Malam yang sama, di tempat lain.
Ji Yong memarkir mobilnya di depan sebuah rumah besar bergaya tradisional dengan halaman yang luas dan pagar yang tinggi. Rumah yang sudah lama sekali tidak ia lihat. Ia benar-benar menyiapkan nyali besar untuk bisa datang ke tempat itu. Ia berharap ini tidak terlalu malam untuk bertamu.
Seorang wanita berambut hitam panjang membuka pintu, ia terkejut sekali melihat siapa yang kini berdiri di depannya.
“Ji, Ji Yong?”
“Kakak, lama tidak bertemu,”
XXX
Ji Yong tertunduk lesu di ruangan itu. Ruangan yang sebenarnya sangat ia kenal. Bahkan aroma di sana pun masih sama.
“Dasar anak nakal! Setelah berbuat onar di mana-mana kau baru pulang ke rumah!” seorang wanita paruh baya terlihat sedang memukulkan semua buku, koran, majalah, dan apapun yang tadi masih tersusun rapi di sana. Sementara Ji Yong hanya bisa diam, pasrah apa saja yang akan Ibunya lakukan padanya.
“Ibu, sudah, jangan pukuli dia lagi,” Da Mi menghentikan tangan Ibunya.
“Biar saja, rasakan ini anak nakal!”
“Ibu yang penting Ji Yong sekarang sudah kembali kan?” Da Mi terus berusaha.
Wanita itu terdiam sejenak, lalu tanpa suara ia meninggalkan ruangan itu.
XXX
“Sepertinya Ibu sangat membenciku,” Ji Yong baru berani membuka suara setelah hanya berdua dengan kakaknya.
“Tidak Ji Yong,”
“Kesalahanku memang tidak terampuni,”
“Ji Yong kumohon jangan bicara begitu,”
Sudah hampir lima tahun berlalu sejak Ji Yong meninggalkan rumah karena Ayahnya menentang keinginan Ji Yong untuk bergelut di bidang musik. Bahkan ketika Ayah Ji Yong pergi untuk selamanya, Ji Yong juga tidak pulang karena kesibukannya dengan The Dragons sebagai band rock paling terkenal saat itu.
Tapi sejak itu pula The Dragons mengalami masa keterpurukannya. Salah satu personil The Dragons meninggal karena overdosis, dan yang lain tertangkap karena kasus mariyuana. Semenjak itu The Dragons dianggap sebagai band yang memberi contoh tidak baik bagi masyarakat. Haters mereka pun semakin banyak, sama banyak dengan fansnya.
Hal itu bertambah buruk ketika Ji Yong bertengkar dengan personil lain yang masih tersisa, dan akhirnya The Dragons resmi bubar, menyisakan Ji Yong yang kini bersolo karir.
“Ibu tidak membencimu,” Da Mi meyakinkan Ji Yong. Ia membuka lemari kecil tak jauh dari sana sambil membawa banyak barang di tangannya.
“Ini albummu sejak di The Dragons, bahkan Ibu punya poster-postermu,” Da Mi menjelaskan. Ji Yong semakin tidak percaya melihat semua itu. Semua albumnya berisi lagu-lagu rock, yang sepertinya orang tua tidak akan ada yang menyukainya.
“Ibu melakukan ini untuk meyakinkan Ayah agar membiarkanmu menjadi musisi, ya aku tahu Ayah tetap tidak menyukainya, tapi,...”
Ji Yong tidak menangggapi lagi. Ia segera berdiri dan meninggalkan kakaknya di ruangan itu.
Ji Yong membuka pintu kamar itu keras-keras. Ia tidak peduli pintu itu akan terlepas, ia hanya ingin menemui Ibunya saat itu juga.
“Ibu,... maafkan aku,” kata Ji Yong pada wanita yang belum bisa berhenti menangis sejak tadi.
“Ji Yong-ah..” lirih wanita itu pada Ji Yong dihadapannya.
“Maaf, ini memang salahku. Aku mementingkan hidupku sendiri dan meninggalkan rumah. Hukumlah aku! Aku tidak peduli!” teriak Ji Yong.
Wanita itu tidak bicara lagi, ia kemudian meraih Ji Yong dalam pelukannya yang hangat.
“Ibu...?” lirih Ji Yong yang berusaha keras menahan air matanya agar tidak jatuh.
“Jangan pergi lagi nak,...”
“Oh?”
“Berjanjilah pada Ibumu ini,”
“A, aku berjanji,” kali ini Ji Yong benar-benar tidak berhasil menahan air matanya yang sudah membanjir.
Tak ada lagi yang mereka katakan selain saling berpelukan setelah sekian lama tidak berjumpa.
XXX
Omg, I’m crying when make this two chapter.
T.T
Should I post the ending soon?