“Eomma, makan ini dulu ya. Aku ambilkan obat sebentar.”
Ji Yoon menyodorkan nasi ke hadapan ibunya dan menghilang ke dalam kamar ibunya untuk mengambil obat sperti yang dikatakannya. Tak lama, ia kembali dengan obat di tangan dan ikut duduk disamping ibunya.
“Eomma harus beristirahat...” ujarnya sambil memberikan segelas air.
“Kau akan berangkat kerja?”
“Ne, Eomma dirumah saja. Aku yang akan mengurus butik.”
Senyum kecil mengembang di wajah Ji Yoon.
“Kau tidak apa-apa meninggalkan pekerjaanmu yang di Jepang begitu saja?”
Terlihat raut cemas di wajah ibunya.
“Eomma, jangan khawatir. Aku tidak akan di tuntut. Aku sudah berpamitan. Dan kemarin aku sudah mengatakan kalau aku ada kemungkinan tidak kembali kesana. Dan Kagami memakluminya. Sekarang aku harus menjaga semua butik yang telah didirikan Eomma dengan susah payah dulu. Aku akan membuat Eomma bangga.”
Pelukan kecil langsung diterima Ji Yoon sesaat kemudian.
“Ji Yoon-ah, mianhae... Eomma selama ini terlalu banyak mengekangmu.”
“Eomma, jangan berkata seperti itu.”
“Andai saja eomma dapat memperbaiki semuanya.”
“Ah...” Ji Yoon merenggangkan pelukannya.
“Eomma, apa masih mungkin perjodohan itu dibatalkan?”
“Dibatalkan? Ji Yoon-ah, Eomma akan merasa tidak enak dengan keluarga mereka.”
“Tapi aku akan lebih bersalah karna telah membuat mereka bertengkar. Mereka tidak pernah lagi terlihat akur. Itu semua salahku. Aku tidak mau menyakiti salah satu dari mereka.”
Ibu Ji Yoon tertegun dan kemudian menghela nafas berat.
“Akan Eomma pikirkan lagi.”
“Ahhh, eomma saranghae...” Ji Yoon langsung memeluk kembali ibunya dengan sumringah.
@#@#@#
“Kai, kau sudah bersiap-siap?” Woo Bin tiba-tiba muncul di kamar Kai dan mengagetkan namja itu.
“Ah, Hyung. Kenapa masuk sembarangan?” protesnya.
“Kenapa? Kau sedang menonton film ‘itu’? ” tanya Woo Bin sambil membentuk jari tengah dan jari manisnya menjadi tanda kutip.
“Mwo? Film ‘itu’ apa?” Kai semakin kesal.
“Ya! Bersiaplah, sebentar lagi kita akan ke rumah Ji Yoon.”
“Ke rumah Ji Yoon? Dia disini?”
“Ne, dia sudah pulang sejak seminggu yang lalu. Kau tidak diberi tahu?” Woo Bin mengernyitkan dahinya.
“Apa kita berdua di undang? Ini undangan apa?” Kai merasa heran.
“Semua anggota keluarga kita di undang. Taemin juga. Sepertinya jamuan makan malam. Sebaiknya kau bersiap sekarang.”
Woo Bin menepuk bahu Kai dan keluar dari kamar.
“Ji Yoon di sini? Dan dia tidak pernah memberitahuku? Apa aku sebegitu tidak pentingnya?”
Kai menarik handuknya dari gantungan dengan wajah kesal dan membanting pintu kamar mandi. Ia harus segera mendapat penejelasan.
Sementara itu, Taemin sudah terlihat rapi dan tampan dalam balutan baju casual nya. Ia mengendarai mobilnya menuju rumah appa dan hyungnya sambil bersiul ringan. Ia membelokkan mobilnya dan memasuki halaman rumah.
“Appa... aku datang.”
Taemin memeluk appanya dan merangkul hyungnya.
“Waeyo? Kenapa kau terlihat gembira sekali?” ledek Woo Bin.
“Aku merindukan kalian.”
“Mwoya? Kau salah makan?” Woo Bin mendecakkan lidah dan menyenggol adiknya itu dengan lengan.
“Apa kita berangkat sekarang?” tanya Taemin tidak sabar.
“Tunggu sebentar lagi. Kai belum turun dari kamarnya.”
“Kai? Dia ikut juga rupanya.” Taemin tersenyum kecut.
“Wae? Kalian tidak bertengkar gara-gara hal ini kan?” Woo Bin memandang Taemin penuh selidik.
“Well, ada sedikit percekcokan Hyung. Kau tahu sendiri dia bagaimana.” Jelas Taemin.
“Aku mengenal kalian berdua sejak kecil dengan sangat baik. Ya! Jangan jadikan hal ini merenggangkan kedekatan kalian.” Nasihat Woo Bin.
Sementara ayah mereka hanya mengangguk-angguk kecil tanpa ikut berkomentar.
“Apa hanya aku yang ditunggu?”
Kai menuruni tangga sambil mengancingkan lengan kemejanya.
“Kenapa kau lama sekali Kai?”
Ibunya yang baru keluar dari kamar langsung berkomentar.
“Ahh, Eomma. Eomma sendiri baru siap dandan kan?”
Kai langsung menggelayut di lengan ibunya sebelum komentar lain terdengar.
“Kajja...”
Ayah mereka berdiri dan mereka memasuki mobil beriringan. Woo Bin duduk di bangku kemudi, sementara ayahnya duduk disampingnya. Kai duduk bersama ibunya di belakang, dan Taemin menaiki mobilnya sendiri. Mereka segera berangkat menuju rumah Ji Yoon dan ibunya.
Begitu turun dari mobil, ibu Ji Yoon sudah berdiri di pintu untuk menyambut para tamunya. Ia langsung memeluk wanita satu-satunya di rombongan itu dan mempersilahkan semua tamunya masuk.
“Silahkan duduk. Putri saya baru pulang kerja dan masih ada di kamarnya.”
Mereka semua duduk di ruang tamu sambil berbincang hangat. Hanya Taemin dan Kai yang terlihat canggung. Tak lama, Ji Yoon muncul dan ikut bergabung dengan mereka.
“Ikut aku sebentar.” Bisik Kai padanya.
Kai keluar terlebih dulu, kemudian Ji Yoon menyusul dibelakangnya.
“Ada apa?” Ji Yoon langsung to the point.
“Kenapa kau kembali ke Seoul dan tidak mengabariku sedikit pun?” Kai langsung menumpahkan rasa penasarannya.
“Kenapa aku harus memberi tahumu?”
“Aku datang ke tempatmu untuk berpamitan dan kau tidak ada disana.”
“Aku berangkat pagi buta. Eomma masuk rumah sakit.”
“Dan kau tidak ada niat untuk memberitahuku?”
“Waeyo? Apa kau punya tanggung jawab atas sakit eomma?”
Ji Yoon mengernyitkan keningnya.
Kai merasa frustasi dan langsung memojokkan Ji Yoon. Ji Yoon merasa gugup dengan perlakuan Kai tersebut.
“Apa aku tidak ada artinya bagimu? Apa tidak ada gunanya berbagi denganku?” ucap Kai tetap di depan wajah Ji Yoon.
Ji Yoon memejamkan mata sejenak, dan ia bisa merasakan detak jantungnya semakin kuat. Bahkan terdengar begitu jelas di telinganya.
“Apa kebersamaan kita selama di Jepang tidak ada artinya bagimu?” Kai semakin mendekatkan wajahnya.
Refleks tangan Ji Yoon menahan tubuh Kai tepat didadanya untuk tidak semakin mendekat, atau ia akan mati berdiri di tempat itu karna jantungan. Posisi keduannya bertahan hingga beberapa detik. Sama-sama diam.
“Non, Nyonya memanggil Nona. Makan malam sudah siap.”
Tiba-tiba pembantu dirumah itu memanggil Ji Yoon, sebelum bibi itu masuk kembali kedalam rumah dengan perasaan bersalah karna mengganggu anak majikannya.
“Kita harus masuk sekarang.” Ji Yoon memberanikan diri untuk membuka suara dan mendorong pelan tubuh Kai untuk memberinya ruang bergerak.
Ji Yoon melangkah masuk sambil menghembuskan nafas lega. Ia masih bisa merasakan degupan jantungnya yang menggila. Ia ikut bergabung di meja makan. Dan Kai muncul tak lama kemudian, dengan wajah biasa saja seolah tidak terjadi apapun. Dalam diam, Taemin memperhatikan mereka berdua sambil menggenggam erat sendok ditangannya.
Hidangan penutup sudah dihidangkan, dan Ibu Ji Yoon mencoba meyakinkan dirinya kalau keputusan yang diambilnya sudah benar.
“Jadi begini...”
Semua mata langsung tertuju pada wanita itu. Ia berdehem kecil sebelum kembali melanjutkan perkataannya.
“Soal perjodohan. Saya kira tidak ada salahnya kalau menyerahkan keputusan itu ketangan anak-anak. Sepertinya tidak bijak, jika saya memaksakan kehendak saya pada Ji Yoon.”
“Maksudnya?” Ibu Kai terlihat kurang paham.
“JI Yoon pernah mengatakan pada saya, kalau dia tidak ingin hubungan persaudaraan antara Taemin dan Kai hancur, hanya karna ia harus memilih salah satu dari mereka. Jadi saya ingin menyerahkan sepenuhnya keputusan ini pada anak saya.”
Baik Kai dan Taemin, keduanya terlihat kecewa dengan obrolan itu. Kai mengelap mulutnya, dan Taemin meletakkan garpu pudingnya.
“Jadi maksudmu, perjodohan ini batal?” Ayah mereka angkat bicara.
Ji Yoon tertunduk karna suasana di tempat itu semakin canggung setiap detiknya.
“Maaf, Eommonim.. Saya keluar sebentar.” Kai bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruangan itu.
“Kai-ya...” panggilan ibu Kai mengandung peringatan untuk tidak coba-coba meninggalkan meja itu. Tapi Kai tidak peduli dan tetap keluar.
“Saya akan berbicara dengannya.” Ji Yoon ikut berdiri dan menyusul Kai.
Hati Taemin remuk dalam kesunyian. Ia merasa tidak seorangpun menganggapnya ada saat ini. Bahkan Ji Yoon lebih memilih menyusul Kai keluar.
“Bukan begitu maksud saya, Eonni...” Ibu Ji Yoon berusaha mencairkan suasana[A1] .
@#@#@#
“Kai-ssi...” Ji Yoon mengejar Kai dan menahan tangannya.
Keduanya berdiri di tempat semula, dimana Kai tadi memojokkan Ji Yoon.
“Jadi... Ini maksud jamuan makan malam ini? Seharusnya sudah bisa kuduga. Sejak awal kau memang tidak menginginkan kami. Kau hanya merusak tali persaudaraan ku dan Taemin. KAU MENGANGGAP PERASAAN KAMI BERDUA APA? SAMPAH? TIDAK ADA ARTINYA?”
Kai berteriak marah pada Ji Yoon.
“Kai-ssi, kau tidak mengerti... Aku..”
“Aku memang tidak mengerti. Dan tidak akan pernah bisa mengerti. Kau merusak semuanya.” Kai tidak memberi kesempatan pada Ji Yoon untuk bicara.
“Sebaiknya mulai sekarang kita tidak usah bertemu. Atau aku akan semakin muak dengan sikapmu yang mempermainkan perasaan kami.”
Kai menghempaskan tangan Ji Yoon dan dengan cepat berjalan menuju gerbang rumah Ji Yoon.
“Kai-ssi, tunggu..!” Ji Yoon berlari mengejar namja itu. Tapi Kai sudah hilang ditelan kegelapan.
“KAI-SSI, IJINKAN AKU MENJELASKANNYA. AKU HANYA INGIN KALIAN BERDUA DEKAT KEMBALI.” Ji Yoon berteriak pada gelapnya malam sambil terisak.
Taemin berjalan perlahan dan menepuk bahunya.
“Sebaiknya kau beristirahat. Jaga dirimu baik-baik.” Ucapnya sambil mengelus puncak kepala Ji Yoon. Kemudian ia masuk kedalam mobil dan segera pergi.
“Taemin-ssi, kau marah padaku juga? Sama seperti Kai? Baiklah. Aku memang pantas untuk dibenci.”
Ji Yoon berbalik dan menaiki tangga yang langsung menuju balkon kamarnya. Ia menangis kembali. Untuk kesekian kalinya ia merasa kosong. Bahkan kali ini lebih hampa dari sebelumnya. Ia telah kehilangan orang-orang yang menyayanginya dalam waktu yang bersamaan. Bulu di sayapnya yang selama ini mengangkatnya tinggi dan menjaganya untuk tetap bisa terbang, rontok satu persatu. Dan untuk kesekian kalinya, ia terhempas kedalam lubang yang sama. Lubang kesepian.
GIVE LOVE, LIKE, AND YOUR COMMENT ^_^