Angin dingin yang berhembus dari luar pintu balkon membangunkan Kai yang berbaring di sofa. Ia mengerjapkan matanya sejenak dan mengambil posisi duduk.
“Berapa lama aku tertidur? Ah, pabo. Bagaimana bisa aku ketiduran di saat seperti ini..” keluhnya sambil mengacak rambutnya sendiri.
Kepalanya langsung bergerak mencari keberadaan Ji Yoon. Kosong. Tak ada siapa-siapa di ruangan itu. Sementara suasana diluar sudah semakin gelap. Kai bingung harus bagaimana, langsung pulang, atau menunggu tuan rumah muncul. Kemudian sebuah ide terlintas di pikirannya. Ia meraih ponselnya yang terletak di meja dan berusaha menghubungi Ji Yoon.
“Hya! Kau dimana? Kenapa kau meninggalkanku sendiri disini? Kalau ada yang menculikku dari rumahmu dan kau dijadikan tersangka bagaimana?” cerocos Kai bahkan sebelum Ji Yoon bersuara.
“MWORAGO? KAU SEDANG DIMANA? DIRUMAH JI YOON?!! YAK!! KELUAR DARI RUMAHNYA SEKARANG JUGA...”
Teriakan Taemin dari seberang membuat Kai harus menjauhkan ponsel dari telinganya.
“Kenapa? Kau punya hak menyuruhku pergi?” balas Kai kemudian. “Tapi, kenapa ponsel Ji Yoon bisa ada di tanganmu? Kau sedang bersamanya?” cecar Kai.
“Kau tidak perlu tahu, sekarang juga kau keluar dari tempat itu atau aku akan membawa Ji Yoon ketempatku dan tak membolehkannya pulang.”
“Ashhh... sialannn... aku baru sadar ternyata kau sepicik itu. Arra, aku keluar sekarang. Tapi kau harus segera membawanya pulang.”
“Shireo... kami sedang menikmati kencan kami.” Taemin memutuskan pembicaraan dan menutup telepon lebih dulu.
“YA! Assshhhh... si brengsek ini!!” Kai membanting ponselnya ke sofa, tapi sejurus kemudian ia melihat secarik kertas tertempel di vas bunga yang ada diatas meja.
Aku pergi keluar sebentar untuk membeli makanan,
kalau kau lapar, kau bisa makan roti milikku untuk
mengganjalnya sebelum aku kembali.
Aku akan segera kembali.
“MWOYA IGE??!! KAU BILANG KAU PAMIT BELI MAKAN, TAPI KENAPA KAU SEDANG BERSAMANYA?” teriak Kai pada kertas ditangannya.
“Ah, stress... bagaimana sekarang? Aku pulang atau menunggunya pulang?”
Kai berjalan mondar-mandir untuk mengambil keputusan.
“Ah, sebaiknya aku tunggu disini saja. aku harus meminta penjelasan darinya.” Putusnya sambil kembali menghempaskan tubuhnya ke atas sofa. “Awas saja kalau dia berani berbohong?”
‘ooo... Kai-ssi, kau sedang apa? Kenapa kau bertindak seperti suami yang sedang di bohongi istrinya begini? Memangnya dia milikmu?’ pikirnya dalam diam.
Kai nyaris tertidur kembali saat ia mendengar suara pintu dibuka dari luar.
“Aahh, kenapa kau lama sekali? Aku sudah nyaris mati kelaparan...” protes Kai sambil menoleh. “Yak! Kenapa kau ikut kesini juga?” tunjuknya pada Taemin yang berdiri di belakang Ji Yoon.
“Yak! Kau masih disini? Kau tidak pergi?” pelotot Taemin.
“Yak! Aku membaca pesannya padaku. Jadi aku lebih menuruti perkataannya daripada ucapanmu, pabo...” rutuk Kai.
“Pabo? Kau sadar sedang mengatakan apa padaku?!” Taemin bergerak maju dan langsung dihalangi Ji Yoon.
“Apa kalian bisa tenang? Kalau tidak, silahkan selesaikan urusan kalian diluar.” Tandas Ji Yoon.
Keduanya langsung terdiam. Ji Yoon bergerak menuju pantry dan menuangkan makanan yang dibawanya kedalam mangkok dan piring, lalu meletakkannya diatas meja yang ada di depan Kai.
“Taemin-ssi, kau mau berdiri terus disitu? Ayo duduk.” Ajak Ji Yoon sambil bergerak kembali untuk mengambilkan sumpit dan minum. Dengan wajah kesal, Taemin mendekat dan ikut duduk. Tetapi mengambil jarak dari Kai.
“Geser sedikit lagi. Kalian ini kenapa? Bukannya kalian saudara? Kenapa kalian seperti musuh begini?” heran Ji Yoon.
Taemin menggeser pantatnya hanya sedikit sekali, tapi Ji Yoon langsung mendorongnya untuk lebih dekat pada Kai.
“Tempat duduk kecil seperti ini, kau masih mau bersikap seperti itu? Kau mau menyuruhku duduk di lantai?” protes Ji Yoon.
Taemin dan Kai duduk bersebelahan dalam diam, keduanya memilih bungkam dan makan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Ji Yoon memasukkan makanan kedalam mulutnya sambil menatap keduanya bergantian. Masih heran dengan sikap keduanya.
@#@#@#
Ji yoon membereskan piring kotor setelah keduanya pulang. Ponselnya bergetar, ia langsung mengeringkan tangannya dan membuka ponselnya. Pesan dari Minho.
Yoon-ee.. kapan kau pulang?
Tadi aku dan Gikwang baru dari rumahmu.
Sepertinya kondisi eomma mu sedang tidak baik.
Ia terlihat pucat dan lebih kurus.
Ji Yoon langsung mencari kontak ibunya dan menelepon nomor itu. Tidak dijawab. Dengan kalut, Ji Yoon berusaha menghubungi nomor rumahnya. Baru kemudian terdengar suara yang dikenalnya.
“Annyeong haseyo, ahjumma. Ini Ji yoon.”
“De. Nona dari mana saja? sudah tidak ada kabar begitu lama.”
“Aku baik-baik saja, ahjumma. Apa eomma sudah tidur?”
“Nyonya? Ah, Nyonya sedang di rumah sakit. Tadi teman Nona membawa nyonya untuk berobat.”
“Eomma sakit apa? Apa sudah lama sakit?”
“saya kurang tahu, Nyonya tidak pernah mau berobat. Sakitnya sudah dari beberapa hari yang lalu.”
“Ahjumma, tolong jaga eomma ya. Aku akan segera pulang.”
“Tentu saja , Nona. Saya akan segera menyusul ke rumah sakit. Hanya sedang merapikan baju Nyonya yang akan dibawa kesana saja.”
“Kamsahamnida ahjumma, aku akan segera pulang.”
Ji Yoon menutup telepon dan langsung menyalakan laptopnya untuk memesan tiket penerbangan ke Seoul secepatnya. Kemudian ia mengepak baju-bajunya kedalam koper. Ia mendapat penerbangan jam 4 pagi. Tak lupa ia mengubungi Haru Kagami, atasannya, untuk memberitahu kepulangannya. Itu artinya, Ji Yoon tidak akan bisa menghadiri fashion show yang akan diadakan 3 hari lagi.
Pukul 2:30 pagi, Ji Yoon memesan taksi untuk kebandara. Dan tidak butuh waktu lama, ia sudah ada di bandara dan langsung check in. Sambil menunggu boarding, Ji Yoon duduk di ruang tunggu dan mendengarkan musik dari ponselnya. Tapi dibalik sikap tenangnya, pikirannya sedang kacau karna mengkhawatirkan kondisi ibunya.
Mata Ji Yoon terkunci pada sosok yang dikenalnya. Tapi sejurus kemudian ia langsung merasa marah dan membuang wajahnya ke arah lain.
“bisa-bisanya ia tersenyum bahagia saat eomma sedang sakit.”
Ji Yoon semakin tidak sabar untuk segera masuk ke dalam pesawat. Begitu tulisan boarding terlihat, ia langsung bergegas pergi tanpa menoleh ke arah lain sedikitpun. Pandangannya hanya lurus ke depan.