“Sudah kau hubungi dia?” tanya salah seorang kru dengan wajah panik.
“Sudah berkali-kali tapi tidak dijawab,” jawab rekannya.
“Bagaimana ini, sebentar lagi penampilan terakhir,” katanya sambil melihat ke arah panggung, di mana sebuah girlband sedang tampil di sana.
“Ahhh... aku bisa gila!!” mereka semakin putus asa.
XXX
Sudah hampir dua jam acara musik itu berlangsung secara live. Para penonton yang ada di sana tetap bersemangat hingga acara itu hampir berakhir, tentu karena mereka khusus datang ke sana karena menunggu Kwon Ji Yong.
“Kapan giliran Ji Yong? Aku sudah bosan dengan mereka,” ujar salah satu penonton wanita saat sebuah boyband kembali tampil.
“Mungkin dia tampil di akhir acara,”
“Tapi ini sudah mau selesai, apa kita salah jadwal ya?”
“Tidak kok, benar hari ini ada Kwon Ji Yong!”
“Hey aku lihat di internet, katanya Ji Yong sedang di bandara,” potong yang lain sambil menunjukkan handphone-nya.
“Hah? Mana lihat,”
“Wah.. senang sekali mereka bisa berfoto dengan Ji Yong,” mereka iri.
“Kalau dia ada di sana berarti dia tidak tampil di sini?”
“Ahhh jangan... kita sudah menunggu lama untuk bertemu dengannya di sini!!”
Kegelisahan yang sama juga terjadi pada penonton lain. Hingga semua artis sudah mendapat giliran tampil dan tidak ada tanda-tanda kehadiran Ji Yong di tempat itu.
“Kwon Ji Yong! Kwon Ji Yong!” penonton di sana terus meneriakkan nama Ji Yong dengan semangat seakan ingin menghancurkan panggung jika Ji Yong tidak tampil juga.
“Kami ingin Kwon Ji Yong!!!!”
“Baguslah, tamat kita semua,” kru di belakang panggung sudah mulai pasrah.
“Mereka semakin gila saja memanggil Ji Yong brengsek itu,”
“Bagaimana? Kita akhiri acaranya?”
“Cepat suruh host untuk...,”
Pembicaraan terputus ketika seseorang berlari sangat kencang dan hampir menabrak kru-kru itu.
“Haloo semuaa!!!” seseorang merebut microphone dari host yang ingin menutup acara siang itu.
“Kyyaaaaa...!! Itu Ji Yong!!!” penonton mulai heboh dan bersemangat lagi.
“Hebat sekali, apa dia meluncur langsung dari bandara ke sini?”
“Sepertinya dia naik pesawat,”
“Ah yang penting kita tidak sia-sia berada di sini!! Kyaaaa... Ji Yong!!” mereka pun berteriak histeris lagi.
XXX
Ji Yong benar-benar gila hari itu. Ia memacu mobilnya dengan secepat kilat dan sepertinya akan berurusan dengan polisi karena sudah membahayakan kendaraan lain. Untunglah semua aksi berbahaya itu terbayar lunas ketika ia berhasil menyelesaikan penampilannya dengan sempurna.
“Kau benar-benar membuatku jantungan!” Manajer Kang lagi-lagi marah besar di hadapan Ji Yong. Ji Yong pasrah saja, ia tidak peduli apa tindakan Manajer Kang kali ini.
“Untungnya gara-gara kejadian itu rating acara tadi meningkat drastis! Jadi untuk sekian kalinya kau kubebaskan dari hukuman,” Manajer Kang mulai menurunkan suaranya.
“Oh begitu ya?” Ji Yong tidak menyangka juga.
“Masalahnya tadi sepertinya aku mendapat telepon dari polisi karena kau ngebut di jalanan! Apa-apaan kau tadi?”
“Semua itu demi acara tadi, kau tidak tahu kan aku mempertaruhkan nyawa untuk itu?”
“Aku tidak mau tahu! Besok-besok aku tidak mau menolongmu lagi kalau kau berurusan dengan polisi!”
Ji Yong tersenyum saja mendengar itu.
XXX
New York, jam 09:15 pagi
Sudah sejam wanita ini menunggu sambil membawa kertas besar di tangannya, tapi yang ia tunggu belum muncul juga.
“Semoga dia bisa membaca ini,” pikirnya sambil melihat kertas besar yang ia tulisi dengan huruf hangul. Sebenarnya ia malu juga melakukan itu, tapi daripada tidak bisa menjalankan tugas dengan baik... ya mau bagaimana lagi.
Seorang wanita bermasker terlihat berjalan sambil menarik tasnya. Ia sedikit bingung karena baru pertama kali datang ke tempat itu seorang diri.
“Yuri-yaaaa....!!” teriak wanita yang sudah menunggu itu.
Wanita bermasker yang mendengarnya langsung buru-buru menghampiri wanita itu. Ia juga melepaskan maskernya.
“Are you Kim Michele..?” tanyanya dengan ragu-ragu.
“Yup..., and you must be Yuri,”
“Thanks for waiting me here, sorry I’m late,” Yuri menganggukkan kepalanya.
“It’s okay, let’s go into my car,” wanita yang bernama Michele itu tersenyum senang. Sebenarnya dia adalah wanita keturunan Korea-Amerika dan sudah lama tinggal di New York.
“That’s my car,” Michele menunjuk ke sebuah mobil berwarna hitam yang terparkir di depan bandara.
“Tom, this is Yuri,” ia mengenalkan Yuri pada seorang pria berambut pirang yang menunggu di sebelah mobil.
“Yuri, this my husband, Tom,” ia juga mengenalkan Yuri padanya. Yuri menundukkan kepala untuk memberi hormat.
“Is that Young Bae’s sister?” pria itu terheran-heran melihat Yuri. “Young Bae our friend, right?” ia masih berusaha memastikan.
“Of course,” Michele heran mengapa Tom begitu terkejut melihat Yuri.
“I don’t know she’s so young! How old are you?”
“Twenty one years old, next month,” jawab Yuri mantap. Ia baru ingat kalau sudah akan berulang tahun lagi. Tapi ulang tahun kali ini sangat berbeda dengan ulang tahun yang dulu-dulu tentunya.
“Wow, I thought you was seventeen,” Tom semakin terperangah mengetahuinya.
“Don’t talk again Tom, she’s tired. Maaf Yuri-ya.., kita akan segera mengantarmu,” ujar Michele lagi dengan bahasa Korea yang aneh, mungkin karena terlalu lama berada di Amerika aksennya juga berubah.
“If you need my help, just call me, okay?”
“Yes, thank you so much,” Yuri sepertinya senang dengan sambutan mereka.
XXX
Yuri sampai ke apartemen milik Young Bae di New York. Semasa kuliah di sana Young Bae memang tinggal di sini, dan memang lumayan mewah meski tidak sebesar rumahnya di Seoul. Rumah? Rumah besar itu mungkin sudah pindah ke tangan lain saat ini.
Yuri merebahkan dirinya di sofa. Ini hari pertamanya berada di New York dan ia berharap akan merasa senang dengan kehidupan barunya meski akan tinggal sendirian, mungkin untuk beberapa tahun ke depan.
Untung saja ia masih punya cadangan uang dari rekening rahasia yang Young Bae beritahu kemarin. Uang dalam rekening milik almarhum Ibunya itu sepertinya cukup untuk hidup selama tiga tahun ke depan, meski tidak bisa hidup mewah seperti dulu.
Ia juga tidak menyangka hal ini terjadi padanya. Ia tidak percaya akan hidup sebagai buronan dengan tuduhan menerima uang hasil pencucian uang. Ia sungguh tidak akan menyangka akan terusir dari negaranya sendiri seperti ini, sendirian pula. Ia jadi mengkhawatirkan Ayah dan Kakaknya yang jauh di sana.
Tak apa. Mungkin ini lebih baik untuk melupakan semuanya. Tentu tidak mudah berpura-pura bahwa tidak ada yang terjadi padanya saat ini, apalagi kejadian sebelum keberangkatannya sehari lalu.
“Kukira dia berbeda, ternyata sama saja!” Yuri terlalu sakit hati untuk mengingat itu. Mengingat saat Ji Yong berbalik arah dan lebih mementingkan penggemarnya daripada Yuri. Betapa miris nasibnya saat ini. Ia semakin merasa tidak ada yang bisa ia percaya lagi di dunia ini.
XXX
Tom pulang ke rumah siang itu dengan wajah kusut. Mungkin cuaca yang panas dan lelah setelah mengajar seharian di kampusnya membuatnya seperti itu hari ini.
“You want a cake?” tanya Michele yang sedang sibuk di dapurnya. Michele memang seorang koki dan hebat. Ia suka sekali memasak terutama membuat kue dan roti seperti hari ini.
“... and some tea please,” ujar Tom tanpa mengganti bajunya. Di siang yang panas begini ia juga meminum teh panas rupanya.
Michele sudah menyajikan sepiring biskuit buatannya dan juga secangkir teh kesukaan suaminya. Tapi tetap saja raut wajah Tom tidak begitu cerah hari ini.
“What’s wrong Tom? Is it okay?” Michele khawatir biskuit buatannya tidak enak.
“It’s okay..., ehm, Michele, did you see Young Bae’s sister today?”
“No, I’m so busy for cooking, what’s the matter?” Michele terkejut.
“She seems not happy, is she okay?”
“Oh? I don’t know. Is she sick?”
“I just think that she looks like a person who want to suicide,”
“Hey? What are you talking about Tom? You scared me!”
“We must not allow her living alone like that, it’s dangerous for her..,”
“Mmm..., i know. Should she stay with us here?”
“It’s a good idea. Young Bae was so kind to us, we should say thanks with that,”
XXX
Sudah dua bulan ini Yuri tinggal bersama keluarga Tom di rumahnya yang sederhana. Ia senang sekali bisa tinggal bersama mereka, apalagi ia merasa sangat kesepian tinggal sendiri di apartemen, tanpa teman yang bisa diajak bicara.
“Eonnie, can you teach me to speak Korean?” tanya Hana, gadis kecil berambut pirang anak Tom dan Michele satu-satunya.
“Hahaha, is your mother Korean too?” jawab Yuri. Hari ini ia menemani Hana bermain.
“Yes, but she can’t speak Korean as well as you,”
“Okay, but you should teach me how to speak english well,”
“It’s easy!!” Hana tersenyum senang.
Di tengah acara belajar mengajar mereka tercium wangi roti yang sangat menggugah selera. Seperti biasa Michele sedang sibuk di dapurnya, menciptakan sebuah resep baru.
“Sepertinya enak,” Yuri datang menghampiri dapur, menemui Michele. Apalagi dia sudah sangat lapar.
“Ini resep baruku,” jawab Michele dengan bahasa Korea yang aneh seperti biasa. Ia ingin bicara dengan bahasa Korea agar tidak lupa dengan bahasa ibunya itu.
“Mmm,.. eonnie, aku ingin bisa memasak sepertimu,” kata Yuri tiba-tiba. “Jadikanlah aku muridmu!” Yuri menundukkan kepala.
“Hahahaha, tidak usah seperti itu, aku akan mengajarimu dengan senang hati,”
“Terimakasih. Tapi aku tidak bisa masak sama sekali,”
“Tak apa, kita akan belajar dari yang paling mudah dulu,”
Sejak saat itu hari-hari Yuri habis untuk belajar memasak bersama Michele. Memang tidak mudah awalnya, apalagi Yuri yang benar-benar bodoh dalam urusan seperti ini. Untungnya Michele adalah wanita yang terlalu sabar untuk membimbing Yuri ke jalan yang benar.
XXX
Suatu malam yang damai. Malam itu keluarga Tom sedang berkumpul bersama untuk makan malam. Yuri duduk di samping Hana, berhadapan dengan Tom dan Michele.
“Are you cooking all of this?” Tom tidak percaya melihat makanan yang terhampar di mejanya. Sementara Michele senang karena kini sudah ada yang membantu kerjanya di dapur.
“I hope you’re not give a poison,” kata Tom lagi.
“Sorry, I’ve do that,” jawab Yuri.
“Hahaha, poison that make me want eat more and more!”
“Hahahahaha,” dan mereka pun makan malam dengan bahagia.
Tak sampai satu jam acara makan malam mereka pun selesai. Hana buru-buru kembali ke kamarnya karena harus mengerjakan tugas sekolahnya, meninggalkan Yuri, Tom dan Michele di ruang keluarga itu.
Yuri sangat beruntung bisa tinggal di sana. Sepertinya ia sudah benar-benar melupakan semua permasalahan hidup yang beberapa waktu lalu menimpanya tanpa henti.
“I’m happy to be here,” kata Yuri sambil tersenyum senang.
“We are glad that you’re happy stay with us,” jawab Michele.
“But why you’re crying?” Tom sedikit khawatir.
“I’m so happy, that’s why...,” Yuri kesulitan menyeka air matinya.
“You should not cry again, Yuri,” kata Michele.
“I know,... but,...” Yuri menangis lagi.
“Why?”
“I don’t even have a family like this,”
Tom dan Michele terdiam mendengarnya.
“You guys make me know what is family,” Yuri masih sesenggukan dalam tangisnya. Memang, selama dia hidup dulu ia selalu tinggal sendirian di rumah besarnya bersama para pelayannya. Ibunya meninggal sejak ia kecil, sedangkan ayahnya terlalu sibuk dan jarang di rumah. Selama itu Yuri hanya bermain dengan Young Bae, setidaknya sampai saat Young Bae akan pergi ke Amerika Serikat untuk kuliah. Dan seterusnya ia tinggal sendirian, bersama Pengawal Choi yang berdiri seperti patung di sebelahnya.
“I know, I know..., don’t cry, promise me, that you never cry again,” Michele memeluk Yuri untuk meredakan tangisnya.
“Thank you,” Yuri tersenyum lagi. “Mmm, I think I should go to work from now,” kata Yuri setelah ia sudah merasa tenang.
“Work?” Tom heran mendengarnya.
“I should make a money by myself. I should not depend on you forever, right?” meski Yuri masih punya cadangan uang, tapi itu pasti akan habis dengan sendirinya kalau digunakan terus menerus.
“I should looking for job from now, i don’t care whatever is this!”
“Okay, it’s good for you, I’ll help you,” janji Tom.
XXX
kurang dikit lagiiiii mungkin akan tamat.
mohon bersabar ya reader
T.T