untuk kalian. Tentu saja dua yeoja, dan kalian tidak ada alasan untuk bertengkar lagi.”
“Hyung... kalau bukan Ji Yoon orangnya, aku tidak bersedia di jodoh-jodohkan. Aku bisa mencari jalanku sendiri.” Protes Kai.
“Nado...” sambut Taemin di akhir kalimat Kai.
“Tapi kalian harus menghargai perasaan Ji Yoon.” Jelas Woo Bin.
“Aku tidak perlu dijodohkan. Aku akan mendapatkan hatinya dengan caraku sendiri.” Jawab Taemin.
“Cihhh... percaya diri sekali... Kita lihat saja siapa yang akan dipilihnya.” ejek Kai sambil memalingkan pandangannya.
“Terserah kalian. Hyung akan tetap dengan rencana hyung dan ibu Ji Yoon.”
Woo Bin bangkit dari duduknya dan keluar dari ruangan itu. Kesepian yang mencekam langsung menyelimuti kedua namja yang masih duduk disana. Setelah menghela nafas untuk meredakan gelegak amarah dalam dirinya, Taemin pun berdiri.
“Aku pergi...” ujarnya tanpa menoleh pada Kai.
Kai hanya diam dan membiarkan Taemin keluar dari ruangan itu.
~~~~~*~~~~~
TBC