home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > LOVE IS SACRIFICE

LOVE IS SACRIFICE

Share:
Author : NeciJoiz
Published : 28 Jan 2014, Updated : 08 Nov 2017
Cast : -Kim Jong In a.k.a Kai -Lee Taemin -Im Ji Yoon -Lee Gi Kwang -Choi Minho -Kim Woo Bin -Choi Min
Tags :
Status : Ongoing
10 Subscribes |2802171 Views |28 Loves
LOVE IS SACRIFICE
CHAPTER 12 : EMBRACE YOU

Kai berdiri di dekat pintu kamar Taemin menunggu kepulangan saudaranya itu. Ada hal yang harus dibereskan diantara mereka saat ini juga. Ia melirik arlojinya setiap menit dengan tidak sabar sambil memperhatikan pintu lift tidak jauh dari tempatnya bersandar sekarang. Sudah sejam ia menunggu, tapi Taemin tidak muncul-muncul juga. Dengan kesal dan karna kakinya sudah mulai pegal, Kai memutuskan untuk beristirahat dulu dikamarnya dan akan naik kembali untuk menemui namja itu nanti.

Kai masuk kedalam lift dan menekan tombol 23, lantai tempat kamarnya berada. Kamar Taemin ada di lantai ke 40, lantai paling atas gedung yang merangkap sebagai hotel sekaligus apartemen itu. Ia melangkah segera setelah pintu lift terbuka kembali. Diraihnya kunci kamarnya dan membuka kamarnya tidak sabar. tubuhnya sudah sangat lelah, dan ia tidak sanggup berdiri lebih lama lagi. Ia langsung mengunci pintu kembali, dan menggeser letak koper dan tasnya yang sedikit menghalangi jalan.

Tubuhnya langsung ia lemparkan keatas ranjang empuk berukuran king size itu. Hanya butuh waktu beberapa menit baginya untuk terlelap. Kamar itu langsung hening kembali. Hanya terdengar suara detak bandul jam yang ada diruangan itu menemani tidurnya.

~~~~~*~~~~~

“Wah, kalian sudah datang?” Ji Yoon terlihat sedikit terkejut mendapati ketiga tamunya sudah berdiri di depan flatnya menunggu pemiliknya datang.

“Kenapa kau lama?” tanya Gi Kwang.

“Ada tambahan jam kerja, karna baju yang akan di pakai besok sedikit rusak. Lalu aku belanja sebentar. Mian...” seringai Ji Yoon sambil membuka pintu flatnya.

Mereka melepas sepatu masing-masing dan langsung mencari tempat yang bisa di duduki. Ji Yoon langsung membentangkan tatami -tikar tradisional jepang- untuk mereka duduki mengingat hanya ada dua bangku di flatnya.

“Kalian sudah makan?” ujar Ji Yoon.

Mereka bertiga kompak menggeleng dan membuat Ji Yoon mengulum senyumnya.

“Kita makan diluar saja.” putus Ji Yoon.

“Lalu kau belanja untuk apa?” heran Minho.

“Hanya buah dan beberapa cemilan. Kajja Oppa...”

Ji Yoon bangkit duluan disusul mereka bertiga. Sambil berjalan di udara yang dingin, mereka berdebat tentang menu makan malam hari ini. Ji Yoon hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum mendengar Gi Kwang yang ngotot dengan Tonkatsu dan Kari nya sementara Minho bersikeras dengan Yakiniku dan Nabe -sup khas Jepang yang cocok untuk musim dingin.

“Eonni.. baru kali ini aku melihat Minho oppa dan Gi Kwang  oppa sedekat ini dengan yeoja...” bisik Min Hee disampingnya.

“Jinjja?” Ji Yoon hanya menanggapinya sambil tersenyum.

“Eonni kenal dimana mereka berdua?”

“Waktu hari pertama masuk semeter ketiga di Anyang Art High School. Kami nyaris bertengkar karna memperebutkan bangku yang sama.”

“Siapa? Minho oppa?”

“Ne, kami tidak ada yang mengalah. Aku memang menduduki bangku ketiga di dekat jendela sejak aku di sekolah dasar. Dan ternyata Minho oppa juga merasa kalau bangku yang sama adalah tempatnya.”

“Cihh... sudah kuduga, Minho oppa memang selalu seperti itu. Lalu siapa yang mengalah?”

“Tentu saja Minho oppa, karna Gi Kwang yang sudah menjadi teman dekatnya langsung datang dan menyeretnya ke bangku di barisan tengah. Gi Kwang mengajakku untuk berteman dengan mereka berdua, dan kami bisa seperti ini sekarang.”

“Yak! Ppalliwa.... perutku benar-benar kelaparan...” teriak Gi Kwang yang entah sejak kapan sudah berada jauh bersama Minho.

Kedua yeoja itu langsung tergelak dan berlari menyusul namja kelaparan itu.

Mereka menghabiskan malam bersama dengan penuh canda tawa. Sesekali Gi Kwang memperhatikan Min Hee yang terlihat lebih dekat dengan Ji Yoon. Perubahan yeoja itu terlihat sekali. Minho ikut memperhatikan saat Ji Yoon tertawa lepas, bahkan sampai menyeka airmatanya karena begitu senang.

“Kuharap dia akan tetap seceria ini dan tidak menutup diri lagi...” gumam Gi Kwang

“Nado...” ujar Minho lirih.

~~~~~*~~~~~

“Kau sebaiknya mundur saja. Kami bahkan sudah pernah ciuman. Kau sudah kalah sebelum bertarung...”

Taemin memandang remeh kepada Kai yang berdiri menjulang di depan mejanya.

“Apa katamu?” Kai mengeratkan kepalan tangannya.

“Sudahlah... Sebaiknya kau bersiap untuk acara malam ini. Jangan buat kesalahan, atau appa akan memarahimu. Bersikap dewasa sedikit.”

Taemin bangkit berdiri dan berjalan mendekati Kai.

“Semangat... Masih banyak yeoja lain diluar sana..” Ia menepuk bahu Kai dan meninggalkan Kai yang berusaha menahan emosinya.

Kai mengeratkan kepalan tangannya sampai buku-buku tangannya terlihat memutih. Amarahnya sudah memuncak. Segera diraihnya bahu Taemin untuk menghadapnya kembali. Dan sebuah pukulan  yang tidak di prediksi Taemin melayang kewajahnya.

Taemin meringis sambil mengelus pipinya yang terasa panas.

“Sudah kukatakan. Kau harus bersikap dewasa. Percuma kau memukulku, aku tidak akan marah pada orang yang sedang menunjukkan ketidak berdayaannya.”

Taemin mengusap darah di sudut bibirnya dan membuka pintu, mempersilahkan Kai untuk keluar dari ruangannya.

~~~~~*~~~~~

“Kami bahkan sudah pernah berciuman....”

Kalimat itu terngiang terus di kepala Kai sejak semalam. Bahkan ia tidak bisa tertidur sedikitpun. Ia serasa menjadi pecundang, yang kalah perang bahkan sebelum ia melangkahkan kakinya ke medan perang. Ia baru menemukan senjatanya tapi ia sudah ditebas mati oleh musuh.

“Arggghhhh....” Kai mengusap kasar wajahnya dan kembali menutupi wajahnya dengan bantal.

Sudah jam tiga sore, tapi ia masih belum beranjak dari tempat tidurnya. Bahkan ia melewatkan sarapan dan makan siangnya. Ia hanya mengikuti acara tadi malam dengan setengah hati. Langsung pulang kehotel setelah acara formal selesai. Tidak ada hal yang menarik perhatiannya sehingga ia langsung berpamitan kepada pemilik acara, tentunya dengan memasang sedikit wajah ramah dan mulut manisnya.

“Sialan...”

Lagi-lagi namja itu mengumpat. Dengan kesal ia beranjak dari tempat tidurnya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Ia masih marah dengan perkataan Taemin semalam. Sebaiknya ia mendinginkan kepalanya sebentar dengan jalan-jalan diluar.

~~~~~*~~~~~

Kai masuk kedalam minimarket yang kebetulan dilewatinya dan meraih ramen dari raknya. Langkahnya terhenti saat hendak menuju kasir, ia melangkah kembali menuju rak semula dan meletakkan ramen itu. Ia tidak jadi membelinya. Dengan langkah gontai, ia keluar dari minimarket dan melanjutkan jalan-jalan sorenya. Ia merasa lapar, tapi mulutnya menolak untuk makan.

“Kai-ssi?”

Kai berbalik saat mendengar ada yang memanggilnya.

‘Ji Yoon.’ Pikirnya.

“Sedang apa kau disini? Kenapa langkahmu lambat sekali?”

Ia hanya diam dan memandang datar yeoja itu, persis seperti yang dilakukan yeoja itu dulu padanya.

“Kau kelihatan lemas. Kau belum makan?”

Ia mendengus kesal mendengar nada bicara yeoja itu yang seolah-olah perhatian padanya.

“Kajja... kita makan sebentar.”

Ji Yoon meraih tangannya dan menariknya masuk ke kedai di sampingnya.

“Tadi aku melihatmu diluar, jadi aku keluar untuk memanggilmu...”

Ia mendudukkan Kai di bangku yang berhadapan dengannya.

‘Apa peduliku...’ dengusnya dalam hati.

“Kau mau makan apa?”

“Aku tidak lapar.”

“Eishh... kenapa harus membohongiku. Kau tidak kasihan pada perutmu?” ujar Ji Yoon sambil meraih sumpitnya karna Udon yang dipesannya sudah diantar oleh pelayan kedai.

Kai meneguk ludahnya melihat Ji Yoon yang makan dengan lahap. Akhirnya ia menyerah dan memanggil pelayan, ia memesan ramen porsi besar karna tingkat laparnya yang luar biasa. Ji Yoon hanya menatapnya tidak percaya sebelum kembali melanjutkan makannya.

Kai hanya butuh waktu 5 menit untuk menghabiskan ramen porsi besar yang di pesannya.

“Heol... Tadi kau bilang tidak lapar. Daebakkk....” Ji Yoon menggerutu.

Kai meletakkan duitnya diatas meja dan bangkit berdiri.

“Eodiga?”

“Bukan urusanmu. Sebaiknya kau urus saja calon tunanganmu.”

“Siapa?” Ji Yoon terlihat bingung.

Kai tidak menggubrisnya dan segera berlalu. Ji Yoon buru-buru meletakkan uangnya juga dan berjalan cepat menyusul Kai yang sudah agak jauh.

“Kenapa kau seperti ini? Dulu kau ramah padaku.” Ji Yoon mengekor dibelakang Kai.

“Berhenti mengikutiku...” geram Kai.

“Wae? Kenapa kau terlihat aneh. Sikapmu benar-benar asing.”

“Kau yang berubah, sejak kapan kau peduli pada orang lain?” Kai berbalik dan menatapnya tajam.

Ji Yoon terdiam dan mengalihkan pandangannya.

“Aku... aku hanya ingin... lebih peduli pada orang lain. Kenapa? Salah?” Ia memberanikan diri menatap balik Kai.

“Cihhh.... benar-benar...” Kai berbalik kembali dan melanjutkan langkahnya.

“Kai-ssi... Kau tidak bisa berjalan lambat?” Ji Yoon sedikit berlari untuk menyamai  langkahnya.

“Siapa suruh mengikutiku? Pulang saja sana...” usirnya.

“Wae geure? Apa yang salah denganmu?”

Kai tidak menjawab pertanyaan Ji Yoon lagi dan tetap berjalan. Mereka seperti itu sampai hari beranjak malam. Berjalan dari satu blok ke blok lain, memutar arah dan kembali ke jalan semula. Masuk ke lorong satu dan keluar dari lorong lain.

“Kita dimana?” Kai memandang sekelilingnya.

“Mollayo... Kau yang memimpin jalan. Mana kutahu kita sudah dimana?” Ji Yoon mengedikkan bahunya.

“Aishhhh... Kau memang tidak bisa diandalkan.” Kai menjentikkan jemarinya ke kening Ji Yoon dan membuatnya meringis kesakitan.

Akhirnya Kai berhenti berjalan dan memilih duduk di bangku pinggir jalan untuk mengistirahatkan kakinya yang pegal karna berjalan berjam-jam. Ji Yoon ikut duduk di sebelahnya, masih sambil mengusap dahinya yang terasa panas.

“Aku haus...” Kai kembali berdiri dan menyebrangi jalan sepi saat melihat Yatai –warung pinggir jalan – diseberang sana.

Ji Yoon menggerutu karna Kai tidak memberikannya waktu sedikitpun untuk beristirahat. Tetapi ia berdiri juga dan menyusul Kai.

“Ada makanan juga...”

Ji Yoon yang kembali lapar terlihat sumringah dan memesan makanan. Kai hanya diam sambil menunggu pesanannya.

“Sake juseyo....” ujar Kai pada pelayan yang mengantarkan pesanan mereka.

Ji Yoon menahan tawanya saat mendengar itu.

“Yak! Kau pikir ini di Seoul? Ini Tokyo, kenapa kau memakai bahasa korea?” ledek Ji Yoon.

Kemudian ia membantu memesankan sake dan minuman hangat untuknya sendiri.

Mereka diam dan menikmati makanannya masing-masing. Si pelayan datang dan menaruh minuman mereka kembali. Sebotol Sake milik Kai dan segelas teh hangat milik Ji Yoon. Kai nyaris tersedak dan ia segera meraih minuman untuk membantunya menelan.

“Yak! Itu minumanku...” Ji Yoon meraih gelasnya yang sudah kosong karna dihabiskan Kai.

Kai kembali makan tanpa merasa bersalah, dan Ji Yoon kembali memesan minuman yang berbeda. Saat Ji Yoon selesai makan dan hendak meminum minumannya, tiba-tiba Kai menyambar gelas itu duluan dan menghabiskannya kembali. Karena kesal Ji Yoon meraih botol Sake Kai dan menghabiskannya. Mata Kai terbelalak tak percaya saat melihat wajah Ji Yoon mengernyit saat merasakan sensasi Sake di tenggorokannya, tapi yeoja itu memaksa menghabiskannya untuk membalas kekesalannya pada Kai.

“Yak! Itu minuman beralkohol. Bagaimana bisa kau menghabiskannya dalam sekali teguk?” Kai masih memandangnya tak percaya.

Ji Yoon meletakkan botolnya keatas meja dan menggelengkan kepalanya karena penglihatannya kabur. Kemudian ia menopang kepalanya keatas meja dan berusaha memejamkan mata, merasa kalau itu efek kelelahan.

“Yak! Ji Yoon-ah, kau mabuk?” Kai terlihat khawatir.

“Ani.. Hik... yo...Hik...” Ji Yoon cegukan dan membuat Kai mendengus.

“Yak! Kau tidak bisa minum minuman seperti ini, tapi kau malah menghabiskan satu botol dalam sekali teguk. Kau sudah gila?” Kai menatap kesal Ji Yoon yang masih tertunduk.

“Kau tinggal dimana?” tanya Kai sebelum Ji Yoon benar-benat kehilangan kesadaran.

Ji Yoon menggumamkan alamat flatnya dan menunjukkan kuncinya. Kai meraih kunci itu dan mengantonginya. Kemudian ia membayar pesanan mereka. Segera di naikkannya Ji Yoon ke gendongannya dan berjalan menuju jalan raya untuk mencari taksi.

Tak perlu lama menunggu, taksi pertama yang melintas tidak berpenumpang. Kai meletakkan tubuh Ji Yoon dengan hati-hati di bangku penumpang dan menutup pintu taksi setelah ia ikut masuk. Ia menyebutkan tempat tujuannya dan memperbaiki letak kepala Ji Yoon yang nyaris membentur kaca jendela taksi.

Kai sedikit kewalahan menggendong tubuh Ji Yoon saat harus menaiki tangga untuk sampai ke flat tempat Ji Yoon tinggal. Diam-diam ia menghela napas lega karna nomor flat yeoja itu sudah terlihat. Dengan hati-hati dibukanya pintu dan menutupnya kembali begitu mereka sudah masuk kedalam. Diedarkannya pandangan untuk melihat ruangan yang bisa disebut kamar. Ia melihat ada satu ruangan berukuran sedang dan membuka pintunya. Benar, ini kamarnya.

Perlahan diturunkannya yeoja itu dari punggungnya. Di perbaikinya letak bantal Ji Yoon yang kelihatan membuka mata saat tubuhnya menyentuh kasur.

“Yak! Kenapa mata..hik...mu ini melihatku..hik..begitu dingin...”

Jemari Ji Yoon bergerak menuju matanya.

“Wajahmu ini..hik... kenapa harus se..hik...perti ini? Kau tidak..hik..bisa mengganti..hik..nya?”

Ji Yoon menangkup wajah Kai dengan kedua tangannya dan menggosok-gosokkannya sampai Kai merasa pipinya panas.

“Yak! Apa yang kau lakukan?” bentak Kai gusar karna wajahnya berada begitu dekat dengan wajah yeoja itu.

Ji Yoon melepaskan tangannya dan Kai segera menjauhkan tubuhnya.

“Aku..hik...berusaha lebih baik... hik.. kenapa masih ada..hik... saja yang tidak senang..hik ...padaku..”

Ji Yoon mengusap wajahnya yang tiba-tiba sudah basah oleh airmata.

“Yak! Kau sedang mabuk. Jangan mengatakan yang tidak-tidak. Tidur saja.” Kai menyelimuti tubuh Ji Yoon.

“Bah..hik..kan appaku sendiri ..hik..tidak mau mengingatku...” racaunya lagi.

“Apa hidupku harus lebih..hik..hancur lagi...? apa aku harus benar-benar hancur dulu?”

Kai menatap Ji Yoon dengan pandangan yang sulit diartikan. Baru kali ini ia melihat Ji Yoon sebegitu rapuhnya. Kai bergerak mendekat dan duduk disamping tubuh Ji Yoon. Diusapnya Rambut yeoja itu dengan sepenuh hati.

“Kenapa kau juga ikut..hik... membenciku? Wae? Aku tidak pernah..hik..meminta dijodohkan dengan..hik...kalian berdua... jadi jangan bertengkar kar..hik..karna aku...” Ji Yoon mengusap kembali airmatanya.

“Aku tidak ingin merasa kehilangan lagi. Sudah cukup hik..appa... sudah cukup aku kehilanngannya.”

Kai merasa hatinya diremas. Ada dorongan kuat dalam hatinya untuk merengkuh yeoja ini kedalam pelukannya dan melindunginya semampu yang dia bisa. Perlahan wajah Kai mendekat kewajah Ji Yoon yang sedang menutup mata sambil meracau. Bibirnya menempel dengan lembut di bibir yeoja itu. Air mata Kai menetes di kelopak mata Ji Yoon yang tertutup. Suara gadis itu tidak terdengar lagi. Yang ada hanya isakannya saja dan nafasnya yang teratur.

 

TBC

 

Tinggalkan jejak ya guys.. :)

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK