home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Dreaming - Complex

Dreaming - Complex

Share:
Author : beylicious7
Published : 25 Jan 2014, Updated : 23 Feb 2014
Cast : Fictional Character Park Chan Byul, SHINee MinHo, SJ KyuHyun, EXO Chanyeol, Kai, Luhan, D.O, Thunder
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |12761 Views |1 Loves
Dreaming - Complex
CHAPTER 2 : Deja Vu

Dan kini kami bersama, mengulang masa yang pernah terlewat. Namun kali ini kami bersama agar tak ada lagi yang terlewat

 

***

 

"ayo kejar aku Chan." teriak seorang remaja laki-laki itu.
"chakkaman, aku lelah." ujar seorang gadis remaja terengah-engah.
"kau payah." ucap remaja laki-laki itu lagi, kemudian menghampiri teman gadisnya.

 

***

 

Aku menggeliat merasakan pancaran sinar matahari masuk melalui celah jendela kamarku. Aku bermimpi yang sama dua hari ini.

 

Aku mengedarkan pandanganku ke arah lapangan basket yang tak jauh dari tempatku. Kini aku tengah duduk di taman sekolah dekat kantin, tempat favoritku. Aku sedang melamun sambil menatap langit, entah apa yang sedang aku lamunkan.
Tiba-tiba saja ada seorang namja yang duduk disampingku. Hanya sesaat meliriknya, aku sudah bisa memastikan siapa dia.

 

"apa lagi yang kau mimpikan hari ini?" tanyanya tanpa menoleh kearahku.
"molla, sepertinya tadi aku memimpikan kita. Kita yang dulu. Saling berlari dan mengejar. Sangat lucu." ucapku sambil tetap menatap langit.

 

"kau masih marah?" tanyanya lagi.
"untuk?"
"untuk kepindahanku dulu. Itu keputusan orang tuaku Chan. Aku mencoba untuk menghubungimu, tapi tidak bisa. Mianhae."

 

Kali ini aku menatapnya. Matanya yang sendu yang selalu menenangkanku.
"aku juga pindah Minho-ya. Kau tak perlu merasa bersalah. Itu sudah berlalu, aku tak pernah marah. Lupakanlah."

 

Entah apa yang aku fikirkan saat ini. Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku.

Jika aku harus jujur, haruskah aku mengatakan bahwa aku menunggumu Minho-ya. Setelah kau pergi aku kesepian. Aku berharap kau segera kembali. Namun ketika aku hampir merelakanmu, kau datang lagi.

 

Kami memang masih sangat kecil waktu itu. Usiaku baru 14 tahun. Minho adalah teman kecilku, kami selalu bersama. Hingga akhirnya orang tua Minho harus pindah ke Hongkong. Dan sejak saat itu kami tak pernah lagi bertemu.

 

***

 

"kau tak mau pulang bersamaku Byul?" tanya Yuri kepadaku. Aku menggeleng pelan.


"aku sudah mengirim pesan ke Chanyeol oppa, sebentar lagi dia akan menjemputku."


"jeongmal? Kau tak apa disini sendirian? Minji sudah pulang dengan Suho sedari tadi." ucap Yuri lagi dengan nada cemas. Aku tau sahabatku ini mengkhawatirkanku, tapi aku tak mau merepotkannya.

 

"nde pulanglah Yuri-ah, aku akan baik-baik saja."
"baiklah aku pulang dulu, hati-hati ne."

 

Aku mendengus kesal. Bagaimana tidak, ini sudah hampir jam 6 sore, tapi Chanyeol oppa belum juga datang menjemputku. Aissh, dia pasti ketiduran lagi.
Aku meruntuki diriku karena tidak mempunyai nomor ponsel kawan Chanyeol oppa. Setidaknya jika terjadi seperti ini Kai atau Luhan oppa bisa menjemputku.

Berkali-kali aku menelepon Chanyeol oppa tetap tak ada jawaban. Aku tak mungkin pulang sendiri, naik bus? Aku tak tau harus ke arah mana. Taksi? Jam segini jarang ada taksi yang lewat didepan sekolahku. Bagaimana ini, aku takut.

 

"Chanbyul-ah kau belum pulang?" suara berat Minho berhasil mengagetkanku, meski suaranya tak seberat Chanyeol oppa.

 

"ah ne, aku sedang menunggu oppa ku. Kau sendiri?" tanyaku.
"tadi aku ada pelajaran tambahan."
"oh," jawabku datar, membuat Minho mengernyitkan dahi. Apa ada yang salah dengan ucapanku?

"biar ku antar." aku belum sempat menjawab tapi Minho sudah terlebih dahulu menarik pergelangan tanganku.

 

Minho naik ke atas motornya dan mengisaratkanku untuk naik juga.

"kau tidak membawa helm, berpeganganlah yang erat." ia mulai melajukan motornya cepat.

 

Sejenak aku berfikir, apakah Minho tau rumahku yang baru? Sepertinya tidak, karena baru saja dia melewati tikungan ke arah rumahku. Dasar ceroboh, umpatku dalam hati.

Aku menepuk bahunya mengisaratkan untuk berhenti sejenak.


"ada apa?" tanyanya polos.


"apa kau tau dimana rumahku? Bukankah aku sudah mengatakan bahwa aku pindah rumah."

Minho tesenyum lebar menampakan jejeran gigi rapinya.

 

"aku lupa menanyakannya, hehe mian."

 

***

 

Aku turun dari motor Minho sambil sedikit oleng. Tentu saja dia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi karena takut ini sudah terlalu petang.

 

"gomawo Minho, kau tidak mau mampir?" tanyaku pada Minho yang baru saja melepas helmnya.

 

"lain kali saja. Masuklah dan rapikan rambutmu." Minho terkekeh. Pantas saja, rambutku sangat kusut dan berantakan karena terkena angin.

 

"ini karenamu!"
Aku memukul bahunya pelan.

 

"apa kau pulang ke rumahmu yang dulu?" tanyaku lagi pada Minho.

"ani, appa ku sudah menjualnya ketika kami pergi. Sekarang aku tinggal dirumah haraboji. Kau masih ingat kan?"

"ne, tentu saja. Kita sering bermain disana dulu."

 

Kami saling tersenyum ketika mengingat masa itu. Kami sangat dekat karena dulu kami bertetangga dan selalu satu sekolah, bahkan satu kelas.

 

***

 

"aku pulang." ucapku seraya melepas sepatuku.

"dari mana saja kau, kenapa baru pulang?" suara berat itu dapat ku kenali pasti suara Chanyeol oppa.


Sekarang dia tengah berdiri sambil berkacak pinggang di depanku. Kenapa dia marah, harusnya aku yang marah. Bagaimana bisa dia mengabaikan yeodongsaengnya ini.

 

BUG!

 

Ku lemparkan buku tebalku. Dan tepat sasaran mengenai kepala Chanyeol oppa. Biarlah, agar otaknya bisa sedikit bergeser.

 

"YAK! Kenapa kau melempariku buku? Aku ini oppa mu!!" bentak Chanyeol oppa padaku sambil mengusap kepalanya yang menjadi pendaratan bukuku.

 

"harusnya aku yang marah karena kau sudah menelantarkanku!" aku tak mau kalah membentak.

 

"maksudmu?" ucap Chanyeol oppa mengernyitkan dahi. Dia semakin terlihat bodoh jika begini. Ya Tuhan bagaimana bisa aku bisa memiliki oppa sepertinya.

 

"aku menunggumu di depan gerbang selama 45menit oppa. Aku terus menghubungimu, tapi tak ada jawaban. Apa itu bukan menelantarkan namanya? Bagaimana jika ada yang menculikku hah?!"

 

Kali ini Chanyeol oppa yang menoyor kepalaku dengan jari telunjuknya.

"siapa yang mau menculik gadis cerewet sepertimu. Kalaupun ada mereka pasti akan segera melemparmu ke sungai Han karena pusing mendengar teriakkanmu." aku memanyunkan bibirku, membuat Chanyeol oppa semakin tertawa lebar.

 

"dan ya apa kau lupa, handphoneku masih belum ku temukan sejak semalam. Kenapa tidak menghubungi Luhan atau Kai saja."

 

"aku tak menyimpan nomor mereka. Sudahlah aku lelah aku ingin tidur!" aku berjalan menaiki tangga menuju kamarku di lantai dua, dan aku bisa mendengar kekehan teman-teman Chanyeol oppa dibawah. Dasar menyebalkan.

 

Aku dan Chanyeol oppa hanya tinggal berdua. Orang tua kami tinggal di Jepang untuk mengurusi perusahaan disana sejak aku lulus SMP. Sebenarnya umma menyuruhku untuk ikut ke Jepang, tapi aku menolak. Alasan utama adalah karena aku tak mungkin meninggalkan Chanyeol oppa di Seoul sendirian. Bisa-bisa rumah ini hancur karena ulahnya dan kawan-kawannya.

Sekarang saja rumah ini sudah seperti markas bagi mereka untuk berkumpul, bermain ps, dan entahlah apalagi yang mereka lakukan. Terlebih setelah appa membuatkan studio band. Mereka berlima semakin betah disini.

 

***

 

Aku keluar dari kelasku bersama Minji sahabatku. Namun ketika kami baru melewati perpustakaan tiba-tiba Minho muncul dan membuat kami terkejut. Kenpa namja ini jadi sering mengagetkanku.

 

"ku antarkan pulang ne? Aku ingin mengajakmu jalan-jalan, sudah lama bukan." tanya Minho sambil tersenyum lebar.

 

"kau tak keberatankan jika aku mengantar temanmu ini agasshi?" tanya Minho lagi kini kepada Minji. Minji hanya mengangguk pasrah. Dan lagi-lagi Minho langsung menarikku paksa.

 

***

 

"apa kau menyukainya Chan?"

 

Aku tak menjawab pertanyaan Minho, aku lebih terfokus menikmati indahnya pemandangan kota dari atas bukit ini.

Di bukit ini dulu aku dan Minho sering menghabiskan waktu bersama. Bermain dan berlarian seperti yang ada dalam mimpiku kemarin. Ini seperti deja vu.

 

"kau tau Chan, selama aku di Hongkong aku selalu merindukanmu. Mencari tau tentangmu. Memikirkan apa yang sedang kau lakukan. Aku ingin selalu ingin kembali ke Seoul untuk bertemu denganmu. Aku sangat merindukanmu."

 

Minho menarik jemariku dan menggenggamnya. Aku masih terpaku dan mengalihkan pandanganku.

 

"kini aku telah kembali untuk menepati janjiku. Dan.. untuk memintamu menjadi yeojachingu ku."

 

Kali ini mata kami saling bertemu. Sejenak aku terdiam mengagumi indah manik mata coklatnya yang berkilau, yang aku temukan hanya kejujuran.

“aku berjanji, aku tak akan meninggalkanmu lagi. Kita akan selalu bersama seperti dulu.”

 

Benarkah semua ini? Apa aku tidak bermimpi?

Minho kembali seperti yang telah ia janjikan dulu. Dan kini kami bersama, mengulang masa yang pernah terlewat. Namun kali ini kami bersama agar tak ada lagi yang terlewat.

Kali ini ku mohon biarlah seperti ini, bersamanya lebih lama.

***

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK