Pengawal Choi memandang jam tangan klasiknya. Tidak kurang dari lima belas jam lagi dan karirnya akan berhenti. Sudah beberapa tempat ia datangi untuk mencari Yuri. Ia pikir Yuri tidak akan bisa pergi jauh karena menurutnya Yuri hanyalah gadis manja yang tidak tahu jalan. Wajar saja, seumur hidupnya ia selalu diantar sopir dan didampingi pengawal-pengawalnya. Ia pasti tidak tahu caranya naik kendaraan umum, bahkan cara membeli tiket kereta.
Namun rupanya pemikiran itu terbantahkan. Pengawal Choi mulai ragu kalau Yuri memang sebodoh itu. Bagaimana kalau sekarang Yuri sudah sampai di Jepang? Bagaimana kalau kemungkinan paling buruk terjadi, penculikan misalnya. Kalau itu terjadi maka bukan hanya karirnya saja yang berhenti, mungkin hidupnya juga akan berakhir di penjara.
Pengawal Choi membanting handphone miliknya. Ia sudah menunggu telpon dari Yuri dengan gelisah namun tak berguna sama sekali. Ia lalu memandang ke sebuah handphone lain di sebelahnya, handphone Yuri yang dibuang di tempat sampah.
“Berpikirlah dengan tenang...,” ujarnya sambil memejamkan mata. “Semoga orang itu bisa membantu,” batinnya, lalu segera memacu mobilnya menuju suatu tempat.
XXX
Satu pukulan melesat cepat. Pria itu memandangi sampai mana bola kecil yang ia pukul itu melambung. “Tidak buruk,” ujarnya sambil tersenyum lalu duduk di sebuah kursi tepat di belakangnya. “Ingin minum sesuatu?” tanya seseorang disampingnya.
“Tidak,”
“Anda pasti lelah setelah pulang dari Jepang semalam, kenapa sudah bermain golf ?”
“Iya aku memang lelah, tapi olahraga ini tidak melelahkan sama sekali, bahkan membosankan. Kau harus mencobanya,” ujarnya dengan santai sambil memainkan handphonenya. Orang di sebelahnya tersenyum saja, memandangi tuannya itu.
“Sebenarnya ada yang ingin menemui Tuan, tapi sepertinya Tuan tidak ingin diganggu,”
“Oh ya? Siapa? Biarkan saja,”
Pelayan tua itu menoleh ke belakangnya dan memberi kode pada seseorang di sana. Pria itu lalu ikut menoleh ke arah yang sama. “Oh... kau kan?”
XXX
“Ada perlu apa kau harus menemuiku?” pria itu lalu duduk berhadapan dengan Pengawal Choi. “Ini soal Yuri, apa dia bersamamu? Atau kau bertemu dengannya kemarin?”
Pria itu terkekeh. “Yuri? Aku bahkan tidak bisa bicara dengannya sejak kau menjadi pengawalnya. Memangnya apa yang terjadi? Apa dia kabur darimu?”
Pengawal Choi tidak menjawab.
“Jangan tanyakan tentang dia padaku, kami sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi,... soal itu, mungkin kau sangat mengetahuinya,” tambahnya.
Pengawal Choi tidak mau menanggapi pernyataan yang terkesan menuduh itu. Ia bangkit dari tempat duduknya. “Tuan Lee, terimakasih telah membantuku. Aku pamit,”
Pria bernama Lee Seung Hyun itu hanya menatap kepergian Pengawal Choi.
XXX
“A, aku bisa memainkan piano ini lagi..., aku bisa mengingatnya lagi,” katanya sambil menatap kedua tangannya dengan takjub. Baru kali ini Yuri melihat Ji Yong tersenyum senang dan bahagia. Apa ia sudah gila, terkadang marah tapi tiba-tiba bisa tersenyum gembira seperti anak kecil.
“Kau ke,kenapa...?” Yuri semakin takut.
“Kau tidak kan mengerti...,” Ji Yong kembali murung, namun jari-jarinya masih lihai memainkan tuts piano itu. Yuri mulai tenang, setidaknya Ji Yong sudah kembali seperti semula. Yuri memilih diam dan kembali duduk di sofa, membiarkan Ji Yong terlarut bersama pianonya. Mungkin sudah lama dia tidak memainkan itu, pikir Yuri.
Ji Yong menyudahi permainannya. Dia lalu duduk di sofa itu, di samping Yuri. Yuri sebenarnya mulai gugup lagi, namun ia berpura-pura tenang dan melihat ke arah lain.
“Terima kasih,” ujar Ji Yong pelan, ia juga tak mau menatap Yuri. “Walaupun ini tidak akan mengurangi hutangmu, tapi untuk kali ini aku berterimakasih padamu,” Ji Yong tersenyum pada Yuri untuk pertama kalinya.
“Hah, untuk apa? Aku bahkan tidak melakukan apapun,” Yuri bingung.
“Sudahlah lupakan, aku harus bekerja lagi, ambilkan jaketku di ruang itu!” perintah Ji Yong yang kini sedang membaca jadwal kegiatan yang tersusun rapi di handphonenya. Rupanya ia telah kembali menjadi Ji Yong yang galak seperti sebelumnya.
“Kerja apa? Kupikir kau sudah tidak laku lagi. Hey, apa kau lupa, kamu kan belum mandi! Dasar jorok!”
“Tidak mandi pun aku sudah tampan, cepat sana!”
Yuri berjalan menuju ruang wardrobe Ji Yong, membuka lemari, dan mengamati baju-baju yang tergantung di sana. Yuri mengamati koleksi Ji Yong di situ. “Lumayan juga seleranya meskipun ini murahan, tapi jaket apa sih yang dia maksud?” Yuri mencari-cari, dan beberapa saat kemudia ia mengambil jaket hitam dari bahan kulit yang tergantung di situ. Ia tercenung sesaat, teringat sesuatu.
XXX
Yuri mengikuti Ji Yong hingga ke mobilnya dan kini sudah dalam perjalanan menuju stasiun TV untuk sebuah interview. Sambil memandang ke jalan, Yuri tersadar kalau ia belum mandi sejak kemarin. Sebenarnya dia merasa tidak nyaman, tapi situasi ini membuatnya harus pasrah. Ia pun gelisah sejak tadi dan tidak mempedulikan Ji Yong.
“Masih jam 9 pagi,” Ji Yong memecah kesunyian, namun tetap serius menyetir.
“Apa?“ Yuri terkesiap.
“Aku tidak bicara denganmu,”
Yuri mendengus kesal dan memandang ke jendela samping lagi. Keadaan kembali sunyi.
“Tak perlu memikirkanku seperti itu, lihat wajahmu jadi aneh,” goda Ji Yong.
“Untuk apa aku memikirkanmu? Memangnya aku sudah gila?”
“Hey, aku ini artis terkenal!”
“Aku tidak pernah melihatmu di TV, dan jaket hitammu itu membuatku semakin muak melihatmu tahu!”
“Ha? Kenapa dengan jaket ini?”
“Lupakan, bukan urusanmu,” dan Yuri kembali tercenung menatap ke luar.
XXX
Yuri sebenarnya teringat peristiwa beberapa saat yang lalu, mungkin sudah agak lama terjadi, tapi rasanya tetap saja seperti baru kemarin. Yuri masih mengingatnya dengan jelas dan membuat sesak pikirannya.
Saat itu, di bulan September yang ceria, Yuri seperti biasa sedang berada di mobil mewahnya sambil menuliskan sesuatu di buku agenda berwarna biru muda yang tidak pernah lepas darinya itu. Pengawal Choi hanya memandangi Yuri dari cermin di hadapannya. Ia masih sibuk menyetir.
“Apa bagus seperti ini? Mmm... tidak, tidak, begini saja, nah,... ”
“Ya?” sahut pengawal Choi.
“Aku tidak bicara denganmu!” Yuri ketus dan melanjutkan aktivitasnya. Pengawal Choi diam saja dan tidak menanggapi lagi.
Akhirnya mereka berdua sampai di butik milik Yuri. Yuri memang masih berstatus siswa di sebuah institut mode, tapi karena kekayaannya dia sudah membuka butik sendiri. Di sana adalah tempat Yuri biasa bekerja, ya setidaknya Yuri pernah bekerja juga.
“Sepertinya toko ini tutup?” Pengawal Choi bicara sendiri. Yuri mendengarnya tapi tidak terlalu mempedulikan. Walaupun sudah mempunyai butik sendiri tapi sebenarnya Yuri tidak terlalu serius menjalankannya. Butik ini serasa seperti kamar keduanya saja daripada sebagai tempat bisnis.
Selama beberapa bulan itu Yuri sibuk bekerja di butik, siang dan malam, hingga seringkali tidak pulang ke rumahnya. Pengawal Choi yang setia bahkan harus menunggu hingga larut malam sehingga ia tahu apa yang sedang Yuri kerjakan di sana.
Yuri sedang menjahit!
Sebagai seorang putri yang sangat manja sebenarnya Pengawal Choi merasa heran mengapa Yuri mau melakukan itu. Yuri memang seorang designer tapi ia bisa saja menyuruh asistennya untuk mengerjakan itu semua, namun kali ini berbeda. Yuri mengerjakan rancangannya sendirian, di butik yang tutup karena dikelola asal-asalan itu.
Sudah pagi. Yuri tertidur di meja kerjanya. Ruang kerjanya terlihat berantakan dan kotor. Pengawal Choi tidak tega membangunkan Yuri yang terlihat kelelahan itu, tapi bagaimana lagi, kalau tidak dilakukan bisa seharian ini mereka berada di sana.
“Nona, bangun, sudah siang, kita harus pulang,”
Akhirnya Yuri terbangun. “Ah, aku masih ngantuk dan sudah pagi saja!” keluhnya.
“Sepertinya nona terlalu bekerja keras, tolong jaga kesehatan nona,”
“Sejak kapan kau jadi cerewet! Memangnya kau ibuku?” ujar Yuri tanpa memandang Pengawal Choi yang menahan diri untuk tidak marah. Yuri berjalan menuju sebuah kotak dari karton yang sudah ia siapkan. Benda itu sudah terbungkus rapi. Ia tersenyum sendiri. Setidaknya sekali dalam seumur hidupku aku pernah melakukan hal yang berguna, pikirnya.
“Bagaimana? Apa kita akan pulang sekarang?”
“Tidak, aku harus ke tempat itu, antarkan aku,”
Pengawal Choi menurut saja. Selain bekerja sebagai bodyguard, rupanya ia lebih berfungsi sebagai sopir.
XXX
Siang yang sibuk di kantor sebuah perusahaan ternama. Begitu juga di salah satu ruangan di sana, milik seorang direktur pemasaran. Ia sibuk membaca file-file yang sedang diserahkan salah satu bawahannya. “Baguslah, proyek kita berjalan dengan sukses sejauh ini,” ujarnya sambil meminum secangkir kopi.
“Terimakasih,”
“Nanti malam kalian semua akan kutraktir makan, “ pria itu tersenyum lagi. Ia meletakkan kertas-kertas itu di meja, di sebelah papan yang bertuliskan namanya, Lee Seung Hyun.
“Benarkah? Haha, oh ya ngomong-ngomong, kenapa dia tidak pernah terlihat di kantor ini lagi?” pria itu berbisik.
“Siapa?”
“Nona Yuri, tunangan anda?”
“Oh... itu? Biar saja, anak manja itu hanya akan menyusahkan kita saja nanti! Dia sukses hanya karena kekayaan ayahnya, dan kau tahu, pertunangan kami hanya pertunangan bisnis,...” tuan Lee tersenyum sinis.
“Semua orang tahu dalam dunia bisnis terkadang kita harus menjalani itu, hahaha,”
“Pokoknya kau siapkan semuanya, biar aku yang membayarnya,”
“Baiklah,” pria itu lalu mohon diri untuk kembali ke ruangannya.
Baru saja menutup pintu, namun seseorang yang berdiri di samping pintu mengejutkan pria itu. “No, nona Yuri? Anda ingin menemui Tuan Lee? Akan kuberi tahu...,”
“Tidak perlu,” Yuri mencegahnya masuk kembali.
“Sekretaris Park, tolong jangan beritahu Tuan Lee kalau aku datang ke sini, kumohon.” Yuri menatap pria itu dengan serius. “B, baiklah,” pria itu menurut dengan takut-takut.
XXX
Yuri pulang ke rumahnya bersama Pengawal Choi yang sedari tadi bersamanya. Ia diam sepanjang perjalanan, sama seperti Pengawal Choi yang sibuk menyetir mobil. Sesampainya di rumah, Yuri sudah mulai memaki para pelayan di sana. “Mengepel lantai seperti ini saja tidak bisa! Apa perlu kuajari caranya!” bentak Yuri.
“Nona Yuri, sebaiknya anda kembali ke kamar,” pengawal Choi berusaha menolong pelayan tidak bersalah itu dari amukan Yuri. “Kenapa lagi nenek sihir itu? Sejak Tuan Young Bae pergi dia selalu saja seperti ini, ” keluh si pelayan.
“Dia hanya lelah, biarlah,” ujar Pengawal Choi pada pelayan itu.
Yuri telah masuk ke kamarnya. Ia masih terlalu kesal dengan apa yang didengarnya barusan di kantor Seung Hyun. Tak ada kata-kata yang dapat menjelaskan semua itu. Ia hanya merasa marah, itu saja. Semua yang ia kerjakan dengan tulus seperti terbuang sia-sia, dan itu membuatnya sakit. Yuri membanting buku-bukunya ke lantai. Mengacak kamarnya sendiri seperti orang kesetanan.
Pengawal Choi yang berada di depan pintu kamar Yuri mendengar itu semua. Ia sangat khawatir dengan keadaaan Yuri, ia takut kalau Yuri sampai melukai dirinya sendiri. Pengawal Choi lalu memberanikan diri masuk ke sana.
Saat itu Yuri sudah duduk sambil memeluk lututnya di lantai di tengah kamarnya yang berantakan. Terdengar isak tangis di situ. Yuri sudah membenamkan wajahnya sehingga tidak menyadari Pengawal Choi sudah berada di sana.
Pengawal Choi memandang sekeliling kamar yang sudah hancur berantakan. Para pelayan jika tahu akan hal ini pasti akan mengeluh lagi karena harus merapikan ini semua. Pengawal Choi mencoba mendekati Yuri. Di sebelahnya, tergeletak sebuah kotak yang tadi Yuri bawa. Bagian penutupnya sudah terbuka sedikit. Karena penasaran Pengawal Choi melihat isinya. Sebuah jaket hitam yang nampak elegan terlipat rapi di dalamnya. Bukankah ini yang dulu dikerjakan Yuri hingga larut malam dan pagi menjelang? Terdapat kertas kecil di situ dengan sebuah tulisan tangan, “Happy Birthday J”.
“Jadi kau ingin memberikan ini padanya?” tanya Pengawal Choi pelan. Yuri yang masih terisak tidak mau menjawab. Pengawal Choi menghela nafas dalam-dalam. Ia merasa kasihan pada nona yang sebenarnya menyebalkan itu. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Pengawal Choi lalu hanya memeluk Yuri untuk menenangkannya.
XXX