home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Be A Maid

Be A Maid

Share:
Author : mumutaro
Published : 23 Jan 2014, Updated : 07 May 2014
Cast : Bigbang, fictional character
Tags :
Status : Complete
1 Subscribes |36945 Views |6 Loves
Be A Maid
CHAPTER 20 : THE DARK ROOM

 

 

            “Hentikan mobilnya!!” teriakan itu berhasil membuat mobil berhenti mendadak. Ji Yong menatap Yuri dengan tidak percaya, ia tidak tahu kalau Yuri akan semarah itu padanya. Yuri tidak mengatakan apapun, ia segera keluar dan membanting pintu mobil keras-keras.

            “Kau mau jalan kaki sampai Seoul hah?” teriak Ji Yong sambil membuka pintu mobil. Yuri tidak menanggapi dan terus berjalan lurus. Ji Yong yang merasa tidak direspon langsung berjalan cepat untuk menyusulnya, namun Yuri berhasil menepis tangan Ji Yong dengan keras dan melanjutkan langkahnya, masih dengan diam seribu bahasa.

            Ji Yong kini terdiam di tempatnya sambil memandangi Yuri yang terus berjalan menjauh. “Dia rupanya benar-benar serius mau jalan kaki?” Ia menghela nafas panjang sambil berjalan kembali ke arah mobil yang terparkir di tepi jalan. Ia terus mengumpat sambil menendang ban mobilnya tanpa ampun. “Arghhh sial, harusnya aku tidak bicara seperti itu!” ia sedikit menyesal.

            “Ck, anak kecil itu tidak mungkin berani jalan sendirian. Sebaiknya kutunggu sampai kembali sendiri ke sini,” pikirnya.

 

XXX

 

            Yuri terus berjalan hingga menemui sebuah jalan berbelok. Ia tidak tahu sudah berjalan berapa lama, yang jelas ia sudah merasa lelah. Ia berhenti di depan sebuah bangunan sambil melihat ke arah mobil Ji Yong yang masih terparkir jauh di sana.

            “Apa aku kembali saja ya? Duhhh, kenapa aku harus turun dari mobil itu sih, bodoh sekali, begini nih akibatnya,” ia menyesali perbuatannya sendiri. Yuri tetap mengamati Ji Yong dari kejauhan dan berusaha agar tidak ketahuan.

            “Kenapa aku yang harus kembali padanya? Tunggu saja, pasti dia yang akan menyusulku!” pikir Yuri lagi. Ia masih terlalu gengsi untuk kembali pada Ji Yong setelah pertengkaran tadi.

            Sudah bermenit-menit Yuri berdiri di tempat itu sambil mengintip ke arah Ji Yong. Namun anehnya Ji Yong masih saja diam di tempatnya. Mungkin sebenarnya keadaan Ji Yong juga sama seperti Yuri saat ini, menunggu Yuri kembali dan Yuri tidak muncul juga.

            “Kenapa diam terus sih? Apa mau sampai malam seperti itu!” Yuri mulai kesal. Tepat saat itu ia melihat Ji Yong kembali menyalakan mobilnya. Yuri kembali bersemangat dan cepat-cepat mengatur ekspresinya agar terlihat dingin seperti tadi. Tapi tak disangka, mobil itu malah berputar arah.

            “Lho? Kenapa dia berbalik?” Yuri mulai panik. Harapannya untuk bisa kembali ke Seoul sebelum jam tiga sore pupus sudah.

            “Tega sekali dia menelantarkan aku seperti ini! Aku harus bagaimana sekarang?” Yuri semakin ketakutan. Apalagi tempat itu belum pernah dikunjunginya, dan ia tidak tahu apa-apa tentang tempat itu. Meski sesekali masih ada orang yang berlalu lalang, namun tetap saja ia merasa asing dan tidak berani bertanya pada mereka.

            Apa menelepon Pengawal Choi saja agar menjemputnya di sini? Ah gila! Berarti harus menunggu selama dua jam hingga Pengawal Choi datang dari Seoul. Kalau sudah begini naik kendaraan umum saja lebih baik.

            Yuri meneruskan perjalanannya yang sudah tidak tentu arah, berharap melihat ada taxi atau apapun yang dapat ditumpangi hingga ke Seoul sambil menyempatkan diri untuk memeriksa isi tas dan dompetnya.

            “Astaga! Ke mana uangku?” Yuri baru menyadari uang hanya tinggal beberapa lembar akibat menghambur-hamburkannya saat berbelanja di minimarket. Sial sekali, dengan uang sedikit begini naik kereta pun tidak bisa. Sejak tadi berjalan pun tidak menemukan taxi sama sekali. Sial sekali harus terlantar di tempat terpencil begini.

            Tidak ada pilihan lain selain mengunjungi ATM yang ada di dekat sana. Ia butuh uang agar bisa pulang dengan selamat karena Ji Yong sudah tidak bisa diandalkan lagi.

            “Maaf kartu anda terblokir... tidak bisa melakukan transaksi...” begitu tulisan yang terpampang di mesin ATM. Yuri hampir pingsan membaca itu. “Terblokir? Bagaimana bisa?” ia sangat panik hingga ingin merusak mesin ATM itu, syukur-syukur kalau tiba-tiba ada uang yang berhasil keluar. Tapi jelas itu adalah tindakan kriminal dan ada CCTV yang terpasang di sana. Yuri lagi-lagi hanya bisa terdiam frustasi sambil berusaha menenangkan diri tanpa menyadari kalau tadi mobil Ji Yong sempat lewat.

 

XXX

 

            “Halo..? C,Choi Sseung,..?”

            “Halo? Di mana nona sekarang? Saya sudah menunggu sedari tadi,” Pengawal Choi terdengar panik di ujung telepon itu. Ini sudah hampir jam empat, namun Yuri tidak muncul juga di kantornya, sesuai pesannya pagi tadi Yuri minta dijemput jam tiga sore di kantornya.

            “Mm..., aku, aku ketinggalan bus dan tidak ada yang lewat lagi. Bisakah kau menjemputku?” Yuri mencoba mencari alasan. Ah.., tahu begini dari tadi saja menelpon Pengawal Choi. Seandainya ia tidak usah ikut Ji Yong pergi, oh..., atau sebaiknya tidak usah cari gara-gara dan bertengkar dengan Ji Yong karena akibatnya sangat fatal.

            “Baiklah, beritahu posisimu di mana?”

            “Di mana ini ya..., aduh,” Yuri melihat sekeliling, mencari papan nama yang memuat alamat tempat itu.

            “Desa Gangwon, kau tahu tidak?”

            “Itu agak dekat dari sini, bisa lebih jelas lagi?”

            “Mm..., kalau aku menunggu di halte bus bagaimana?”

            “Ya sudah, tunggu di sana, nanti aku cari sendiri. Jangan pergi ke mana-mana sampai aku datang. Kalau ada apa-apa telepon aku atau telepon polisi saja. Sabarlah menunggu, aku akan berusaha cepat,”

            “Ya, terimakasih,”

            Baiklah. Sekarang tinggal menunggu Pengawal Choi datang.

 

XXX

 

            Ji Yong sibuk melihat ke kanan dan kiri jalan sejak tadi. Ia juga sudah melepas kacamatanya karena matanya terasa lelah. Untungnya penglihatannya masih bisa berfungsi meski tanpa kacamata itu.

            “Ke mana sih anak itu? Cepat sekali menghilangnya!” Ji Yong menggerutu. Ia sudah berulang kali berkeliling di sekitar situ tapi tetap tidak menemukan Yuri. Dia semakin gelisah saja, sementara langit mulai gelap. Ia tentu takut terjadi sesuatu pada Yuri, dan itu pasti akan menjadi salahnya.

            Ia berusaha meraih handphone dan baru menyadari kalau ia juga tidak punya nomor telepon Yuri. Ia terus menggerutu dan hanya bisa membanting benda tidak berguna itu keras-keras.

 

XXX

 

            Menunggu Pengawal Choi selama dua jam di tempat sepi begini sepertinya bukan ide bagus. Kau hanya bisa bersabar, duduk, diam, sambil melihat beberapa kendaraan lalu lalang, dan berharap tidak ada sesuatu yang buruk terjadi. Itulah yang Yuri lakukan saat ini akibat tidak bisa pulang setelah berpisah dengan Ji Yong yang pergi entah ke mana itu.

            “Lama sekali,” Yuri mulai tidak sabar, meski tahu perjalanan dari Seoul ke sini tidak mungkin hanya dalam sepuluh menit. Ia semakin gelisah karena hari semakin sore dan jalan itu sangat sepi. Dari kejauhan ia juga melihat segerombolan pria sedang berjalan menuju halte tempat ia menunggu. Yuri merasa tidak senang, ia berharap mereka akan berputar arah atau melewati tempat itu begitu saja. 

            “Hey Nona, kenapa sendirian saja?” tanya salah seorang pria di antara mereka. Yuri tidak mau menanggapi.

            “Lihat sekali sombong sekali wanita ini!” kata yang lain.

            “Kami hanya bertanya dan tidak melakukan apa-apa padamu! Hahaha!” mereka semakin senang mengganggu Yuri.

            “Jangan mendekat! Aku akan lapor polisi!” teriak Yuri pada mereka. Ia benar-benar mengumpulkan keberaniannya saat ini.

            “Kenapa lapor polisi? Memangnya kami perampok hah?”

            “Jangan mendekat! Kalian tidak tahu aku ini siapa!” gertak Yuri lagi. Ia kini sudah berdiri  sambil memundurkan dirinya pelan-pelan. Ia ingin berlari tapi tubuhnya terasa berat sekali. Ia juga teringat pesan Pengawal Choi agar tidak pergi ke mana-mana.

            “Memangnya kau siapa hah?”

            “Hahaha, memangnya peduli apa tentang itu? Kau mau anak kepala polisi di sini pun kami tidak takut! Kami penguasa daerah ini!”

            “Kalau kalian tidak pergi juga Ayahku tidak akan segan mempenjarakan kalian semua!” Yuri semakin asal bicara.

            “Siapa ayahmu hah?” ledek mereka lagi.

            “Kau tahu Dong Young Nam tidak!?” ah bicara apa ini. Yuri tidak tahu apalagi yang bisa menggertak mereka selain dengan nama itu.

            “Apa? Dong Young Nam?” mereka langsung kaget. Apa gertakan ini berhasil?

            “Apa kau anaknya?” tanya salah satu dari mereka lagi.

            “Iya! Ayahku bisa memenjarakan kalian seumur hidup tanpa pengadilan! Kuperingatkan kalian...,”

            “Hahahah, benar sekali, dia memang sudah pernah memenjarakanku selama sebulan,” kata yang lain.

            “Apa?” Yuri tidak menyangka.

            “Karena dia kami kehilangan rumah dan tanah, dia bahkan memenjarakan kami karena melawan petugas yang menggusur rumah kami, kau tahu?”

            Yuri terhenyak bukan main. Mulutnya ternganga karena tidak bisa bicara, sementara kakinya semakin mundur perlahan-lahan. Ia juga semakin takut dengan tatapan tajam gerombolan pria tidak jelas ini.

            “Apa kau tahu bagaimana rasanya dipukuli oleh preman sewaan ayahmu itu?”

            “Kau tahu gedung-gedung mewah milih Ayahmu, kau tahu di tanah siapa gedung itu berdiri?”

            “A, aku...,” Yuri benar-benar tergagap. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Menelpon polisi pun percuma di saat seperti ini.

            “Kembalikan uang kami nona!”

            “Ya! Kembalikan hak kami!” bentak mereka dan membuat Yuri semakin ketakutan. Tanpa menunggu lagi Yuri langsung berlari secepat kilat untuk menghindari kejaran beberapa pria itu. Entah mendapat kekuatan dari mana ia berhasil lari sekencang-kencangnya, tanpa peduli arah.

             

XXX

 

            “Cepat sekali larinya anak itu!”

            “Sialan!” Mereka terus mengumpat karena tidak menemukan Yuri yang pandai meloloskan diri.

            Sementara tak jauh dari sana, di dalam sebuah gudang kecil yang pintunya terbuka, Yuri sedang sibuk berdoa semoga orang-orang menyeramkan itu tidak akan menemukannya.

            Ia lemas sudah berlari sekencang itu. Nafasnya benar-benar tersengal dan serasa nyaris putus saja paru-parunya. Untung saja ia menemukan gudang yang tidak dijaga ini—tidak tahu gudang apa—dan ia bersembunyi saja karena tidak kuat berlari lagi dan tidak ada menemukan pos polisi atau apapun yang bisa dimintai pertolongan.

            “Kenapa mereka tidak pergi juga sih?” Yuri masih dengan jelas mendengar suara mereka yang terus mengumpat, dan tak berapa lama mereka pun pergi begitu saja.

            “Syukurlah,” ia lega. Meski begitu Yuri tidak berani keluar dari sana karena orang-orang itu bisa saja masih berkeliaran dan akan mengejarnya lagi. Ia memutuskan untuk tetap di situ sementara waktu, sekaligus beristirahat karena terlalu lelah, sambil bersandar ke tumpukan-tumpukan kardus besar yang entah isinya apa. Tanpa sadar Yuri tertidur di gudang itu dan lupa kalau ia sedang menunggu Pengawal Choi juga.

 

XXX

 

            Tidak ada yang tahu sudah berapa jam berlalu sejak kejadian sore tadi. Yuri sedari tadi sudah tertidur pulas dan baru saja bangun. Ia mengerjapkan mata dan menyadari kalau tempat itu sangat gelap. Apa sudah malam?

            “Astaga! Aku tertidur! Bodoh sekali!” Yuri menyesali kebodohannya untuk kesekian kali. Ia segera berdiri dan ingin keluar segera, dan betapa terkejutnya ia kalau pintunya sudah terkunci.

            “Hah? Bagaimana ini?” dia mulai ketakutan.

            “Halo? Apa ada orang di luar?” ia berusaha berteriak. Sesekali juga menendang pintu itu. Namun tak ada tanggapan.

            “Haloo..? Tolong buka pintunya...,” ia masih berusaha sebisanya. Anehnya saat itu ia mulai merasakan kepalanya mulai pusing dan berdenyut. Ia juga tak bisa memungkiri kalau nafasnya mulai sesak. Tenaganya juga sangat terkuras sejak adegan kejar mengejar tadi. Ia sungguh tidak berdaya di dalam ruang gelap dan tertutup itu, yang seakan semakin menyempit dari semua sisi, dan menekannya hidup-hidup. Sebuah ruang tertutup yang memaksanya kembali sejenak ke sebuah ingatan masa lalu.

 

XXX

 

            “Mau diapakan anak kecil ini?” kata seorang pria yang terdengar meremehkan.  Wajahnya tidak jelas karena terlalu  gelap. Suaranya juga serak dan menyeramkan.

            “Meskipun anak kecil tapi nilainya lima puluh juta won,” jawab seorang wanita. Dari cahaya remang dapat dilihat dengan samar kalau ia tersenyum senang melihat hasil buruannya.

            “Tunggulah sampai uang tebusanmu datang ya anak manis?” kata wanita itu lagi sambil memainkan pisau di depan anak kecil yang menatapnya dengan ketakutan.

            Pisau kecil itu mulai bermain di sekitar lehernya. Wanita itu memainkannya dengan pelan tanpa bermaksud melukai, tapi tetap saja, anak kecil mana yang tidak menangis ketakutan melihat itu?

            “Jadilah anak baik sebentar saja dan aku akan melepaskanmu, anak bodoh yang manis, hahahaha!” ia tertawa dengan aneh dan seakan menggema di ruangan itu.

 

XXX

 

            Yuri masih tidak bisa bergerak. Ia seakan masih mendengar suara menyeramkan wanita itu dan juga ujung pisau yang menusuk-nusuk lehernya meski hal itu sudah lama sekali berlalu. Oksigen di ruangan itu seakan semakin tak mampu lagi ia hirup, nafasnya terlalu sesak, keringat dingin bercucuran, dan kepalanya semakin terasa sakit.

            Ia tidak bisa lagi berteriak meminta tolong atau berpikir apa ada celah yang bisa ia lewati untuk keluar. Matanya seakan tak sanggup melihat untuk beberapa saat, hingga dilihatnya ada cahaya yang mulai masuk. Pintu itu terbuka!

            “Yuri-ya! Yuri-ya!” terdengar suara seseorang yang langsung menghampirinya.

            “Apa yang terjadi denganmu?” ia semakin panik melihat keadaan Yuri yang tergeletak lemas tak berdaya di sana. Ia buru-buru membangunkannya dan memeluk Yuri erat-erat.

            “A, aku..takut,” gumam Yuri dengan lemah.

            “Tenanglah, tidak ada apa-apa,” ia mencoba menenangkan, meski sebenarnya ia juga ketakutan bukan main melihat Yuri seperti itu.

            “Kak Young Bae,.. aku senang kau datang...,” Yuri belum sanggup membuka mata lagi, tapi ia sudah sanggup untuk tersenyum sekilas.

            “Y,Young Bae..? Aku bukan Yo...,” terlambat, dan Yuri sudah tidak sadarkan diri dipelukannya.

 

To be continued>>>>

 

i keep writing this till it finishh...

 

mumutaro

           

           

 

 

 

 

 

 

             

                 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2025 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK